Renata melepas pelukan. Menatap dua pengawal Samudera Biru.“Kenapa mereka ingin menangkap Kenzio?” tanyanya cemas sekaligus heran.Rama dan Ratansa kembali saling tatap ragu.“Ada masalah apa? Berhubungan dengan si bodoh Lintang Timoer?” tanya Samudera Biru dengan mata terpicing.Kedua peri itu mengangguk.“Apa yang dilakukannya kali ini?”“Dia mencuri persik putih ribuan tahun di lembah persemayaman pedang.”Rahang Samudera Biru seketika mengeras. Mata cemerlangnya berkilat. “Jadi itu tujuannya sejak awal,” desisnya geram. “Tidak mungkin!!”Semua mata menoleh ke arah sumber suara. Kenzio berderap diiringi Sierra Sion. Mereka yang tanpa sengaja melihat iring-iringan pasukan sengaja mencari Samudera Biru untuk melapor.“Kakakku tidak mungkin melakukan itu,” tegas Kenzio berapi-api.“Mungkin tidaknya kita lihat saja nanti,” sahut Samudera Biru sinis.Kenzio mengeratkan gigi namun tak bisa menampik. Semua masih belum jelas. Bagaimana jika Lintang Timoer benar mencuri persik tersebut?
Lintang Timoer terseok. Jalan setapak yang dipijaknya begitu licin. Membuatnya beberapa kali tersungkur mencium tanah setengah basah.Aroma tak sedap dari bangkai manusia dan hewan yang tergeletak sembarang membuat paru-parunya seperti tercekik. “Sial, aku bisa mati sebelum sampai,” gerutunya dengan napas memburu.Ia berhenti di depan pohon besar. Menatap mayat-mayat manusia yang tergantung dengan leher terjerat. Semua terlihat kering seperti ikan asin di bawah terik matahari.Dalam sekali lihat Lintang Timoer paham penyebab kematian mereka. Kondisi yang sama persis seperti mayat gadis-gadis peliharaannya seusai memadu cinta bersamanya. Kehilangan sari hidup.Lintang Timoer menarik napas. Merasa sedikit kasian. Bahkan setelah mati jasad mereka tak diperlakukan dengan baik. Ia tak mengklaim dirinya bermoral tapi setidaknya masih punya sedikit nurani untuk menghargai mereka yang sudah membantu memperpanjang usianya dengan memberi pemakaman layak. “Hah, apa yang kupikirkan,” desis Lin
Renata membuka mata. Menatap langit-langit yang sangat dikenalnya dengan kesadaran tak utuh. Saat mencoba bangkit rasa sakit tiba-tiba mendera kepalanya tanpa ampun.“Argh, pusing sekali,” keluh gadis itu sambil mengerjap dan terdiam sejenak.Ingatan mulai berlarian di otaknya, menghasilkan satu umpatan kesal saat menyadari sudah diperdaya.“Dasar peri sialan, lihat saja bagaimana aku mengurusmu,” gerutu Renata sambil beringsut dari atas ranjang.“Kak, kau sudah bangun?” Renata mengangkat wajah dan langsung mendapat sebuah terjangan.“Jangan menangis, aku baik-baik saja, Shiny.” Renata mengelus kepala Shiny.“Bagaimana aku tidak menangis Kakak tidak sadarkan diri sehari semalam,” ucap Shiny sambil mengelap air mata dengan ujung baju.“Sehari semalam? Sungguh aku pingsan selama itu?” “Iya. Kata Pangeran Sagara seharusnya Kakak baru sadar dua hari lagi.”“Oh, astaga.” Renata memijat pelipis, semakin geram dengan Samudera Biru yang ingin dia pingsan berhari-hari. Sambil bersungut ia m
