Iris dan Eras duduk berhadapan di salah satu taman yang ada di istana itu. Di bagian barat istana, terdapat taman bunga di antara taman-taman lainnya. Bahkan Iris melihat ada istana kecil yang indah lengkap dihiasi tanaman mawar yang merambat. Untuk ukuran seorang petarung di medan perang, Duke Adorien mengurus istananya benar-benar apik dan sangat indah. Untuk mencapai taman bagian barat saja Iris harus melewati istana utama yang memiliki 102 ruang, tentu saja itu adalah penjelasan singkat sang Duke untuk memecah keheningan mereka selama dalam perjalanan ke taman. Kini duduk berhadapan dengan Eras, di kelilingi taman indah dan udara sore yang cukup hangat membuat Iris mengagumi sekitarnya. bahkan meja minum teh dan peralatan minumnya saja tak luput dari perhatian Iris yang merupakan seorang puteri. Ia memerhatikan dengan seksama dan bergumam dalam hati. Ini peralatan yang luar biasa mewah untuk ukuran minum teh dalam situasi santai. Tunggu! Apakah ini situasi yang santai? Perlahan, Iris melirik ke arah Duke yang ternyata sedang memehatikannya dengan lekat. Iris menegakkan punggungnya dan mencari alasan untuk membuka percakapan.
“Apakah kamarnya membuat anda nyaman? Apakah sesuai standar kamar seorang putri?”
Iris nyaris menyenggol cangkir tehnya saat mendengar Duke Adorien membuka percakapan. Ia menarik pelan tangannya, meletakkannya di atas pangkuannya dan duduk dengan anggun. Iris tak tahu apakah sikap seorang putri masih sanggup diterapkannya di sini mengingat ia adalah seorang tawanan kekaisaran.
“Kamarnya sangat indah dan nyaman. Terima kasih Yang Mulia.” Di bawah meja, Iris mengepalkan kedua tangannya. Duke Adorien masih menatapnya lekat, sama sekali tidak bergerak dari posisi awal sejak mereka duduk. Apakah itu karena ia adalah seorang prajurit? Sikap seorang panglima?
Eras merasa bahwa Iris merasa tidak nyaman dengan tatapannya. Ia berdehem dan meraih cangkirnya. “Teh kamomil sangat harum dan bisa menenangkan perasaan.”
Iris tahu itu. Tetapi rasanya dia harus bertanya satu hal pada Duke Adorien. Dia tak bisa hanya duduk santai sambil minum teh tanpa bertanya apa yang akan terjadi terhadap dirinya. “Mengapa anda membiarkan saya tetap hidup?”
Eras meletakkan cangkirnya dan menatap Iris. Ia tersenyum tipis dan melipat tangan di dada sambil bersadar di kursinya. “Sepertinya putri bukan tipe yang sabaran ya?” ia melihat wajah yang putih itu memerah.
Iris menelan ludah. “Saya…saya harus tahu bagaimana nasib saya di tangan anda. Kaisar Agrynnor mengutus anda membasmi negara saya dan tak ada yang tersisa dari keturunan raja kecuali saya…” mati-matian Iris menahan airmatanya. Ia tak boleh menangis dan meratapi nasibnya di hadapan Duke Adorien. Sebaliknya dia menunggu apa yang akan terjadi pada dirinya. Apakah pria itu akan mengirim kepalanya kepada Kaisar?
Sudah jelas Iris dalam keadaan takut dan kebingungan. Eras menyadari itu. Keputusan membawa Iris ke istananya merupakan langkah nekatnya sebagai prajurit kaisar. Untunglah yang bersamanya saat membantai Raja Lovec dan keluarganya adalah para ksatria milik Adorien sehingga yang lainnya berpikir Duke Adorien membawa gadis bangsawan biasa sebagai tawanannya. Apa yang membuat Eras berubah pikiran?
“Anda menyerang saya dengan sihir.” Eras menemukan jawaban netral akan pertanyaan Iris. Ia memajukan tubuhnya ke tengah meja. “Setahu saya Lovec adalah negara yang tak diberkahi sihir. Bagaimana anda bisa menggunakan sihir, putri?”
Iris terdiam. Ia tahu hanya dengan sihirlah ia bisa melindungi dirinya. Bagaimana dia menjelaskan kepada Duke Adorien bahwa hanya dialah satu-satunya putri Raja yang memiliki sihir karena terlahir dari ibu yang seorang selir yang awalnya adalah seorang penyihir? Ibu Iris meninggal saat melahirkan Iris dan kemampuan sihir itu langsung berpindah kepada Iris. Ayahnya, Raja Lovec, menyembunyikan kekuatan sihir Iris selama ini karena tak ingin Iris dituduh sebagai penyihir.
Eras menyadari keengganan Iris menjelaskan tentang sihir yang dimiliki gadis itu. Dia tidak akan menekan Iris soal itu sekarang. Yang harus dilakukannya saat ini adalah membuat Iris yakin bahwa Eras takkan membunuh Iris.
