"Mas, hendak ke mana?""Sebentar saja." Alan tersenyum kemudian mengambil dompet lantas keluar kamar.Livia yang heran hanya diam mematung. Sepertinya sang suami banyak tahu tentang keluarga Hutama. Entah tahu secara kebetulan, atau sengaja mencari tahu setelah banyak peristiwa dalam keluarganya yang ada kaitannya dengan keluarga mantan mertuanya itu. Akan tetapi ia menghargai larangan suaminya. Apalagi kejadian waktu ia dibawa kabur Bre, tentu saja amat menyakitkan bagi Alan. Suaminya pasti mati-matian berdamai dengan prasangkanya sendiri. Hingga memilih mempercayai kalau Livia aman dari jama*an Bre.Livia merebahkan diri karena capek. Nyaris semalaman begadang, kemudian pagi tadi keliling di perkebunan anggrek. Sangat puas melihat ratusan jenis bunga kesayangan ibunya. Selang hampir satu jam, Alan baru kembali masuk kamar tapi tidak membawa apapun. Tambah membuat Livia heran."Mas, turun ngapain sih?" protesnya karena lama menunggu. Hendak menelpon, tapi ponselnya Alan tidak dibaw
Kenny tersenyum mendengar penuturan Lena. Putrinya sudah pintar membalikkan kata-kata yang pernah dinasehatkan Kenny pada kedua anaknya."Sini, hapenya di taruh saja, Ma." Lena mengambil ponsel dari genggaman sang mama dan menaruhnya di meja rias. Kenny tersenyum melihat tingkah si bungsu. Terhibur di tengah luka yang menganga."Kak Leo mana?" "Tidur, Ma.""Kalau gitu Lena juga harus tidur.""Nggak mau. Lena mau nunggu papa pulang.""Papa nggak pasti pulang jam berapa?""Ke mana sih papa, Ma?""Mama nggak tahu.""Di telepon saja, Ma." Lena kembali mengambil ponsel mamanya. Memberikan benda itu pada Kenny.Setelah tahu menerima video tadi, Kenny rasanya malas hendak menghubungi daripada sakit hati karena dibohongi. Ferry tidak mungkin jujur sekarang ada di mana. Parahnya lagi, bagaimana jika suaminya itu sedang berz*na dengan Irma."Ayo, Ma. Telepon papa." Kenny menggoyang tangannya. "Ayolah, sebentar saja," rengek Lena.Terpaksa Kenny menelpon. Cukup lama panggilan tidak dijawab. Pik
RAHASIA TIGA HATI Part 36 Soal HatiSanggup tak sanggup Kenny membaca semua chat dan merekamnya. Tidak lupa menyimpan dalam bentuk screenshot. Perutnya terasa mual dan hendak muntah saja membaca percakapan menjijikan itu. Sungguh mereka tidak tahu malu.Dari pantulan cermin rias, ia melihat wajah Ferry yang tegang dan serius. Tentu saja untuk mengelabuhinya supaya tidak curiga. Wajah seperti itu tidak sesuai dengan apa yang ditulisnya sebagai balasan pesan pada Irma.Dada Kenny nyaris meledak. Dia tidak kuat dan masuk kamar mandi setelah mematikan ponselnya. Wanita itu diam di depan wastafel. Mual tapi tidak ada yang dimuntahkan karena tadi memang tidak makan malam. Hanya menemani anak-anaknya.Ferry kaget dan menyusulnya di depan pintu. "Kamu kenapa, Ken?"Kenny tidak menjawab. Ditariknya napas dalam-dalam sambil menghapus air mata."Kamu kenapa?" tanya Ferry dengan wajah datar."Nggak apa-apa." Kenny kembali ke depan meja rias. Meraih tisu untuk mengelap wajah. Ferry berdiri di seb
Tretes.Minggu pagi yang sejuk. Alan dan Livia duduk menyaksikan kabut yang perlahan memudar di terpa sinar mentari. Mereka baru selesai sarapan dan duduk di balkon. Livia menyandarkan tubuhnya di bahu Alan.Hari terakhir di Tretes, Alan tidak akan mengajak istrinya keluar. Cukup menghabiskan waktu di kamar saja, karena rencana check out malam, akhirnya di rubah tengah hari nanti. Apalagi pagi-pagi mamanya menelpon dan bicara panjang lebar dengannya. Itu bukan nasehat tapi omelan.Alan paham dengan kekhawatiran sang mama. Sebab pernah mengalami keguguran anak kedua. Setelah itu tidak hamil lagi setelah program hamil sana sini. Ke dokter, ikut terapi, urut, dan berbagai makanan dan jamu-jamuan di konsumsi. Namun sampai suaminya meninggal, putranya hanya Alan seorang.Makanya Alan pun menghargai perhatian mamanya. Alan akan mengajak Livia pulang lebih cepat."Mbak Kenny pasti shock sekarang, Mas. Dia nulis story sedang galau.""Nggak perlu lagi kita membahas mereka. Oke.""Hmm, iya. Maa
