Matahari mulai meninggi, sepasang mata lentik terbuka dengan mendesis merasakan tubuhnya yang terasa remuk redam.Ditambah lagi kepalanya yang berdenyut nyeri membuat paginya terasa tak nyaman. Matanya menyipit, melihat ruangan yang begitu asing hingga ia memekik saat sadar kini tubuhnya dalam keadaan polos bahkan banyak sekali bekas merah yang tertinggal di sana.Dia paham betul dengan tanda itu. Bukan serangga ataupun binatang buas. Melainkan jejak nakal pria yang sengaja dibuat. Kedua mata Zoya membulat dengan sempurna saat sadar dia tak sendiri. Bahkan pria itu pun dalam keadaan yang sama.Seketika jantungnya berdegup kencang. Matanya memanas dengan menggigit bibir bawahnya dengan kuat. "Ya Tuhan... Apa yang telah aku lakukan? Siapa dia?" Posisi pria itu terlentang dengan kepala yang menoleh membelakanginya. Zoya belum tau siapa orang itu, tetapi rasanya ia ingin berlari sekencang mungkin.Memilih pergi sebelum pria itu terbangun. Namun, gerakannya yang gelisah membuat
Usai membersihkan diri dan kembali mengenakan pakaian yang semalam. Zoya bergegas untuk keluar dari kamar mandi. Namun saat tangannya hendak membuka pintu. Sentuhan di handle pintu terlepas begitu saja karena dia tak punya nyali untuk kembali bertemu dengan Gama. Zoya risih bertemu dengan pria itu, tetapi dia sadar kalau dia tak mungkin berdiam di sana selamanya, sedangkan suaminya pasti sudah menjadi sangat murka. Zoya lalu menggelengkan kepala dan berusaha untuk meyakinkan diri. Sedetik kemudian, Zoya bergegas keluar dari pintu dan meraih tasnya untuk pergi dari sana. Dari ujung matanya, Zoya bisa melihat Gama yang turut berdiri dari posisi awalnya di pojok ruangan. Namun, dia tak memperdulikan akan itu dan terus melangkah hingga dia merasa Gama mengikutinya. “Semua hanya kecelakaan yang tidak disengaja. Aku akan mencari tau penyebabnya.” “Silakan!” “Aku harap tak ada benihku yang berkembang di sana.” Zoya mengusap kasar air matanya. Berbalik dan menatap waj
“Semalam aku menginap di rumah temanku, Mas. Sungguh, aku tidak ber_" Belum sempat Zoya menyelesaikan ucapannya, Zein telah lebih dulu kembali menarik rambut Zoya dan mendorong tubuh istrinya itu hingga terhempas jatuh tepat di depan sepatu seseorang yang baru saja menginjakkan kakinya di rumah. “Ada apa ini?” Jantung Zoya seakan ingin lepas mendengar suara pria yang sangat ingin ia hindari. Pria yang telah menghabiskan malam panas dengannya hingga tidak pulang dan berujung pertengkaran dengan suaminya. Perlahan kepala Zoya terangkat menatap Gama hingga kedua mata mereka bertemu dengan perasaan yang tak menentu. Gama hanya terdiam menatap ke arahnya. Tatapannya tajam seperti menelisik penampilannya yang semakin berantakan kemudian mengangkat kedua alisnya menatap ke arah Zein. Pria itu seakan bertanya tetapi tak ada jawaban apa-apa dari Zein. Sampai di mana Gama kembali menunduk menatapnya dengan tatapan yang Zoya tak mengerti. Apa mungkin saat ini Gama tengah mengasihan
“Butuh bantuan untuk berpisah darinya?” Zoya terdiam saat ingin membuka pintu kamar. Dia tak menoleh ke asal suara, karena jelas suara yang familiar itu milik Gama. Sejenak mengurungkan niatnya untuk bergerak masuk. Melihat Gama yang berdiri diam menatapnya penuh tanya. Zoya pun melengos membuang muka. Hal yang tertutup rapat terumbar karena suatu perkara. Tak dapat ia sangkal jika kali ini melebihi dari sebelumnya dan bisa-bisanya Gama ingin membantunya untuk bercerai. Zein memang pria yang sedikit temperamen. Zoya sudah tau dan paham akan itu. Dia pun mengerti tanpa mengeluh. Sebab, bukannya jodoh saling melengkapi dan dan menutup kekurangan pasangannya masing-masing? Itu yang Zoya tau dan berharap sikap Zein lambat laun bisa berubah. Zoya kembali membuka mata dan segera masuk kamar meninggalkan Gama yang masih diam di sana. Dia tak ingin Gama semakin ikut campur akan rumah tangganya. Zoya yakin dia bisa mengatasinya sendiri tanpa campur tangan orang lain. Meskipun d
