Beranda / Semua / REUNI / Nge-Es

Share

Nge-Es

Penulis: Yuli F. Riyadi
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-21 06:51:12

"Cendol, Es teler, Es Kelapa, ready!"

Aku gagal memejamkan mata setelah panggilan dari Tama berakhir. Sampai Dendy dan lainnya sudah kembali, aku memutuskan menyongsong kedatangan mereka.

"Es cincau gue mana?" tanyaku mengintip kantong plastik hitam yang ada di meja ruang tengah.

"Kagak ada. Males gue keliling nyari tukang cincau. Udah, yang ada aja," sahut Dendy, beranjak duduk di sofa ruang tengah.

Ibu datang membawa beberapa mangkok dari dapur. "Nih, pake ini. Wina, taruh es-es itu ke dalam mangkok."

Aku membongkar satu persatu isi plastik hitam itu. Ada dua es teler, satu es pisang ijo, dan dua es Cendol. "Es Cendol dua punya siapa nih?" tanyaku sembari menaruh dua bungkus ke mangkok.

"Punya gue sama Dendy. Lo sama Danar es teler. Emak lo es pisang ijo, sahut Dean menarik salah satu mangkok cendol.

"Wuih, jadi ibu nih yang beda sendiri."

Ibu tersenyum lalu mengambil salah satu mangkok yang baru saja aku tumpahin es teler dan menyerahkannya kepada Danar.

"Ih, ibu itu kan p
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • REUNI   Insting Ibu

    "Ada tamu rupanya. Loh, Win? Minumannya mana?" tanya Ibu setelah mengucapkan salam. Giko langsung berdiri menyambut ibu dan mengulurkan tangannya. "Ibu apa kabar? Sehat?" "Alhamdulillah Ibu sehat," sahut Ibu menyambut uluran tangan Giko. "Kamu tambah ganteng aja, ya. Lama banget ibu nggak liat kamu." "Terima kasih, Bu. Tahu aja kalau saya dari dulu ganteng," ujar Giko nyengir. Aku memutar bola mata jengah. Nggak bisa dikasih hati. Di mana-mana kepercayaan dirinya tetap melangit. "Ini siapa ya?" tanya Giko menunjuk Dendy yang dari tadi cuma berdiri di samping ibu tanpa berniat menyapanya. Aku yakin Dendy sengaja melakukan itu agar Giko bingung. Narsisnya adikku itu kan sebelas dua belas dengan si playboy. "Lo lupa sama gue?" tanya Dendy, sok galak. Giko menggeleng dengan tatapan heran. "Siapa memangnya lo? Jangan bilang lo calon suami Wina."Dendy menyeringai. Aku bisa melihat Devil di atas kepalanya. Melalui pelototan mata aku memperingatkan anak itu agar tidak berbuat macam.

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-22
  • REUNI   Goes To School

    Minggu ini jatahku pertama yang mengikuti acara Goes To School. Dari tim marketing tiga orang termasuk aku dan Arin. Ditambah dua orang dari General affair. Ada lima orang yang akan berkunjung di salah satu sekolah menengah atas di Jakarta Selatan. Kami berlima menggunakan mobil kantor sekaligus membawa barang-barang promosi. "Kalau udah sampai sana kabari, ya," ucap Danar sebelum mobil meninggalkan kantor. Dia ikut mengantar hingga teras lobi. "Kalau ada waktu senggang saya nyusul." "Acaranya sampai jam tiga doang loh, Pak," sahut Arin. "Iya, kalau jam makan siang ada waktu dan nggak sibuk, saya ke sana. Meninjau. Semoga lancar acara kalian." Aku duduk di kursi tengah bersama Arin, dan Fathur salah satu orang general affair. Dua orang lainnya di depan. Sementara barang-barang bawaan kami ada di bagian belakang. "Pak Danar suka sama salah satu di antara kalian, ya?" tanya Fathur tiba-tiba. Aku dan Arin saling berpandangan sejenak. "Kok bisa mikir sampai sana, Mas?" tanyaku hera

