ARTI SEBUAH PENYESALANSenduMenatap matamu dalam lamunankuBayanganmu nampak terlihat semuAku mendekapmu kian semakin menjauhCinta memang tak selalu indahTerkadang hati dibuat meranaAku diam tak berdayaSaat melihatmu pergi bersamanyaTertawa dalam dustaMerana bercucuran air mataMimpi telah hilang meninggalkan lukaDerita pun kian menerpa asa~~~~ Arya hanya bisa termenung sendirian di dalam kamarnya, dia masih tidak bisa percaya dengan apa yang telah menimpanya. Bagaimana bisa wanita yang sangat dia cintai dan dambakan akan menjadi adik iparnya sendiri? dia masih tidak percaya dengan kenyataan pahit akan takdirnya ini. Dia tidak bisa membayangkan betapa hancurnya dia saat melihat prosesi akad nikah mereka nanti, dan betapa remuk hatinya membayangkan Malam pertama Nanda dengan sang adik. Selama ini dia berjuang keras di Negeri orang semata mata untuk mempersunting Nanda, namun nyatanya keputusannya itu malah membuat dia menyesal seumur hidup karena harus kehilangan
BAB 16CINTA TAK HARUS MEMILIKI"Nanda, bisa kita bertemu untuk yang terakhir kali?", Arya memohon untuk bertemu denganku, aku ragu. Semua sudah jelas, lantas apa lagi yang akan kami bicarakan nanti?. Namun setelah aku menikah nanti Arya akan menjadi kakak iparku, tak ada salahnya jika aku menemuinya saat ini. "Ya, kita bertemu di tempat biasa ya". "Iya. Assalamualaikum", ungkapnya dari kejauhan sana."Waalaikumsalam", aku mematikan teleponnya. Sudah 1 jam aku menunggu Arya namun ia belum datang juga. Tak biasanya dia datang terlambat, dia orang yang disiplin dan tepat waktu. "Assalamualaikum", sapa seseorang di belakangku. Saat ku tengok ternyata itu Arya. "Waalaikumsalam, tumben telat?","Maaf ya, tadi kejebak macet", ungkapnya seraya duduk dihadapanku. "Ini untuk kamu, tolong terima ya. Anggap saja hadiah terakhir dari calon kakak iparmu". Dia memberikan kotak kado berwarna merah berukuran kecil. Saat ku buka ternyata isinya itu sebuah kalung berlian yang sangat indah
TERLANJUR CINTA"Nanda, Ardi..", teriak seseorang dibalik kamarku. Aku bernafas lega, ternyata itu bukan mas Ardi melainkan ibu."Iya bu sebentar", jawabku bergegas mendokumentasikan berkas berkas dan bukti bukti perselingkuhan mereka lalu aku segera membereskannya lagi. Aku berjalan ke luar kamar untuk menghampiri ibu."Bu, kok tidak menghubungi Nanda dulu?", tanyaku takzim mencium tangan ibu."Iya sayang, ibu tadi habis memantau restoran sekalian saja mampir kesini. Oh ya, barusan pintu rumah kenapa tidak dikunci?", Ya ampun! Betapa teledornya aku setelah mengobrak abrik mobil mas Ardi aku lupa tidak mengunci pintu rumah lagi malah kubiarkan terbuka begitu saja. "Nanda lupa bu", jawabku polos cengengesan seraya memeluk tubuh ibu."Ya ampun Nanda, kamu gimana sih! Nanti kalau ada maling gimana", ungkap ibu memarahiku. "Iya deh bu, oh ya ibu sudah makan belum? Kita makan malam yu", ungkapku seraya mengajak ibu menuju dapur. Saat ini Nindya masih tertidur pulas, nanti malam
MUSUH DALAM SELIMUT"Pagi sayang, halo anak papah yang cantik", ungkap mas Ardi menyapa aku dan Nindya."Pagi juga mas", jawabku malas. "Halo sayang anak papa yang cantik", Mas Ardi menggendong Nindya lalu mengecup kening dan pipinya. Mereka berjalan menuju halaman meninggalkan aku yang sedang sibuk membuat sarapan. Setelah semua selesai, aku berjalan keluar untuk menghampiri mereka. "Mas sarapan dulu", ungkapku tanpa ekspresi, bagaimana bisa aku bersikap manja dan manis kepadanya setelah mengetahui segala kebusukannya."Iya sayang, anak papah yang cantik kita makan dulu ya", mereka berjalan masuk, aku mengambil alih untuk menggendong Nindya."Sayang", suara mas Ardi memecah kesunyian."Ya", jawabku singkat. "Hari ini mas ada acara dengan orang kantor, pergi jalan jalannya di cancel saja tidak apa apa ya? mas janji minggu depan kita jadi jalan jalannya", ungkapnya menatapku ragu Entah mengapa perasaanku mengatakan bahwa saat ini dia sedang menipuku lagi. Perasaan seorang