Zoya terdiam di undakan tangga saat mendengar panggilan dari Gama. Zoya menarik nafas dalam dan menghembuskannya dengan perlahan. Dia paham siapa yang memanggilnya hingga ia tak ingin menoleh dan lebih memilih untuk menunduk. Egois sedang mendominasi diri Zoya sampai dimana dia mengabaikan sopan santun. "Jangan katakan apapun, Kak! Zoya tau apa yang akan kakak pertanyakan." "Bagaimana dengan jejak di tubuh…." "Kak aku mohon! Jangan ungkit itu lagi!" pinta Zoya lalu melangkah panjang meninggalkan Gama yang diam dengan helaan nafas berat. Namun setelahnya pria itu mengedikkan pundak dan masuk kamar tanpa beban. Zoya tak terima apapun sikap Gama padanya. Bagi Zoya itu hanya akan memperkeruh suasana. Mereka harus memiliki batasan jika perlu menjadi asing agar lebih nyaman melanjutkan hidup masing-masing. Walaupun Zoya tau perangai Gama yang sebenarnya baik tetapi setelah malam itu, semua tak lagi sama. Zoya nampak ragu untuk masuk kamar. Rasa takut membuat nyalinya menci
“Masuk ke mobil!” perintah Gama terdengar lugas. "Terima kasih. Namun, maaf, sepertinya aku akan naik taksi saja," tolak Zoya dan bergegas kembali masuk ke dalam rumah untuk Bersiap-siap. Tak ingin dia dikasihani oleh Kakak iparnya yang pagi ini pun membuat geregetan. Sesampainya di kantor, Zoya bergegas untuk turun dari taksi online dan berlari masuk ke dalam kantor menuju lift agar cepat sampai ke ruangannya. Beruntung belum telat meskipun dia sudah di penghujung waktu. Namun sialnya masih harus melewati lift khusus karyawan yang terkenal penuh sesak. Pagi-pagi lift karyawan selalu ramai. Dia yang baru datang sudah pasti terjebak antrian. Tak seperti lift khusus CEO yang lancar jaya. Belum lagi saat penuh begini tercium bermacam-macam aroma yang membuatnya mual. Sungguh ujian setiap pagi di waktu yang mepet. Zoya berdiri agak belakang sembari menunggu gilirannya untuk masuk. Ekspresinya gelisah dan terus menerus melirik ke arah jam tangan, karena tinggal tersisa lima m
Zoya terdiam masih berdiri menunggu Gama yang terus sibuk tanpa memperdulikan dirinya. Sudah hampir satu jam berlalu setelah pria itu menahannya untuk tetap di sana. Terus menunggu tetapi Gama nampak santai saja tanpa menyentuh berkas yang ia berikan. Zoya frustasi sendiri, kakinya pegal sekali tetapi Gama tetap cuek seakan tak minat. Sengaja menahannya tanpa kejelasan. Rasanya Zoya ingin mengumpat pria itu tapi semua hanya di angan karena dia tak seberani yang dibayangkan. Zoya mendengus kesal, terdengar helaan nafas kasar darinya yang ternyata bisa menarik hati pria itu. Gama melirik ke arahnya dan menyandarkan tubuh di kursi kebanggaannya. "Bosan?" "Anda masih sibuk, Pak." "Tidak sabaran." celetuk Gama yang kemudian berdecak dan mengambil berkas yang Zoya berikan tadi. Meneliti beberapa saat dan kembali menatapnya dengan lekat. Zoya menegakkan tubuhnya saat sadar Gama memperhatikan. Berharap tak ada yang harus kembali direvisi agar dia bisa mengerjakan pekerjaan
