Home / Pernikahan / RAHASIA SUAMIKU / Air Mata di Pagi Hari

Share

Air Mata di Pagi Hari

last update Last Updated: 2022-07-27 11:03:34

"Uang kemarin buat beli mainan Rafif belum diganti ya? Abang mau beli rokok hari ini."

Nasi yang hampir masuk ke mulut Kinan gagal akibat terhentinya gerakan sendok di udara seketika. Mulutnya menganga.

"Jangan pura-pura lupa begitu, Dek! Kan kemarin juga perginya denganmu?"

Kinan menutup mulutnya cepat. Matanya melotot menatap Ardi yang sedang duduk di seberangnya. Sendok yang berada di antara telunjuk dan jempolnya itu dihempaskan ke piring yang berisi nasi goreng telur.

"Awas kalau piringnya pecah, Dek! Itu piring peninggalan keluarga Abang. Warisan keluarga yang turun-temurun."

Kinan menarik napas dalam-dalam. Mencoba mengumpulkan kekuatan untuk menghadapi kenyataan pahit yang ada.

"Bang, kamu lebih menyayangi piring warisan leluhurmu atau aku dan anakmu?" Lirih kalimat itu mengalir dari bibir Kinan.

"Ya ... sayang semuanya lah. Piring itu warisan keluarga. Kamu dan Rafif itu anak dan istri Abang. Piring dan kalian itu sama berharganya di mata Abang."

Seperti tak berdosa, laki-laki yang bergelar suami Kinan itu meneguk kopi dari mug bergambar bunga matahari.  Lagi-lagi wadah kopi itu juga warisan keluarganya.

"Kamu masih waras, Bang?"

Kinan mencoba menghujam Ardi dengan netranya. Menunjukkan sisi kekuatannya sebagai wanita yang selama ini sama sekali tak pernah dianggap oleh laki-laki dengan profesi sebagai satpam sebuah bank pemerintah itu.

"Apa yang salah dengan ucapan Abang, Dek?"

Rasanya ubun-ubun Kinan perlu dibalur dengan bongkahan es batu agar tak menunjukkan luapan amarahnya.

"Abang pikir waras menyamakan istri dan anak Abang dengan benda mati tak berharga seperti ini?"

Lima tahun menikah dengan Ardi, tak pernah selama ini Kinan membantah ucapan gila yang senantiasa dilontarkan suaminya itu. Kesabaran belum tentu berbuah manis. Tak jarang, kesabaran justru menjadi pil pahit yang harus ditelan setiap hari.

"Adek sehat kan? Tumben seperti ini!"

Ardi mengangkat tubuhnya dari kursi yang ada di seberang Kinan. Meraba dahi istrinya itu untuk menebak suhu tubuh wanita yang selama ini dikenalnya sebagai istri penurut itu.

"Tak panas. Kamu lagi ada masalah sampai emosi seperti ini pagi-pagi seperti ini?"

Ardi kembali mendudukkan tubuhnya. Meneguk kopi yang tersisa hingga tandas.

"Tubuhku memang tak panas, Bang. Hatiku yang panas, membara bak api unggun yang menyala."

Kinan menggeser piring makan bermotif bunga mawar itu dari hadapannya. Selera makannya hilang. Tak ada nafsu lagi untuk mengisi perut di awal hari yang begitu menyakitkan ini.

"Selama pernikahan kita, apa yang sudah Abang berikan untuk istrimu ini? Pakaian? Aku selalu membelinya sendiri. Makanan dan kebutuhan rumah tangga kita pun aku beli dengan uangku, Bang. Gajiku. Hasil keringatku."

Kinan mengusap kasar wajah ayunya. Meraup dengan kasar udara yang ada di sekitarnya agar dapat memenuhi rongga paru-paru yang rasanya semakin sempit saja.

"Gas, listrik, susu Rafif, dan semua kebutuhannya aku yang menanggung. Lantas untuk beras yang Abang sendiri ikut menikmatinya juga aku yang harus menanggungnya?"