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-23
  • REUNI   Keras Kepala

    "Habis ini kamu langsung pulang, ya," ujarku ketika makanan yang Tama pesan datang. "Kok langsung pulang? Padahal aku mau lihat acara kalian." "Nggak usah. Please, kali ini nurut sama aku. Aku nggak mau ada masalah lagi, Danar akan ada di sini juga." Aku menarik es jeruk yang kupesan. "Cuma Danar, kan? Giko nggak. Nggak masalah dong kalau gitu." Hidungku mengembang lebar ketika aku mengembuskan napas. Nggak Giko, nggak Tama, susah banget diajak kerja sama. "Kalau kamu masih mau kita ketemu, tolong nurut." Aku terpaksa mengancam. "Kalau gitu, apa password baru apartemen kamu?" Aku memundurkan badan dan menatapnya. "Sori, aku nggak mau kasih tau. Aku nggak mau kejadian yang terakhir itu terulang lagi." "Kali ini nggak akan terjadi. Aku janji."Aku menggeleng tegas. "Sori, aku nggak bisa." Tama tampak menghela napas, lalu mengangguk. "Pulang aku jemput, kali ini jangan nolak. Aku nggak nerima penolakan." Ini lebih nggak mungkin. Gimana dengan Giko? "Tam, itu kayaknya nggak mung

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-24
  • REUNI   Masalah

    Menghubungi Luffy? Aku nggak punya kerjaan kalau itu beneran aku lakukan. Setelah acara Goes To School, aku masih lanjut mengerjakan laporan, Arin bahkan langsung ikut Danar bertemu klien. Semua orang sibuk, jadi aku nggak ada waktu menghubungi siapa pun, khususnya Luffy. Aku beneran nggak tahu mau orang itu apa. Sikapnya sebelas dua belas sama Giko, ngeselin. Aku baru saja merapikan meja ketika ponselku yang tergeletak di dekat laptop bergetar. Layarnya bercahaya dan menampilkan nama Tama di sana. Aku mengabaikan panggilan itu hingga nada deringnya berakhir. Namun, saat aku mematikan layar laptop, ponsel itu kembali berbunyi. Masih dari Tama. "Ada apa, Tam?" tanyaku yang pada akhirnya mengalah, mengangkat panggilannya. Aku mengapit ponsel di antara bahu dan telinga, sementara dua tanganku menyimpan laptop ke dalam tas. "Aku udah ada di lobi kantor kamu." Spontan mataku terpejam. Beruntung Giko sempat memberiku kabar kalau dia nggak bisa mengantarku pulang. Jadi, aku sedikit aman.

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-25
  • REUNI   Ajakan Menikah

    Arin memang bisa diandalkan. Saat ini aku berada di mobilnya. Meskipun tempat tinggal kami berlawanan arah, tapi dia tidak masalah mengantarku pulang. "Thanks ya, Rin. Gue nggak tau apa jadinya kalau nggak ada lo tadi." Aku mengembuskan napas lelah. "Kok bisa begini, ya?" Dia menggeleng. "Lo diperebutkan banyak cowok banget, Win. Ini untung apa musibah buat lo?" tanya Arin lantas terkekeh. Seandainya dia tahu keadaan sesungguhnya. "Itu musibah. Gue nggak mau ada dalam situasi begini." "Tinggal pilih salah satu dari mereka, kan?" Arin bicara seakan hal ini mudah saja."Gue nggak mau pilih salah satu pun dari mereka." "Iya juga ya, mereka membingungkan. Tapi kalau gue jadi lo Pak Giko gue skip. Tinggal Pak Tama dan Pak Luffy. Nah, mereka sama-sama berbobotnya." Dan, kalau Arin tahu Tama yang sebenarnya, aku yakin dia bakal skip juga. Lalu tersisa Luffy sebagai pilihan yang sama sekali nggak aku ingin juga. Ya Tuhan ribet banget sih hidup gue? Rasanya aku ingin segera menenggelamka