Zoya menarik nafas dalam dan beranjak dari duduknya. Sekuat hati dia berusaha untuk tetap tenang. Ingat, harus banyak bukti untuk bisa memberontak dari pria seperti Zein jika tidak ingin hanya dijadikan angin lalu oleh pria itu. Zoya tersenyum menyambut langkah suaminya yang mendekati dan segera mengambil alih tas dan juga jas Zein. Sebenarnya ada rasa takut untuknya kelak memberontak. Zoya tak memiliki siapa-siapa lagi selain Zein. Jika dia dicampakkan oleh Zein lalu bagaimana dengan nasibnya kelak. Zoya melangkah mendekati Zein yang mulai membuka kancing lengan kemejanya. Dengan sigap pun Zoya mulai membantu membukakan kancing kemeja yang Zein kenakan. Aroma parfum yang sudah bercampur dengan parfum wanita membuat dada Zoya semakin sesak bahkan tangannya sedikit gemetar karena dia harus menahan rasa sakit yang semakin dalam. "Mas, tau kamu pulang lebih cepat. Aku tadi minta jemput sekalian. Aku lelah banget, Mas. Mana harus menunggu taksinya lama." "Jangan manja!" k
Pagi ini di rumah baru, Zoya tidak terlalu sibuk karena memang tidak ada yang harus diurus selain Gama. Belum ada bahan masakan yang harus dimasak dan kebetulan akan dipersiapkan nanti. Zoya yang terjaga lebih dulu pun segera beranjak dari saat. Namun bangun tidur badan agak ngilu, mungkin karena saking semangatnya main terus sama Mas suami. Begitu nikmat sampai nagih dan tidak memikirkan bagaimana tubuhnya setelah itu. Hawa rindu menggebu, jadi inginnya sayang-sayangan terus. Padahal tubuh juga butuh istirahat. Namun pagi ini harus berkegiatan seperti biasanya. Zoya memutuskan untuk lebih dulu mandi sebelum Gama bangun. Niatnya mau cari sarapan tapi masih asing di sini. Mana ada yang jualan pinggir jalan di dalam kompleks yang mewah seperti ini? Alhasil Zoya order saja yang penting suami bangun sarapan sudah ada. "Sayang... " Zoya terkejut saat tiba-tiba merasakan pelukan dari seseorang yang tentunya itu adalah Mas suami. Ya, siapa lagi jika bukan Gama. Mereka hanya be
Gimana konsepnya, sudah mandi malah diajak mandi lagi. Apa tidak nakal itu namanya. Begitulah Zoya mengajak Gama mandi lagi. Mereka pun menikmati moment itu sampai sayang sekali ingin mengakhiri tapi jemari mereka sudah terlihat mengkerut karena dingin. Gama pun tak ingin Zoya sakit lagi. Usai mandi lanjut makan. Keduanya begitu menikmati hingga makanan mereka pun habis tak tersisa. Zoya menyandarkan tubuhnya di kursi setelah semua masuk ke dalam perut. "Habis sakit kok banyak makan ya, Mas? Ini aku doyan atau memang kelaparan? Sampai habis begini. Perut aku penuh banget rasanya." Laper ngeluh, kenyang juga tambah berisik. Namun memang benar, perut Zoya penuh sekali. Tak biasanya dia menghabiskan makan dengan porsi banyak. "Bagus dong Sayang. Memang kamu harus banyak makan karena kita akan segera melangsungkan acara pernikahan. Kamu harus sehat terus karena aku akan mengadakan acara yang mewah, Sayang." "Mas ini pernikahan kedua loh. Nggak perlu megah-megah juga nggak m
Suara desahan saling bersahutan begitu menghiasi kamar mewah yang belum ada 24 jam mereka huni. Di sini, di kamar ini, kedua insan saling melebur menjadi satu menggumamkan kalimat cinta yang membuat permainan semakin panas. Gama tentu tidak bisa menolak ajakan Zoya terlebih sudah melihat tubuh sang istri tanpa busana seperti ini. Niat hati nanti dulu tapi istri malah merayu. Hajar tipis-tipis dengan ritme yang lembut mengimbangi Zoya yang baru pulih. Gama begitu menikmati sesapan, lumatan dan goyangan yang Zoya berikan. Rasanya sungguh luar biasa dan dari moment bercinta yang pernah mereka lakukan, hari inilah yang sangat panas hingga membuat Gama geleng-geleng kepala melihat lincahnya Zoya. "Pelan-pelan saja, Sayang! Kamu baru sembuh," ucap Gama mengingatkan tapi Zoya justru menyerang bibirnya, membungkamnya dan tak membiarkannya melarang apa yang menjadi kesenangan sang istri. Rupanya bahagia membuat Zoya agresif sekali. Tentu saja Gama sangat senang hati mendapatkan itu.
