Share

Luapan Rasa

Penulis: Buluh Perindu
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-27 11:11:51

"Selama lima tahun menikah kamu tak pernah tahu berapa gaji Ardi? Maksudnya bagaimana, Nan?"

Kinan tak menjawab. Tapi Dinda yakin isakan tangis yang dikeluarkan wanita di hadapannya itu menjawab segalanya. Kinan menutupi sesuatu, Dinda meyakini itu.

"Kalau kamu percaya pada Kakak, bicaralah! Ungkapkan semua yang kamu pendam! Tak baik menyimpannya sendiri. Kakak yakin, kamu menutupi sesuatu, Nan!" ucap Dinda seraya mengeratkan pelukannya pada Kinan.

Tak ada jawaban. Hanya raungan tangis yang semakin jelas terdengar, walau Dinda tahu Kinan berusaha menahannya.

"Kita masuk ke dalam saja, Nan! Tak enak dilihat orang yang lewat nantinya."

Dinda menguraikan pelukannya. Mengangkat tubuh Rafif masuk ke dalam rumah melalui pintu depan. Ruang tamu yang kebetulan tak terkunci memudahkan gerakan Dinda. 

Setelah memindahkan tubuh Rafif, Dinda pun ikut memindahkan beberapa mainan Rafif dari teras tadi. Beruntung, batita itu tak banyak tingkah.

Terlihat Kinan mulai mengangkat tubuhnya perlahan. Tampak jelas di mata Dinda, wanita yang selama ini terlihat tegar itu sedang dalam kondisi tak baik.

"Kamu dapat bercerita jika memang itu dapat mengurangi resah yang kau rasa, Nan!" Perlahan Dinda kembali mencoba menenangkan Kinan dengan duduk di sampingnya. Merangkul bahu Kinan untuk membagi kekuatan yang ada pada dirinya. 

"Ini aib keluargaku, Kak! Tak pantas aku membukanya." Isak tangis terdengar lirih menyertai ucapan Kinan.

"Kakak tak memaksa. Kakak hanya menawarkan saja padamu jika hendak berbagi rasa. Kakak sudah menganggapmu seperti adik sendiri. Aib keluargamu, aib keluarga Kakak juga artinya. Insya Allah, Kakak amanah! Kakak rasa bercerita akan mengurangi beban yang kamu rasa saat ini, Nan." Dinda mengelus pundak Kinan berkali-kali. Mencoba menenangkan hati wanita yang mungkin saat ini sedang terpuruk menyimpan semua lukanya sendiri.

Kinan memiringkan tubuhnya. Netranya beradu dengan bening mata Dinda. Kinan mencoba meyakinkan dirinya, haruskah membuka kisah rumah tangganya?

Dinda tersenyum, mencoba meyakinkan Kinan bahwa dirinya berharap yang terbaik untuk wanita yang dia tahu tak punya saudara di daerah ini.

"Jaga aib keluargaku, Kak!" pinta Kinan dengan wajah memelas.

Dinda menganggukkan kepalanya. Lagi-lagi tersenyum seolah terus memberi kekuatan pada Kinan untuk membuka kisah yang selama ini dipendamnya sendiri.

"Kakak percaya jika aku tak pernah tahu berapa besar gaji Bang Ardi setiap bulannya?"

Dinda tak menjawab. Hanya mengernyitkan dahi, tanda tak mengerti.

"Lima tahun pernikahanku, Bang Ardi tak pernah memberikan uang gajinya kepadaku."

Dinda membelalakkan matanya. Cukup menunjukkan tanda bahwa pernyataan Kinan sungguh mengejutkannya.

"Semua kebutuhan rumah tangga ini aku yang menutupinya dengan gajiku. Termasuk dengan honor yang kudapat saat dapat orderan manggung bersama kelompok Bang Iwan."

Kinan dan Dinda memang cukup beruntung. Bekerja di sebuah Taman Kanak-kanak yang cukup terkenal di daerah mereka, membuat penghasilan mereka jauh lebih tinggi dari rata-rata gaji guru Taman Kanak-kanak lainnya. Tempat pendidikan sekaligus penitipan itu menyediakan jasa layanan yang sangat membantu para orang tua yang bekerja sampai sore hari. Tak heran, banyak yang memilih sekolah mereka sebagai tempat pendidikan putra-putrinya.