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-26
  • REUNI   Kejutan

    Dia mengajakku nikah siri. Tidak. Aku nggak pernah memimpikan pernikahan seperti itu. Aku memiliki konsep pernikahan impian. Tidak mewah namun sakralnya dapat. Bertempat di suatu lokasi yang bisa menghasilkan debur ombak dan aroma kayu secara bersamaan. Tama memang orang yang aku cintai, tapi aku juga nggak ingin dibutakan oleh cinta. Aku masih punya otak untuk berpikir, tidak mau ambil resiko yang akhirnya bisa merugikan diri sendiri. Bukankah nikah siri itu sangat merugikan pihak perempuan? Enak di lo nggak enak di gue. Ketukan pintu terdengar bahkan sebelum aku sampai di ranjang tidur. "Wina, oke. Aku minta maaf soal yang tadi. Tapi bisakah kita bicara lagi?" Suara Tama terdengar. Aku mendadak malas padanya. Akhir-akhir ini aku memang menjadi lebih sensitif, mungkin karena masalah yang terlalu menumpuk. Aku membuang napas dan berbalik menatap bilah pintu yang masih saja diketuk. Tama di sana nggak berhenti memanggil namaku. Sampai aku mengalah dan membuka pintu kamar. Wajah p

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-27
  • REUNI   Kekecewaan Ibu

    "Lumayan masih ada cuti sekitar tiga harian. Jadi, gue ajak aja ibu main ke Jakarta, kali aja ibu kangen sama patung Pancoran," ujar Dendy saat aku menanyakan kesibukannya."Dibanding sama patung pancoran, Ibu lebih kangen sama Patung Dirgantara," timpal Ibu membuatku dan Dendy sontak terbelalak dan berseru kompak. "Apa bedanya?!" Ibu menatap kami berdua lantas tertawa. "Biasa aja dong kalian. Kompak banget begitu. Ibu kan cuma ngetes kalian doang," ujar Ibu meringis. "Oh, ibu ceritanya lagi ngetes ilmu sosial kita, Kak," ucap Dendy mengerakkan kedua alisnya sembari melirikku. "Kan banyak tuh yang nggak ngerti kalau Patung Pancoran sama dengan Patung Dirgantara. Siapa tahu saja kalian salah satu dari mereka," sahut Ibu. Dia lantas bergerak ke dapur sembari membawa kantong plastik yang dia keluarkan dari goddie bag kain. "Nggak buat Dendy ya, Bu. Percuma dong aku dapat beasiswa kalau masih aja anggap dua patung itu beda," sahut Dendy sombong. Dia meraih remote LED dan menyalakan

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-28
  • REUNI   Terlibat Skandal

    Seperti kesepakatan tadi, Tama menurun aku di halte dekat dengan kawasan perkantoran. Lantas aku lanjut berjalan menyusuri trotoar hingga sampai halaman gedung.Suara klakson dari belakang mengejutkanku dan seketika langkahku bergerak menyingkir. Jendela kaca mobil itu terbuka. Dari balik kemudi seorang perempuan berseru. "Lo kenapa jalan kaki?! Nggak bareng Pak Giko?" Ternyata si pengendara itu Arin. Aku menggeleng dan mengisyaratkan dia agar maju, karena sudah ada mobil lain yang mengantre masuk. "Tunggu gue di lobi!" serunya lagi sebelum bergerak maju. Arin datang nggak lama setelah aku memasuki lobi. Wanita itu mengenakan waist blazer berwarna khaki, menutupi kemeja putihnya. Disambung dengan pencil skirt berwarna senada blazer tersebut. Langkahnya terlihat begitu anggun dengan heels tujuh senti yang terantuk. Sesekali dia memberi senyum kepada orang yang berpapasan dengannya. "Win!" Langkahnya tampak bergegas menghampiriku. "Kemarin aman enggak?" tanya Arin begitu berhasil

