Beranda / Urban / RAHASIA PEMERAN UTAMA / Bab 3 | Penjahat yang Mengaku Jahat

Share

Bab 3 | Penjahat yang Mengaku Jahat

Penulis: Desmesta
last update Terakhir Diperbarui: 2020-12-25 11:26:21

Jangan menuntut orang lain menutup mulut. Jika tidak mau dengar, tutup sendiri telingamu.

Eva memandangi rumah kosong tak berpenghuni itu dari dalam mobil. Bangunan rumah satu lantai itu memiliki halaman depan cukup luas yang ditutupi rumput hijau terawat. Eva masih ingat dulu ada pohon mangga besar di sisi kanan. Papanya mengikat ayunan yang dibuat dari ban truk bekas di satu dahan terkokoh. Sayang pohon itu sudah ditebang oleh penghuni sebelumnya.

Rumah itu sudah tidak ditinggali lagi selama enam tahun. Ketika akhirnya Eva bisa mengumpulkan banyak uang, rumah ini adalah rumah pertama yang dibelinya meski belum pernah ditempati hingga kini. Dulu dan sejak awal rumah ini adalah rumah keluarganya yang terpaksa dijual ke orang lain, Eva bahkan menyanggupi siap membayar berapa pun asal rumah ini kembali jadi miliknya. 

Dari sekian banyak hal yang sudah berubah, rumah ini satu-satunya yang masih sama bahkan setelah sekian lama. Setiap kali melihatnya, Eva merindukan masa kecilnya.

Kaca jendela mobil Eva diketuk dari luar, Eva mengerejap mata terbangun dari kenangan. Eva tersenyum tipis, melepaskan kaca mata hitamnya dan keluar. 

"Belakangan kamu sering datang,” ujar Pak Umar, orang yang dipercaya Eva merawat rumahnya. Pak Umar tinggal berdua dengan istrinya tepat di rumah sebelah. Eva yang membelikan rumah itu agar Pak Umar bisa lebih mudah mengawasi rumah ini, daripada tinggal di kontrakan yang jauh. Dulunya Papa pernah membantu Pak Umar mendapat pekerjaan sebagai petugas keamanan di kantor tempat Papa bekerja, siapa sangka perbuatan sederhana itu masih diingat Pak Umar sebagai hutang budi hingga kini. 

"Harusnya semua baik-baik saja, kan? Bapak lihat kamu baru dapat penghargaan lagi." 

Eva sedikit menyandarkan punggungnya di badan mobil, pandangannya tetap tertuju ke rumahnya. "Ya, seharusnya memang begitu. Tapi ada saja orang yang nggak suka melihat aku baik-baik saja."

"Ada masalah?” tanya Pak Umar khawatir.

"Bukan masalah besar, kok." Eva mengulas kecil senyum menenangkan.

"Syukurlah kalau begitu." Pak Umar tersenyum. "Waktu hujan kemarin banyak genteng yang ternyata bocor, sampai airnya masuk ke rumah. Rencananya besok Bapak akan ke toko material buat beli genteng, itu gentengnya sudah lapuk, jadi lebih baik diganti semua." 

Eva mengangguk-angguk. "Aku hari ini nggak bawa uang cash, nanti aku suruh Lala buat antar ke sini."

"Nggak usah, Va. Uang yang kamu beri buat cat rumah terakhir kali masih cukup buat beli material sama bayar tukangnya."

"Kalau begitu pakai uangnya untuk membelikan tukangnya kopi sama gorengan."

Pak Umar menghela napas berat, ia mendongak menatap Eva yang lebih tinggi darinya dengan tatapan bangga. "Kamu orang yang baik, Va."

Eva tersenyum miris. "Aku cuma baik ke Pak Umar sama Ibu, tapi jahat ke banyak orang."

"Mana mungkin." Pak Umar tidak menganggap serius. "Yang menjadikan seseorang jahat atau baik, bukan karena dia merasa sudah melakukan kejahatan atau kebaikan. Orang lain yang menilai. Biasanya Va, orang jahat tidak pernah mengaku dirinya jahat. Sebaliknya, orang mengklaim dirinya baik sebenarnya sedang menutupi kejahatannnya." 

Perkataan Pak Umar sama sekali tidak memperbaiki suasana hati Eva. Baginya, manusia adalah makhluk palling palsu tapi di sisi lain mudah ditipu. Menilai. Cih, memangnya ada nilai dari penilaian orang lain? 

Eva tidak akan mengejar penilaian orang lain. Ia akan hidup di jalannya dan dengan caranya sendiri.

"Dari uang yang kamu berikan setiap bulan untuk menjaga rumah kamu, Bapak bahkan sudah tidak perlu kerja lagi,” lanjut Pak Umar.

"Aku kan sudah bilang, Pak Umar aku kontrak eksklusif untuk menjaga rumah ini saja. Jadi sudah pasti saya wajib memberi honor lebih,” canda Eva, Pak Umar menanggapi dengan kekehan kecil.