Jika Senin sampai Jumat mereka bergelut dengan anak-anak didik sampai pukul empat sore, hari Sabtu mereka dapat pulang lebih cepat. Jam dua belas siang aktivitas pembelajaran selesai. Pekerjaan yang lelah, namun sebanding dengan penghasilan yang mereka terima tiap bulannya. Di atas Upah Minimum Rata-rata yang ada.

"Astagfirullah ... kamu serius, Nan?"

Dinda jelas-jelas sangat terkejut. Matanya sampai membulat dan mulutnya terbuka sesaat. Terperangah mendengar kisah pilu Kinan.

"Kamu memangnya tak pernah meminta, Nan? Ardi waras kan? Atau jangan-jangan laki-laki itu otaknya tak penuh!" ujar Dinda dengan nada geram. 

Isakan tangis lagi-lagi terdengar dari bibir Kinan. 

"Tentu pernah, Kak. Di awal pernikahan kami Ardi memang masih tak membebankan urusan tangga padaku. Mungkin karena aku belum bekerja saat itu, setelah berhenti dari pekerjaanku sebelum menikah dengannya. Aku hanya mengeluarkan uang tabunganku yang tersisa sedikit untuk membeli keperluan pribadiku saja. Semua kebutuhan rumah tangga, Bang Ardi sudah menyediakannya. Jadi aku tinggal memasak dengan bahan-bahan yang sudah dibelikannya."

Mata Kinan menerawang. Pandangannya lurus ke depan. Tapi jelas sekali terlihat, wanita itu mencoba mengurai kisah yang selama ini ditutupnya rapat-rapat. Lagi-lagi dengan dalih itu adalah aib keluarga.

"Tapi setelah aku mulai bekerja lagi, semua kebutuhan rumah tangga seolah-olah adalah tanggung jawabku, Kak. Uang belanja kebutuhan rumah tangga dialihkan Bang Ardi untuk tabungan kami."

Kinan mengurai kisahnya dalam isakan. Sebenarnya berat bagi Kinan untuk membuka kisah ini kepada orang lain. Namun saat ini, dadanya terasa sesak. Dia harus melepaskan sedikit beban yang menghimpit dadanya.

"Untuk kebutuhan sehari-hari kalian juga, Nan?" Dinda bertanya seraya menyodorkan kotak tisu yang diambilnya dari atas meja.

Tak menjawab, Kinan hanya menganggukkan kepala. 

"Padahal Ardi juga menikmati semua masakan yang sajikan, bukan? Apa memang Ardi tak punya rasa malu lagi, menikmati jerih payah istri setiap harinya?"

Lagi-lagi Kinan tak menjawab. Kali ini kedua telapak tangannya menutup wajah yang penuh air mata itu. Untung saja, Rafif belum terlalu mengerti kondisi yang terjadi saat ini. Sibuk dengan mainan robot-robotnya, tak terlalu memperhatikan ibunya.

Dinda menarik napas dalam-dalam. Tak menyangka mendengar semua kisah Kinan, wanita yang begitu rapi menyimpan lukanya.

"Setiap aku menyinggung tentang pendapatanku yang habis untuk belanja kebutuhan rumah, Bang Ardi akan mengungkit tentang pekerjaanku. Memang benar, aku bekerja di sekolah kita salah satunya karena rekomendasi paman Bang Ardi. Beliau kebetulan kenal dengan ketua yayasan. Dan itu seakan dijadikan senjata oleh Bang Ardi, seolah-olah yang aku peroleh juga berkat bantuan keluarganya.

"Paman Ardi? Pak Imam maksudmu? Setahu Kakak, beliau memang kenal dengan Pak Agung, ketua yayasan. Tapi Pak Agung tipikal orang yang tak mau menerima seseorang untuk  bergabung di yayasan, walaupun atas rekomendasi. Beliau akan tetap menerima pegawai berdasarkan hasil seleksi. Murni, tak bisa diganggu gugat."