“Lupakan pertanyaan saya.” Eras berkata tenang. Ia kembali menyeruput tehnya dan menatap Iris. “Jika Kaisar tahu saya membiarkan salah satu keturunan Raja Lovec masih hidup, apakah anda tahu bagaimana dengan nasib anda?”
Ini saatnya, pikir Iris kecut. Saat menyadari bahwa ia masih hidup, Iris bertekad bahwa dia harus tetap hidup. Itulah mengapa dia sudah bersiap dengan sihir untuk menyerang Duke Adorien. “Saya…” Iris membuka telapak tangannya, perlahan aura sihirnya mulai merangkak naik dan…
“Jangan menyerang saya dengan sihir.”
Iris terkejut saat tanpa disadari, Duke Adorien sudah bergerak dari duduknya dan menangkap tangan Iris yang berada di bawah meja. Tubuh besar pria itu tepat di depan Iris, setengah membungkuk dan sepasang mata merahnya menatap Iris dengan penasaran alih-alih beringas. “Yang Mulia…”
Eras tersenyum miring. Ia menggenggam pergelangan tangan Iris, tidak terlalu kuat tetapi Iris tahu ia tak memiliki kekuatan untuk menepis tangan yang besar dan kokoh itu. “Di sini tak ada yang ingin membunuh anda putri.” Pelan, Eras melepaskan pegangan tangannya pada Iris. Ia berdiri tegak dan menjulang. “Justru saya akan memberikan tawaran kepada anda.”
Jantung Iris berdebar. Duke Adorien kembali ke kursinya dan duduk kembali dengan tenang. Pergelangan tangan bekas dipegang pria itu terasa panas dan Iris mengusap itu dengan pelan. “Tawaran?”
“Pernikahan kontrak.” Eras mengucapkan itu dengan santai. Jelas-jelas ia melihat Iris melongo. “Menikahlah dengan saya dan saya akan menjamin keselamatan anda. Kita akan membuat kesepakatan.”
****Iris terpaku mendengar tawaran Duke Adorien. Menikah? Menikah kontrak dengan pria ini? Bagaimana seharusnya reaksi Iris? Jika melihat situasi yang ada, posisi Iris sama sekali tidak memungkinkan hidup dengan aman sejak ia berada di kekaisaran Agrynnor dan sepertinya posisi Duke Adorien sangat kuat di kekaisaran. Jika tidak tak mungkin pria itu memiliki wilayah terluas di Agrynnor –Iris mempelajari tentang Agrynnor dari gurunya dan Adorien adalah wilayah terluas- istana yang megah dan memimpin langsung medan perang. Seorang Duke memiliki pengaruh yang kuat dan hanya setingkat di bawah kaisar. Hidup Iris sedang dipertaruhkan. Ia tak memiliki siapapun. Ayahnya telah terbunuh, negaranya hancur dan dia bukanlah seorang pewaris kerajaannya.Pria yang telah merampas negaranya atas perintah kaisar kini menawarkan keamanan mutlak padanya. Apa yang sebaiknya Iris lakukan? Tidakkah pria ini mungkin saja kejam seperti ia di medan perang namun selama ia bersama sang Duke
****Iris berada di kamarnya, duduk diam sambil merenungi tawaran yang diberikan Duke Adorien. Ia mondar mandir dari ujung ke ujung mempertimbangkan jawaban apa yang harus diberikannya. Jika dia menolak, hidupnya pasti terancam bahaya. Berada di Agrynnor saja sudah merupakan bahaya besar apalagi jika Kaisar Agrynnor mengetahui bahwa masih ada yang tersisa dari Raja Lovec. Ia pasti dibunuh. Namun apabila Iris menerima tawaran Duke, maka keamanannya terjamin dan hidupnya akan baik-baik saja. Tapi, apakah dia tidak akan dibunuh juga oleh Duke Adorien?Iris sudah melihat bagaimana kejamnya pria itu dalam perang. Dengan jubah perangnya yang berwarna merah, lencana kekaisaran di kedua pundaknya, pedang besar yang ada di tangannya, ditambah sepasang mata merahnya, sudah bisa membunuh orang lain bahkan sebelum ia menggerakkan pedangnya. Belum lagi kekuatan sihir yang dimiliki Duke.“Matilah aku.” Iris memegang kepalanya. Tapi jika melihat bagaimana sikap Duk
Setelah mendengar jawaban Iris, orang pertama yang bersuara adalah Eliath, kepala pengurus rumah tangga, yang sama sekali tidak bermaksud menyembunyikan kegembiraannya. “Apakah berita bahagia ini akan diumumkan ke seluruh Adorien, Yang Mulia Duke?”Eras dan Iris menoleh ke arah Eliath. Eras bersumpah bahwa di sekitar Eliath seperti ditumbuhi bunga-bunga mekar dan wajah tua itu tersenyum lebar dengan tatapan mata berbinar. Tak hanya reaksi Eliath yang luar biasa, ruang makan yang biasanya tak ada yang berani mengintip sekalipun terlihat pintunya terbuka lebar dan kepala kesatria Adorien berada paling depan, membentuk hormat dengan menekan sebelah tangan di dada, berkata dengan tegas.“Ini berita yang menggembirakan Tuan Duke. Saya dan kesatria lainnya akan siap melindungi Duchess seluruh jiwa raga kami.”Iris segera bangkit berdiri dan menggerakkan tangannya. Ia tidak menyangka bahwa jawabannya kepada Duke Adorien akan mendapatkan reaksi s