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-29

Bab terbaru

  • REUNI   Pasangan Rasa Sahabat

    Aku menyisir rambut tebal Danar dengan jemari. Dia masih terlelap dengan nyaman di atas dadaku. Lengan kekarnya memeluk perutku, terlihat nyaman. Sama sekali nggak merasa engap karena semalaman tidur dengan posisi begini. Setelah kumpul-kumpul bersama yang lain, lalu bertemu sebentar dengan ibu dan mama—ibu mertuaku, kami baru kembali ke kamar sekitar pukul sebelas malam. Meski begitu, Danar tidak membiarkanku tidur hingga lewat tengah malam. Danar dan gairahnya membuatku sedikit kuwalahan. Aku nggak mungkin menolak meski jujur sangat mengantuk. Nyatanya setelah itu dia berhasil membuat kantukku hilang. Rasa penasaran sebagai pengantin baru membuat kami ingin terus mencoba. Senyumku terbit saat kembali mengingat sentuhannya semalam. Masih bisa membuat tubuhku merinding hingga sekarang. Setelah melewati yang pertama, kedua dan seterusnya aku merasa lebih nyaman."Nar, bangun...." Aku menepuk pipinya pelan. "Hm." Dia melenguh namun tidak mengubah posisi tidurnya. "Nanti kita nggak

  • REUNI   Gagal Lagi

    "Norak banget, sumpah. Bisa nggak itu tangan kalian lepas? Kalau mau show off ke gue tuh jangan tanggung-tanggung, live streaming malam pertama kalian minimal tuh!" Tanganku dan Danar masih saling tertaut meskipun sekarang sudah duduk berdampingan di salah satu sudut kafe. Itu yang bikin Giko jengkel setengah mampus. Aku sih bodo amat. "Lepas kagak?!" Entah dapat dari mana karet gelang yang Giko pegang sekarang. Detik berikutnya tautan kami sontak terlepas karena kunyuk itu menjepret-nya dengan karet sialan itu. Yang kena jepretan Danar, tapi yang terkejut aku. "Resek lo!" Aku langsung meraih kembali tangan Danar dan mengabaikan decakan Giko. "Aku nggak apa-apa, Win," ucap Danar tersenyum. "Lebay! Cuma jepret karet doang itu. Sakitnya nggak ada apa-apanya dibanding malam pertama lo." Aku menggeram sebal. Dari tadi Giko nyinggung soal malam pertama terus. Dia beneran kurang belaian kurasa. "Katanya Marissa mau ke sini? Kok nggak datang-datang?" tanya Giko menengok jam tangannya.

  • REUNI   Badai Asmara

    Tidak ada pengait bra di punggung. Tidak ada adegan romantis saat bra itu melonggar di dada. Cup silicon yang kukenakan aku lepas sendiri lantaran Danar sepertinya agak kejang melihat bentukan asli dadaku. Diam-diam aku mengulum senyum saat pria itu dengan hati-hati dan perlahan menyentuh area itu. Telapak tangannya yang agak kasar sedikit membuatku menggelinjang. Apalagi ketika jemarinya bermain di puncak dadaku. Ya Tuhan aku bisa merasakan sekujur tubuhku merinding seketika. Ciuman Danar berpindah ke pipi lantas rahang. Kepalaku sontak mendongak ketika dia menyasar area leher. Dan lagi-lagi aku dibuat merinding saat bisa merasakan jejak basah yang dia tinggalkan. Danar sedikit mendorongku agar bergerak mundur. Dia dengan pelan menuntun duduk di tepian tempat tidur, dan tanpa melepas ciumannya menjatuhkan tubuhku ke atas permukaan tempat tidur. Dia sendiri lantas memposisikan diri di atasku. Desahan pertamaku lolos saat step ciumannya turun ke dada. Sebelah tanganku refleks merem