Kinan cukup terkejut mendengar pernyataan Dinda.

"Kakak yakin?" Kinan mengangkat wajahnya yang yang ditempeli beberapa potongan tisu.

"Yakin, bahkan seyakin-yakinnya! Soalnya Kakak kan duluan bekerja dari kamu di sana, Nan. Pernah ada seseorang yang melamar dengan menggunakan rekomendasi pak Bupati. Namun hasil tes akademik dan wawancaranya peringkat ke empat, sedangkan yang dibutuhkan cuma dua, jadi gadis itu tidak diterima."

Kinan semakin tersedu. Ternyata selama ini dirinya tak pernah berhutang budi pada keluarga Ardi. Apakah Ardi tahu tentang hal ini? Atau itu hanya senjata Ardi semata untuk menekannya? Mengungkit-ungkit masalah hutang budi yang sebenarnya tak pernah ada. Jika benar semua itu, sungguh Kinan tak akan memaafkan laki-laki itu.

"Orang tuamu tahu tentang semua ini, Nan?"

Hanya gelengan kepala yang menjadi jawaban Kinan atas pertanyaan yang diajukan Dinda. Tak perlu mengeja kata, Dinda pasti tahu maknanya.

"Kakak boleh menanyakan sesuatu padamu? Mungkin agak sensitif. Tapi sejak pertama mengenalmu, pertanyaan ini sudah ada. Hanya saja, Kakak tak nyaman menyampaikannya."

Kinan kembali menoleh ke arah Dinda. Memicingkan mata seolah bingung dengan arah pertanyaan yang akan disampaikan. Tapi tak urung, kepalanya mengangguk.

"Kenapa kamu memilih Ardi sebagai suami? Dari segi fisik saja, kamu cantik, Nan! Kakak yakin, banyak laki-laki yang menginginkan dirimu untuk dijadikan istri dulunya. Satu hal lagi, kamu sarjana. Kok bisa-bisanya menikah dengan Ardi yang cuma tamatan paket C saja? Bukan maksud Kakak merendahkan Ardi, tapi semua orang berpikir seperti Kakak. Timpang seperti itu, Nan! Semua orang di daerah sini tahu semua tentang kehidupan Ardi selama ini," ucap Dinda dengan nada kesal.

Kinan hanya mampu menarik napas panjang. Dalam-dalam, mencoba mengisi rongga jantungnya dengan suplai oksigen yang penuh.

"Rahasia Allah, Kak. Kita tak pernah mampu merancang takdir. Dan inilah takdirku, Kak."

Dinda hanya mampu menyimpan rasa kecewa akibat pertanyaan yang mendapat jawaban tak seperti yang diharapkannya. Bagi Dinda, Kinan sungguh luar biasa, masih mampu menjalani takdir yang sungguh benar-benar tak berpihak padanya.

Bab terkait

  • RAHASIA SUAMIKU   Emosi

    Kinan keluar dari kamar setelah menidurkan Rafif. Batita itu tampaknya kelelahan setelah bermain dengan banyak robot mainan baru dari Dinda.Membuka tudung saji yang ada di atas meja makan, Kinan menemukan dua potong ikan bawal masih tersisa di mangkuk. Kinan memasukkan mangkuk berisi potongan bawal lempah kuning nanas itu ke dalam kulkas. Sayang, mubazir jika dibuang. Dia memilih tak makan malam karena masih kenyang setelah menikmati beberapa potong empek-empek sebelum kedatangan Dinda tadi sore. Tampak Ardi duduk di depan televisi sambil memainkan gawainya. Tak jelas aktivitasnya saat ini. Acara televisi ataukah gawainya yang menjadi pilihan. Kinan menyiapkan beberapa perlengkapan untuk mengajarnya besok pagi."Mukamu sembab, Dek. Kamu habis menangis?" tanya Ardi sembari tetap menggerakkan jemarinya di layar pipih miliknya itu.Kinan tak menyadari jika bekas tangisannya tadi sore masih meninggalkan jejak di wajah putihnya. "Dek ... Ab