Atau setidaknya, ada satu orang yang menilai dirinya sebagai orang baik.

*** 

"Info terpanas datang dari Evaria Dona yang belum lama ini memenangkan penghargaan aktris terbaik dari salah satu ajang penghargaan bergengsi. Setelah mendapat sanjungan tertinggi, kini dia sedang diuji. Masih hangat curhatan seorang kurir di media sosial mengenai aktris terbaik yang disebut-sebut adalah Evaria Dona itu bersikap kasar padanya dan menolak kiriman bunga dari keluarganya, kini muncul berita baru. Seorang jurnalis melaporkan Evaria ke kepolisian atas dugaan penganiayaan terhadapnya. Di depan awak media, jurnalis berinisial MAP itu menunjukkan bukti berupa foto luka yang dialaminya, serta hasil visum dari rumah sakit. MAP menyebut, kasus ini masih terkait dengan curahatan kurir-" 

Eva menekan tombol off dan layar televisi seketika jadi hitam. Mira lebih cocok jadi pengarang novel fiksi, alih-alih menjadi jurnalis yang seharusnya hanya menyebarkan fakta.

"Sekarang mau bagaimana?" tanya Prita yang terlihat kusut karena lelah karena masalah bertubi Eva. "Dari kemarin aku nggak tidur mengurusi masalah kamu. Masalah satu hampir selesai, kamu sudah bikin masalah lagi."

Situasi berubah rumit. Eva yang tadinya memiliki senjata untuk menekan, sekarang malah tertekan. Kurir yang sudah setuju untuk memberi klarifikasi terbuka, pada media, dia mengaku Eva telah mengancamnya. Mira menari-nari di atas simpati warganet. Sejak semalam tagar EvariaOut masih menempati posisi pertama, sampai-sampai muncul sebuah petisi untuk mencabut penghargaan aktris terbaik yang diterimanya.

"Bukankah setidaknya Mbak Ev harus keluar memberi bantahan? Itu jelas-jelas bukan penganiayaan karena Mbak Ev juga terluka,” kata Lala. Saat pulang dengan sekitar hidung memerah dan ada banyak tetesan darah mengenai bajunya, Lala lah yang merawat Eva. Lala menemukan banyak lebam dan bekas cakaran di lengan dan punggung Eva. Jika parahnya luka diukur dengan darah, sudah jelas Eva lebih berdarah-darah. Untungnya Lala sempat memfoto luka-luka itu meski Eva melarang dengan sisa-sisa tenaga yang dimilikinya. 

"Siapa yang mau mendengarkan aku saat ini? Apapun yang aku katakan akan terdengar seperti pembelaan diri. Sementara kita ikuti dulu permainannya." 

"Va, kamu sadar nggak sih, situasimu sekarang seperti apa?" Prita mulai tidak sabar menghadapi sikap terlalu tenang Eva. "Dua orang yang mengaku korban Evaria Dona muncul dengan cerita mereka dan mendapat perhatian sangat besar dari media dan masyarakat. Belum lagi kalau adik tirimu, si Erina itu ikut buka mulut. Kamu paham kan pengaruh sentimen publik terhadap nasib kamu sebagai public figure?"

Justru karena Eva sangat memahami itu, Eva tidak bisa berkata-kata. Ia harus bijak dan cerdas dalam menangani masalah ini agar citranya tetap terjaga. 

"Aku sudah meeting sama tim pengacara, pertama mereka akan mengusahakan mediasi supaya—“

"Nggak, Mbak!" Eva memotong cepat. "Lebih baik aku bangkrut atau karirku selesai daripada harus minta maaf untuk sesuatu yang bukan kesalahan aku!" Eva menolak keras.

"Itu akan benar-benar terjadi kalau kamu masih seperti ini!" Suara Prita ikut meninggi. "Sponsor-sponsor mulai resah, kita nggak boleh kehilangan mereka. Kamu tahu berapa yang sudah kita keluarkan untuk bayar pembatalan schedule kamu beberapa minggu ke depan? Kamu punya tanggung jawab lebih besar dari sekedar harga diri kamu di depan adik tirimu itu." Wajar saja Prita panik, sponsor-sponsor Eva bukan perusahaan remeh temeh, diantaranya merek ponsel terlaris hingga rumah mode luar negeri.

Prita menerima pesan di ponselnya lalu bersiap pergi. "Apa ruginya sih mengakui Erina sebagai adik kamu dan bilang kalau itu cuma salah paham?"

Lala berusaha mendekati Eva untuk memberinya segelas air putih, Eva bahkan belum makan apa pun sejak kemarin malam.

"Aku seharusnya membunuh Erina sialan itu."

"Mbak?" Lala begidik ngeri, Eva terlihat bersungguh-sungguh dengan kata-katanya.

Eva menatap wajah polos Lala yang membuatnya jengkel di segala situasi. "Ambilkan tasku, La.” Perintah Eva. 