Zoya kagum melihat kamarnya yang sangat luas dengan desain modern dan benar-benar nyaman sekali. Dia dibuat terperangah sampai tidak sadar jika masih berada dalam gendongan Gama. "Ya Tuhan... Rasanya aku seperti mimpi." Zoya sampai tak berkedip melihat kamar utama yang akan menjadi tempat ternyamannya. Dia yang lupa jika masih berada di dalam gendongan Gama pun hendak melangkah menuju kamar mandi untuk melihat keadaan di dalam sana tapi baru saja bergerak, dia tersadar jika masih berada dalam gendongan Gama. "Astaga Mas! Aku mau lihat-lihat. Ini gimana caranya? Sampai lupa aku kalau masih kamu gendong begini," ujar Zoya yang membuat Gama terkekeh mendengar itu. "Kamu terlalu serius Sayang, atau malah kamu menikmati gendonganku?" tanya Gama dengan kedua alis terangkat. "Mas kamu jangan ngarang! Aku mau turun. Penasaran banget sama kamar mandinya. Boleh aku lihat, Mas?" "Boleh, Sayang." Zoya yang masih mengalungkan kedua tangannya di leher Gama pun perlahan mengendurk
Permintaan Zoya tak diabaikan begitu saja oleh Gama. Usai mengatakan demikian, Zoya melihat Gama begitu sibuk sekali menghubungi seseorang. Samar terdengar, Gama meminta orang tersebut untuk mencarikan rumah untuk mereka tinggal. Zoya berpura-pura tidur saja padahal dia mendengar apa saja yang Gama katakan. Dalam hati Zoya merasa Gama sangat menyayanginya. Padahal Zoya sempat tidak yakin Gama mau, mengingat sebelumnya pun Gama menolak. Beberapa hari di rumah sakit, kini tiba saatnya Zoya diperbolehkan pulang oleh dokter. Senang tentunya karena sudah tidak betah lagi berlama-lama di sana. Kasihan Gama juga yang lelah menunggu dan mengurusnya. "Kita pulang kemana, Mas? Apartemen?" tanya Zoya sasaat setelah mereka sudah masuk mobil. Namun saat Zoya memperhatikan Gama, terlihat pria itu hanya diam tak minat menjawab. Jelas hal itu membuat Zoya pun penasaran dan geregetan juga pastinya. Ada apa dengan suaminya? "Mas! Kok kamu diam aja? Lagi mikirin apa? Bingung ya mau ajak ak
"Mas... " "Ya Tuhan... Sayang kamu sudah sadar?" tanya Gama kemudian beranjak dari sana. Zoya tersenyum tipis mendengar itu. Zoya tersenyum merasakan Gama yang memeluk erat dan tiba-tiba Zoya merasakan pundaknya basah. Apa itu karena air mata Gama? Ya, pria itu kembali menangis. Zoya sampai tak habis pikir, ternyata Gama bisa menangis juga dan yang ditangisi adalah dirinya. "Mas pelan-pelan sakit!" keluh Zoya karena Gama yang yang memeluknya semakin erat. Rasanya tubuh seperti dihimpit sesuatu. Mungkin efek kecelakaan juga membuat Zoya merasakan tubuhnya sakit semua. "Eh iya maaf Sayang. Maaf ya, aku sangat bersyukur kamu sudah bangun. Aku takut, Zoya." Gama tertunduk mengecup tangan Zoya. Tangan pria itu mengusap air mata sebelum kembali menatap Zoya. Zoya mengerti, Gama pasti malu terlihat sedih hingga menangis, tapi Zoya paham, laki-laki tak akan sampai seperti ini jika tidak dengan tulus mencintai. "Mas apa kamu setakut itu?" "Apa yang kamu pikirkan Sayang? M