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-02
  • RAHASIA SUAMIKU   Tulang Rusuk Yang Patah

    Kinan melanjutkan pertanyaannya. Berharap rasa penasarannya akan terjawab. Mungkin sekarang ini saatnya untuk meluapkan emosi yang selama ini terlah bergumul di dadanya. "Iya ... Kalau cukup uangnya, Abang berencana ingin berkebun sawit. Lumayanlah pengisi hari Sabtu dan Minggu. Lagi pula itu bentuk investasi keluarga kita. Abang selalu berpikir untuk jangka panjang. Bukan hanya sekarang saja."Ardi merasa tak ada yang salah dengan rencananya. Dia bertanggung jawab pada masa depan keluarganya. Bahkan sejak saat ini, semua itu telah dipersiapkannya. Toh dia juga menggunakan uang tabungannya sendiri, tak meminta pada Kinan. Hasil biji sawit yang terjual nanti dapat ditabung kembali untuk masa depan mereka. Dimana letak salahnya?"Abang hebat ya! Abang punya tabungan, tapi aku sebagai istri menghabiskan seluruh uang yang kudapat untuk kebutuhan rumah tangga kita. Aku ini tulang rusuk, Bang. Bukan tulang punggung. Bukan kepala keluarga yang harus menafkahi ke

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-02
  • RAHASIA SUAMIKU   Lelah?

    Seminggu berlalu sejak Kinan mulai mencoba mengungkapkan isi hatinya pada sang suami. Tak ada perubahan yang dirasakan Kinan atas diri Ardi. Belanja kebutuhan sehari-hari tetap Kinan lakukan walau kadang dengan perasaan dongkol. Tapi jika tak belanja, dirinya dan Rafif harus makan apa?Percuma berharap kepada manusia yang hatinya bagaikan batu seperti Ardi. Hanya melelahkan saja untuk berbicara banyak hal terkait tanggung jawab padanya, tak ada gunanya. Yang ada ubun-ubun akan dipenuhi emosi saja nantinya.Kinan memasuki rumah yang tampak sepi. Jam mungil di pergelangan tangannya sudah menunjukkan pukul empat sore. Rasa lelah benar-benar mendera tubuhnya. Hari Minggu yang harusnya digunakan untuk beristirahat dihabiskan Kinan untuk manggung di hajatan nikah. Bernyanyi, menyalurkan bakat sekaligus menyalurkan emosi agar tak memicu stres. Dan yang paling penting juga, ada beberapa lembar helaian biru yang akan Kinan terima setelah itu. Lumayan untuk belanja satu ming

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-03
  • RAHASIA SUAMIKU   Sebuah Rahasia

    Kinan bersuara sembari menatap wajah Yuk Diana. Memastikan jika ucapan wanita itu tak salah."Ayuk bukannya tak tahu, bagaimana Ardi memperlakukanmu selama ini. Ayuk mengenal Ardi sudah sejak lama. Bukan baru sekarang seperti dirimu."Kinan mulai mengerti arah pembicaraan wanita yang ada di hadapannya. Tapi rasanya, tak elok membuka aib suami sendiri kepada orang lain. Sekecewa apa pun dirinya pada Ardi, Kinan harus tetap menghargai laki-laki yang bergelar suaminya itu. Aib rumah tangga tentunya akan menjadi rahasia suami dan istri saja. Tak patut rasanya diumbar kepada siapa pun tentunya. Sesakit dan sekecewa apa pun dirinya pada sikap dan perlakuan lelaki itu, tetap saja status itu masih disandangnya sampai sekarang. Masih kewajibannya untuk menjaga keburukan lelaki itu."Ardi baik pada Kinan, Yuk. Mengapa Ayuk sampai berpikir Ardi memperlakukan Kinan dengan buruk?" Kinan mencoba berkelit. Aktivitas makan rujak tetap dilanjutkannya, seolah tak ada beban

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-03
  • RAHASIA SUAMIKU   Restu

