Sepulang dari kampus Casandra menyempatkan diri untuk mampir ke toko pakaian demi membeli sebuah hadiah kecil untuk sang Ayah, yang sedang berulang tahun hari ini.
Ia melirik kearah dasi kupu-kupu yang begitu keren dan elegan jika dikenakan tapi ia merasa infil, jika sang Ayah mengenakan dasi itu kekantor pasti akan menjadi bahan tertawaan.
Akhirnya Casandra memilih sebuah dasi formal berwarna hitam, menurutnya dasi itu akan cocok jika digunakan dengan kemeja yang sering dikenakan Tuan Kusuma.
"Terimakasih Nona, selamat datang kembali." Ucap pelayan toko begitu ramah.
"Sama sama..."
Casandra berlari menuju tempat penungguan bus, dan langsung naik ketika ada sebuah bus yang berhenti.
"Semoga, Ayah suka dengan hadiah kecilku ini." Gumam Casandra dalam hati.
Ibu Casandra sudah meninggal saat dia berumur 14 tahun, penyebab kematian Ibu nya masih belum bisa dipastikan sekarang ini. Apakah karena sakit atau keracunan. Semenjak saat itu lah, kasih sayang Ayah nya berubah. Apapun yang Casandra lakukan Tuan Kusuma tidak akan memperdulikan hal itu, tetapi jika Casandra berani melawan perintah ia akan menerima konsekuensi dari sang Ayah.
"Ayah, selamat ulang tahun. Terimalah, hadiah kecil dariku ini." Ucap Casandra tersenyum hangat, sambil menyodorkan sebuah paper bag kecil kehadapan Tuan Kusuma.
Beberapa mata memandang kearah Casandra yang terlihat semerawut, berbeda dengan Kakak Tiri disebelah sang Ayah.
Plak...
Sebuah tamparan keras melayang kepipi Casandra, ia langsung kaget dengan reaksi Tuan Kusuma. Bukannya menerima hadiah, tapi malah menampar Casandra.
"Ay-ayah, kenapa kau menamparku?" Tanya Casandra terbata bata, dengan mata yang sudah berkaca kaca.
"Aku bukan Ayahmu! Pergi kau anak Jalang!!" Teriak Kusuma Begitu Murka, sampai tidak memperdulikan reaksi para tamu undangan.
"Tapi kenapa? Apa aku membuat sebuah kesalahan Ayah?" Tanya Casandra tidak begitu berdaya.
"Bukan kau yang membuat kesalahan, tapi Aku. Aku membuat kesalahan karena telah membesarkan anak Jalang sepertimu!" Jelas Kusuma
Casandra tidak bisa berkata kata lagi, mulutnya seakan tidak bisa mengeluarkan suara.
"Pergi kau anak Jalang! Jangan pernah injakan kakimu dirumah ini, bawa semua barang barang rongsokan mu itu berserta dengan peninggalan wanita sialan itu!!!" Teriak Tuan Kusuma tidak habis pikir melakukan hal itu kepada anak kandungnya, dihadapan semua orang.
"Ayah, tolong jangan usir aku! Aku tidak punya tempat tinggal selain disini!" Casandra menangis berderaian air mata, sambil memegang tangan Tuan Kusuma untuk memohon.
"Adik, jika Ayah sudah mengusirmu pergi sajalah." Tambah Bella kakak tiri Casandra, ia berjalan lenggok kearah gadis lemah itu sambil menggandeng tangan seorang pria.
"Rangga, kenapa kau..."
"Mulai sekarang kita putus, aku sudah bosan menjalin hubungan palsu denganmu. Aku muak dengan seluruh penampilanmu yang seperti gembel ketika bersamaku!" Ungkap Rangga langsung kepada Casandra, kakak tirinya hanya bisa tertawa penuh dengan kemenangan.
"Selama ini kau membohongiku!"
"Wah, gadis pintar akhirnya kau menyadari hal itu setelah sekian lama." Balas Rangga, tersenyum miring.
Seorang bodyguard berjas hitam datang menarik paksa tangan Casandra, padahal ia belum siap berbicara dengan Rangga. "Lepaskan aku, lepaskan aku!" Ia meronta ronta untuk dilepaskan, tapi bodyguard itu mencengkram tangannya begitu kuat.