Dengan patuh Lala mengambilkan tas Eva. Eva mengeluarkan sebuah amplop yang isinya sudah pasti uang. "Antarkan ini ke Pak Umar. Sebelum ke sana, mampir beli susu tulang seperti biasa empat box."

"Tapi Mbak, Mbak Prita bilang Mbak Eva nggak boleh ditinggal sendirian." 

"Aku hanya akan tidur hari ini, aku belum ada ide buat bikin masalah baru apa lagi." Eva berpindah dari sofa ke tempat tidur, "dan kamu bisa tenang, masalah ini belum bikin aku ingin bunuh diri."

"Ih... Mbak Ev ngomongnya." 

Eva mulai berbaring miring dan memejamkan mata meski ia tahu ia tidak akan pernah bisa tertidur. 

"Mbak, Mas Saga telepon di ponsel aku,” seru Lala heboh. "Aku angkat atau nggak?" 

Belum sempat Eva membuka mata dan bilang tidak, Lala sudah menjawab telepon itu. "Halo?" Lala meringis menerima pelototan Eva yang seolah berteriak 'apa gunanya tanya kalau begitu?!'

"Mbak Ev lagi istirahat, ponselnya disuruh Mbak Prita dimatikan supaya nggak baca komentar jahat netizen lalu depresi." Lala memukul bibir menyadari salah bicara namun itu hanya saat Eva memberi ekspresi ingin menggigitnya.

Dengan polosnya Lala bertanya pada Eva. "Mbak Ev mau bicara sama Mas Saga?"

"Aku mau bunuh kamu." 

"Mas Saga, Mbak Ev-nya lagi nggak mau bicara katanya. Sudah ya, terima kasih." Lala menutup panggilan lalu lari kabur sebelum Eva benar-benar akan membunuhnya.

*** 

Sore hari bel kamar hotel tempat Eva menyepi berbunyi, saat Eva membukanya, ia menemukan Saga di sana. Lala sialan, umpatnya dalam hati.

"Ada apa?"

"Kita bicara sebentar." 

Dengan terpaksa Eva sedikit menyingkir, memberi Saga jalan masuk. Saga langsung duduk di sofa, dan bahkan memberi isyarat agar Eva segera duduk juga. Seolah Eva lah tamunya.

"Kenapa menghindari teleponku?" tanyanya dengan nada menuntut jawaban.

"Jangan basa basi. Jelas-jelas tadi Lala sudah memberitahu kalau aku nggak mau bicara sama kamu." Eva duduk di depan Saga sambil menyilangkan kaki."Lagipula, kalau kamu telepon hanya untuk menyuruh aku minta maaf, kamu hanya buang-buang waktu."

Saga menatap Eva tenang. "Apa rencana kamu sekarang?" 

"Kenapa aku harus memberi tahu rencanaku ke musuhku?"

"Musuh?" 

"Orang yang memihak musuhku, sama dengan musuhku."

Saga menatap Eva tak habis pikir. "Lihat, Va, kebencian berlebihan kamu yang membuat kamu seperti ini. Sudah, Va, cukup. Berhenti menyakiti diri sendiri. Erina bukan musuh kamu." 

Eva memutar bola mata malas. "Kamu jauh-jauh ke sini cuma mau bilang itu atau masih ada lagi?"

"Mira memang salah, Erina sudah cerita semua ke aku." Saga berkata lagi. "Tidak seharusnya dia menyuruh kurir itu menulis tentang kamu dan membuat kamu marah, tapi bagaimanapun juga, memakai fisik tidak pernah benar." 

Eva tersenyum miring. "Yakin dia bilang sudah cerita semua?”

“Kalau memang Erina sudah mengatakan semua. Seharusnya yang kamu bilang adalah Mira salah menyuruh kurir mengunggah fitnah tentang aku dan aku nggak boleh membalas pakai fisik meskipun aku nggak salah.” Eva memilih tidak menyuarakannya lantara tidak yakin Saga tahu mana bedanya. 

"Biar aku tambahkan biar makin jelas. Ya, benar. Mereka pantas mempermalukan aku setelah aku mengembalikan bunga kiriman Erina, aku mendatangi Erina karena marah, lalu aku melihat Mira di sana dan aku menyerangnya dengan sadar. Aku berniat membunuhnya kalau saja kamu nggak datang seperti pahlawan kesiangan." 

Eva mengetatkan rahang hingga seluruh tubuhnya ikut tegang. Jawaban itu lah yang paling benar sekaligus ingin mereka dengar. "Itu lengkapnya.”

Tidak ada perubahan ekspresi Saga, lelaki itu tampak mengeluarkan sebuah diksa lepas dan menaruhnya di tengah meja, Eva menaikkan alis bertanya apa maksudnya. "Aku tahu bukan kamu yang memulai."

Sebelumnya pihak Erina menyatakan kamera CCTV di tokonya hanya pajangan. Entah bohong atau tidak, Erina pasti akan memberi kesaksian mendukung Mira. "Lalu? Apa pentingnya kamu tahu aku memulainya atau tidak ketika semua orang percaya aku melakukannya?"