Sosok bertopeng melayang ke atas atap. Berdiri beberapa meter di depan Singgih Wirayudha.Ia memutar telunjuk ke udara. Membangun dinding pelindung transparan lantas menyebarkan serbuk cahaya seperti kunang-kunang.Serbuk-serbuk itu menelusup ke dalam dinding pembatas yang dibuat Samudera Biru kemudian menyebar ke seluruh area mansion begitu saja. Singgih Wirayudha hanya menyaksikan dengan tenang sembari menyunggingkan satu senyum tipis. Termasuk saat penghuni mansion satu persatu kehilangan kesadaran.“Lama tak bertemu, Singgih,” Sosok bertopeng yang telah selesai beraksi menyapa. Suaranya masih terdengar begitu dalam.Singgih Wirayudha menarik senyum dan menyimpan kedua lengan di belakang punggung.“Ya, hampir dua puluh tahun kita tak bertemu, Panglima Kuning.”“Ah, aku ketahuan.”Sosok itu menanggalkan topeng dan melemparnya sembarang. Tampaklah wajah gagah milik Panglima Kuning lengkap dengan senyumnya yang bersahaja.“Kau bisa menipu orang lain tapi tidak denganku. Selain itu di
Panglima Kuning melesat cepat di antara awan yang semakin kelabu. Angin dingin menerpa kencang, membuat luka dalamnya berdenyut nyeri.“Sial,” umpatnya seraya menambah kecepatan. Tujuannya adalah hutan bangkai, tempat di mana Ramangga Kala bersembunyi.Panglima Kuning mendesah kecil. Jika bukan demi balas dendam ia tak akan sudi terlibat hubungan apa pun dengan iblis itu.Setelah Singgih Wirayudha menolak tawarannya maka kesempatan untuk mengontrol kekuatan bangsawan penjaga gerbang lotus yang tersebar juga ikut menghilang.Suka tak suka ia membutuhkan bidak lain untuk melengkapi rencana dan saat ini Ramangga Kala adalah pilihan terbaik.“Sialan kau Singgih,” geram Panglima Kuning merasakan lukanya kembali berdenyut seperti ada ratusan jarum yang menusuk tepat di jantungnya.Beberapa menit kemudian, tepat di tengah hutan bangkai, Panglima Kuning menukik turun. Matanya memicing waspada. Aura hutan terasa begitu pekat. Peri biasa yang tak sengaja terjebak ke dimensi hutan ini dipastikan
Renata menatap langit yang tengah menurunkan gerimis. Napasnya memburu sementara peluh terus menetes dari pori-pori yang terbuka.Hampir setengah hari Renata berlatih jurus baru yang diajarkan sang ayah. Jurus tingkat tinggi yang cukup sulit, pada kondisi fisik manusia normal butuh waktu berbulan-bulan bahkan hingga bertahun-tahun untuk bisa dikuasai secara sempurna.Namun Renata tak bisa menunggu. Ia harus menjadi lebih kuat dalam waktu singkat agar bisa membantu Samudera Biru, setidaknya tidak menjadi beban untuk lelaki itu.Setelah Singgih Wirayudha memberitahunya tentang pengkhianatan Panglima Kuning, Renata merasa begitu khawatir. Situasi saat ini sangat tidak menguntungkan bagi sang kekasih yang tengah menghadapi vonis hukuman.Renata menghela napas berat lantas menatap pedang giok perak yang melayang di udara secara horizontal. Sekali menjejak ia telah berpindah, berdiri ajeg di atas pedang.Dengan lembut jarinya mengayun, melesat mengelilingi mansion seperti penyihir cantik da
Di langit temaram kerajaan peri samudera, tiga sosok melayang ringan seperti kapas. Mendarat di atap bangunan megah dengan ukiran nama ‘Malvis’ di atas gerbang utamanya.“Tunggu dan perhatikan situasi.”Dua sosok mengangguk sementara sosok yang berbicara melesat turun dan merubah diri menjadi transparan. Dengan cepat ia menyelinap ke dalam kamar yang penerangannya masih tampak menyala. Setelah berhasil masuk sosok itu segera mewujudkan diri kembali. Mengangguk sopan pada lelaki yang tengah duduk di belakang meja penuh dokumen.“Pangeran Samudera Biru,” desis lelaki pemilik kamar dengan raut terkejut yang kentara.“Maaf mengganggumu, Paman Malvis.”Penyelinap yang memang Samudera Biru adanya tersenyum ramah.Perdana Menteri Malvis segera berdiri dan membungkuk kecil penuh tanda tanya. Bukankah keponakan tirinya itu tengah dikurung di penjara suci gunung roh yang terkenal misterius dan tak bisa ditembus?“Bagaimana Anda bisa keluar?” tanya Perdana Mentri Malvis setelah berdiri tegak
