"Kamu..." "Maaf, kita bicara di ruangan saya saja. Mari!" ujar Gama yang kemudian mengatur jarak dan meraih tangan Zoya. Zoya pun melangkah mengikuti Gama yang kini menuju lift sedangkan wanita tua itu melangkah perlahan mengejar mereka. "Mas jangan buru-buru! Apa kamu tidak kasihan dengan nenek itu? Lihatlah Mas! Beliau jalannya pelan sekali. Jangan gitu, Mas! Kita yang muda harusnya membantu bukan malah ditinggal begitu." " Antisipasi, Sayang! Kita tidak tau tujuan orang itu datang. Jangan terlalu baik dengan seseorang yang belum dikenal sekalipun orang itu sudah bau tanah!" Efek kejahatan yang datang dari mana saja arahnya dan beragam caranya, membuat Gama lebih berhati-hati lagi dengan siapa pun yang datang pada pria itu. Namun kalau musuhnya nenek tua apa mungkin? Entahlah tapi Zoya iba melihatnya. "Iya tapi kasihan banget, Mas. Aku nggak tega lihatnya. Nggak bisa Mas, biar aku saja yang membantu. Kamu tunggu sini!" Zoya pun nekat, mana bisa dia membiarkan
"Nenek ingin minta tolong sama kamu, tolong bantu nenek membujuk Gama, Nak! Gama masih sangat marah sama Nenek. Mungkin dengan kamu yang membujuknya, hati Gama akan luluh." "Nenek harap Gama mau pulang. Jika masih tidak percaya silahkan datang dan buktikan sendiri. Banyak bukti yang menunjukkan jika Papahnya benar anak sulung Nenek." "Nenek sudah tua, Nak. Tugas Nenek saat ini adalah memberikan apa yang sudah ditetapkan sejak awal. Gama harus mengurus perusahaan karena dia pewaris utama." " Gama juga harus tau semuanya. Jangan sampai setelah Nenek pun berpulang, harta itu menjadi rebutan karena masih ada paman Gama yang sebenarnya sudah mendapatkan jatah tapi untuk sementara menggantikan tugas Gama dulu." "Jika Gama mau, itu semua pun akan menguntungkan kamu sebagai istri Gama. Kamu pun akan mendapatkan penghidupan yang lebih terjamin nantinya. Bukan hanya kamu, anak-anak kamu juga, Nak." "Maaf Nek, untuk harta kekayaan, Zoya tidak sama sekali kepikiran. Begini saja Zoya
Mereka pun makan dan lanjut bekerja. Tak ada lagi drama akan apapun yang menganggu konsentrasi keduanya. Mereka pun pulang tepat waktu dengan Zoya yang mengajak Gama singgah terlebih dulu ke supermarket untuk membeli kebutuhan rumah tangga. Jelas rumah baru masih kosong. Persabunan saja belum lengkap. Zoya pun ingin sekalian membeli bahan makanan untuk mengisi kulkas. Senangnya Gama mau menemani dan santai jalan-jalan berdua tanpa takut ketahuan ada yang melihat dan menaruh curiga akan kedekatan mereka. Sudah go public dan santai menyikapi tanggapan orang lain. Hanya saja memang kabar pernikahan itu masih tersimpan rapat. Orang-orang taunya pacaran saja dan Gama akan menyebar undangan untuk mengadakan pesta pernikahan yang megah. Gama membuntuti kemana pun langkah Zoya. Pria itu begitu sabar menunggu istri memilih apa saja yang ingin dibeli. Tidak ada keluh kesah padahal sudah memutari lorong yang ada di sana sampai dua atau tiga kali putaran.. Definisi cinta memang sepert