Kinan meraung dalam isakan tangisnya.  Untung saja, Rafif masih tertidur di dalam kamarnya. Putera semata wayang suami istri itu melanjutkan tidurnya setelah minum susu selepas Subuh tadi.

"Selama ini memang seperti itu kan, Dek? Uang gajimu untuk kebutuhan rumah tangga. Uang gajiku untuk membayar angsuran bank. Kamu lupa kalau rumah warisan ini kita beli dengan meminjam uang ke bank? Abang juga mengumpulkan sisa gaji Abang untuk membeli mobil. Bukan untuk foya-foya."

Ardi bingung dengan semua ini.  Selama ini Kinan tak pernah mengungkit-ungkit masalah uang dalam rumah tangga mereka. Wanita ayu yang menjadi istrinya itu mempunya profesi ganda. Senin sampai Jumat, Kinan menjadi guru taman kanak-kanak tak jauh dari rumah mereka. Hari Minggu seringkali dimanfaatkan Kinan untuk mencari tambahan dengan menjadi penyanyi di acara-acara resepsi pernikahan. 

Rafif biasanya akan dititipkan Kinan pada tetangganya saat dia bekerja. Pada hari Minggu jika mendapat orderan manggung, Kinan akan memberi tambahan kepada janda beranak satu yang telah mengasuh puteranya itu.

"Itulah salahku, Bang! Aku istri yang bodoh membiarkan dirinya menjadi tulang punggung keluarga."

Nyalang mata Kinan menatap Ardi yang sama sekali masih merasa tak salah.

"Siapa yang bilang kamu tulang punggung, Dek? Kita bahu membahu. Itu yang benar. Abang mengizinkan kamu bekerja agar dapat tetap membantu perekonomian keluarga kita. Lantas ... dimana salahnya? Abang benar-benar tak mengerti."

Kinan merasa ubun-ubunnya benar-benar telah terbakar. Laki-laki yang berhadapan dengannya ini hanya fisiknya yang normal, tapi jiwanya tidak. Apakah ini terjadi karena Kinan yang selama ini membiarkan begitu saja semuanya? Harusnya dari awal pernikahan Kinan tak membiarkan perlakuan Ardi ini terjadi. Harusnya Kinan mampu tegas dengan cara pengelolaan uang di rumah tangga mereka sejak dini.

Kinan berdiri dari duduknya. Berjalan perlahan dengan lelehan bulir bening di wajahnya. Membuka pintu kamar Rafif dan menguncinya dari dalam. Dirinya harus tetap waras. Memeluk Rafif merupakan salah satu cara menjaga kewarasannya.

Sayup terdengar ucapan di balik pintu kamar.

"Dek, nasi gorengnya Abang habiskan saja ya! Sayang mubazir kalau dibiarkan seperti ini! Apalagi nanti kalau sudah dingin."

Kinan memilih menutup indera pendengarannya dengan bantal. Gila. Hanya kata itu yang mampu diucapkannya.

Pagi ini tak ada nasi goreng yang  masuk ke perutnya. Air mata menjadi sarapannya di pagi Minggu ini. Haruskah Kinan merasa menyesal telah menikah dengan Ardi?

Related chapters

  • RAHASIA SUAMIKU   Lelah

    "Assalamu'alaikum, Bang."Tak ada balasan salam yang didengarnya. Kinan membuka pintu ruang tamu setelah menyimpan flat shoes coklatnya di rak sepatu yang tepat berada di pintu masuk.Isi rumah tampak sepi. Tak ada terdengar aktivitas apapun di dalamnya. Kinan melihat ke arah dapur. Tak ada siapapun di sana.Melangkahkan kakinya menuju kamar tidur, sayup Kinan menangkap suara celoteh khas Rafif dari balik pintu. Ada sedikit kelegaan di hatinya.Perlahan Kinan membuka pintu kamar yang sedikit tertutup. Matanya membelalak, takjub melihat pemandangan yang ada ruangan dengan luas  sembilan meter persegi itu.Rafif, putra kesayangannya itu sungguh hampir tak terlihat wajahnya. Duduk di atas kasur tipis yang memang sering digunakannya untuk bermain dengan taburan serbuk putih menutupi raut wajah bocah itu. Sementara itu, tak jauh dari Rafif tampak sang suami. Laki-laki itu dengan santainya memainkan jemari pada layar pipih yang ada di genggaman