Pintu aula pengadilan kerajaan peri samudera terbuka lebar. Serombongan prajurit masuk bersama Samudera Biru selaku terdakwa.Tatap sinis dan cemooh seketika meruar, memonopoli ruangan yang sejak awal sudah bertensi tinggi.Dari tempatnya berdiri Pangeran Aaron menyeringai. Merasa puas dengan penampilan Samudera Biru. Tubuh sepupunya itu kini hanya terbalut selembar baju berbahan goni, tanpa perhiasan apalagi alas kaki mewah. Rambut hitamnya yang legam terburai. Wajahnya yang selalu berseri kusam oleh debu, selaras dengan dua lengan yang terikat rantai.Lain Pangeran Aaron lain lagi Rama dan Ratansa yang berdiri di sudut ruangan. Mereka saling melempar pandang penuh arti.Ya, Samudera Biru memang sengaja berpenampilan lusuh. Tujuannya apa lagi selain mengecoh musuh. Namun yang terpenting adalah mencegah perjanjian rahasia antara ibunya dengan para peri kuno mencuat ke permukaan.“Hai, sepupu,” Samudera Biru membalas seringai tanpa suara. Lengannya yang terikat diangkat, melambai samb
Dalam beberapa hari, Renata yang masih merasa seperti sedang bermimpi jika Samudera Biru telah kembali ke sisinya dibuat kaget setengah mati.Samudera Biru benar-benar mewujudkan ucapannya.Rombongan istana Kerajaan Peri Samudera datang melamar dengan megah!Ratusan kotak hadiah mewah yang mereka bawa bertumpuk di halaman seperti bukit. Sangat menyita perhatian!Beruntung rumah baru Renata berada kaki gunung kecil yang relatif sepi sehingga tidak menimbulkan kehebohan yang tidak perlu.Kedua keluarga mencapai kesepakatan dengan sangat mudah dan cepat.Pernikahan akan digelar dalam tiga hari! Karena Samudera Biru sekarang hanya manusia biasa, dia kehilangan hak untuk mengadakan upacara pernikahan di aula suci Kerajaan Peri Samudera.Sebagai gantinya resepsi akan diadakan di tiga lokasi berbeda di dunia manusia. Di hotel internasional kelas atas, di pulau pribadi dan di atas kapal pesiar selama tiga bulan penuh.Segala hal akan ditanggung oleh pihak keluarga pengantin lelaki. Keluarga
Renata tercekat. Wajah rupawan itu sama persis dengan wajah rupawan yang terpatri di ingatannya.“Kau ....”“Samudera Biru, kekasihmu.”Renata terdiam. Mendengarkan suaranya yang juga sama persis dengan suara yang sangat dikenalnya.Tapi lantas apa? Dia hanya manusia biasa!Renata mengangkat pedang giok perak. Menghunus lurus ke arah sosok putih dengan mata dingin.“Tidak! Kekasihku sudah mati!”Sosok putih mengernyit melihat penolakan Renata yang keras. Namun segera tersadar setelah menatap tubuhnya sendiri. Ia tersenyum tak berdaya. “Ah, maafkan aku. Aku lupa memberitahumu kalau sekarang tubuh ini hanya tubuh manusia biasa. Aku bukan peri lagi.”Renata mengepalkan lengan, menahan gemetar yang melanda dengan hebat. Hatinya menjerit untuk menerima penjelasan itu tapi pikirannya menolak keras.Perang batin itu membuat Renata sedikit kesulitan untuk bernapas. Membuat air matanya berjatuhan seperti gerimis. Mata sosok putih meredup. Ia menghela napas kemudian melayang mendekat. Menurun