Suara decapan keduanya yang saling menyesap, membelit dan beradu lidah membuat panas hawa air di dalam kolam renang. Gama dan Zoya saling bercumbu penuh gairah yang menggebu. Suara lenguhan dan desahan dari Zoya pun begitu merdu hingga Gama semakin terbuai dan terus merusuh dengan sentuhan yang semakin membuat Zoya terpejam menahan nikmat. Air yang tenang mulai bergelombang seiring dengan pergerakan Gama yang tak bisa diam. Tangan pria itu mulai mengabsen tubuh milik Zoya yang selalu indah dalam pandangannya. "Mas..." "Panggil namaku Sayang!" "Ugh Gama... Hhhmmm. " Bagaimana Zoya bisa menahan jika sentuhan Gama di setiap inci tubuhnya membuat ia melayang. Tangan pria itu lincah singgah di titik sensitifnya yang sangat membangkitkan hasrat. Zoya mendongak saat Gama mulai melepaskan ciumannya dan membiarkan Gama mengabsen tubuhnya dengan lidah yang lincah. Tubuh Gama melemah jika sentuhan Gama semakin membuatnya resah. Tidak bisa dia menahan hingga Gama pun merai
Nakalnya Gama membuat Zoya kewalahan. Begini kalau sudah kembali bersuami, harus mampu mengimbangi. Apalagi kalau memiliki yang seperti Gama tapi Zoya sangat bersyukur karena Gama selalu memperlakukannya dengan sangat lembut. Mereka keluar dengan gaya yang bertolak belakang. Kalau Zoya terlihat lemas, tapi tidak dengan Gama yang terlihat sumringah dan semakin bertenaga. Pria kalau keturutan ya begini. Tubuh Zoya serasa ngilu semua menuruti inginnya Gama. Dia pun memilih duduk di depan meja rias dan membiarkan Gama yang mengambilkan pakaian gantinya. Biarkan sekalian dilayani oleh suami. Siapa suruh membuatnya lelah begini. Tidak cukup di kolam renang, di kamar mandi pun kembali dihajar. Cup "Pakaiannya Sayang! Sini aku bantu!" ujar Gama. Zoya pun beranjak dari sana dan berdiri di hadapan Gama. Dia membiarkan saja Gama memasangkannya. Namun Zoya dibuat tercengang saat sadar dengan apa yang ia kenakan saat ini. Kedua mata Zoya terbelalak menatap tubuhnya dari pantulan c
Gama dan Zoya segera berangkat setelah keduanya menghabiskan sarapan pagi buatan Bibi. Beruntung sekali ada beliau. Zoya jadi bisa lebih fokus pada Gama. "Sebentar Mas, jas kamu ini terlipat. Nanti jadi lusuh loh. Oh ya, kita akan ada meeting dengan klien di jam sembilan, Mas," ucap Zoya sebelum mereka masuk mobil. Lebih dulu Zoya merapikan penampilan Gama yang agak kurang enak dilihat. "Iya Sayang." Lembut suara Gama membuat Zoya mendongak menatap pria itu. "Tapi kali ini perusahaan besar loh, Mas. Pak Dito apa tidak mengatakan sesuatu sama kamu?" tanya Zoya. Dia segera masuk mobil setelah Gama membukakan pintunya dan disusul oleh Gama yang juga bergegas untuk masuk. "Belum, Dito mungkin lupa. Apa nama perusahaannya?" tanya Gama kemudian memasang safety belt sebelum melajukan mobilnya. "Namanya apa ya, sebentar aku cek dulu!" Zoya pun membuka email di ponselnya untuk mengecek nama perusahaan yang meminta kerja sama. pada mereka. Dengan teliti dia membaca satu persatu em
"Hhmm... " Gama diam mendengarkan penjelasan dari Dito. "Saya sudah menyelidiki semuanya. Benar memang anda adalah cucu laki-laki satu-satunya di keluarga Artanegara. Anda itu pewaris kekayaan setelah paman anda pun mendapatkan haknya." " Anda yang lebih memiliki wewenang akan kekayaan Artanegara dan saat ini mereka tengah membutuhkan anda karena paman anda yang sempat diberikan kesempatan, tidak bisa menjalankan perusahaan besar itu." "Nenek Anda betul-betul mengharapkan kepulangan anda, Pak Gama. Hanya anda satu-satunya yang bisa diandalkan. Maka dari itu kemarin kedatangannya memang sangat ingin bertemu dan membutuhkan pertolongan anda." "Mungkin karena perusahaan yang sudah mulai goyah semenjak dipegang paman anda. Sementara tidak ada lagi yang menggantikan beliau di sana. " Gama menarik nafas dalam setelah mendengar penjelasan dari Dito. Gama belum tau akan bertindak bagaimana untuk masalah ini karena memang dia masih sakit mengetahui nasib Ibunya. "Aku belum ing