    Last Updated : 2022-07-27
  • RAHASIA SUAMIKU   Istri Bayangan

    Kinan menghabiskan Minggu sorenya dengan berkutat di halaman depan rumah tak terlalu luas. Mencoba menenangkan hati setelah insiden iuran sampah kemarin. Wanita muda itu pun tak terlalu menanggapi suami tak tahu malunya itu.Merapikan susunan pot tanaman hias yang mulai tak teratur, mencabuti rumput liar yang tumbuh di beberapa pot, dan tak lupa memangkas pucuk tanaman yang sudah terlihat menguning. Koleksi tanaman hiasnya tak banyak, tapi cukup menghibur hati di kala sedang tak bersahabat.Melihat Rafif yang asyik dengan mainan mobil-mobilan berwarna kuningnya, hati Kinan sedikit tenang. Yang terpenting anaknya bahagia saat ini. Tak perlu menggugat nasib yang sedang dijalaninya.Perlahan tangan Kinan memotong beberapa tangkai daun asparagus yang tak lagi berwarna hijau. Setelah itu mencongkel tanah di pot tanaman wijaya kusuma yang sedang rimbun dengan kuncupnya. Saat tengah malam nanti kuncup-kuncup itu akan berubah bentuk menjadi bunga putih yang bermek

    Last Updated : 2022-07-27
  • RAHASIA SUAMIKU   Luapan Rasa

    "Selama lima tahun menikah kamu tak pernah tahu berapa gaji Ardi? Maksudnya bagaimana, Nan?"Kinan tak menjawab. Tapi Dinda yakin isakan tangis yang dikeluarkan wanita di hadapannya itu menjawab segalanya. Kinan menutupi sesuatu, Dinda meyakini itu."Kalau kamu percaya pada Kakak, bicaralah! Ungkapkan semua yang kamu pendam! Tak baik menyimpannya sendiri. Kakak yakin, kamu menutupi sesuatu, Nan!" ucap Dinda seraya mengeratkan pelukannya pada Kinan.Tak ada jawaban. Hanya raungan tangis yang semakin jelas terdengar, walau Dinda tahu Kinan berusaha menahannya."Kita masuk ke dalam saja, Nan! Tak enak dilihat orang yang lewat nantinya."Dinda menguraikan pelukannya. Mengangkat tubuh Rafif masuk ke dalam rumah melalui pintu depan. Ruang tamu yang kebetulan tak terkunci memudahkan gerakan Dinda. Setelah memindahkan tubuh Rafif, Dinda pun ikut memindahkan beberapa mainan Rafif dari teras tadi. Beruntung, batita itu tak banyak tin

    Last Updated : 2022-07-27
  • RAHASIA SUAMIKU   Emosi

    Kinan keluar dari kamar setelah menidurkan Rafif. Batita itu tampaknya kelelahan setelah bermain dengan banyak robot mainan baru dari Dinda.Membuka tudung saji yang ada di atas meja makan, Kinan menemukan dua potong ikan bawal masih tersisa di mangkuk. Kinan memasukkan mangkuk berisi potongan bawal lempah kuning nanas itu ke dalam kulkas. Sayang, mubazir jika dibuang. Dia memilih tak makan malam karena masih kenyang setelah menikmati beberapa potong empek-empek sebelum kedatangan Dinda tadi sore. Tampak Ardi duduk di depan televisi sambil memainkan gawainya. Tak jelas aktivitasnya saat ini. Acara televisi ataukah gawainya yang menjadi pilihan. Kinan menyiapkan beberapa perlengkapan untuk mengajarnya besok pagi."Mukamu sembab, Dek. Kamu habis menangis?" tanya Ardi sembari tetap menggerakkan jemarinya di layar pipih miliknya itu.Kinan tak menyadari jika bekas tangisannya tadi sore masih meninggalkan jejak di wajah putihnya. "Dek ... Ab