BAB 19MEMILIH YANG LAIN"Nindya...", aku berteriak histeris melihat anak semata wayangku kejang kejang. Mulutnya mengeluarkan cairan seperti busa dan matanya membelalak ke atas, bola matanya hampir tidak terlihat. Aku panik, Aku bingung. Aku menangis histeris cemas sesuatu yang buruk menimpanya. Lebih tepatnya aku trauma setelah enak pertamaku berpulang karena tragedi kecelakaan itu. Aku tak ingin harus kehilangan anak ku lagi untuk yang kedua kalinya. "Nanda!", teriak seseorang berlari menghampiriku. Betapa lega nya hati ini melihat kedatangan Arya.. Dia bergegas merangkul Nindya yang masih kejang kejang, dia langsung meletakkan nya pada tempat yang empuk, datar dan luas, lalu menghadapkan Nindya dalam posisi miring agar ia tak tersedak oleh air liurnya atau muntahannya dan Arya melonggarkan pakaiannya terutama pada bagian lehernya. Tak berselang lama kejangnya pun berhenti. Ini adalah pertolongan pertama saat anak mengalami kejang, itulah yang Arya ucapkan padaku. Setelah kon
DUA WAJAH Arya menyeret mas Ardi dengan kasar, mereka pergi menjauh dari lokasi rumah sakit. Entah apa yang akan mereka bicarakan namun tak sedikitpun aku memperdulikannya, aku berjalan menuju ruangan Nindya ingin melihat kondisi anak semata wayangku saat ini. Ku lihat wajah cantiknya, hatiku tiba tiba terasa nyeri hingga sesak ke rongga dada. Aku membayangkan saat nanti kami berpisah anak ku akan tumbuh tanpa seorang ayah. Mampukah aku membesarkannya tanpa kehadiran mas Ardi? mampukah aku melakukan semua nya sendirian?."Nindya sayang maafkan ibu ya, kamu harus tumbuh besar tanpa kehadiran seorang ayah. Ibu janji akan menjadi ibu sekaligus ayah yang baik untuk kamu. Ibu akan merawat, membesarkan dan mendidik kamu. Ibu akan bekerja banting tulang agar bisa memenuhi semua kebutuhan dan keperluan kamu. Ibu sudah tidak sanggup lagi harus menahan luka ini nak, hati dan jiwa ibu sudah terlalu sakit!. Maafkan ibu nak", Aku mengecup kening Nindya yang sedang tertidur pulas. Bulir bulir ben
PILIHAN KEDUA"ARYA!", Suara itu terdengar begitu keras. Seketika Arya dan Ardi menoleh bersamaan.. "Nanda", ungkap Arya. Perlahan dia melepaskan cengkraman tangannya, dengan segera Ardi mengelap darah di bawah bibirnya menggunakan tangannya lalu ia merapikan kemejanya. Nanda berjalan bersama Anggi menghampiri mereka, ternyata Anggi yang memberitahu Nanda bahwa Arya dan Ardi sedang berkelahi. Ia lakukan itu sudah pasti untuk mencari posisi aman. Ardi menatap Arya dengan tajam, mata nya mengisyaratkan bahwa ia harus tutup mulut untuk yang kedua kalinya. "Ini yang terkahir Ar!", gumam Arya beranjak menjauhi Ardi. "Apa yang sedang kalian lakukan? Kalian tidak malu? Ini area rumah sakit! Banyak anak anak yang melihat perkelahian kalian, kalian telah memberikan contoh yang buruk pada mereka!", ungkap Nanda marah. Mereka diam seribu bahasa seraya menundukan kepala. "Arya, apa yang terjadi? Mas Ardi kenapa kalian berkelahi? Kalian itu adik kakak, seharusnya kalian akur dan s
TRAGEDI PAHIT."Halo bos", ungkap seorang pria di seberang sana. "Halo, besok kita bertemu di tempat biasa. Saya ada pekerjaan untuk kalian", ungkap seorang wanita yang sedang duduk di sofa seraya menikmati segelas juice. "Siap bos laksanakan!", Ponselpun dimatikan, Dia menyimpan benda pipih itu sembarang tempat. Ya, wanita itu adalah Anggi. Dia menghubungi seorang pria untuk memberikannya pekerjaan penting. Dia berjalan menuju kamar tidurnya mengunakan piyama pendek berwarna peach, ia menghampiri sebuah nakas yang berada tepat dipinggir tempat tidurnya. Dia membuka pintu nakas tersebut lalu mengambil beberapa foto disana. Dia menggenggam erat foto tersebut, lalu menyilangkan tanda X dengan sebuah spidol besar berwarna merah pada foto tersebut. "Berani sekali kau menyebutku wanita murahan! Lancang sekali kau menyakiti pria dambaanku! Kau sudah terlalu jauh untuk mencampuri hubungan kami Arya! Sepertinya kau harus dibuat sibuk dengan urusan dan kehidupanmu sendiri hingga tak aka