Zoya mendongak saat Gama mulai merusuh. Tangan pria itu sudah tidak bisa diam dan lidah Gama pun mulai mengeksekusi sesuai keinginan pria itu tadi. Micu-micu yang katanya untuk menambah semangat. Tangan Zoya meraih kepala Gama dan menjambak rambut pria itu. Begini jelas Zoya tak tahan. Apa lagi Gama begitu tau titik sensitifnya. Ampun-ampunan Zoya dibuatnya. "Mas jangan digigit!" Rengekan manja diselingi nafas yang memburu dan suara yang merdu membuat Gama semakin bersemangat. Memang paling suka kalau sudah membuat sang istri kelimpungan begini karena ulahnya. Sudah bisa dipastikan Zoya basah. "Mas sudah! Nanti kita telat. Kamu buat aku berantakan," keluh Zoya yang kemudian menunduk memperhatikan Gama yang mendongak menatapnya tapi masih menahan buah ceri yang mungil miliknya di dalam mulut pria itu. "Jangan kelewat nakalnya!" ujar Zoya tapi tak digubris oleh Gama. Masih ada waktu sekitar sepuluh menit lagi untuk menikmati bagian seksi milik istri. "Mas ya ampun, nanti
"Jangan terlalu angkuh, Zein! Aku tau kamu kesepian." Gama terus memperhatikan Zein. "Aku hanya ingin melihat kondisi kamu bukan ingin membuat kamu malu. Aku berharap kondisimu pun segera pulih." Gama menarik nafas dalam berusaha untuk tetap bersabar menghadapi Zein. Jangan sampai terpercik emosi yang mengakibatkan kegaduhan di sana. Namun Zein hanya diam saja tak menjawab. Zein juga enggan menoleh ke arah Gama dan Zoya. Masih betah dengan diamnya setelah mengusir keduanya. Melihat itu pun, Zoya melepaskan genggaman tangan Gama hingga membuat sang suami menoleh ke arahnya. Zoya yang masih membawa buah tangan tadi pun membuka suara. Dia lebih dulu menarik nafas dalam sebelum mengajak Zain bicara. "Mas, kami datang dengan niat baik. Rencana ini kami persiapkan dari kemarin setelah mendapat kabar jika kamu masuk rumah sakit." "Aku belikan buah untukmu. Ini buah kesukaan kamu, Mas. Semoga kamu suka dan cepat sembuh. Dimakan ya, Mas." Zoya dengan lembut mengatakan itu. Dia
Zoya tercengang mendengar Gama yang mencecarnya. Baru masuk sudah diberondong banyak pertanyaan seperti itu. Oh Astaga Gama Prasetyo. Kok bikin gemas ya. "Mas ini masih pagi loh. Aku beli itu nggak semua buat Mas Zein tapi untuk kamu juga. Kamu nggak mau makan buah? Nggak bosen makan buah dada terus? Jangan cemburu akh!" ujar Zoya santai. Menanggapinya kudu santai, kalau tidak malah ribut pagi-pagi di mobil. Lagi pula Zoya tak merasa menjadi tersangka. Gama saja yang sedang mode ugal-ugalan. Mungkin cinta pria itu yang sudah tumpah-tumpah makanya jadi sangat posesif sekali. Sementara Zoya tidak terlalu ingin menanggapi. "Serius buat aku?" tanya Gama kemudian kembali melirik kantong belanjaan yang ada di jok belakang. Dia tidak tau kalau isinya ada dua kantong yang mana salah satunya adalah untuk dia. "Hhmm... Jangan marah begitu, Mas! Sudah aku katakan kalau cintaku sudah mentok untuk Mas Gama Prasetyo. Apa masih kurang validasi?" tanya Zoya yang dijawab decakan oleh Gama