    Last Updated : 2022-08-02
  • RAHASIA SUAMIKU   Tulang Rusuk Yang Patah

    Kinan melanjutkan pertanyaannya. Berharap rasa penasarannya akan terjawab. Mungkin sekarang ini saatnya untuk meluapkan emosi yang selama ini terlah bergumul di dadanya. "Iya ... Kalau cukup uangnya, Abang berencana ingin berkebun sawit. Lumayanlah pengisi hari Sabtu dan Minggu. Lagi pula itu bentuk investasi keluarga kita. Abang selalu berpikir untuk jangka panjang. Bukan hanya sekarang saja."Ardi merasa tak ada yang salah dengan rencananya. Dia bertanggung jawab pada masa depan keluarganya. Bahkan sejak saat ini, semua itu telah dipersiapkannya. Toh dia juga menggunakan uang tabungannya sendiri, tak meminta pada Kinan. Hasil biji sawit yang terjual nanti dapat ditabung kembali untuk masa depan mereka. Dimana letak salahnya?"Abang hebat ya! Abang punya tabungan, tapi aku sebagai istri menghabiskan seluruh uang yang kudapat untuk kebutuhan rumah tangga kita. Aku ini tulang rusuk, Bang. Bukan tulang punggung. Bukan kepala keluarga yang harus menafkahi ke

    Last Updated : 2022-08-02
  • RAHASIA SUAMIKU   Lelah?

    Seminggu berlalu sejak Kinan mulai mencoba mengungkapkan isi hatinya pada sang suami. Tak ada perubahan yang dirasakan Kinan atas diri Ardi. Belanja kebutuhan sehari-hari tetap Kinan lakukan walau kadang dengan perasaan dongkol. Tapi jika tak belanja, dirinya dan Rafif harus makan apa?Percuma berharap kepada manusia yang hatinya bagaikan batu seperti Ardi. Hanya melelahkan saja untuk berbicara banyak hal terkait tanggung jawab padanya, tak ada gunanya. Yang ada ubun-ubun akan dipenuhi emosi saja nantinya.Kinan memasuki rumah yang tampak sepi. Jam mungil di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul empat sore. Rasa lelah benar-benar mendera tubuhnya. Hari Minggu yang harusnya digunakan untuk beristirahat dihabiskan Kinan untuk manggung di hajatan nikah. Bernyanyi, menyalurkan bakat sekaligus menyalurkan emosi agar tak memicu stres. Dan yang paling penting juga, ada beberapa lembar helaian biru yang akan Kinan terima setelah itu. Lumayan untuk belanja satu ming

    Last Updated : 2022-08-03
  • RAHASIA SUAMIKU   Sebuah Rahasia

    Kinan bersuara sembari menatap wajah Yuk Diana. Memastikan jika ucapan wanita itu tak salah."Ayuk bukannya tak tahu, bagaimana Ardi memperlakukanmu selama ini. Ayuk mengenal Ardi sudah sejak lama. Bukan baru sekarang seperti dirimu."Kinan mulai mengerti arah pembicaraan wanita yang ada di hadapannya. Tapi rasanya, tak elok membuka aib suami sendiri kepada orang lain. Sekecewa apa pun dirinya pada Ardi, Kinan harus tetap menghargai laki-laki yang bergelar suaminya itu. Aib rumah tangga tentunya akan menjadi rahasia suami dan istri saja. Tak patut rasanya diumbar kepada siapa pun tentunya. Sesakit dan sekecewa apa pun dirinya pada sikap dan perlakuan lelaki itu, tetap saja status itu masih disandangnya sampai sekarang. Masih kewajibannya untuk menjaga keburukan lelaki itu."Ardi baik pada Kinan, Yuk. Mengapa Ayuk sampai berpikir Ardi memperlakukan Kinan dengan buruk?" Kinan mencoba berkelit. Aktivitas makan rujak tetap dilanjutkannya, seolah tak ada beban

