Apakah mata pria ini semerah darah? Bola matanya berwarna merah, pikir Iris. Dia tidak boleh pingsan. Dia bisa mati seperti ayah dan ibu serta para kakak. Jika dia mati siapa lagi keturunan Laromannor. Tapi tubuh dan pikirannya tidak sejalan. Kepalanya pening dan tubuhnya gemetaran. Ia ketakutan dan mengerahkan sihir perlindungan dengan maksimal. Tapi sepertinya pria pembunuh di depannya itu sangat kuat.
“Kau bisa sihir?” Eras mencengkram makin erat kedua bahu Iris, namun yang dapatinya adalah gadis itu lunglai ke arahnya, jatuh tak sadarkan diri ke pelukannya.
“Yang Mulia, Lovec sudah takluk. Rakyatnya menyerah.” Seorang ksatria melaporkan situasi pada Eras.
“Bagaimana dengan puteri itu, Duke?”
Eras mengurungkan niatnya untuk membunuh Iris. Sebaliknya ia menggendong sang puteri dan berkata datar. “Bungkus puteri ini dengan mantel dan letakkan dia di kudaku. Jangan sampai rakyat Lovec tahu jika salah satu puteri mereka masih hidup. Umumkan kepala Raja di alun-alun, katakan bahwa semua keturunan raja telah mati dan aku akan segera kembali ke tenda membawa gadis ini.”
****
Iris mimpi buruk. Ia menyaksikan kematian ayah, ibu dan kakak-kakaknya. Ia melihat kobaran api di depan istananya. Ia mendengar teriakan ketakutan para dayang, suara pedang saling beradu dan percikan darah di mana-mana.
“Ayah!” Iris berteriak keras, wajahnya penuh airmata dan tangannya hanya menggapai udara kosong.
“Anda sudah bangun, Nona.”
Iris terdiam. Ia membuka lebar kedua matanya dan hal pertama yang dilihatnya adalah langit-langit kamar yang tinggi dengan lampu lilin gantung yang mewah. Selanjutnya tubuhnya merasakan empuknya ranjang dan aroma harum di sekitarnya. Sekali lagi ia mendengar suara lembut yang bertanya padanya.
“Sepertinya anda masih dalam keadaan syok.”
Iris menoleh ke samping dan mendapati seorang wanita setengah baya sedang berdiri di samping ranjang, menatapnya dengan cemas bersama seorang gadis bergaun hijau sederhana yang memeluk vas bunga.
Iris mencoba duduk dan menekan pelipisnya. “Ini di mana?”
“Anda di istana Duke Adorien, Nona.” Kini gadis bergaun hijau itu yang menjawab pertanyaan Iris.
Bola mata Iris membesar. “Duke Adorien?” Iris menyibak selimut, melompat dari ranjang dan berlari kea rah jendela. Ia melihat keluar jendela dan melihat pemandangan taman luas membentang di depan matanya. Pemandangan langit yang cerah meski awannya tampak kelabu, taman yang indah, bangunan yang luas serta pemandangan bangunan-bangunan indah lainnya di sekitar pandangannya.
“Aku…Aku di mana?”
“Anda berada di Adorien. Kekaisaran Agrynnor.” Wanita setengah baya itu mendekati Iris, menarik lembut lengan Iris. “Nah sekarang anda harus mandi. Saya dan Gaia akan melayani anda. Duke menunggu anda.”
Iris masih tidak mengerti. Rasanya sebelumnya ia berada di negaranya yang hancur, melihat pembantaian keluarganya oleh pria raksasa bermata merah. “Siapa Duke Adorien?”
Gaia menjawab dengan tersenyum. “Duke Adorien adalah pemilik istana ini, Nona. Anda akan segera bertemu dengan beliau.”
Iris tak bisa berkata apa-apa lagi. Dua orang itu menggiringnya memasuki ruangan luas berisi kolam air hangat, membuka pakaiannya dan mulai membersihkan dirinya.
****
Eras meneliti setumpuk dokumen yang akan dipelajarinya. Selama ini dia meninggalkan tugas-tugasnya sebagai Duke karena pergi berperang sehingga ketika ia kembali ke istananya, dokumen-dokumen itu menjadi hantu sebenarnya dalam hidupnya. Asistennya berada di sisinya, tak bergerak sejengkalpun, memeriksa apakah sang Duke melaksanakan tugasnya dengan baik.