  • REUNI   Pagi Pertama

    Pernah punya sahabat rasa suami? Atau suami rasa sahabat? Aku merasakannya hari ini. Not bad, bahkan terlalu manis. Di saat pria lain membawa pengantinnya ke kamar dengan cara membopong, Danar malah menggendongku di punggungnya. Alasannya karena badanku berat, sialan sekali. Resepsi pernikahan sederhana kami, sudah berakhir beberapa puluh menit yang lalu. Aku dan Danar memutuskan kembali ke kamar setelah sebelumnya pamit kepada Ibu, Mama dan Papa mertuaku, serta lainnya. Lantaran pernikahan kami berlangsung pagi, dan dihadiri hanya oleh sanak famili, acaranya cuma berlangsung hingga pukul sepuluh pagi. Rencananya kami akan mengadakan tour wisata keluarga setelah ini. Jangan berharap aku dan Danar bisa bobo cantik di sini, ya. Hehe."Gimana kalau kita nggak usah ikut tour? Pasti mereka paham, kok," ujar Danar saat kami melewati lorong-lorong menuju kamar kami. Aku masih berada di gendongannya."Ih, nggak enak. Kayak ketahuan nggak sabarnya." "Ya biarin, kita kan emang nggak sabar

  • REUNI   My Wedding Draft

    "White gold, mewah juga ya konsepnya." Giko memasuki ballroom yang disulap menjadi taman bunga dengan dominasi warna putih dan emas.Sembari mengisi buku tamu aku mengedarkan pandang. Beberapa kali aku menghadiri resepsi pernikahan indoor seperti ini. Undangan pernikahan teman tidak pernah aku lewatkan. Hitung-hitung mencari referensi dekorasi yang cantik.Aku menyerahkan pena pada Danar yang ada di belakangku. Setelah dia mengisi buku tamu, kami bertiga melewati lorong taman bunga buatan yang lumayan panjang."Ini kira-kira mereka menghabiskan berapa ribu tangkai, ya?" tanya Giko, tangannya dengan usil mengambil salah satu kelompok bunga."Yang jelas ratusan ribu. Bunga satu kebon kayaknya diangkut ke sini," sahutku lantas terkikik."Beb, lo mau konsep pernikahan kayak gini juga enggak?"Pertanyaan yang bikin mood-ku lumayan naik. "Gue nggak mau ribet, sih. Cukup outdoor party aja.""Di mana?" Giko berbalik. "Di hutan aja, kayaknya belum pernah ada yang ngadain acara pernikahan di hu

  • REUNI   Area Teritori

    Danar tidak main-main. Setelah membawaku ke rumah mamanya, dia langsung menyusun acara melamarku ke ibu. Aku agak ngeri dengan langkahnya yang begitu cepat. Seolah sedang menjaring klien, dan takut kliennya akan hilang."Gue bilang juga apa! Lo itu udah cocok sama Bang Danar, Kak," ujar Dendy. Acara lamaran sudah kelar dari satu jam lalu. Rombongan pelamar pun sudah pulang lagi ke Jakarta. Namun, Danar tetap tinggal."Kenapa dari dulu lo nggak desak kakak lo, sih, Den?" tanya Danar duduk memepet ke dekatku. Salah satu kebiasaan baru pria itu sejak jadian, nempel terus kayak perangko."Capek gue ngomongin, Bang.""Ish! Gue kan nggak enak sama cewek lo. Dia itu naksir berat sama Danar dulu," timpalku mengernyit tak suka lantaran terus dipojokkan."Arin pernah bilang ke gue, sih. Katanya deketin Bang Danar kayak lagi deketin kayu hidup.""Ebuset, pinokio dong!" celetuk Dean yang sejak tadi makan aneka kue basah yang didapat dari lamaran."Tau tuh! Padahal Arin cantik, dilirik pun enggak,