    Sejak perbincangannya dengan Yuk Diana sore itu, batin Kinan semakin tak tenang. Hatinya selalu menduga-duga, apakah yang dikatakan Yuk Diana itu benar adanya? Apakah Ardi benar-benar telah melakukan perbuatan itu hanya untuk mendapatkan dirinya?Bukan hanya sekali atau dua kali, berkali-kali Kinan mendapatkan pertanyaan tentang pilihannya untuk melabuhkan hati pada Ardi. Bukan hanya dari orang lain, bahkan dari kedua orang tuanya sendiri. Bahkan sejak awal dirinya memohon restu."Kamu yakin mau menikah dengan Ardi, Nan? Maaf ... bukan Bapak tak setuju dengan pilihanmu. Bapak juga bukan tipikal memilih-memilih menantu. Yang penting anak Bapak bahagia, itu yang utama."Tampak Bapak menarik napas dalam-dalam. Putri pertamanya sudah dewasa, sudah layak untuk berumah tangga. Namun entah mengapa, hati kecilnya merasa tak rela dengan pilihan hati gadisnya."Perkenalanmu dengan Ardi baru enam bulan, cukup singkat bagi Bapak dan Ibu. Kamu sarjana, Nan. Se

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-04
  • RAHASIA SUAMIKU   Prasangka

    Kinan melanjutkan gerakan tangannya yang sempat terhenti. Diambilnya piring dari rak. Saat hendak mengisi piringnya dengan lauk, lagi-lagi Kinan terperanjat. Lauk yang sudah dimasaknya tadi pagi hampir tak bersisa. Ayam yang dimasaknya dengan pucuk daun kedondong hanya tersisa beberapa potongan kecil saja. Tanpa daging sama sekali. Perut yang sudah terasa lapar memaksa Kinan tak banyak bicara. Diambilnya seluruh potongan ayam yang tersisa. Untung saja, pucuk daun kedondong yang ditambahkan dalam masakan khas daerah mereka itu cukup banyak. Cukup menjadi penambah lauknya siang menjelang sore itu. Daripada hanya sekadar makan nasi putih saja.Tepat suapan terakhirnya, Kinan melihat Ardi keluar dari kamar tidur. Raut wajahnya tenang, tak ada rasa bersalah. Wajahnya segar, berbanding terbalik dengan wajah Kinan yang menahan lapar dan rasa kesal."Abang habiskan lempah kuning ayamnya ya?"Kinan tak sabar mendapatkan jawaban atas praduganya. Sebenarnya

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-04
  • RAHASIA SUAMIKU   Sia-Sia

    Kinan meletakkan gawainya di atas kasur. Dua puluh menit Kinan menghabiskan waktu berbincang dengan ibunya. Tak bertatap muka secara langsung, namun cukup untuk mengobati rasa rindu di hati atas wanita yang telah melahirkannya itu. Jarak yang membentang di antara mereka. Meskipun di pulau yang sama namun tetap saja Kinan tak dapat sering-sering menemui orang tuanya. Ada tanggung jawab yang tak boleh diabaikannya.Saling bertukar kabar, Kinan tetap memilih menutup semua pedih dan rasa sakit hati atas perlakuan suaminya. Bagaimanapun, Ardi adalah pilihannya. Lelaki yang dipercayainya dengan sepenuh hati dan jiwa sebagai sandaran hidup untuk menua. Bukan hasil perjodohan orang tuanya. Apalagi ayahnya cukup merasa keberatan atas sosok laki-laki yang dipilihnya itu sejak awal. Restu itu terpaksa diberikan karena Kinan yang bersikeras.Kinan menghela napas panjang. Kabar yang disampaikan ibunya tadi cukup membuat otaknya berpikir keras. Bukan tentang kesehatan kedua oran

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-05
  • RAHASIA SUAMIKU   Adikmu, Bukan Adikku!