Eras menatap asistennya dan berkata jemu. “Aku akan mengerjakan semua ini, Asel. Jadi…apakah kau tak ingin beristirahat?”
Asel membetulkan letak kacamatanya. Ia menggeleng dengan tegas. “Tidak Yang Mulia. Anda harus menyelesaikan beberapa laporan di sebelah kanan untuk segera saya serahkan kepada mereka yang menunggu tanda tangan anda.”
Eras mengembuskan napasnya. Ia melirik Asel dari balik bulu matanya. “Apakah puteri Iris sudah sadar?”
Asel mengerutkan dahinya. “Saya rasa Hedia dan Gaia sudah membersihkan beliau.”
Eras mendengus dan meletakkan pena bulunya. Ia mengingat bagaimana Iris tidak sadarkan diri selama perjalanan kembali ke Agrynnor. Sepertinya gadis itu mengalami syok yang luar biasa sehingga pingsan selama berhari-hari. Eras menunggu Iris sadar untuk bertanya banyak hal terutama sihir yang dimiliki gadis itu saat melawannya yang hendak membunuhnya.
Setahu Eras, negara Lovec bukanlah negara yang diberkahi sihir. Bahkan keluarga Rajapun tak memiliki sihir saat ia mempelajari Lovec sebelum penyerangan malam itu. Bagaimana Iris, yang berambut perak dan bermata keemasan yang seperti jelmaan elf itu memiliki sihir? Jika Zenith tahu bahwa Eras menyisakan keturunan Raja Lovec, Iris bisa saja mati di tangan Zenith, sang Kaisar Agrynnor.
Suara ketukan pintu menyadarkan Eras dari pikirannya. Ia mengangkat mukanya dan mengangguk saat Asel membuka pintu. Hedia muncul dan membungkuk hormat di hadapan Eras.
“Puteri Iris akan menghadap anda, Yang Mulia.”
Duke Adorien menegakkan punggungnya, bersandar santai di sandaran kursinya dan meletakkan kedua tangannya di depan dada dengan tenang. Sosok mungil itu muncul. Rambutnya yang berwarna perak itu tergerai sepanjang punggung dan seperti dugaan Eras, gaun bekas kakaknya ternyata cukup pas di tubuh Iris. Hedia terlihat puas atas hasil dandanannya pada Iris. Kurasa wanita itu akan meminta agar menjadi pelayan Iris, keluh Eras saat melihat tatapan berbinar Hedia.
Iris berdiri kaku di depan Duke Adorien. Kedua lututnya bergetar dan kedua tangannya terkepal. Pria yang mengacungkan pedang padanya kini duduk dengan tenang di balik meja besarnya yang mewah, mengenakan setelah rapi bukannya jubah perang seperti malam itu. Janggutnya tercukur rapi dan tak ada percikan darah di pipi dan sekitar rahang pria itu. Reaksi Iris tampak dari bawah kakinya yang mulai memunculkan sihir perlindungan dan hal itu tak luput dari pengamatan Eras.
“Anda…”Iris berkata lirih, tak percaya bahwa pria yang membunuh keluarganya atas perintah Kaisar masih membiarkannya hidup.
Eras tersenyum tipis, ia menggerakkan telapak tangannya ke arah Iris. “Simpan sihirmu, puteri jika tak mau aku juga melawanmu dengan sihirku.”
Iris mengingat bagaimana sang Duke memecahkan sihir perlindungannya dengan sekali serangan. Ia yakin itu bukanlah tenaga penuh dan itu sudah membuat Iris lemah. Iris menyimpan sihirnya dan menatap sepasang mata Duke. Bola matanya benar-benar merah, kata Iris dalam hati.
Eras bangkit berdiri, mendekati Iris dan meraih tangan berkulit putih itu. “Saya senang anda sudah sadar. Bagaimana jika kita menikmati minuman sore hari?” Eras tak ingin berseteru dengan Iris Odeya Laromannor. Sebaliknya, ia mendapatkan ide gemilang sejak melihat reaksi Iris dan sihirnya.
