"Ma, aku akan mengembalikan Agatha dalam keadaan masih suci. Aku nggak memanfaatkannya dalam pernikahan kami. Biar dia mendapatkan kebahagiaan dari pria lain yang mencintainya nanti."Bu Rika terkesiap. Ternyata Bre benar-benar belum menyentuh istrinya. Setahan itu dia selama setahun ini. Setelah tahu begini, apa bedanya Bre dengan almarhum suaminya. Dulu Pak Hutama pun enggan menyentuh setelah kejadian malam di mana akhirnya mereka harus menikah. Namun di tahun-tahun selanjutnya, hubungan suami istri berjalan seperti biasa walaupun hatinya tetap bukan untuk dirinya.Dari arah depan muncul Ferry dengan langkah tergesa. Wajahnya terlihat marah dan menatap tajam adiknya. Tadi mamanya langsung menelpon setelah wanita itu membaca dua surat panggilan sidang."Kamu mengambil keputusan tanpa memikirkan akibatnya." Tatapan Ferry diliputi amarah."Ini keputusan yang tepat, Mas. Pernikahan kami hanya menyiksa Agatha saja.""Mikir nggak sih kamu. Apa yang bakalan terjadi setelah ini?"Bre diam.
"Aku nggak peduli. Selama ini aku sudah patuh pada Mas Ferry dan mama. Sampai aku kehilangan perempuan yang sangat aku cintai.""Kamu pikir Livia jauh lebih baik daripada Agatha? Kenyataan yang banyak membantu kita adalah keluarga Pak Wawan.""Ya, karena keluarga Livia miskin. Begitu kan, Mas? Bisnis mereka runtuh karena ulah siapa? Ulah komplotan kalian." Bre sudah tidak bisa mengendalikan diri. Bicara sambil menatap tajam sang kakak."Jaga mulutmu!" hardik Ferry. Bre tersenyum sinis. "Jangan kalian kira aku tidak tahu. Serapat apapun menyimpan bangkai, akhirnya bakal tercium juga. Kamu belum pernah merasakan bagaimana kehilangan sepertiku, Mas." Mata Bre memerah. Bayangan Livia berada tepat di pelupuk mata.Ferry diam. Adik yang biasanya selalu patuh, kini menjadi pemberontak. Tampaknya kali ini Bre tidak bisa lagi dikendalikan. Ferry keluar kamar sebelum Bre mengungkapkan apapun yang ia tahu. Suami Bu Ita mendekati Ferry untuk diajak bicara, sedangkan Bu Ita masuk kamar Bre yang
RAHASIA TIGA HATI- Hari Penuh Luka"Apa-apaan ini?" Wajah Ferry berubah antara kaget dan marah.Tentu menjadi kejutan yang tidak diduga baginya. Ternyata Kenny mengajukan gugatan perceraian tanpa sepengetahuannya. Dan sidang pertama di gelar, hanya selisih beberapa hari dari sidang perceraian Bre.Ferry melangkah lebar keluar ruangan untuk mencari istrinya."Di mana Bu Kenny?"Dua staf yang ditanya Ferry saling pandang. Melihat wajah Ferry yang garang, membuat mereka takut untuk menjawab. Padahal mereka juga heran. Kenapa bosnya tidak tahu apa yang telah dilakukan sang istri."Kalian bisa ngomong, kan?" Ferry hilang kesabaran."Bu Kenny hari ini kan resign, Pak," jawab salah seorang staf dengan sopan sambil menunduk.Ferry kembali terkejut. Bahkan soal ini pun dia tidak tahu. Setelah diperiksa, barang-barang pribadi istrinya memang sudah tidak ada di ruangannya.Diambil ponsel dalam saku celana. Nomer Kenny aktif tapi panggilannya tidak dijawab. Ferry telepon rumah. "Ibu di mana?" ta
"Asal Mas tahu, aku sudah mendapatkan pekerjaan lain. Mulai hari ini aku nggak bekerja lagi di Hutama Raya. Hari ini juga aku akan pulang ke rumah orang tuaku. Mereka sudah tahu rencana perceraian ini."Ferry kaget. Rupanya semua sudah diatur sedemikian jauh oleh Kenny. Laki-laki itu menghela nafas berat. Seberat ia takut kehilangan anak dan istrinya. Jujur, walaupun ia berkhianat, tapi tidak terpikirkan untuk bercerai."Aku akan bawa anak-anak.""Kalau kamu ingin pergi, jangan bawa anak-anak."Kenny tersenyum samar. Dia tidak khawatir dengan hak asuh anak-anak. Sudah pasti akan jatuh ke pihaknya. Di samping Leo dan Lena masih di bawah umur, bukti perselingkuhan Ferry bisa lebih menguatkan hak asuh akan jatuh ke tangannya."Kita bisa membicarakan ini baik-baik dan kamu cabut berkas-berkas itu." Ferry takut juga jika mamanya murka. Jelas saja bakalan mengamuk karena ia menambah masalah dalam keluarga mereka."Nggak ada yang baik-baik sekarang. Apa yang kalian lakukan sungguh menjijikan