"Sayang!" Gama pun meraih tangan Zoya setelah tadi mengejar sang istri yang terindikasi sedang merajuk. Begini kalau menghadapi wanita yang sedang PMS. Emosinya tidak bisa terkontrol. Bentar-bentar ngamuk, bentar-bentar ngambek, lebih parahnya membuat orang cemburu. "Apa sich, Mas? Lepas! Kamu juga curigaan aja jadi suami. Aku mau jelasin nggak di bolehin. Minggir Mas! Aku mau masuk kamar." Zoya pun melepaskan diri dari Gama kemudian masuk kamar. Dia bergerak cepat kemudian menutup pintu tapi kaki Gama sudah lebih dulu menahan hingga pintu sulit tertutup dan Zoya menyerah. "Mas!" "Mau apa, Sayang? Mau ngunciin aku di luar, hhm? Nggak bisa Sayang! Kamu nggak boleh nakal!" Gama segera masuk dan Zoya pun memilih menghindari. Zoya berlari menjauh tapi dari Gama tapi dengan mudahnya Gama bergerak cepat kemudian menangkapnya. "Mas turunkan aku!" pekik Zoya. "Kamu nggak tau aku mencarimu tadi, tapi kamu malah enak-enakan ngobrol sama Dito." Gama membawa Zoya ke ranjang d
"Hilang? Hilang kemana, Bos? Bukankah tadi sama Tuan? Apa ada yang culik Bu Zoya?" tanya Asisten Dito yang nampak terkejut. "Kalau saya tau nggak mungkin saya tanya sama kamu, Dito. Nggak mungkin saya minta kamu mencari istri saya!" sentak Gama geregetan. Salah siapa disuruh cari malah banyak tanya. Andai tau, tak mungkin Gama memerintah untuk mencari. Ini Dito malah nyari gara-gara saja. "Baik, Bos. Saya akan segera mencarinya." Asisten Doni pun bergerak cepat beranjak dari sana untuk mencari istri yang hilang. Yang pertama tentu saja mengecek cctv kantor. Asisten Dito dengan diawasi oleh Gama melihat kemana Zoya pergi. Gama menyilangkan kedua tangannya di dada. Tatapan Gama terpusat pada Zoya yang berjalan keluar gerbang perusahaan. "Coba cctv luar!" perintah Gama saat Zoya tak lagi terlihat. "Sudah, tapi ini sudah tidak bisa lagi menjangkau lebih dari ujung pagar sini, Pak. Bu Zoya berjalan menuju para pedagang makanan yang ada di samping kantor kita. Mungkin saja
"Ini minumnya, Pak. Bapak kasihan sekali. Maafkan Pak Gama ya, Pak. Bapak sudah bekerja dengan baik untuk kami. Bulan ini Bapak akan mendapatkan bonus tambahan," ujar Zoya yang kemudian menyodorkan botol minum pada Dito. Gama tercengang mendengar itu. Bonus tambahan? Tanpa acc dulu dari pemilik perusahaan? Aish... Tentu saja itu membuat Gama pusing karena yang akan mengeluarkan dana itu dia sedangkan Gaji Dito itu besar. "Dia sudah menerima bonus setiap bulan, Sayang. Nggak usah! Jangan dimanja karena aku membayarnya sesuai apa yang ia kerjakan," sahut Gama tak terima. Sementara Asisten Dito masih diam menyimak. Asisten Dito terkejut dengan apa yang terjadi. Apalagi melihat Zoya datang tiba-tiba dan menyodorkan minum dengan sangat perhatian. Tidak cukup sampai di situ. Ternyata Gama pun menyusul dengan sangat tak terima akan apa yang Zoya lakukan. Ada apa dengan pasutri ini? "Ya tapi kamu nggak boleh semena-mena juga, Mas. Kasih hukuman itu ya kalau memang benar-benar sa
Setelah Zoya masuk ke dalam sana untuk berganti pakaian. Ponsel Gama berdering. Dia segera meraihnya untuk melihat siapa yang menghubungi. "Kantor polisi," gumam Gama. Segera Gama menerima panggilan tersebut. Dalam hati Gama bertanya-tanya. Ada apa gerangan menghubungi? Apa Asisten Dito sibuk hingga pihak yang berwajib menghubungi ke nomornya? "Selamat siang." "Siang Pak, sebelumnya maaf jika kami menganggu Bapak. Kami dari pihak kepolisian ingin memberikan kabar untuk Bapak mengenai Saudara Zain yang saat ini sedang sakit. Kami sudah memindahkan Saudara Zain ke rumah sakit khusus dengan pengawasan dibawah naungan kepolisian." "Baik, terimakasih atas perhatiannya Pak. Saya juga terimakasih anda sudah mengabari. Mungkin besok atau lusa saya akan datang untuk menjenguk. Saya minta tolong untuk penjagaan jangan sampai lengah ya, Pak." "Baik, Pak Gama. Kalau begitu kami matikan panggilannya. Selamat siang." "Siang." Gama meletakkan kembali ponselnya kemudian menyandark