"Beberapa kali sama rombongan teman kuliah. Terus bersama keluarga." Livia tidak menyebutkan pernah juga bersama Bre setelah mereka menikah."Kalau malam, pemandangannya lebih indah. Lampu-lampu malam kota Prigen terlihat dari sini," ujar Alan."Mas, berapa kali ke sini?""Dua atau tiga kali. Mas lupa.""Sama siapa?" Ah, Livia penasaran."Waktu outbound ke Malang sama teman-teman kantor. Pulangnya mampir ke sini," jawab Alan sambil menatap hijaunya pemandangan di lembah sana."Pernah juga sama Mbak Selvi, kan? Dia pernah nunjukin fotonya padaku, loh!"Alan hanya tersenyum sekilas. Tapi cukup membuat Livia cemburu. Tadi ingin membuat kakaknya cemburu dengan kehamilannya, sekarang justru dirinya yang cemburu oleh senyuman Alan. Duh ....***L***Kenny tergesa-gesa memakai celana panjang dan mengambil tas, sesaat setelah suaminya pamitan hendak keluar sebentar. Di aplikasi pesan Ferry yang di sadapnya, Irma mengajak Ferry ketemuan di sebuah kafe.Gila. Sampai rela mengabaikan anak-anak y
RAHASIA TIGA HATI - Bermuka Dua "Selamat ulang tahun, Tante. Semoga panjang umur dan sehat selalu." Dengan suara renyah Irma memeluk dan mencium kedua pipi Bu Rika."Makasih ya, Irma. Dari mana kamu tahu kalau hari ini tante berulang tahun?" "Pasti saya masih ingalah, Tan. Dulu saya kan sering ikut ngerayain ultah Tante," jawab wanita itu dengan bangga. Bu Rika tersenyum senang. Padahal sudah lama sekali, tapi Irma masih mengingatnya. Dia tidak tahu saja, kalau sebenarnya Irma mengetahui dari Ferry di kafe tadi."Ayo, duduk. Kita makan bareng-bareng." Terlihat sekali kalau Bu Rika sangat welcome pada mantan kekasih putranya. Kenny mati-matian menahan emosi dalam dada. Walaupun nyaris tak bisa mengendalikan diri dan ingin membongkar semuanya saat itu juga. Namun ia menyabarkan diri dan beristighfar dalam hati.Di depannya, Ferry seolah tidak begitu peduli pada Irma. Bahkan memandang pun tidak. Dia asyik berbincang dengan omnya.Semua orang yang ada disalami oleh Irma. Termasuk Kenny
Kalau dulu mereka sudah sedekat itu, kenapa Ferry dan Irma putus. Suaminya sempat cerita, mereka putus karena Irma punya gebetan lain. Kepergok Ferry sendiri dan langsung diputuskan. Setelah tahu Irma wanita seperti apa, kenapa Ferry seolah melupakan kisah mereka. Memang pengkhianat pantas bersama pengkhianat.Kenny menarik napas dalam-dalam sambil menatap langit yang redup. Di gazebo pojok taman sana, Ferry masih ngobrol dengan Pak Ringgo. Sesekali ia sibuk membalas pesan. Memang tidak ada interaksi langsung antara Ferry dan Irma, tapi mereka berkomunikasi via telepon. Kenny tersenyum sinis, mereka pikir dirinya tidak tahu. "Lanjutkan, aku yang akan menentukan ending dari kisah ini.""Asyik banget Leo sama Luna," seloroh Bu Yulia yang ganti menghampiri dan duduk di sebelah Kenny. Di bangku bawah pohon mangga dekat kolam renang."Iya, Tante. Mereka paling suka berenang.""Tumben Irma datang ke mari?" tanya wanita itu memandang Kenny. "Kan ada Agatha, Tan," jawab Kenny santai. Menutu
Suasana di makam hening sehabis gerimis. Selain Alan dan Livia, hanya ada dua orang yang tengah berziarah. Juru kunci juga tidak tampak di sana. Warung kecil di depan makam, tempat biasa seorang ibu tua menjual bunga juga tertutup rapat.Wangi bunga Kamboja yang basah menguar ke mana-mana berbaur dengan aroma tanah. Tetes sisa gerimis luruh dari dedaunan. Mereka dengan khusuk membacakan doa. Masa-masa kebersamaan terbayang di benak Livia. Ibu, Mbak Selvi. Jadi sedih. Padahal dia juga mau memberitahu pada mereka kalau dirinya sedang hamil. Tapi tidak tega pada sang kakak. Selvia pasti sangat cemburu melihatnya hamil anak Alan. 'Livia, apa hubungannya dengan semua yang kamu pikirkan. Mereka sudah selesai hidup di dunia. Alam sudah berbeda, kan?'Livia memandang sang suami yang masih khusuk berdoa. 'Dia berdoa apa untuk Mbak Selvi?' Apa suaminya itu juga bilang rindu seperti yang ia katakan tadi?Ternyata tidak hanya insan yang masih hidup saja bisa dicemburui. Buktinya Livia cemburu p