Tiga tahun kemudian.“Tring!! Tring!! Tring!!” Lonceng angin berdenting nyaring.“Selamat datang!” Pemuda tampan di balik counter berteriak tanpa menoleh. Suaranya yang magnetis membuat segerombol gadis kecil tersipu dan berbisik-bisik.“Halo, Kak Kenzio!!” sapa mereka manis.Kenzio mendongak, tersenyum irit.“Halo semuanya.” Gadis-gadis kecil itu kembali tersipu dan saling mencubit. Seorang gadis paling cantik maju memimpin, menyerahkan sekotak cokelat dengan kartu hati merah jambu.“Kakak, cokelat ini untuk Kakak. Mohon diterima,” ucapnya dengan malu-malu.Kenzio melirik hadiah dengan sedikit jijik. Namun mata kucing si gadis membuatnya tak tega untuk menolak.Melihat penerimaan Kenzio, gadis-gadis yang lain segera tak mau kalah. Satu-per satu memberikan hadiah hingga lengan Kenzio penuh.Kenzio tersenyum kaku. “Terima kasih, lain kali tidak perlu repot memberi Kakak hadiah lagi.” “Tidak, sama sekali tidak repot,” gadis-gadis itu serempak menolak membuat Kenzio menyeringai tanpa
Hari terus bergulir.Renata telah termakan duka. Tubuhnya menyusut, kuyu dan kehilangan kesegaran. Ia menolak untuk makan, minum atau sekedar menutup mata.Renata laksana mayat hidup yang mengisolasi diri. Menjaga peti mati Samudera Biru siang dan malam. Tak ada seorang pun yang mampu membujuk atau memaksanya. Gadis itu sangat keras kepala, terlalu keras kepala hingga membuat orang tak tahu harus berbuat apa.Di malam ketujuh. Saat Renata nyaris sekarat, Raja Sion datang mengunjungi kastil putih mausoleum.Raja bangsa peri itu menghela napas berat ketika melihat Renata yang meringkuk di sisi peti mati dengan napas tersendat.Raja Sion mengangkat tangan. Satu aliran hangat membungkus tubuh Renata. Mengusir dingin yang menembus hingga ke dalam tulang-tulangnya, sekaligus mengembalikan sebagian vitalitas dan kesadarannya. Mata Renata pelan-pelan terbuka. Menyadari kehadiran seseorang ia bergerak bangun. Ketika menyadari sosok yang berdiri di depannya adalah Raja Sion, Renata buru-buru
Renata berguling, menghindari tikaman belati. Penyerang itu tak membiarkan begitu saja. Ia memburu, menyabetkan belati dengan sangat cepat dan terukur.Renata mendengus, nasibnya benar-benar baik. Baru memulai budidaya, musuh sudah datang entah dari mana. Sambil menahan rasa jengkel Renata mengumpulkan kekuatan internal di kedua lengan, lantas memblokir belati yang mengincar jantungnya dan menyisipkan telapak tangan kirinya yang terbuka ke arah dada lawan.“Dess!!”Si penyerang terjajar mundur.Renata melirik ke arah pintu.“Penjaga!!!” Penyerang itu tertawa terbahak-bahak. “Percuma saja! Mereka sudah kukirim ke alam baka.”Renata tertegun. Menatap sosok bertudung kasa hitam. Ingatannya baik, ia mengenali suara itu. “Ellaria,” Renata menabak tanpa ragu.“Ups, kau mengenali suaraku ya. Sayang sekali. Tapi tak apa. Aku juga muak dengan benda ini.”Ellaria merenggut tudung di kepala. Membuangnya dengan dramatis.Untuk kedua kalinya Renata tertegun. Wajah wanita di depannya nyaris se
Renata sedikit mengernyit, merasakan kecanggungan yang aneh. Meski begitu Renata tetap menjawab dengan sopan.“Hamba akan melakukannya.”Raja Sion mengangguk kecil kemudian menanyakan beberapa pertanyaan yang dijawab Renata dengan lugas. Setelah memberi instruksi gadis tabib untuk menjaga Renata dengan baik, Raja Sion kembali. Sierra Sion mengikuti ayahnya tanpa banyak bicara. Suasana perlahan mengendur. Shiny bahkan menghembuskan napas lega dengan kuat.“Raja Sion sangat menakutkan. Sepertinya ia masih belum bisa menerima kalau ....”“Nona Renata, kami akan pergi dulu. Anda mengobrolah dengan Tuan Singgih, kalian pasti memiliki banyak hal untuk dibicarakan,” Cyrila memotong dengan cepat. Senyum melengkung di wajahnya yang cantik.Shiny mengerjap dan buru-buru mengangguk-angguk seperti burung pipit. “Ah, benar. Aku bodoh sekali, hehe ... Kak Renata, Kakak mengobrolah dengan Paman Singgih, aku pergi dulu.” Shiny melepaskan lengannya yang membelit lengan Renata kemudian turun dan men