Yang katanya sudah keluar dari masa kritis itu tidak serta merta membuat Zoya segera sadarkan diri. Sudah dua hari masih belum ada perkembangan yang signifikan. Zoya belum terjaga dari tidur panjangnya. Gama pun masih setia menunggu di sana. Sama sekali Gama tidak meninggalkan Zoya barang sekejap pun. Bahkan Gama juga tidak makan selama dua hari ini. Mana selera makan di saat hati gundah gulana begini. Bisa masuk air saja sudah sangat bersyukur sekali. Zoya sakit dan Gama merasakan kesakitan yang sama. Hanya saja bukan fisik, karena lapar masih bisa di tahan melainkan hati yang sangat geram dengan apa yang telah terjadi. Mengapa harus Zoya yang menjadi korban? Setiap harinya Asisten Dion datang membawakan makanan dan itu hanya dibiarkan oleh Gama di atas meja sofa tanpa minat membukanya hingga terpaksa Asisten Dion buang setelah keesokan harinya. Gama diam di samping Zoya dengan terus memperhatikan sang istri yang terbaring lemas.. "Kapan kamu bangun, Sayang? Apa kamu tidak
"Cepat cari pendonor darah untuk istriku, Dion! Jangan sampai istriku tidak bisa diselamatkan! Kalau perlu bayar mereka dengan uang yang banyak untuk setiap tetes darah yang mereka sumbangkan!" perintah Gama setelah Dokter kembali ke ruangan beliau. Gama tak ingin menyalahkan pihak rumah sakit yang sedang kehabisan stok darah. Namun Gama menyesalkan itu harus terjadi karena Zoya sangat membutuhkan saat ini. Bagaimana jika terlambat? Pikiran Gama sudah diisi dengan hal buruk tentang Zoya terlebih dokter mengatakan jika Zoya kritis saat ini. "Baik Pak." Dion pun segera pergi dari sana untuk mencari pendonor darah yang sesuai dengan Zoya. Urgent dan harus bergerak cepat. Jika tidak, sudah pasti Dion pun mendapatkan amukan dari Gama. Gama belum diperbolehkan untuk menjenguk karena Zoya yang masih mendapatkan penanganan serius oleh dokter lainnya. Sementara di ruangan itu masuk satu korban lainnya yaitu Amanda yang baru saja tiba tetapi Gama tidak perduli akan wanita itu. Dia
"Zoya kamu gila!" teriak Amanda saat tubuhnya terpelanting dan beruntungnya dia masih kuat berpegangan pada pintu mobil. Semua itu karena tendangan dari Zoya yang mengakibatkan Amanda terpental hampir keluar padahal mobil masih melaju kencang. "Jika kegilaanmu membuat kamu bisa mencelakaiku sesuka hati, kenapa aku tidak mengikuti? Dan akan aku celakai kamu juga hingga kamu tidak lagi bisa menggangguku!" Pintu mobil semakin terbuka dan Amanda hampir saja jatuh jika kakinya tidak wanita itu jepit kan pada jok mobil, sedangkan Zoya mengambil alih kemudi dengan membelokkan ketepian. Mobil menabrak pengendara lain hingga benturan itu membuat Amanda tak mampu bertahan dan terseret ke jalan. CKIIIIIITTTT BRAAKK Suara sirine mobil polisi pun begitu terdengar kencang disusul dengan ambulan yang mendekati. Zoya sudah tak sadarkan diri akibat benturan kencang di kepalanya sedangkan Amanda terpental keluar dari mobil hingga membuat wanita itu terluka parah. Kecelakaan ini jel