Didepan pintu ia ditolak layaknya seorang pengemis saat meminta sumbangan.
"Argh! Sakit sekali" Casandra meringis kesakitan saat, lututnya menghantam keras bagian tanah.
"Nih, pergi jauh. Jangan pernah kembali lagi!" Linda, Ibu Tiri Casandra melemparkan sebuah kartu kehadapan gadis itu.
"Tunggu..." Casandra menahan Linda untuk tidak pergi, dan wanita tua itu pun berbalik.
"Ada apa?!"
"Kau, yang merencanakan ini semua kan?!" Tanya Casandra sambil berusaha untuk berdiri, walaupun lututnya masih terasa sakit.
"Iya, kenapa?" Tanya Linda, seperti orang tidak berdosa.
"Ingat saja, suatu saat aku akan membalasmu. Jika tidak dikehidupan ini maka dikehidupan sebelumnya, atau dikehidupan yang akan datang. Tunggu saja, Linda Hansel! Wanita P-E-L-A-K-O-R!"
Dengan berani Casandra mengatakannya, membuat emosi Linda memuncak! Wanita tua itu melempar sebuah pot bunga kecil kearah kaki Casandra!
"Hanya itu kemampuanmu?!" Tanya Casandra
"Diam kau, anak Jalang!" Teriak Linda seperti orang gila, karena sudah diselimuti emosi mendalam.
"Baiklah..." Casandra memungut kartu yang Linda lempar, Linda berpikir bahwa dia akan pergi setelah mengambil kartu itu. Tapi ternyata tidak, ia malah melempar kembali kartu itu kebawah kaki Linda.
"Aku tidak perlu pemberian, dari wanita P-E-L-A-K-O-R sepertimu!"
"Kau!!..."
Casandra tidak ingin berlama lama lagi didepan rumah itu, setelah mengucapkan salam perpisahan dalam hati ia pun berlalu pergi meninggalkan rumah mewah milik Ibu nya dulu.
Kemana ia harus pergi sekarang? Tuan Kusuma tidak pernah mengenalkan Casandra kepada sanak saudara, makanya tidak memiliki orang terdekat kecuali Ayahnya. Selama berada dikampus dia juga tidak pernah memiliki teman, karena susah untuk bergaul."Argh! Kemana aku harus pergi !!!" Teriak Casandra begitu kencang, tanpa memperdulikan penggunaan jalan saat melihat kearahnya.Matanya yang kabur karena tidak mengerti bahwa tidak ada gangguan, ia tidak menyadari bahwa dari belakang ada sebuah truk melaju kencang. Supir truk sudah memberi kl
Sekarang sudah hampir 1 minggu, tubuh Ajeng sudah mulai pulih perlahan-lahan, dia sudah mulai bisa menggerakkan seluruh tubuhnya."Bosan sekali, kenapa didalam ruangan ini terlalu banyak buku sastra ketimbang novel!" Ajeng berdecak kesal, menatap seluruh rak buku.Diluar ruangan terdengar suara kedua Kakaknya sedang ribut, "Pasti mereka akan datang kemari..." Ajeng langsung membuka pintu ruangannya, dan tersenyum manis menyambut mereka berdua."Wah, tiap hari kau semangkin tambah cantik Dik jika tersenyum." Goda Cakara, berpangku tangan melirik Ajeng."Lupakan, apa kakak tidak ingin masuk?" Tanya Ajeng"Tentu saja kami ingin masuk." Sahut mereka berdua serentak, tanpa berpikir untuk bersamaan dari awal.Didalam ruangan Dewandaru dan Cakara duduk saling berhadapan, sementara Ajeng sedang menyajikan segelas teh untuk mereka bertiga nikmati."Ada apa gerangan Kakak kemari?" Tanya Ajeng, langsung keintinya saja."Ternyata kau paham j
Ia menghampiri para rakyat jelata, tanpa diminta oleh mereka Ajeng langsung membagikan setiap keping secara merata."Sungguh mulia hatimu nak, belum pernah ada seorang bangsawan turun secara langsung untuk memberi kepada rakyat seperti kami, terimakasih." Kata seorang Kakek tua memuji kebaikan Ajeng Adiwidya."Jangan berterimakasih kepadaku, melainkan kepada yang Maha Kuasa." Balas Ajeng sambil tersenyum menatap pria tua yang sudah tidak berdaya itu."Terimakasih, Nona.""Terimakasih, Nona.""Terimakasih, Nona."Ada begitu banyak kata terimakasih yang Ajeng dengar dari setiap rakyat yang ia beri, bahkan ada sebagian dari mereka sampai menangis karena melihat perlakukan Ajeng begitu baik."Dengan Kepeng tadi kalian bisa membeli makanan, minuman, dan pakaian yang layak. Jangan tinggal dipinggiran seperti ini, ini terlalu berbahaya apalagi disaat ada kuda atau tandu yang lewat kalian bisa celaka, terutama untuk anak kecil itu tidak baik.