"Kamu bisa membantah dengan itu dan selesaikan semuanya baik-baik." 

"Itu akan merugikan Erina."

"Erina tidak akan rugi apa-apa,” sahut Saga. "Dia tidak terlibat masalah ini, Mira menekan dia untuk menghapus rekaman ini dan memintanya bersaksi kamu yang duluan menampar Mira. Kamu tahu bagaimana sifat Erina, dia nggak pernah bisa menolak orang terdekatnya. Diam-diam dia menyalin rekaman ini dan meminta aku untuk memberikannya ke kamu seolah-olah aku yang menyalinnya sendiri. Dia sendiri akan berusaha meyakinkan Mira untuk mencabut laporannya. Erina sangat mencemaskan kamu, Va."

Hampir saja Eva terkecoh mengambil bukti rekaman itu. Erina sangat tahu cara memainkan peran protagonis. Si naif, lemah, baik hati, dan bijaksana.

"Setelah itu apa?" 

"Apanya yang apa?" Saga bertanya tak mengerti. "Kalian harus damai, jadi kalian nggak akan rugi terlalu banyak. Terutama kamu."

Eva mengangguk-angguk seolah mengerti dan terenyuh dengan kepedulian Saga. "Baiklah, kamu bisa pergi dan bawa rekaman itu." Eva berdiri dan menjawab tanda tanya yang tercetak jelas di kening Saga. "Berhubung kamu bilang Erina tidak terlibat sama sekali, berarti solusi yang kamu tawarkan tadi bukan untuk kasus aku dan Mira. Tapi untuk Erina. Karena sejak awal hingga orang ketiga seperti Mira ikut campur seperti ini, semuanya masih dan selalu tentang Erina."

"Jadi apa solusi yang menurutmu paling benar itu?"

"Aku akan menemukannya." Eva berusaha membuat dirinya tampak menyakinkan. "Jangan khawatir aku akan melibatkan Erina, aku tidak sudi mengakui ke seluruh dunia kalau kami pernah jadi saudara."

"Jangan keras kepala, Va. Kamu nggak bisa melimpahkan semua kesalahan ke Erina. Dia juga kehilangan, sama seperti kamu." 

"Kalau bukan Erina lalu siapa? Aku nggak mungkin menyalahkan jalang satunya karena dia sudah mati." Eva benci Saga selalu menyeret pembahasan ini lagi dan lagi. "Ah, aku lupa. Masih Ada Tuhan. Katanya semua yang terjadi itu atas kehendak Dia. Tapi marah-marah ke Tuhan akan membuat aku terlihat seperti orang gila. Katanya ada tapi nggak jelas di mana.”

"Eva!" Saga merasa Eva sudah terlalu jauh melompati batas. "Kalau kamu nggak bisa berkata baik, sebaiknya tutup mulutmu."

Eva menelan ludah serat, dadanya sakit untuk sekadar menarik napas. "Kenapa nggak kamu saja yang tutup telinga?" 

Eva segera memalingkan wajah karena matanya semakin panas. Ia mendekat ke pintu dan membukanya. Jika Saga tahu diri, Saga harusnya mengerti maksudnya.

Saga menahan langkahnya di depan Eva. "Saat aku bilang kamu belum berubah, saat itu aku sedang menyangkal sajaitu karena sebenarnya aku berharap kamu masih Evaria dulu yang aku kenal."

Tiga detik lagi Saga masih menatapnya, Eva yakin dirinya sudah meledak saat itu juga. Untungnya Saga keluar dari kamar meninggalkan Eva.

Eva memegangi dada, matanya berkaca-kaca. Dadanya sakit luar biasa. Setitik air mata keluar dari sudut matanya, seketika Eva menghapusnya. Ia tidak akan membiarkan air matanya keluar sia-sia. 

Rupanya Saga tidak membawa kembali diska lepas itu, Eva mengambilnya dari atas meja dan membuangnya ke tempat sampah tanpa ragu.

Eva tidak butuh itu. 

Ia akan menemukan jalan keluar dari masalah ini dengan caranya sendiri. Saga bodoh karena mengira video CCTV itu satu-satunya yang bisa menyelamatkan Eva.