Eras akan menyembunyikan keberadaan Iris dari kaisar Agrynnor.
Iris dan Eras duduk berhadapan di salah satu taman yang ada di istana itu. Di bagian barat istana, terdapat taman bunga di antara taman-taman lainnya. Bahkan Iris melihat ada istana kecil yang indah lengkap dihiasi tanaman mawar yang merambat. Untuk ukuran seorang petarung di medan perang, Duke Adorien mengurus istananya benar-benar apik dan sangat indah. Untuk mencapai taman bagian barat saja Iris harus melewati istana utama yang memiliki 102 ruang, tentu saja itu adalah penjelasan singkat sang Duke untuk memecah keheningan mereka selama dalam perjalanan ke taman. Kini duduk berhadapan dengan Eras, di kelilingi taman indah dan udara sore yang cukup hangat membuat Iris mengagumi sekitarnya. bahkan meja minum teh dan peralatan minumnya saja tak luput dari perhatian Iris yang merupakan seorang puteri. Ia memerhatikan dengan seksama dan bergumam dalam hati. Ini peralatan yang luar biasa mewah untuk ukuran minum teh dalam situasi santai. Tunggu! Apakah ini situasi yang santai? Perlahan,
****Iris terpaku mendengar tawaran Duke Adorien. Menikah? Menikah kontrak dengan pria ini? Bagaimana seharusnya reaksi Iris? Jika melihat situasi yang ada, posisi Iris sama sekali tidak memungkinkan hidup dengan aman sejak ia berada di kekaisaran Agrynnor dan sepertinya posisi Duke Adorien sangat kuat di kekaisaran. Jika tidak tak mungkin pria itu memiliki wilayah terluas di Agrynnor –Iris mempelajari tentang Agrynnor dari gurunya dan Adorien adalah wilayah terluas- istana yang megah dan memimpin langsung medan perang. Seorang Duke memiliki pengaruh yang kuat dan hanya setingkat di bawah kaisar. Hidup Iris sedang dipertaruhkan. Ia tak memiliki siapapun. Ayahnya telah terbunuh, negaranya hancur dan dia bukanlah seorang pewaris kerajaannya.Pria yang telah merampas negaranya atas perintah kaisar kini menawarkan keamanan mutlak padanya. Apa yang sebaiknya Iris lakukan? Tidakkah pria ini mungkin saja kejam seperti ia di medan perang namun selama ia bersama sang Duke
****Iris berada di kamarnya, duduk diam sambil merenungi tawaran yang diberikan Duke Adorien. Ia mondar mandir dari ujung ke ujung mempertimbangkan jawaban apa yang harus diberikannya. Jika dia menolak, hidupnya pasti terancam bahaya. Berada di Agrynnor saja sudah merupakan bahaya besar apalagi jika Kaisar Agrynnor mengetahui bahwa masih ada yang tersisa dari Raja Lovec. Ia pasti dibunuh. Namun apabila Iris menerima tawaran Duke, maka keamanannya terjamin dan hidupnya akan baik-baik saja. Tapi, apakah dia tidak akan dibunuh juga oleh Duke Adorien?Iris sudah melihat bagaimana kejamnya pria itu dalam perang. Dengan jubah perangnya yang berwarna merah, lencana kekaisaran di kedua pundaknya, pedang besar yang ada di tangannya, ditambah sepasang mata merahnya, sudah bisa membunuh orang lain bahkan sebelum ia menggerakkan pedangnya. Belum lagi kekuatan sihir yang dimiliki Duke.“Matilah aku.” Iris memegang kepalanya. Tapi jika melihat bagaimana sikap Duk
Setelah mendengar jawaban Iris, orang pertama yang bersuara adalah Eliath, kepala pengurus rumah tangga, yang sama sekali tidak bermaksud menyembunyikan kegembiraannya. “Apakah berita bahagia ini akan diumumkan ke seluruh Adorien, Yang Mulia Duke?”Eras dan Iris menoleh ke arah Eliath. Eras bersumpah bahwa di sekitar Eliath seperti ditumbuhi bunga-bunga mekar dan wajah tua itu tersenyum lebar dengan tatapan mata berbinar. Tak hanya reaksi Eliath yang luar biasa, ruang makan yang biasanya tak ada yang berani mengintip sekalipun terlihat pintunya terbuka lebar dan kepala kesatria Adorien berada paling depan, membentuk hormat dengan menekan sebelah tangan di dada, berkata dengan tegas.