    Last Updated : 2022-08-03
  • RAHASIA SUAMIKU   Restu

    Sejak perbincangannya dengan Yuk Diana sore itu, batin Kinan semakin tak tenang. Hatinya selalu menduga-duga, apakah yang dikatakan Yuk Diana itu benar adanya? Apakah Ardi benar-benar telah melakukan perbuatan itu hanya untuk mendapatkan dirinya?Bukan hanya sekali atau dua kali, berkali-kali Kinan mendapatkan pertanyaan tentang pilihannya untuk melabuhkan hati pada Ardi. Bukan hanya dari orang lain, bahkan dari kedua orang tuanya sendiri. Bahkan sejak awal dirinya memohon restu."Kamu yakin mau menikah dengan Ardi, Nan? Maaf ... bukan Bapak tak setuju dengan pilihanmu. Bapak juga bukan tipikal memilih-memilih menantu. Yang penting anak Bapak bahagia, itu yang utama."Tampak Bapak menarik napas dalam-dalam. Putri pertamanya sudah dewasa, sudah layak untuk berumah tangga. Namun entah mengapa, hati kecilnya merasa tak rela dengan pilihan hati gadisnya."Perkenalanmu dengan Ardi baru enam bulan, cukup singkat bagi Bapak dan Ibu. Kamu sarjana, Nan. Se

    Last Updated : 2022-08-04

Latest chapter

  • RAHASIA SUAMIKU   Rahasia Yang Akhirnya Terungkap (ENDING)

    "Bang,dimana kau!" pekik Kinan dengan langkah yang tergesa. Mengabaikan tatapan heran dia lelaki yang memandangnya sejak mematikan mesin motor tadi. Tak peduli tanah yang sedikit becek akibat hujan sesaat barusan, Kinan tak dapat lagi menahan lama-lama emosi yang menggelegak di dadanya. Pernyataan yang disampaikan Fauzan tadi benar-benar membuatnya naik pitam. Mengapa sosok itu harus dia? Bukankah selama ini lelaki itu yang seolah menjadi sahabat dekat mendiang suaminya? Hanya berpura-pura ternyata. Lelaki itu tak lebih dari manusia munafik. Berpura-pura baik, menikam dari belakang. Kinan sempat tercengang saat mendengar nama yang disebutkan Fauzan itu. Menggelengkan kepala menunjukkan ketidakpercayaannya. Bahkan Kinan sempat meminta Fauzan mengulanginya kembali. Memastikan agar lelaki itu tak salah mengeja nama yang akhirnya akan menjadi fitnah. Namun Fauzan mempertegas semuanya. Gendang telinganya tak salah menangkap gelombang suara. Sosok i

  • RAHASIA SUAMIKU   Pengakuan

    Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Fauzan. Lelaki itu tampak merasa serba salah. "Mengapa Abang tak menjawab pertanyaanku? Jangan bilang Abang menyesal telah mengatakan semua ini kepadaku!" tukas Kinan dengan tegas. Tatapan mata Kinan semakin menghujam. Membuat Fauzan semakin gelisah. Helaan napas panjang Fauzan terdengar jelas di tengah pemakaman yang sepi tanpa peziarah lainnya. Tampak beban berat seolah menggurat di wajah lelaki itu. "Abang tak bilang begitu. Hanya saja, Abang pikir semua kisah itu telah terungkap tanpa sisa. Ternyata Abang salah. Harusnya Ardi pergi tanpa belenggu rasa bersalah yang selalu membebaninya."Kinan mengernyitkan dahinya. Tak lama kemudian tangan kanannya bergerak ke arah pelipis. Memijatnya perlahan untuk menghalau rasa sakit yang mulai mendera. "Aku tak paham apa yang Abang katakan. Mungkin lebih baik Abang katakan saja langsung. Tak perlu berbelit-belit. Lagi pula aku tak ingin berlama-

  • RAHASIA SUAMIKU   Siapa Pelakunya?