Kebaikan Ajeng memberi kepada rakyat jelata sudah tersebar luas keseluruh penjuru kota bahkan sampai kepada Prabu Lakeswara Lingga."Siapa wanita ini?!!" Teriak Prabu begitu murka, karena sudah kehilangan muka kepada seluruh penjabat pemerintahan."Di-dia, adalah Putri Jendral." Jawab Mangkubumi gelagapan, sambil tersungkur dibawah kaki Prabu."Apa?! Bukankah wanita itu selalu mengurung diri!!" Teriak Prabu semangkin murka, ia membuang seluruh kertas laporan keuangan dari atas meja sampai berhamburan."Lebih baik aku cabut saja gelar kebangsawanan Wajendra, sekalian posisinya sebagai Jendral akan kuhapuskan!!!""Jangan, Prabu ku. Jika Prabu melakukan hal itu, seluruh rakyat akan memberontak kepadamu setelah semua pengorbanan yang Jendral lakukan terhadap kerajaan selama ini... Maaf jika hamba terlalu lancang mengatakannya." Lugas Mangkubumi"Kau benar, Mangkubumi. Lebih baik awasi saja kediaman Jendral, suruh beberapa prajurit bawahanmu. Ing
Hari ini keluarga besar Wajendra menerima sebuah undangan khusus dari Prabu Lakeswara Lingga, untuk menghadiri sebuah festival megah sebagai bentuk kemenangan mereka dalam perang beberapa waktu lalu. (Sebelum Casandra sadar dari kematiannya.)"Ayah, apa ada sebelum konspirasi dalam festival ini?" Desis Dewandaru."Entah, tapi Ayah rasa kita hanya perlu waspada kepada Prabu sekarang ini." Kata Jendral, dalam keadaan tenang. Kota kecil"Jadi bagaimana apakah kita akan menghadiri festival ini?" Sambung Cakara."Tentu saja, jika tidak hadir salah satu dari kalian yang akan menerima hukuman bukan Ayah. Begitu lah peraturan Prabu!" Tukas Jendral"Baiklah, malam ini kita akan bersiap siap untuk berangkat menuju Bhumi." Tambah Cakara, beranjak dari tempat duduknya."Tetapi bagaimana dengan Ajeng, apa ia harus kita bawa juga?" Tambah Dewandaru, mengerutkan alis matanya."Sudah perintah Prabu untuk membawa seluruh anggota keluarga, jadi tidak mungkin
Hubungan ini terlalu berat untuk diperjuangkan, kenapa? Yah, karena kamu adalah bintang sedangkan aku hanya tanah. Sampai kapan pun tidak akan pernah bisa bertemu apalagi bersatu.Mungkin akan lebih baik jika kita berdua tidak pernah bertemu, ataupun saling bertukar senyum. Semua ini hanya akan menyakiti perasaan kita saja, bukan kita tapi aku. Yah, aku lah yang paling tersakiti disini.Tapi berkat dirimu juga lah aku tahu, mana yang serius dan mana yang cuman bercanda doang. Pada akhirnya aku sampai di titik ini, sedang berusaha melupakan semua tentang dirimu jadi tolong jangan pernah kembali lagi, yah ganteng."Laras, apa tugasmu sudah selesai?"Ada begitu banyak orang yang peduli kepadanya, tapi dia berusaha untuk menjauh dari mereka semua. Seakan ia tidak ingin mengenal siapapun di dunia ini."Maya, Lo kenapa sih baik banget sama sih Laras? Padahal dia gak pernah tuh ngomongin Lo."Ada orang yang terlihat baik dari depan tapi mun