    "Aku minta sekali ini saja kamu mampu menggunakan hati dan otakmu, Bang! Aku mau kita memberikan uang untuk membantu resepsi Sekar nantinya. Paling tidak ... kita menyumbang satu pondok makanan nanti. Aku malu jika tak memberikan apa-apa, Bang! Aku bekerja, kamu juga bekerja. Tak mungkin kita tak menyumbang apa-apa, Bang!"Akhirnya Kinan harus berkata cukup keras untuk menyampaikan niatnya. Semoga Ardi paham dengan maksud hatinya."Apa kamu tak malu jika kita tak ikut menyisihkan sedikit rezeki kita pada Sekar, Bang? Aku malu! Walaupun mungkin Abang sudah putus urat malu itu."Apa Abang melarangmu? Kan tidak, Dek. Abang sudah bilang, jika ada uang ... berikan semampumu. Abang tak melarang. Silahkan!"Kinan harus berkali-kali mengucapkan istighfar. Walaupim reaksi Ardi sudah diduganya, tetap saja rasa kesal dan emosi muncul saat berhadapan dengan laki-laki ini. Hati boleh sama bentuknya, namun tak semua orang ternyata memiliki nurani. Jik

    Terakhir Diperbarui : 2022-08-05

Bab terbaru

  • RAHASIA SUAMIKU   Rahasia Yang Akhirnya Terungkap (ENDING)

    "Bang,dimana kau!" pekik Kinan dengan langkah yang tergesa. Mengabaikan tatapan heran dia lelaki yang memandangnya sejak mematikan mesin motor tadi. Tak peduli tanah yang sedikit becek akibat hujan sesaat barusan, Kinan tak dapat lagi menahan lama-lama emosi yang menggelegak di dadanya. Pernyataan yang disampaikan Fauzan tadi benar-benar membuatnya naik pitam. Mengapa sosok itu harus dia? Bukankah selama ini lelaki itu yang seolah menjadi sahabat dekat mendiang suaminya? Hanya berpura-pura ternyata. Lelaki itu tak lebih dari manusia munafik. Berpura-pura baik, menikam dari belakang. Kinan sempat tercengang saat mendengar nama yang disebutkan Fauzan itu. Menggelengkan kepala menunjukkan ketidakpercayaannya. Bahkan Kinan sempat meminta Fauzan mengulanginya kembali. Memastikan agar lelaki itu tak salah mengeja nama yang akhirnya akan menjadi fitnah. Namun Fauzan mempertegas semuanya. Gendang telinganya tak salah menangkap gelombang suara. Sosok i

  • RAHASIA SUAMIKU   Pengakuan

    Tak ada jawaban yang keluar dari bibir Fauzan. Lelaki itu tampak merasa serba salah. "Mengapa Abang tak menjawab pertanyaanku? Jangan bilang Abang menyesal telah mengatakan semua ini kepadaku!" tukas Kinan dengan tegas. Tatapan mata Kinan semakin menghujam. Membuat Fauzan semakin gelisah. Helaan napas panjang Fauzan terdengar jelas di tengah pemakaman yang sepi tanpa peziarah lainnya. Tampak beban berat seolah menggurat di wajah lelaki itu. "Abang tak bilang begitu. Hanya saja, Abang pikir semua kisah itu telah terungkap tanpa sisa. Ternyata Abang salah. Harusnya Ardi pergi tanpa belenggu rasa bersalah yang selalu membebaninya."Kinan mengernyitkan dahinya. Tak lama kemudian tangan kanannya bergerak ke arah pelipis. Memijatnya perlahan untuk menghalau rasa sakit yang mulai mendera. "Aku tak paham apa yang Abang katakan. Mungkin lebih baik Abang katakan saja langsung. Tak perlu berbelit-belit. Lagi pula aku tak ingin berlama-

  • RAHASIA SUAMIKU   Siapa Pelakunya?