Bab terkait

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 4 | Semeata Mengelilingi Erina

    Semakin banyak kita membenci, semakin besar kekuatan yang kita milikiEvaria 10 tahun lalu sama seperti anak muda pada umumnya, sedang semangat-semangatnya memasuki dunia perkuliahan yang terdengar serba keren. Ia mengambil jurusan ilmu komunikasi, cita-citanya sangat sederhana, ia hanya ingin menjadi pegawai kantoran yang bekerja nyaman di dalam ruangan ber-AC, libur hari sabtu minggu, dan menikah muda agar rentang usianya dengan sang anak kelak tidak terlalu jauh. Kemudian menjalani kehidupan normal seperti orang lain.Jika semua berjalan sesuai rencana, mungkin anak Eva sudah dua. Rencana tidak bisa bicara banyak dihadapan takdir. Eva sudah 28 tahun, gagal jadi sarjana, gagal jadi ibu muda, gagal punya kehidupan normal.Eva masih ingat jelas, ketika itu Eva langsung menuju rumah sakit sepulang dari kampus. Sudah hampir seminggu Erina dirawat di sana. Erina sering mengeluh sakit kepala, sehingga Papa memutuskan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh di

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-25
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 5 | Dengar Ini

    Komentar panjang lebar di akun gosip tidak membuatmu tampak pintar, karena orang pintar tahu dimana dia harus berkomentarEva dan Saga SMA di sekolah yang sama. Eva selalu mengekori Saga ke mana-mana karena Saga remaja mudah marah saat digoda. Tetapi Saga tidak pernah benar-benar mau mengakui Eva sebagai temannya. Sampai ketika mereka duduk di kelas 12, Saga yang saat itu terpaksa satu kelompok dengan Eva, mengerjakan tugas di rumah Eva. Itulah kali pertama Saga bertemu dengan Erina.Erina adalah gadis yang manis. Kulitnya putih bersih, sejak kecil rambutnya sudah terawat, tumbuh lurus, hitam dan berkilauan di bawah sinar matahari. Beda dengan Eva yang rambut aslinya cenderung bergelombang dan mengembang. Apalagi Erina murah senyum dan malu-malu lucu saat diajak bicara orang baru.“Kak, disuruh Mama ajak temannya makan.” Erina membuka sedikit pintu kamar Eva, celahnya hanya cukup untuk menyembulkan kepalanya saja.“Mama masak apa?” Tanya Eva.

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-25
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 6 | Masih Ada Satu Dari Sepuluh

    Untuk menang, kita butuh lawanEvaria Dona masih menjadi orang yang paling diburu media, mereka berlomba-lomba ingin mendapatkan sesi wawancara eksklusif dengannya. Tapi Eva menolak semua tawaran itu. Ia ingin mempertahankan citra elegan. Minim bicara, langsung tunjukkan dengan bukti tak terbantah.Eva menjadi tamu kehormatan acara peresmian sebuah galeri seni, ia bersama beberapa tokoh penting lain dipercaya memotong pita. Tentu ini sebuah kehormatan tinggi bagi Eva bisa berdiri sejajar dengan tokoh-tokoh tersebut. Nama baiknya bisa pulih lebih cepat dari yang ia kira sebelumnya.Eva berdiri di depan sebuah lukisan berukuran besar. Eva tidak mengerti letak seninya dimana, di matanya itu hanya gambar perempuan nyaris telanjang berkulit pucat dengan latar biru tua dan percikan cat tak beraturan warna kuning, merah, hitam. Ujung-ujung jari perempuan di lukisan itu berdarah-darah, namun tak ada sorot kesakitan di matanya. Entah mengapa Eva jadi

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-25
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 7 | Protagonis

    “Ya ampun, kasihan sekali.”Sambil menyetir Saga melirik ke arah yang dilihat Erina. Seorang anak Ibu-ibu sedang mengamen sambil menggendong anak balita dan diusir oleh pengemudi mobil di depan. Erina menurunkan kaca jendela, memanggil Ibu itu untuk diberi uang.“Terima kasih, Mbak. Semoga Tuhan membalas kebaikan Mbak.” Ujar pengamen itu setelah diberi uang.“Orang-orang kok tega ya, padahal diberi 2 ribu saja pengamen itu pasti sudah senang,” decak Erina seolah tak habks pikir usai kaca jendela kembali terangkat.“Mungkin dia merasa pengamen itu masih muda dan sehat, seharusnya dia bisa cari pekerjaan lain.” Jawab Saga memberi perspektif lain.“Kalau memang ada pekerjaan, dia tidak akan memilih turun ke jalanan sambil membawa anaknya. Lagi pula, dia tidak mengemis, dia mengamen.”Jika di samping Saga ini adalah Eva, Eva akan mengatakan sebaliknya. “Aku masih akan memaklumi ya, kalau itu pedangang tisu atau jepi

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-25
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 08 | Memihak Diri Sendiri

    Orang percaya diri percaya bahwa dirinya sendiri bisa dipercayaSidang berakhir tak terduga bahkan oleh Eva sendiri. Semua orang terkejut saat Erina mengubah keterangannya selama pemeriksaan, hakim sampai mengingatkan konsekuensi jika kesaksian Erina di persidangan adalah palsu.Dengan yakin Erina berdalih bahwa saat itu ia bingung dan tidak tahu apa yang benar-benar terjadi sedangkan Mira terus menekannya untuk menyembunyikan rekaman CCTV itu, sehingga Erina terpaksa menuruti apa kata Mira dan berbohong pada penyidik bahwa kamera CCTV di tokonya hanya pajangan.Erina menyerahkan rekaman CCTV itu untuk mendukung kesaksiannya kali ini bahwa Mira lah yang menyerang Eva lebih dulu, sekaligus mematahkan tudingan bahwa hubungannya dengan Eva buruk. Mira menjadi orang yang paling kaget, itu adalah pemandangan terbaik sejauh ini di mata Eva.Mira tidak memiliki apa-apa lagi sekarang untuk membela diri, satu-satunya s

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-31
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 09 | Apa Kabar, Va?

