Kalau dulu mereka sudah sedekat itu, kenapa Ferry dan Irma putus. Suaminya sempat cerita, mereka putus karena Irma punya gebetan lain. Kepergok Ferry sendiri dan langsung diputuskan. Setelah tahu Irma wanita seperti apa, kenapa Ferry seolah melupakan kisah mereka. Memang pengkhianat pantas bersama pengkhianat.Kenny menarik napas dalam-dalam sambil menatap langit yang redup. Di gazebo pojok taman sana, Ferry masih ngobrol dengan Pak Ringgo. Sesekali ia sibuk membalas pesan. Memang tidak ada interaksi langsung antara Ferry dan Irma, tapi mereka berkomunikasi via telepon. Kenny tersenyum sinis, mereka pikir dirinya tidak tahu. "Lanjutkan, aku yang akan menentukan ending dari kisah ini.""Asyik banget Leo sama Luna," seloroh Bu Yulia yang ganti menghampiri dan duduk di sebelah Kenny. Di bangku bawah pohon mangga dekat kolam renang."Iya, Tante. Mereka paling suka berenang.""Tumben Irma datang ke mari?" tanya wanita itu memandang Kenny. "Kan ada Agatha, Tan," jawab Kenny santai. Menutu
Suasana di makam hening sehabis gerimis. Selain Alan dan Livia, hanya ada dua orang yang tengah berziarah. Juru kunci juga tidak tampak di sana. Warung kecil di depan makam, tempat biasa seorang ibu tua menjual bunga juga tertutup rapat.Wangi bunga Kamboja yang basah menguar ke mana-mana berbaur dengan aroma tanah. Tetes sisa gerimis luruh dari dedaunan. Mereka dengan khusuk membacakan doa. Masa-masa kebersamaan terbayang di benak Livia. Ibu, Mbak Selvi. Jadi sedih. Padahal dia juga mau memberitahu pada mereka kalau dirinya sedang hamil. Tapi tidak tega pada sang kakak. Selvia pasti sangat cemburu melihatnya hamil anak Alan. 'Livia, apa hubungannya dengan semua yang kamu pikirkan. Mereka sudah selesai hidup di dunia. Alam sudah berbeda, kan?'Livia memandang sang suami yang masih khusuk berdoa. 'Dia berdoa apa untuk Mbak Selvi?' Apa suaminya itu juga bilang rindu seperti yang ia katakan tadi?Ternyata tidak hanya insan yang masih hidup saja bisa dicemburui. Buktinya Livia cemburu p
RAHASIA TIGA HATI - Terungkap "Ya, Pak Eko?""Hari ini berkas sudah saya masukkan ke pengadilan, Mas Bre. Tinggal menunggu panggilan sidang pertama.""Makasih, Pak Eko. Saya tunggu kabar selanjutnya.""Siap. Saya hanya ngabari itu saja.""Oke."Bre meletakkan ponsel di jok sebelahnya. Menarik napas dalam-dalam sambil melihat langit yang kian kelabu.Apapun yang terjadi ke depan, ia sudah siap menghadapi. Sekalipun Agatha mengancam hendak mengakhiri hidup kalau Bre menceraikannya. Agatha tidak mungkin melakukan hal itu. Dia terlalu cinta dunia.Sengaja dia mencari pengacara lain, bukan pengacara keluarga yang menangani perceraiannya dengan Livia dulu. Biar rencananya berjalan mulus tanpa dicampuri bahkan dijegal oleh mamanya.Ini kali kedua dia akan duduk di depan majelis hakim sebagai penggugat untuk kasus perceraian. Sangat menyedihkan. Kasus pertama dia melepaskan kebahagiaannya, kasus yang sekarang ini dilakukan Bre untuk mencari kebahagiaan.Tidak pernah mengira kalau pada akhir
Ketika hendak keluar butik, Bre masih sempat menoleh ke arah Alan dan Livia. Saat itu pas kebetulan Alan menoleh ke arahnya. Mereka saling memberikan tatapan tajam, lalu Bre melangkah cepat meninggalkan butik.Alan memang sengaja melindungi Livia dengan badannya supaya tidak melihat Bre. Wanita itu sudah memilih dua baju di tangannya yang kira-kira bisa ia pakai sampai kehamilannya membesar nanti. Surabaya sangat panas, ia butuh pakaian itu untuk menghindari gerah. Toh tidak ada sesiapa kecuali mereka berdua di rumah. Livia bisa bebas mengenakannya."Sudah ini saja, Mas." Livia menunjukkan baju warna hijau mint dan merah merona."Oke, kita bayar sekarang."Mereka pergi ke kasir. Setelah itu Alan mengajak Livia ke foodcourt untuk makan malam baru kembali ke rumah. Rencana pulang awal pun, sampai rumah tetap malam juga. Harus sabar meladeni wanita hamil yang banyak maunya. Sementara Bre masih terjebak dalam kemacetan. Seperti hatinya yang stuck di tempat. Baginya definisi waktu tidak b