    Fauzan tampak tersentak. Sepertinya tak menduga jika Kinan akan menanyakan hal ini kepadanya. "Mengapa Abang terlihat terkejut? Abang pikir … aku tak tahu semua itu? Aku tahu, bukan tak tahu apa-apa seperti yang Abang pikirkan."Kinan mencoba menepis keraguan di hati Fauzan. Dirinya tahu tentang masa lalu suaminya. Pun dirinya mencoba berdamai dengan semua itu. Walaupun perceraian yang semoga menjadi penyelesaiannya saat itu. "Setelah Ardi pergi? Atau justru saat awal kalian menikah dulu?"Kinan menggelengkan kepalanya. Perlahan namun pasti. "Bukan keduanya. Aku tahu beberapa waktu sebelum kepergian almarhum. Dan itu pun secara tak sengaja. Berawal dari banyak hal yang memang almarhum coba sembunyikan.  Namun Allah punya kehendak, yang mungkin tak sama seperti yang kita harapkan."Kembali Fauzan tertegun. Tak mampu lagi berkata apa-apa. "Aku tak akan dan tak sedang ingin membicarakan hal itu lagi. Aku hanya ingin mem

  • RAHASIA SUAMIKU   Teman Lama

    Beranjak dari posisi berjongkok, Kinan masih tertegun. Tak mengenal sosok yang ada di belakangnya. Bahkan setelah Kinan membalikkan tubuhnya, tetap saja tak ada ingatan yang tersisa tentang lelaki ini. "Maaf … Abang siapa? Mengenal almarhum suami saya?" tanya Kinan sembari menunjukkan raut wajah bingungnya. Dahinya mengernyit mencoba menguatkan kerja memori otaknya. "Ini makam Ardi kan? Soalnya petunjuk yang aku dapatkan tadi menunjukkan arah ini."Seolah tak peduli dengan pertanyaan Kinan, lelaki itu memajukan tubuh dan menajamkan netranya. Kacamata hitam yang tadi dikenakannya berpindah tempat. Tak lagi menempel di hidung, melainkan menggantung di kancing kemeja kotak-kotak yang dikenakannya."Tak salah lagi. Benar, ini makam Ardi."Lirih lelaki itu berkata sembari menurunkan tubuhnya. Mengambil posisi berjongkok di tempat yang tadinya ditempati oleh Kinan. Bibir lelaki itu berkomat-kamit. Kedua telapak tangannya menengadah.

  • RAHASIA SUAMIKU   Siapa Dia?

    Kinan menatap pilu nisan yang masih terbuat dari sebilah papan. Nama suaminya tertulis di sana. Tanah kuning di hadapannya belum sempurna mengering. Masih membasah, sama seperti hatinya yang belum juga mampu menerima kepergian lelaki ini sepenuhnya. Kepergian lelaki ini masih meninggalkan duka di hatinya. Tak pernah disangka jika mereka sedang dalam situasi tak baik ketika lelaki ini harus pergi selamanya. Itu yang paling menimbulkan penyesalan terbesar di hati Kinan hingga saat ini. Perceraian mereka memang urung terjadi. Namun kenyataan pahit ini jauh lebih menyesakkan dadanya. "Bang … bantu aku! Berikan petunjuk padaku! Aku sedang berjuang membuktikan jika dirimu tak salah kala itu. Sesuai apa yang kamu tuliskan dalam surat itu. Tapi apalagi yang dapat aku lakukan saat ini, Bang? Aku tak tahu bagaimana lagi harus mencari petunjuknya. Aku gagal, Bang."Tak hanya isakan tangis, Kinan juga menumpahkan air matanya. Area pemakaman yang sepi membuat Kinan m

  • RAHASIA SUAMIKU   Mengulang Cerita

    Arman tercengang. Sepasang mata lelaki itu tampak terbelalak. Rahangnya mengeras. Bahkan ekor netra Kinan masih mampu menangkap gerakan terkepalnya telapak kedua tangan lelaki itu. "Abang terkejut aku tahu semuanya? Abang salah jika berpikir akan dapat menutupi bangkai selamanya."Kinan tersenyum sinis. Bentuk penguatan pada diri sendiri agar tak terlihat lemah di hadapan Arman. Kedok lelaki ini harus terbuka sekarang juga. "Pasti Hanif yang mengatakan kepadamu. Benar kan, Nan?" tanya Arman dengan lirih sembari mengacak rambutnya dengan kasar. Kinan diam. Satu hal yang dapat ditangkap dirinya atas ucapan Arman itu. Lelaki ini hanya mengatakan semua itu pada Hanif dan keluarganya. Tidak pada orang lain. "Setidaknya lelaki itu lebih jujur dibandingkan Abang."Kalimat yang singkat itu mengalir dari bibir Kinan. Namun mampu meluluhlantakkan hati Arman seketika. Sebegitu rendahkah dirinya di mata Kinan sekarang? "Kamu ta