Cahaya emas telah berhenti. Petikan kecapi dan aksara peri kuno telah memudar dan menghilang seluruhnya di bawah angin Padang Bulan Nirwana yang sejuk.Dua tubuh tergeletak.Proses ketiadaan Renata telah berhenti, menyisakan tubuh hangat yang sedikit kemerahan. Di sampingnya, Samudera Biru terbujur dengan kepala menghadap ke arah Renata sementara matanya terpejam rapat. Kulitnya pucat pasi tak bersari.Kerumunan segera terbentuk. Tertegun melihat sepasang kekasih yang saling menggenggam. Mereka terlihat sangat damai, cantik tetapi juga mengharukan. Tangisan timbul satu persatu. Mereka meratap tanpa kata-kata. Cahaya keemasan muncul di langit muram. Turun ke tanah seperti gugusan bintang jatuh.Sepasukan Kerajaan Peri Samudera berpakaian emas berbaris rapi.Raja Sion yang agung telah tiba!Semua makhluk yang tengah diliputi kesedihan berlutut. Menatap ke tanah dengan khidmat. Hati mereka bergetar. Mengantisipasi kemurkaan sang raja atas nasib putranya.“Berdiri!” Perintah itu datang
Seruan tertahan memenuhi Padang Bulan Nirwana.Samudera Biru dengan kecepatan tak terlihat menangkap tubuh Renata yang hampir membentur tanah. “Renata, sayang.” Samudera Biru memeriksa dengan cemas. Matanya melebar saat melihat tubuh Renata sedikit demi sedikit menjadi transparan seolah akan menghilang kapan saja.Jantung Samudera Biru berdebar, hatinya diliputi oleh kegelisahan.Singgih Wirayudha yang sebelumnya kalah cepat segera merebut Renata dan langsung dibuat tercekat oleh fenomena aneh di tubuhnya.“Ii ... ini? Apa yang terjadi?” Singgih Wirayudha menatap Samudera Biru yang membisu dengan raut gelap dan dalam. Jantung pria paruh baya itu berdebar, pikirannya membuat tebakan samar yang tak berani ia utarakan. Bibir Samudera Biru bergerak ragu. Terlihat sama takutnya dengan Singgih Wirayudh, kata-katanya tersangkut di tenggorokan.Cyrila menghela napas lantas maju selangkah, mengambil alih keraguan dua lelaki tersebut. Mata Cyrila memeriksa Renata dengan cermat. Wajah cantikny
“Halo, iblis.”Ramangga Kala tertegun. Menatap takjub ke dalam mata indah di hadapannya yang seakan menjadi pusat seluruh galaksi.Dalam satu sentuhan kecil tubuh Ramangga Kala terdorong ke belakang seperti daun kering tersapu angin. Wajah tampannya memucat namun matanya dipenuhi oleh binar ketertarikan.Angin berhembus. Mengibarkan rambut dan gaun putih panjang polos Renata dengan ringan. Wajah yang memikat dengan tanda lotus kecil di antara kedua alis itu terlihat begitu teduh dan suci. Memberikan kesan jauh, agung dan tak tersentuh.Renata seperti kepompong yang telah bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.Luar biasa menawan!“Gadis, kau kembali,” Ramangga Kala berucap sembari menahan rasa sakit di bagian dada yang disentuh jari Renata.Renata melengkungkan bibir, membentuk seulas senyum dingin. Saat ini ia dipenuhi oleh energi jiwa lotus yang lebih murni, lebih kaya, lebih tak terhingga dari energi jiwa lotus yang terbentuk secara alami di dalam tubuhnya.Yang tak kalah menakjubkan