Iris membaca surat kontrak yang ditulis Eras. Isi kontrak itu menjelaskan secara gamblang keuntungan Iris sebagai istri Duke Adorien. Iris berhak atas istana Adorien, pelayan, dayang, kesatria bahkan soal pengelolaan keuangan keluarga. Tak hanya itu, Duke menuliskan di poin pertama bahwa ia dan kesatria Adorien memberikan perlindungan penuh terhadap Iris. Hal terakhir yang dibaca Iris bahwa di Agrynnor maupun di keluarga Adorien, tidak adanya perceraian. Ini adalah kontrak seumur hidup. Iris mengangkat wajahnya dan menatap Duke yang duduk tenang di hadapannya “Kontrak ini…” “Jangan khawatir. Hubungan kita tidak akan terjadi karena cinta. Kau tidak usah cemas. Aku menjanjikan keselamatamu dan kau menjadi pemilik istana ini dan segala isinya, keuangan keluarga dan juga waktuku.” Duke Adorien memotong kalimat Iris. Iris tertawa pelan. Alis Duke terangkat. “Ada apa?” Iris meletakkan surat kontrak tersebut. “Apakah sudah menjadi kebiasaan anda memo
Eras mengantar Iris tepat di depan kamar gadis itu. Keduanya saling bertatapan dan sama-sama bingung apa yang hendak dikatakan untuk mengucapkan salam selamat tidur. Di kepala Iris penuh dengan kebingungan. Apakah ia langsung masuk saja? Tapi seorang Duke yang terhormat telah mengantarnya demikian rupa. Lagipula bukankah mereka akan segera menikah? Aduuh, apa yang harus kukatakan? Sebaliknya Eras menatap Iris dengan wajah tanpa ekspresi walau sesungguhnya ia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk mengucapkan selamat malam pada “calon istrinya” itu. Selamat malam, sampai jumpa besok? Apakah itu kalimat yang tepat diucapkan seorang pria pada wanita yang akan segera dinikahinya? Baiklah, kita akan bertemu besok di ruang sarapan? Tidak! Itu sama saja! demikian rupa. Lagipula bukankah mereka akan segera menikah? Aduuh, apa yang harus kukatakan? Sebaliknya Eras menatap Iris dengan wajah tanpa ekspresi walau sesungguhnya ia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk mengu
Kekaisaran Agrynnor menguasai hampir seluruh Benua Kaiadia, merampas negara-negara, suku dan bangsa yang tersebar dalam penaklukan besar-besaran dan menjadikan milik imperium Agrynnor. Kaisar Agrynnor berdiri kokoh dengan lambang kekaisaran dan tak pernah berhenti sekalipun menaklukkan daratan. Ia didukung oleh faksi bangsawan dan pasukan militer terkuat. Berada di atas tahta yang direbutnya dari tangan ayahnya sendiri, Kaisar Agrynnor, Zenith Galeas Agrynnor, bertindak kejam atas tanah dan wilayah yang ingin dimilikinya. Ia menggerakkan pedang kekuasaannya pada pasukannya dan tak lelah mengeskpansi tiap wilayah yang ditargetkannya. Kaisar Agrynnor memiliki empat keluarga besar yang menyokong kekuasaannya hingga dikenal sebagai empat pilar Agrynnor. Duke Adorien, Marquess Briratrem, Count Etheralin dan Earl Lardoviel merupakan satu kesatuan kekaisaran Agrynnor. Secara turun temurun, Kaisar Agrynnor memberikan
Apakah mata pria ini semerah darah? Bola matanya berwarna merah, pikir Iris. Dia tidak boleh pingsan. Dia bisa mati seperti ayah dan ibu serta para kakak. Jika dia mati siapa lagi keturunan Laromannor. Tapi tubuh dan pikirannya tidak sejalan. Kepalanya pening dan tubuhnya gemetaran. Ia ketakutan dan mengerahkan sihir perlindungan dengan maksimal. Tapi sepertinya pria pembunuh di depannya itu sangat kuat.“Kau bisa sihir?” Eras mencengkram makin erat kedua bahu Iris, namun yang dapatinya adalah gadis itu lunglai ke arahnya, jatuh tak sadarkan diri ke pelukannya.“Yang Mulia, Lovec sudah takluk. Rakyatnya menyerah.” Seorang ksatria melaporkan situasi pada Eras.“Bagaimana dengan puteri itu, Duke?”Eras mengurungkan niatnya untuk membunuh Iris. Sebaliknya ia menggendong sang puteri dan berkata datar. “Bungkus puteri ini dengan mantel dan letakkan dia di kudaku. Jangan sampai rakyat Lovec tahu jika salah satu puteri m