    Saling mengenal, belum tentu saling memahami. Di saat kita merasa sudah cukup mengenal, sesungguhnya kita baru memutuskan berhenti mengenal"Jangan keluar, Rin. Malam ini akan turun hujan.”“Itu kan cuma perkiraan, Papa. Bisa saja meleset." Jawab Erina sembari mengikat tali sepatunya. “Aku sudah terlanjur beli tiket, kan sayang kalau nggak jadi.”“Tidak apa-apa, itu uang nggak seberapa. Nanti Papa ganti."“Jangan begitu, Pa. Uang tidak seberapa itu hasil keringat Papa.” Eva memprotes jawaban Papanya. Sejak ia tahu bagaimana susahnya mengumpulkan uang, Eva makin menghargai tiap rupiah yang ia miliki.Papa menghela nafas karena tidak berhasil menahan Erina pergi ke konser musik yang diadakan di lapangan terbuka. “Nanti pulang sebelum jam 9.” Pesan Papa.“Yah, jam segitu konsernya baru dimulai.”“Erina."“Papa tenang saja, aku sama teman-teman kok. Nanti ada temanku yang mengantar pulang sebelum jam 12. Oke? Dadah Papa, Dadak

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-02
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 10 | Kesempatan Kedua

    Siapapun bisa dan layak memberi dan diberi kesempatan ke dua. Meski itu dari Sampah untuk Sampah lainHanya butuh waktu tiga hari bagi Lala untuk mendapatkan informasi tentang Mira seperti yang Eva minta. Entah bagaimana gadis itu melakukannya. Eva sedang melihat foto-foto yang diperoleh Lala, sembari mendengarkan penjelasan Lala."Seperti yang Mbak Ev lihat, sekarang dia bantu-bantu di kedai milik tantenya, sebelumnya dia bantu-bantu di tokonya Erina, tapi sejak hari sidang itu sudah tidak lagi. Sudah pasti Mira merasa dikhianati.""Bagaimana dia bisa bayar pengacara?" Sebelumnya Lala mengatakan Mira bukan berasal dari keluarga kaya. Ibunya jadi TKW ke luar negeri dan tidak ada kabarnya hingga sekarang, sementara Ayahnya menikah lagi dengan janda kaya tapi keluarga baru ayahnya tidak mau menerimanya. Mira kemudian dirawat oleh keluarga Kakak ibunya, Mira bisa kuliah setelah menuntut tanggungjawab ayahnya yang selama belasan tahun tidak memberi nafkah. Setelah jadi

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-18
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 11 | Kemenangan Tapi Kehilangan

    Hidup itu seperti perjudian. Kita harus bertaruh untuk mendapatkan. Jika salah perhitungan, kamu bahkan tidak diberi waktu bersiap-siap kehilanganSaga baru saja menutup restoran dan naik ke ruang pribadinya, ia menemukan Eva sudah bergelung di bawah Selimut di atas tempat ridur. Eva datang tanpa pemberitahuan tiga jam lalu saat Saga sedang sibuk-sibuknya di restoran, sehingga Saga baru bisa menemuinya sekarang.Saga membiarkan Eva selagi dirinya membersihkan diri di kamar mandi, sebelum kemudian bergabung dengan Eva berbaring di atas tempat tidur. Saga memandangi belakang tubuh Eva yang berbaring miring membelakanginya. "Sudah tidur, Va?" Saga ingat Eva memiliki gangguan tidur."Hmm.""Kalau belum ayo ngobrol sebentar.""Aku ngantuk.""Kalau cuma numpang tidur, kenapa ke sini?""Hmm."Semakin Saga berusaha memahami Eva, semakin Saga sadar tidak banyak yang ia tahu tentangnya. Eva selalu menutup diri, meny

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-18

Bab terbaru

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Epilog

    Tidak ada akhir bahagia sebab kebahagiaan tidak seharusnya berakhirBali selalu menjadi tempat pelarian terbaik, persis seperti yang selama ini digambarkan di film-film atau buku, dimana tokoh utama akan menjadikan tempat itu sebagai tempat rehat.Bali memiliki semuanya. Sinar matahari, pantai, gunung, udara sejuk, makanan lezat, filosofi hidup yang melekat pada masyarakatnya, dan tentu saja penerimaan.Dibantu seorang kenalan, Eva menemukan sebuah villa kecil yang terletak di Bali bagian timur yang memiliki udara sejuk. Butuh waktu penyesuaian cukup lama bagi Eva untuk kembali percaya diri berbaur dengan masyarakat. Ia takut mendapat penghakiman, atau parahnya dikucilkan. Namun seseorang meyakinkan Eva bahwa ia di sini bukan untuk mengasingkan diri, melainkan menata kehidupan baru.Suara alarm jam dibiarkan Eva berdering-dering sampai berhenti sendiri, lima menit kemudian alarm itu kembali berdering, dan begitu seterusnya lantaran orang yang seng