Hubungan ini terlalu berat untuk diperjuangkan, kenapa? Yah, karena kamu adalah bintang sedangkan aku hanya tanah. Sampai kapan pun tidak akan pernah bisa bertemu apalagi bersatu.Mungkin akan lebih baik jika kita berdua tidak pernah bertemu, ataupun saling bertukar senyum. Semua ini hanya akan menyakiti perasaan kita saja, bukan kita tapi aku. Yah, aku lah yang paling tersakiti disini.Tapi berkat dirimu juga lah aku tahu, mana yang serius dan mana yang cuman bercanda doang. Pada akhirnya aku sampai di titik ini, sedang berusaha melupakan semua tentang dirimu jadi tolong jangan pernah kembali lagi, yah ganteng."Laras, apa tugasmu sudah selesai?"Ada begitu banyak orang yang peduli kepadanya, tapi dia berusaha untuk menjauh dari mereka semua. Seakan ia tidak ingin mengenal siapapun di dunia ini."Maya, Lo kenapa sih baik banget sama sih Laras? Padahal dia gak pernah tuh ngomongin Lo."Ada orang yang terlihat baik dari depan tapi mun
Hari ini keluarga besar Wajendra menerima sebuah undangan khusus dari Prabu Lakeswara Lingga, untuk menghadiri sebuah festival megah sebagai bentuk kemenangan mereka dalam perang beberapa waktu lalu. (Sebelum Casandra sadar dari kematiannya.)"Ayah, apa ada sebelum konspirasi dalam festival ini?" Desis Dewandaru."Entah, tapi Ayah rasa kita hanya perlu waspada kepada Prabu sekarang ini." Kata Jendral, dalam keadaan tenang. Kota kecil"Jadi bagaimana apakah kita akan menghadiri festival ini?" Sambung Cakara."Tentu saja, jika tidak hadir salah satu dari kalian yang akan menerima hukuman bukan Ayah. Begitu lah peraturan Prabu!" Tukas Jendral"Baiklah, malam ini kita akan bersiap siap untuk berangkat menuju Bhumi." Tambah Cakara, beranjak dari tempat duduknya."Tetapi bagaimana dengan Ajeng, apa ia harus kita bawa juga?" Tambah Dewandaru, mengerutkan alis matanya."Sudah perintah Prabu untuk membawa seluruh anggota keluarga, jadi tidak mungkin
Kebaikan Ajeng memberi kepada rakyat jelata sudah tersebar luas keseluruh penjuru kota bahkan sampai kepada Prabu Lakeswara Lingga."Siapa wanita ini?!!" Teriak Prabu begitu murka, karena sudah kehilangan muka kepada seluruh penjabat pemerintahan."Di-dia, adalah Putri Jendral." Jawab Mangkubumi gelagapan, sambil tersungkur dibawah kaki Prabu."Apa?! Bukankah wanita itu selalu mengurung diri!!" Teriak Prabu semangkin murka, ia membuang seluruh kertas laporan keuangan dari atas meja sampai berhamburan."Lebih baik aku cabut saja gelar kebangsawanan Wajendra, sekalian posisinya sebagai Jendral akan kuhapuskan!!!""Jangan, Prabu ku. Jika Prabu melakukan hal itu, seluruh rakyat akan memberontak kepadamu setelah semua pengorbanan yang Jendral lakukan terhadap kerajaan selama ini... Maaf jika hamba terlalu lancang mengatakannya." Lugas Mangkubumi"Kau benar, Mangkubumi. Lebih baik awasi saja kediaman Jendral, suruh beberapa prajurit bawahanmu. Ing
Ia menghampiri para rakyat jelata, tanpa diminta oleh mereka Ajeng langsung membagikan setiap keping secara merata."Sungguh mulia hatimu nak, belum pernah ada seorang bangsawan turun secara langsung untuk memberi kepada rakyat seperti kami, terimakasih." Kata seorang Kakek tua memuji kebaikan Ajeng Adiwidya."Jangan berterimakasih kepadaku, melainkan kepada yang Maha Kuasa." Balas Ajeng sambil tersenyum menatap pria tua yang sudah tidak berdaya itu."Terimakasih, Nona.""Terimakasih, Nona.""Terimakasih, Nona."Ada begitu banyak kata terimakasih yang Ajeng dengar dari setiap rakyat yang ia beri, bahkan ada sebagian dari mereka sampai menangis karena melihat perlakukan Ajeng begitu baik."Dengan Kepeng tadi kalian bisa membeli makanan, minuman, dan pakaian yang layak. Jangan tinggal dipinggiran seperti ini, ini terlalu berbahaya apalagi disaat ada kuda atau tandu yang lewat kalian bisa celaka, terutama untuk anak kecil itu tidak baik.