"Aku pergi dulu, Mbak!" Bre bangkit dari duduknya dan melangkah keluar.Iparnya sudah memberitahu, tapi Kenny tetap bungkam. Ia tidak akan memberitahu siapapun sampai surat panggilan persidangan keluar. Beberapa langkah sudah ia lakukan dengan lancar. Termasuk memberitahu kedua orang tuanya. Mereka terkejut dan ibunya menangis. Setelah tahu alasan serta bukti yang ditunjukkan Kenny, mereka tidak melarang atau mendukung bercerai. Apapun keputusan Kenny, mereka tetap memberikan support.***L***Bu Ita diam menunduk mendengar serangkaian pertanyaan dari Bre tentang masa lalu kedua orang tuanya. Saat itu mereka sudah duduk di bangku logam terminal kedatangan. Karena cuaca buruk, pesawat delay hingga menunggu sampai cuaca dinyatakan aman untuk penerbangan.Bre memanfaatkan keadaan itu. Ia sampai bersumpah untuk menyakinkan sang tante, bahwa informasi darinya akan aman. Jadi tidak akan merusak hubungan persaudaraan antara Bu Ita dan Bu Rika."Papamu dan Jeng Fitri memang sudah pacaran lama
RAHASIA TIGA HATI - Surat Panggilan Sidang Isak tangis Agatha memenuhi ruang keluarga di rumah Bu Rika. Bre yang duduk di sofa diam menunduk dengan kedua siku bertumpu di pahanya. Bu Rika mengamuk dan mengomel mengeluarkan segala kemarahan pada putra bungsunya. Wajahnya memerah dengan netra yang menyala-nyala seolah hendak membumihanguskan sang anak yang akan membuat malu keluarga dengan tindakannya ini.Akhirnya surat panggilan sidang pertama dari pengadilan, membuat suasana meledak dan kacau malam itu. Dua surat panggilan untuk Bre dan Agatha dikirim semua ke alamat mereka. Empat hari lagi sidang pertama perceraian.Di ruang terpisah, Bu Ita dan sang suami duduk diam mendengar kemarahan di dalam."Kamu tahu apa yang akan terjadi setelah ini, Bre?" Bu Rika menatap tajam putranya."Aku sudah memperhitungkannya, Ma.""Apa yang kamu perhitungkan? Hancurnya bisnis kita, permusuhan dengan keluarga Agatha, rasa malu keluarga, dan sakitnya hati Agatha apa juga sudah kamu pikirkan." Bu Ri
"Ma, aku akan mengembalikan Agatha dalam keadaan masih suci. Aku nggak memanfaatkannya dalam pernikahan kami. Biar dia mendapatkan kebahagiaan dari pria lain yang mencintainya nanti."Bu Rika terkesiap. Ternyata Bre benar-benar belum menyentuh istrinya. Setahan itu dia selama setahun ini. Setelah tahu begini, apa bedanya Bre dengan almarhum suaminya. Dulu Pak Hutama pun enggan menyentuh setelah kejadian malam di mana akhirnya mereka harus menikah. Namun di tahun-tahun selanjutnya, hubungan suami istri berjalan seperti biasa walaupun hatinya tetap bukan untuk dirinya.Dari arah depan muncul Ferry dengan langkah tergesa. Wajahnya terlihat marah dan menatap tajam adiknya. Tadi mamanya langsung menelpon setelah wanita itu membaca dua surat panggilan sidang."Kamu mengambil keputusan tanpa memikirkan akibatnya." Tatapan Ferry diliputi amarah."Ini keputusan yang tepat, Mas. Pernikahan kami hanya menyiksa Agatha saja.""Mikir nggak sih kamu. Apa yang bakalan terjadi setelah ini?"Bre diam.
"Aku nggak peduli. Selama ini aku sudah patuh pada Mas Ferry dan mama. Sampai aku kehilangan perempuan yang sangat aku cintai.""Kamu pikir Livia jauh lebih baik daripada Agatha? Kenyataan yang banyak membantu kita adalah keluarga Pak Wawan.""Ya, karena keluarga Livia miskin. Begitu kan, Mas? Bisnis mereka runtuh karena ulah siapa? Ulah komplotan kalian." Bre sudah tidak bisa mengendalikan diri. Bicara sambil menatap tajam sang kakak."Jaga mulutmu!" hardik Ferry. Bre tersenyum sinis. "Jangan kalian kira aku tidak tahu. Serapat apapun menyimpan bangkai, akhirnya bakal tercium juga. Kamu belum pernah merasakan bagaimana kehilangan sepertiku, Mas." Mata Bre memerah. Bayangan Livia berada tepat di pelupuk mata.Ferry diam. Adik yang biasanya selalu patuh, kini menjadi pemberontak. Tampaknya kali ini Bre tidak bisa lagi dikendalikan. Ferry keluar kamar sebelum Bre mengungkapkan apapun yang ia tahu. Suami Bu Ita mendekati Ferry untuk diajak bicara, sedangkan Bu Ita masuk kamar Bre yang