"Halo, Bre." Kenny mengangkat telepon dari adik iparnya malam itu."Aku tadi dikasih tahu oleh pengacaraku, kalau Mbak Kenny juga mengajukan gugatan cerai. Bener ini, Mbak?""Iya. Kakakmu selingkuh sama mantannya. Udah kelewat batas dia, Bre. Menjijikkan pokoknya." Suara Kenny serak. Sejak tadi menangis bukan menyesali rencana perpisahannya dengan Ferry. Tapi nelangsa karena anak-anak tadi mengetahui kekasaran papa mereka.Terdengar helaan napas berat Bre di seberang sana. "Aku kaget waktu dikasih tahu Pak Eko tadi. Kalau itu keputusan terbaik bagi Mbak Kenny, aku doakan semoga lancar. Mas Ferry memang keterlaluan.""Kamu sudah tahu mereka selingkuh?""Aku curiga, tapi aku nggak punya bukti untuk memberitahu. Makanya aku bilang ke Mbak Kenny, agar hati-hati dengan ular betina itu. Terus anak-anak bagaimana, Mbak?""Aku sekarang sudah pulang ke rumah papaku bersama anak-anak. Kami tadi ribut besar setelah kakakmu menerima surat panggilan sidang."Kenny menceritakan semua persiapannya
RAHASIA TIGA HATI - Sangat Berharga Suasana benar-benar tegang malam itu. Belum berhenti Bu Rika mengamuk pada Ferry, Pak Wawan dan istrinya datang ke rumah mereka. Setengah jam yang lalu, Agatha telepon dan memberitahu kedua orang tuanya tentang gugatan cerai dari Bre. Agatha sudah yakin kalau Bre tidak bakal mencabut gugatannya.Di tengah kemarahan Bu Rika pada Ferry, besannya tiba-tiba datang dan langsung murka. Malam itu kian mencekam."Mana, Bre?" teriak Pak Wawan dengan tatapan menyala.Bu Rika yang kaget. Dia langsung menduga kalau sang besan pasti sudah tahu permasalahan anaknya."Silakan duduk dulu, Pak Wawan. Jeng, duduk dulu." Bu Rika mempersilakan."Saya ingin membawa anak saya pulang. Mana Agatha," jawab Bu Wawan dengan tatapan penuh amarah. Dia memandang ke arah tangga, mencari putrinya."Sabar dulu. Kita bisa bicarakan hal ini lagi.""Apa yang perlu dibicarakan, saya sudah tahu semuanya. Saya nggak nyangka Bre memperlakukan Agatha seperti perempuan tak berharga."Mend
"Saya akan mengungkapkan hal ini di depan majlis hakim. Biar tidak ada penetapan masa iddah bagi Agatha. Supaya dia segera bisa melanjutkan langkahnya tanpa beban menunggu masa iddah selesai." "Nggak perlu. Itu memalukan bagiku," jawab Agatha."Nggak ada yang memalukan. Semua sudah terlanjur dibicarakan. Kita sedang mencari penyelesaian terbaik. Masa iddah tiga bulan lamanya. Banyak yang bisa kamu lakukan sepanjang waktu itu. Jika kamu menemukan orang lain yang tepat. Kamu bisa menikah segera tanpa menunggu waktu selama itu."Bre ganti memandang pada Pak Wawan dan istrinya. "Maafkan saya, Pak Wawan dan Ibu. Saya bukan menantu yang baik selama ini. Maafkan saya."Lelaki berkacamata itu langsung berdiri dan meraih koper anaknya. "Ayo kita pulang."Bu Wawan meraih tangan Agatha kemudian diajak pergi tanpa pamit. Air mata Bu Rika berderai. Keluarganya benar-benar hancur. Tidak lama lagi bisnisnya juga kolap karena kehilangan investor. Ibu dan dua anak lelakinya menunduk diam di sofa. Fe
"Livia." Mendengar namanya dipanggil dan pundaknya di sentuh, Livia menoleh."Mbak Kenny." Livia kaget karena Kenny duduk tepat di belakangnya. Mereka sama-sama mengantri di sebuah bank. Kenny pindah duduk di bangku kosong sebelah Livia."Apa kabar, Mbak?"Kenny tersenyum. Tidak bisa menyembunyikan duka di wajahnya. "Kabar nggak baik, Liv. Hmm, sudah besar ya perutmu." Kenny mengusap perut Livia."Alhamdulillah. Jalan empat bulan, Mbak.""Alhamdulillah. Semoga lancar sampai lahiran.""Aamiin. Mbak Kenny, ngurus apa di sini?""Ada kendala di ATM-ku. Mungkin harus diperbarui. Kamu sendiri ada keperluan apa?""Biasalah. Staf keuangan sering berurusan dengan bank.""Sekretaris pribadi, bukan staf keuangan." Kenny meluruskan.Livia tersenyum. "Aku tetap di bagian keuangan, Mbak. Sama seperti dulu. Aku kan nggak bisa terjun langsung di dunia kerja Mas Alan. Bukan bidangku, sih. Mas Alan punya asisten sendiri.""Cewek?""Cowok.""Hati-hati kalau cewek."Livia memperhatikan ujung bibir Kenny.