  • REUNI   Kejutan dari Danar

    Danar masih sibuk di depan laptopnya. Akhir bulan memang menjadi momok bagi karyawan di perusahaan keuangan. Jika biasanya dia akan lembur di kantor hingga larut, kali ini dia membawa pulang pekerjaan ke apartemen. Alasannya konyol. Lembur di kantor sudah nggak menyenangkan sejak aku nggak bekerja di sana lagi.Maksud ngana?Beberapa saat sebelum dia berkutat di depan layar laptop ada sebuah pengakuan yang mencengangkan. Seenggaknya mencengangkan bagi aku. Hehe."Aku dulu sengaja memintamu lembur, agar aku bisa berlama-lama sama kamu di kantor. Percaya enggak?"Itu diucapkan manusia yang baru dua minggu jadi pacarku tanpa ekspresi. Gila enggak? Sontak saja mataku melotot dan memekik. "Demi apa?""Demi kamu."Panggilan "lo-gue" berganti "aku-kamu" di hari kedua kami pacaran. Awalnya agak geli, tapi lama-lama terbiasa. Danar yang terus membiasakan sebenarnya.Aku menarik napas dan mengembuskannya. "Kamu tau nggak, sih, Nar. Lembur itu hal yang paling nggak aku suka.""Aku sih suka aja

  • REUNI   Potongan Kue Pertama

    Setelah mengucapkan tetek bengek doanya buatku, pria yang aslinya memiliki senyum manis itu memelukku. "Nggak usah sedih meskipun sekarang cuma gue doang yang nemenin ultah lo." Dia mengacak rambutku. Alih-alih sedih aku malah terkekeh. Ini yang aku nggak paham. Serius, muka lempeng Danar itu nggak ada lucu-lucunya sama sekali, tapi kadang bikin aku ingin tertawa. "Sebenarnya gue pengin rayain ultah bareng pacar. Tapi, nasib cinta gue masih ngenes aja dari tahun kemarin," ujarku masih terkekeh, merasa nasib konyolku ini seperti lelucon. "Pacar, ya?" Aku mengangguk. "Mungkin gue akan pertimbangin Bima, biar ultah gue tahun depan nggak jomblo lagi." "Kok Bima?" Kening Danar mengernyit."Ya, soalnya cuma dia satu-satunya cowok yang lagi prospek ke gue." Aku meraih pisau keik, dan mulai memotong kue. "Sebenarnya gue punya penawaran. Dan gue rasa ini cukup menguntungkan, buat lo atau pun gue." Aku yang sedang fokus memotong kue hanya membalas sambil lalu. "Apa tuh?"Danar tidak lan

  • REUNI   Hari Jadi

    "Lo udah kayak bodyguard Wina aja, sih? Ngapain juga pake acara jemput Wina segala? Gue bisa kok anterin dia." Bima mengatakan itu setengah sadar. Dia agak sedikit mabuk. Seperti apa yang Danar bilang, pukul sembilan malam dia sudah menyambangi privat room lokasi pesta kami. "Anggap aja begitu. Gue bawa Wina dulu, ya," ujar Danar tersenyum kecil lalu menarik tanganku untuk bergegas keluar dari ruangan itu. "Nggak asik lo!" seru Bima dari dalam yang diabaikan oleh Danar. Kami menuruni anak tangga, dan melewati lautan manusia yang tengah berpesta di lantai bawah. "Lain kali nggak usah datang kalau kantor ngadain acara di tempat kayak gini," ujar Danar begitu membawaku masuk ke mobilnya. "Gue kan nggak enak nolaknya, Nar." "Itu tempat nggak aman. Kalau lo diapa-apain mereka gimana?" Aku nggak akan mendebat si kulkas. Pikirannya yang sistematis selalu membuatku tidak bisa berkata-kata kalau memaksa debat dengannya. "Lihat, bajumu kenapa basah gitu?" Aku menunduk, sempat lupa ka

DMCA.com Protection Status