    Fauzan tampak tersentak. Sepertinya tak menduga jika Kinan akan menanyakan hal ini kepadanya. "Mengapa Abang terlihat terkejut? Abang pikir … aku tak tahu semua itu? Aku tahu, bukan tak tahu apa-apa seperti yang Abang pikirkan."Kinan mencoba menepis keraguan di hati Fauzan. Dirinya tahu tentang masa lalu suaminya. Pun dirinya mencoba berdamai dengan semua itu. Walaupun perceraian yang semoga menjadi penyelesaiannya saat itu. "Setelah Ardi pergi? Atau justru saat awal kalian menikah dulu?"Kinan menggelengkan kepalanya. Perlahan namun pasti. "Bukan keduanya. Aku tahu beberapa waktu sebelum kepergian almarhum. Dan itu pun secara tak sengaja. Berawal dari banyak hal yang memang almarhum coba sembunyikan.  Namun Allah punya kehendak, yang mungkin tak sama seperti yang kita harapkan."Kembali Fauzan tertegun. Tak mampu lagi berkata apa-apa. "Aku tak akan dan tak sedang ingin membicarakan hal itu lagi. Aku hanya ingin mem

  • RAHASIA SUAMIKU   Teman Lama

    Beranjak dari posisi berjongkok, Kinan masih tertegun. Tak mengenal sosok yang ada di belakangnya. Bahkan setelah Kinan membalikkan tubuhnya, tetap saja tak ada ingatan yang tersisa tentang lelaki ini. "Maaf … Abang siapa? Mengenal almarhum suami saya?" tanya Kinan sembari menunjukkan raut wajah bingungnya. Dahinya mengernyit mencoba menguatkan kerja memori otaknya. "Ini makam Ardi kan? Soalnya petunjuk yang aku dapatkan tadi menunjukkan arah ini."Seolah tak peduli dengan pertanyaan Kinan, lelaki itu memajukan tubuh dan menajamkan netranya. Kacamata hitam yang tadi dikenakannya berpindah tempat. Tak lagi menempel di hidung, melainkan menggantung di kancing kemeja kotak-kotak yang dikenakannya."Tak salah lagi. Benar, ini makam Ardi."Lirih lelaki itu berkata sembari menurunkan tubuhnya. Mengambil posisi berjongkok di tempat yang tadinya ditempati oleh Kinan. Bibir lelaki itu berkomat-kamit. Kedua telapak tangannya menengadah.

  • RAHASIA SUAMIKU   Siapa Dia?

    Kinan menatap pilu nisan yang masih terbuat dari sebilah papan. Nama suaminya tertulis di sana. Tanah kuning di hadapannya belum sempurna mengering. Masih membasah, sama seperti hatinya yang belum juga mampu menerima kepergian lelaki ini sepenuhnya. Kepergian lelaki ini masih meninggalkan duka di hatinya. Tak pernah disangka jika mereka sedang dalam situasi tak baik ketika lelaki ini harus pergi selamanya. Itu yang paling menimbulkan penyesalan terbesar di hati Kinan hingga saat ini. Perceraian mereka memang urung terjadi. Namun kenyataan pahit ini jauh lebih menyesakkan dadanya. "Bang … bantu aku! Berikan petunjuk padaku! Aku sedang berjuang membuktikan jika dirimu tak salah kala itu. Sesuai apa yang kamu tuliskan dalam surat itu. Tapi apalagi yang dapat aku lakukan saat ini, Bang? Aku tak tahu bagaimana lagi harus mencari petunjuknya. Aku gagal, Bang."Tak hanya isakan tangis, Kinan juga menumpahkan air matanya. Area pemakaman yang sepi membuat Kinan m

  • RAHASIA SUAMIKU   Mengulang Cerita

    Arman tercengang. Sepasang mata lelaki itu tampak terbelalak. Rahangnya mengeras. Bahkan ekor netra Kinan masih mampu menangkap gerakan terkepalnya telapak kedua tangan lelaki itu. "Abang terkejut aku tahu semuanya? Abang salah jika berpikir akan dapat menutupi bangkai selamanya."Kinan tersenyum sinis. Bentuk penguatan pada diri sendiri agar tak terlihat lemah di hadapan Arman. Kedok lelaki ini harus terbuka sekarang juga. "Pasti Hanif yang mengatakan kepadamu. Benar kan, Nan?" tanya Arman dengan lirih sembari mengacak rambutnya dengan kasar. Kinan diam. Satu hal yang dapat ditangkap dirinya atas ucapan Arman itu. Lelaki ini hanya mengatakan semua itu pada Hanif dan keluarganya. Tidak pada orang lain. "Setidaknya lelaki itu lebih jujur dibandingkan Abang."Kalimat yang singkat itu mengalir dari bibir Kinan. Namun mampu meluluhlantakkan hati Arman seketika. Sebegitu rendahkah dirinya di mata Kinan sekarang? "Kamu ta