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 35 | Pelukan Terbaik

    Mengais untung yang tersisa dari serangkaian buntung yang menimpaSeperti; untung ada merekaEva tiba lebih dulu di sebuah ruangan privat sebuah restoran. Yessika Emma masuk dengan tenang dan duduk di depan Eva.Tidak ada yang memulai bicara sampai Eva mengakhiri kebisuan itu. “Maaf seharusnya saya yang minta ketemu Mbak Yessi lebih dulu. Saya tahu Mas Rizal membantahnya, tapi yang saya akui itu memang benar. Saya tidak pernah bermaksud merusak rumah tangga Mbak Yessi dan Mas Rizal, itu semua karena keserakahan saya. Saya menginginkan jalan pintas yang Mas Rizal tawarkan. Saya sangat malu berhadapan dengan Mbak sekarang.”“Saat suamiku menjanjikan kamu bisa bermain di filmnya dengan imbalan mau jadi selingkuhannya, aku penasaran apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaan istri dan anaknya di rumah?” Yessika menjawab dengan melempar pertanyaan serupa tamparan.Kepala Eva kian menunduk. “Saat itu yang saya pikirkan hanya diri sendiri,” akunya.&

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 34 | Melepaskan Beban

    Ketika nasehat dianggap sebagai penghambat, satu-satunya cara membuat orang itu sadar adalah dengan ditampar. Ketika dia sudah merasakan sakitnya, beri dia waktu untuk menangis, sebelum mengajaknya bangkitSebenarnya percuma saja Rizal mengelak kebenaran perselingkuhanya dengan Eva, sementara Eva sudah mengakuinya secara terbuka. Rizal menuduh Eva sebagai pembohong, sayangnya tidak ada yang percaya sebab dia tidak bisa membuktikan ucapannya sendiri. Itu hanya membuatnya makin tampak tidak tahu diri.Artikel lama mengenai dicoretnya nama Sharena Himawan digantikan dengan artis pendatang baru Evaria Dona juga kembali mencuat sebagai bukti lain perselingkuhan mereka.Jujur Saga hampir tidak punya bukti untuk membebaskan diri lantaran Rizal kekeh tidak ingin menyelesaikannya dengan mediasi. Dia berteriak kencang mengatakan dirinya juga dijebak. Maka pernyataan pelapor menjadi kunci sekarang. Apa yang ingin dia capai dengan melaporkan Eva dan Rizal melakukan kegia

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 33 | Saling Menjaga

    Jika masih ada yang tersisa untuk diselamatkan, aku tidak keberatan mati sendirian"Apa yang akan kita lakukan, La? Seharusnya Eva yang dipenjara, bukan Kak Saga."Lala tidak mengabaikan kegusaran Erina setelah mengetahui rencana mereka gagal. Semua ini gara-gara Mira, Lala bersumpah akan memberinya pelajaran nanti. Meski Eva tidak bisa terjebak dalam tuduhan prostitusi, setidaknya reaksi media terhadap pengerebekan semalam lumayan menarik.Eva digambarkan memiliki hubungan dengan dua orang pria sekaligus, salah satunya pria beristri. Semua orang mencaci betapa rendahan seorang Evaria Dona yang selama ini mereka kenal sebagai selebritis kelas atas. Padahal ini akan lebih sempurna jika mereka melihat lebih banyak foto-foto telanjang Eva, jadi mereka ada gambaran Evaria lebih rendah dari yang mereka bayangkan."Katakan sesuatu, La. Eva dan Mas Rizal mungkin cuma akan jadi saksi, sementara Kak Saga jadi satu-satunya yang dipenjara."Lala

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 32 | Benteng Runtuh, Pertahanan Lumpuh

    Jika aku hancur, aku harus hancur sendiriTentu saja Mira datang ke rumah Eva bukan tanpa alasan. Alasannya lebih dari sekadar tidak memiliki tempat tujuan lain, Mira masih punya dua teman yang mau ia repoti. Dan alasannya adalah Erina.Mira menghabiskan cukup banyak waktu untuk mencari-cari kesalahan Eva, salah satu yang getol Mira ingin ungkap adalah rumor hubungan gelap antara Eva dengan Rizal Chandra. Setiap kali Mira membicarakan itu, Erina akan mengiringnya ke pembicaraan lain. Seolah tak ingin tahu dan percaya bahwa itu sepenuhnya rumor palsu.Namun, saat terakhir kali Erina tiba-tiba mengajaknya bertemu, Erina mengaku memiliki bukti kebenaran rumor itu dan mengajak Mira untuk mengungkapnya. Tentu saja Mira bingung, setan jahat dari lembah mana yang telah merasuki jiwa suci Erina."Bukti yang kamu cari-cari itu dipegang Eva dan Rizal Chandra. Aku bisa mendapatkannya untukmu, bagaimana? Bukankah kamu mau balas dendam?""Kamu tahu