  • RAHASIA SUAMIKU   Kejujuran

    Arman terperanjat. Kelihatan sekali jika laki-laki itu tak menyangka atas kalimat yang diucapkan Kinan. "Abang terkejut? Atau pura-pura terkejut? Masih ingin bersandiwara?" lanjut Kinan seolah tak memberi Arman kesempatan untuk bicara. Arman tampak gugup. Sesaat. Kembali berusaha menguasai diri. Namun Kinan  mampu menangkap segala perubahan raut wajahnya lelaki itu dengan seksama. "Tak perlu gugup. Tak perlu berdalih untuk menutupi kebohongan Abang. Aku sudah tahu semuanya, Bang."Kali ini Kinan menurunkan nada suaranya. Sedikit melemah walaupun dengan telapak tangan yang terkepal. "Jika Abang tanya perasaanku setelah mengetahui semua ini, jujur aku kecewa. Kecewa pada sikap Abang. Kecewa pada pilihan yang Abang buat bertahun silam."Kinan menyunggingkan senyum sinisnya. Kembali menegakkan wajah ke arah Arman yang tampak kikuk seketika. "Abang masih belum paham arah pembicaraanmu ini, Nan. Semoga apa pun yang ada di

  • RAHASIA SUAMIKU   Topeng

    "Maksudmu? Abang tak paham. Bukankah apa yang Abang ketahui sudah Abang jelaskan semua kepadamu?"Arman yang muncul selang lima menit kemudian tampak terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan Kinan itu. Kinan yang memilih tetap berdiri sama sekali tak ada niat untuk menyampaikan basa-basi. "Abang tak usah lagi berpura-pura. Tak usah berlagak tak tahu apa-apa."Mengernyitkan dahi, Arman sepertinya masih mencoba berlagak tak paham arah pembicaraan Kinan ini. "Abang memang tak tahu apa-apa, Nan. Lagipula kisah itu sudah lama. Sudah jelas apa yang terjadi sebenarnya. Mengapa kamu mengungkit-ungkitnya lagi?"Arman mengambil posisi duduk. Berharap hal yang sama dilakukan Kinan. Tak elok rasanya bicara sambil berdiri. "Abang bertanya mengapa aku mengungkitnya? Atau Abang memang sengaja ingin mengubur kisah itu agar dilupakan orang begitu saja?" Kali ini Kinan menegakkan wajahnya. Menghujam Arman dengan netranya yang se

  • RAHASIA SUAMIKU   Bertemu Arman

    Kinan menatap tegak bangunan yang ada di hadapannya. Kali kedua menginjakkan kaki ke halaman ini, namun perasaannya sungguh berbeda. Jika dulu langkahnya diiringi kekhawatiran, sekarang sungguh berbeda. Tak ada rasa khawatir yang dirasakannya sama sekali. Justru semangat yang menggebu ingin bertemu dengan sang pemilik rumah. Kecurigaannya jelaslah bukan tanpa alasan. Bukan tanpa dasar. Ada banyak hal mengganjal yang layak disebut sebagai bahan pertimbangan. "Ingin bertemu siapa, Yuk?"Kinan menolehkan kepalanya ke arah samping kiri. Posisi asal sumber suara yang menegurnya tadi. Seorang wanita yang hampir sebaya dengan Yuk Diana tampak berdiri tegak. Menatap Kinan dengan sedikit curiga. Kjnan tak marah. Wajar saja itu dilakukan wanita yang sepertinya merupakan pekerja rumah tangga di bangunan di hadapannya ini. Wanita ini tentu mendapat amanah untuk memastikan para tamu yang datang tak salah orang. Tak salah sasaran. "Pak Ar

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status