  • RAHASIA SUAMIKU   Kejujuran

    Arman terperanjat. Kelihatan sekali jika laki-laki itu tak menyangka atas kalimat yang diucapkan Kinan. "Abang terkejut? Atau pura-pura terkejut? Masih ingin bersandiwara?" lanjut Kinan seolah tak memberi Arman kesempatan untuk bicara. Arman tampak gugup. Sesaat. Kembali berusaha menguasai diri. Namun Kinan  mampu menangkap segala perubahan raut wajahnya lelaki itu dengan seksama. "Tak perlu gugup. Tak perlu berdalih untuk menutupi kebohongan Abang. Aku sudah tahu semuanya, Bang."Kali ini Kinan menurunkan nada suaranya. Sedikit melemah walaupun dengan telapak tangan yang terkepal. "Jika Abang tanya perasaanku setelah mengetahui semua ini, jujur aku kecewa. Kecewa pada sikap Abang. Kecewa pada pilihan yang Abang buat bertahun silam."Kinan menyunggingkan senyum sinisnya. Kembali menegakkan wajah ke arah Arman yang tampak kikuk seketika. "Abang masih belum paham arah pembicaraanmu ini, Nan. Semoga apa pun yang ada di

  • RAHASIA SUAMIKU   Topeng

    "Maksudmu? Abang tak paham. Bukankah apa yang Abang ketahui sudah Abang jelaskan semua kepadamu?"Arman yang muncul selang lima menit kemudian tampak terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan Kinan itu. Kinan yang memilih tetap berdiri sama sekali tak ada niat untuk menyampaikan basa-basi. "Abang tak usah lagi berpura-pura. Tak usah berlagak tak tahu apa-apa."Mengernyitkan dahi, Arman sepertinya masih mencoba berlagak tak paham arah pembicaraan Kinan ini. "Abang memang tak tahu apa-apa, Nan. Lagipula kisah itu sudah lama. Sudah jelas apa yang terjadi sebenarnya. Mengapa kamu mengungkit-ungkitnya lagi?"Arman mengambil posisi duduk. Berharap hal yang sama dilakukan Kinan. Tak elok rasanya bicara sambil berdiri. "Abang bertanya mengapa aku mengungkitnya? Atau Abang memang sengaja ingin mengubur kisah itu agar dilupakan orang begitu saja?" Kali ini Kinan menegakkan wajahnya. Menghujam Arman dengan netranya yang se

  • RAHASIA SUAMIKU   Bertemu Arman

    Kinan menatap tegak bangunan yang ada di hadapannya. Kali kedua menginjakkan kaki ke halaman ini, namun perasaannya sungguh berbeda. Jika dulu langkahnya diiringi kekhawatiran, sekarang sungguh berbeda. Tak ada rasa khawatir yang dirasakannya sama sekali. Justru semangat yang menggebu ingin bertemu dengan sang pemilik rumah. Kecurigaannya jelaslah bukan tanpa alasan. Bukan tanpa dasar. Ada banyak hal mengganjal yang layak disebut sebagai bahan pertimbangan. "Ingin bertemu siapa, Yuk?"Kinan menolehkan kepalanya ke arah samping kiri. Posisi asal sumber suara yang menegurnya tadi. Seorang wanita yang hampir sebaya dengan Yuk Diana tampak berdiri tegak. Menatap Kinan dengan sedikit curiga. Kjnan tak marah. Wajar saja itu dilakukan wanita yang sepertinya merupakan pekerja rumah tangga di bangunan di hadapannya ini. Wanita ini tentu mendapat amanah untuk memastikan para tamu yang datang tak salah orang. Tak salah sasaran. "Pak Ar

DMCA.com Protection Status