Sekarang sudah hampir 1 minggu, tubuh Ajeng sudah mulai pulih perlahan-lahan, dia sudah mulai bisa menggerakkan seluruh tubuhnya."Bosan sekali, kenapa didalam ruangan ini terlalu banyak buku sastra ketimbang novel!" Ajeng berdecak kesal, menatap seluruh rak buku.Diluar ruangan terdengar suara kedua Kakaknya sedang ribut, "Pasti mereka akan datang kemari..." Ajeng langsung membuka pintu ruangannya, dan tersenyum manis menyambut mereka berdua."Wah, tiap hari kau semangkin tambah cantik Dik jika tersenyum." Goda Cakara, berpangku tangan melirik Ajeng."Lupakan, apa kakak tidak ingin masuk?" Tanya Ajeng"Tentu saja kami ingin masuk." Sahut mereka berdua serentak, tanpa berpikir untuk bersamaan dari awal.Didalam ruangan Dewandaru dan Cakara duduk saling berhadapan, sementara Ajeng sedang menyajikan segelas teh untuk mereka bertiga nikmati."Ada apa gerangan Kakak kemari?" Tanya Ajeng, langsung keintinya saja."Ternyata kau paham j
Kemana ia harus pergi sekarang? Tuan Kusuma tidak pernah mengenalkan Casandra kepada sanak saudara, makanya tidak memiliki orang terdekat kecuali Ayahnya. Selama berada dikampus dia juga tidak pernah memiliki teman, karena susah untuk bergaul."Argh! Kemana aku harus pergi !!!" Teriak Casandra begitu kencang, tanpa memperdulikan penggunaan jalan saat melihat kearahnya.Matanya yang kabur karena tidak mengerti bahwa tidak ada gangguan, ia tidak menyadari bahwa dari belakang ada sebuah truk melaju kencang. Supir truk sudah memberi kl
Sepulang dari kampus Casandra menyempatkan diri untuk mampir ke toko pakaian demi membeli sebuah hadiah kecil untuk sang Ayah, yang sedang berulang tahun hari ini.Ia melirik kearah dasi kupu-kupu yang begitu keren dan elegan jika dikenakan tapi ia merasa infil, jika sang Ayah mengenakan dasi itu kekantor pasti akan menjadi bahan tertawaan.Akhirnya Casandra memilih sebuah dasi formal berwarna hitam, menurutnya dasi itu akan cocok jika digunakan dengan kemeja yang sering dikenakan Tuan Kusuma."Terimakasih Nona, selamat datang kembali." Ucap pelayan toko begitu ramah."Sama sama..."Casandra berlari menuju tempat penungguan bus, dan langsung naik ketika ada sebuah bus yang berhenti."Semoga, Ayah suka dengan hadiah kecilku ini." Gumam Casandra dalam hati.Ibu Casandra sudah meninggal saat dia berumur 14 tahun, penyebab kematian Ibu nya masih belum bisa dipastikan sekarang ini. Apakah karena sakit atau keracunan. Semenjak saat itu lah,