“Ini berita yang menggembirakan Tuan Duke. Saya dan kesatria lainnya akan siap melindungi Duchess seluruh jiwa raga kami.”Iris segera bangkit berdiri dan menggerakkan tangannya. Ia tidak menyangka bahwa jawabannya kepada Duke Adorien akan mendapatkan reaksi s
Iris membaca surat kontrak yang ditulis Eras. Isi kontrak itu menjelaskan secara gamblang keuntungan Iris sebagai istri Duke Adorien. Iris berhak atas istana Adorien, pelayan, dayang, kesatria bahkan soal pengelolaan keuangan keluarga. Tak hanya itu, Duke menuliskan di poin pertama bahwa ia dan kesatria Adorien memberikan perlindungan penuh terhadap Iris. Hal terakhir yang dibaca Iris bahwa di Agrynnor maupun di keluarga Adorien, tidak adanya perceraian. Ini adalah kontrak seumur hidup. Iris mengangkat wajahnya dan menatap Duke yang duduk tenang di hadapannya “Kontrak ini…” “Jangan khawatir. Hubungan kita tidak akan terjadi karena cinta. Kau tidak usah cemas. Aku menjanjikan keselamatamu dan kau menjadi pemilik istana ini dan segala isinya, keuangan keluarga dan juga waktuku.” Duke Adorien memotong kalimat Iris. Iris tertawa pelan. Alis Duke terangkat. “Ada apa?” Iris meletakkan surat kontrak tersebut. “Apakah sudah menjadi kebiasaan anda memo
Eras mengantar Iris tepat di depan kamar gadis itu. Keduanya saling bertatapan dan sama-sama bingung apa yang hendak dikatakan untuk mengucapkan salam selamat tidur. Di kepala Iris penuh dengan kebingungan. Apakah ia langsung masuk saja? Tapi seorang Duke yang terhormat telah mengantarnya demikian rupa. Lagipula bukankah mereka akan segera menikah? Aduuh, apa yang harus kukatakan? Sebaliknya Eras menatap Iris dengan wajah tanpa ekspresi walau sesungguhnya ia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk mengucapkan selamat malam pada “calon istrinya” itu. Selamat malam, sampai jumpa besok? Apakah itu kalimat yang tepat diucapkan seorang pria pada wanita yang akan segera dinikahinya? Baiklah, kita akan bertemu besok di ruang sarapan? Tidak! Itu sama saja! demikian rupa. Lagipula bukankah mereka akan segera menikah? Aduuh, apa yang harus kukatakan? Sebaliknya Eras menatap Iris dengan wajah tanpa ekspresi walau sesungguhnya ia sedang mencari kata-kata yang tepat untuk mengu
Kekaisaran Agrynnor menguasai hampir seluruh Benua Kaiadia, merampas negara-negara, suku dan bangsa yang tersebar dalam penaklukan besar-besaran dan menjadikan milik imperium Agrynnor. Kaisar Agrynnor berdiri kokoh dengan lambang kekaisaran dan tak pernah berhenti sekalipun menaklukkan daratan. Ia didukung oleh faksi bangsawan dan pasukan militer terkuat. Berada di atas tahta yang direbutnya dari tangan ayahnya sendiri, Kaisar Agrynnor, Zenith Galeas Agrynnor, bertindak kejam atas tanah dan wilayah yang ingin dimilikinya. Ia menggerakkan pedang kekuasaannya pada pasukannya dan tak lelah mengeskpansi tiap wilayah yang ditargetkannya. Kaisar Agrynnor memiliki empat keluarga besar yang menyokong kekuasaannya hingga dikenal sebagai empat pilar Agrynnor. Duke Adorien, Marquess Briratrem, Count Etheralin dan Earl Lardoviel merupakan satu kesatuan kekaisaran Agrynnor. Secara turun temurun, Kaisar Agrynnor memberikan