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 31 | Terperangkap Jebakan Masa Lalu

    Masa depan itu suci, masa lalu tidak boleh mencemari. Apa pun yang terjadiSetelah 3 bulan terpaksa menjadi wanita simpanan Rizal yang harus siap kapanpun Rizal menginginkannya. Menginginkan tubuhnya, lebih tepatnya. Rizal menepati janjinya. Eva dipertemukan dengan orang-orang yang berwewenang mencari bakat dari Fame Entertainment, Eva menandatangani kontrak nyaris tanpa hambatan dan ia bisa langsung menjadi pemeran utama di film garapan Rizal.Ketika Eva mulai mendapatkan popularitasnya, Eva merasa sudah tidak membutuhkan Rizal lagi. Ia mengatakan ingin mengakhiri hubungan gelap mereka dan menjalin hubungan yang lebih mengarah ke profesional. Rizal tidak mau melepas Eva begitu saja, dengan liciknya dia melemparkan sejumlah foto Eva dalam keadaan telanjang yang diambil tanpa sepengetahuan Eva.“Selama kamu masih terasa manis, aku tidak akan membuangmu," ujar Rizal mengerikan. “Lagi-lagi keputusan ada di kamu. Kamu tetap menjadi es krim favoritku atau satu Ind

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 30 | Malam yang Kembali Dingin

    Kebahagiaan itu siang yang bertamu pada malam. Bagaimana pun dunia akan kembali dingin, gelap, dan kesepianSebagai 'anak' kesayangan Pak Ibra, Eva tidak memiliki kesulitan untuk memenangkan hatinya lagi. Pak Ibra masih menyesalkan keputusan Eva meninggalkan Fame dan berkata Eva bisa kembali kapan saja.Erina juga ikut dalam makan malam mereka, dan bahkan bersama Pak Ibra, mereka bertiga sudah mengambil foto bersama. Erina mempertahankan citra suci dengan menolak ketika ditawari wine, dia mengaku belum pernah minum minuman beralkohol seumur hidup. Sontak saja Pak Ibra menertawakan kepolosan Erina. Pak Ibra membandingkan Erina dengan Eva dulu yang tampak sudah akrab dengan minuman memabukkan itu.Ya, terima kasih pada Rizal yang mencekokibya berbagai macam minuman jenis itu.Seperti pesan Saga, Eva tidak minum terlalu banyak. Kesadarannya ia jaga penuh untuk bertemu dengan Saga setelah ini.Eva berlari kecil menuju mobil Saga terparkir.

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 29 | Pagi Hari Menjelang Badai

    Bercerita artinya bukan mengumumkan kelemahan, melainkan berbagi kekuatanPagi ini barangkali menjadi pagi terbaik sepanjang hidup Evaria. Semalam ia bisa tidur lelap meski tanpa alkohol atau obat. Pertama kali yang dilakukannya begitu membuka mata adalah melihat fotonya bersama Saga di depan patung ikon Fantasiland.Rasanya apa yang mereka lakukan semalam masih seperti mimpi, foto ini menjadi satu-satunya bukti bahwa itu nyata. Sensasi bahagia ini, masihkah akan berlanjut hari ini dan esok?Sejenak Eva lupa akan kecemasan dan segala permasalahannya, kemudian Eva mengingatkan diri lagi bahwa ia tidak boleh terlena.“Ada yang asli di belakangmu, kenapa nggak berbalik dan lihat langsung?” bisik Saga disambung dengan kecupan-kecupan kecil di sepanjang tengkuk hingga belakang cuping telinga Eva.Eva menggeliat kegelian, membalikkan badannya hanya agar Saga berhenti menciuminya. Kenyataannya, Saga belum mau berhenti. Ia beralih menciumi rah

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 28 | Bahagia Sebentar Saja

    Jika sudah tahu tak ada yang melindungimu, bangun sendiri benteng pertahananmuEva tidak tahu berapa lama ia menangis, ketika akhirnya ia bisa menenangkan diri, langit yang semula masih terang kini meredup. Parkiran pun sudah nyaris kosong. Saga belum juga kembali, padahal Eva sudah berjaga-jaga mengunci pintu agar Saga tidak masuk dulu, sampai Eva siap.Eva terpaksa keluar, celingukan ke segala arah mencari keberadaan Saga.“Mbak Evaria?” Seseorang berseragam Fantasiland mendekati Eva. “Mari, Mbak. Sudah ditunggu Mas Saga di dalam.”“Di dalam mana?” Petugas itu hanya tersenyum dan membimbing Eva sampai melewati pintu masuk Fantasiland.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status