Demi apa, Gama memang sangat meresahkan. Sudah dibuat keluar masih saja menginginkan. Mungkin karena belum masuk ke tempatnya jadi belum puas. Semua emosi dan gemas pria itu tadi benar-benar diluapkan saat ini. Gama membuka pakaian Zoya dan hanya menyisakan bagian bawah saja. Begitu pun dengan pria itu yang hanya menyisakan kemejanya saja yang sudah terbuka. Bergerak Gama di antara jepitan kedua gunung milik Zoya. "Aagghh... Yess Baby." Gama mengerang merasakan itu sedangkan Zoya memejamkan kedua mata setelah menatap takjub wajah Gama. Ya, Zoya selalu takjub melihat Gama yang sedang horny. Wajah pria itu semakin tampan dan menantang. Sangat maco sekali hingga membuat Zoya terkadang tak tahan jika mengabaikannya. "Jepitanmu Sayang. Kenyal sekali." Zoya menggelengkan kepala saat merasakan remasan Gama yang membuatnya semakin pusing saja. Sementara hanya Gama yang bisa melampiaskan sedangkan dia tidak bisa memuaskan hasrat yang datang ulah pria itu. Gama memang curang t
Pintu ruangan dikunci oleh Gama. Pria itu pun berpesan pada Dito agar tidak menganggu karena ada urusan yang lebih penting dari pada apapun. "Mas kamu jangan aneh-aneh! Aku lagi ada tamu." "Tamunya suruh pulang!" sahut Gama santai tapi sukses membuat Zoya merengut. "Mana bisa? Tamunya aja baru datang tadi pagi. Katanya bakal nginep lima sampai tujuh hari. Makanya jangan gini dulu! Ini tamunya rombongan, Mas." Zoya hendak beranjak dari duduknya tetapi Gama tidak memperbolehkan. Gama menahan tubuh Zoya hingga tak leluasa untuk beranjak. Zoya duduk di atas pangkuan Gama yang sedang mode on. "Mas kamu itunya oh ya ampun... Udah ngajak perang begitu. Nggak sabar banget. Nanti aja kalau mau gemesin aku. Jangan sekarang!" "Nggak bisa! Aku udah sabarin dari tadi tapi kamunya gitu. Jangan salahkan aku, Sayang!" Gama mulai mencumbu Zoya. Namun yang menjadi sasaran bukan lagi bibir Zoya melainkan tengkuk Zoya yang seputih susu hingga rasanya tak sabar untuk meninggalkan jejak d
Kedua mata Zoya terbelalak saat melihat adanya Nindi di sana. Nindi itu teman seperjuangan. Masuk di tahun yang sama tapi beda divisi. Tidak terlalu dekat tapi kenal. Zoya pun beranjak dari sofa dan berdiri kemudian merapikan penampilannya. Dia menatap Nindi yang begitu memperhatikannya. "Zoya ngapain di sini? Kamu nggak kerja? Kok malah tidur?" cecar Nindi. Sementara Gama yang hanya bisa menggelengkan kepala melihatnya. Pria itu menghela nafas berat saat sang istri ke gap oleh karyawan sendiri. Bisa-bisanya ketahuan. Sudah benar-benar tidur tapi Zoya malah gelisah terus. Mungkin karena tak nyaman, tapi jadi repot kalau begini urusannya. Gama bisa santai tapi tentunya Zoya tidak, Zoya jadi bingung bagaimana menjelaskannya. Gama pun diam saja tak membantu. Mungkin pria itu pun takut nantinya malah membuat Zoya tambah merajuk jika salah ucap. Apa lagi sejak tadi Zoya sedang sangat sensitif. "Aku ... Kepala aku pusing banget tadi Nin makanya aku numpang istirahat sama Pa