Beranda / Urban / RAHASIA PEMERAN UTAMA / Bab 2 | Antagonis

Share

Bab 2 | Antagonis

Penulis: Desmesta
last update Terakhir Diperbarui: 2020-12-25 11:24:43

Merugikan diri sendiri karena bodoh adalah kejahatan terburuk

Eva tidak yakin kapan tepatnya kebiasaannya itu bermula. Eva tidak akan bisa tidur tanpa meminum minuman beralkohol, tentu tidak sampai membuatnya mabuk, meski hanya segetuk wine itu sudah cukup. Di situasi tertentu Eva bahkan terpaksa harus meminum obat hanya agar bisa tidur.

Eva tahu ini sudah pagi, tapi ia masih ingin tidur lebih lama lagi ketika Lala mengguncang-guncang tubuhnya dengan brutal. “Apa sih, La?!” bentak Eva marah.

“Gawat, Mbak, Gawat!” 

“Apanya yang gawat?” 

“Mbak lihat sendiri ini.” Lala menghadapkan layar ponsel tepat di depan wajah Eva, Eva menyipitkan mata berusaha memfokuskan pengelihatannya pada layar ponsel yang menampilkan laman sebuah akun Facebook.

Kesombongan sang Aktris Terbaik.

Mohon izin berbagi pengalaman. Jadi kemarin saya dapat orderan kirim rangkaiam bunga, sewaktu tahu penerimanya ternyata artis terkenal yang baru saja menang piala, saya senang bukan main. Wah, semoga bisa bertrmu langsung dengan orangnya. Mau minta foto karena kata orang-orang dia sangat baik.

Sampai di rumahnya, doa saya terkabul karena dia sendiri yang membuka gerbang. Awalnya dia terima, tapi saat lihat siapa pengirimnya tiba-tiba dia bilang salah alamat dan saya disuruh bawa kembali bunganya.  Saya bilang, mohon maaf ya, saya cuma dibayar untuk mengantar. Kalau saya harus bawa balik ke toko bunga, saya tekor bensin. Mungkin karena kesal atau tempramennya yang buruk, dia memberi saya ongkos tapi terlihat tidak ikhlas karena uangnya dilemparkan begitu saja.

Akhirnya saya kembali lagi ke toko bunganya, saya ceritakan apa yang terjadi. Si Neng yang kirim bunga terlihat kecewa, kasihan sekali lihatnya. Usut punya usut ternyata si Neng ini masih keluarganya si aktris terbaik ini. Tidak ada yang menyangka kan dia bisa setega itu? Kalau keluarga sendiri diperlakukan seperti itu, tidak heran dia memperlakukan saya begitu.

Postingan ini tidak memiliki maksud apa-apa, intinya cuma mau mengingatkan kalau apa yang ada di layar kaca tidak sama dengan dunia nyata. Jangan mudah memuja-muja seseorang hanya karena di tersenyum di depan kamera, kalian tidak pernah tahu dia aslinya seperti apa.

“Siapa yang melakukannya?" tanya Eva yang masih bisa tenang. Unggahan itu memang tidak menyebut langsung namanya, tapi siapapun yang membaca akan bisa menebaknya. 

"Sepertinya kurir bunga yang Mbak beri uang sejuta kemarin." Jawab Lala. “Di kolom komentar sudah ramai menyebut kalau sang aktris terbaik  ini Mbak Ev. Lihat itu, itu--"

"Aku bisa baca sendiri, La." Eva berdecak kesal, tangan Lala menunjuk-nunjuk layar hingga menganggu pandangannya.

Seketika Lala memasang mode patung. Eva selesai membaca ulang unggahan itu kedua kalinya. “Mbak Prita sudah tahu?” 

Lala menganggukkan kepala. “Sudah, dia sedang lacak orang ini. Karena ponsel Mbak Ev mati jadi aku disuruh buru-buru membangunkan Mbak Ev."

“Telepon Mbak Prita sekarang.” 

“Eh? Mbak Ev mau buat klarifikasi?” 

“Bilang ke Mbak Prita, kalau sudah ketemu orangnya, aku mau dia dibawa langsung ketemu aku."

Eva sangat ingat lelaki paruh baya yang mengantar bunga kiriman Erina, tidak mungkin dia bisa menulis sebuah status dengan penulisan begitu rapi dan runtut. Eva bisa merasakan seberapa keras kurir itu bekerja dari gurat letih di wajahnya dan sorot mata kuyu. Tipe orang yang hanya memikirkan bagaimana hari ini pulang membawa uang, Eva tidak yakin kurir itu masih sempat berpikir untuk 'curhat' di sosial media. Karena itu Eva tidak ragu memberinya ongkos dalam jumlah banyak.

Siapapun yang menulis itu adalah orang yang sudah biasa bekerja dengan kata. Eva baru akan tahu penilaiannya salah atau benar setelah bertemu dengan kurir itu nanti.

*** 

Orang IT kenalan Prita bekerja cepat melacak asal unggahan tersebut, karena masih satu kota, hanya selang beberapa jam saja orang itu sudah didudukkan di depan Eva seperti keinginan Eva.

Laki-laki tua itu gemetaran, tidak berani menatap wajah Eva. Eva langsung percaya saat Bapak itu mengatakan dia tidak terbiasa memakai media sosial dan hanya aktif di aplikasi tukar pesan dan ojek online saja. Ada orang di balik unggahannya itu.

“Dia bilang, saya nggak akan dapat masalah karena nggak menyebutkan nama.  Saya nggak tahu kalau yang dimaksud itu Mbak Evaria, “cicit Bapak itu sangat pelan. “Saya akan hapus sekarang juga, maafkan saya, Mbak Evaria.”

“Harusnya Bapak terpikir untuk menghapusnya sebelum dibaca lima ratus ribu orang dan sudah dibagikan ke lebih dari separuh yang baca. Kalau saya mau itu dihapus, saya bisa langsung minta orang buat menghapusnya begitu saya tahu. Saya sekarang akan membiarkan status itu sebagai bukti fitnah yang Bapak lakukan.”

"Tapi bukan saya--"

"Iya, saya tahu tapi itu diunggah dari akun Bapak." Potong Eva. "Saya bahkan tahu Bapak nggak pernah membuat status sebelumnya, itu adalah unggahan pertama Bapak setelah 5 bulan lalu mengunggah gambar ucapan selamat hari raya. Tapi Bapak tetap bersalah karena sudah membantu menyebar kebohongan."

Kurir itu terbelalak. “Mbak mau laporkan saya ke polisi? Jangan, Mbak. Saya mohon.” 

“Lalu saya harus bagaimana? Di sini saya yang paling dirugikan. Se-indonesia sekarang menganggap saya tidak punya etika karena melempar uang dan melupakan keluarga. Bapak tahu dari mana kalau orang itu keluarga saya?”

“Itu...”

“Coba ingat-ingat lagi, apa benar saya melempar itu ke Bapak?"

“Maafkan saya, Mbak. Bukan—“

"Benar, tidak?" desak Eva.

Kurir itu menggeleng ketakutan. "Tapi saya—“

“Ada yang menyuruh Bapak, iya iya, saya tahu!” Eva benar-benar jengah. “Kalau Bapak bisa membuktikan siapa yang menyuruh, Bapak saya lepaskan.”

“Dia mengirim WA, saya disuruh salin ke Facebook. Titik komanya nggak saya ganti, benar-benar persis seperti yang dia kirim. Saya bahkan nggak baca karena panjang sekali, saya tidak mengerti. Tadinya dia mau mengetik sendiri di ponsel saya, tapi berhubung saya sedang buru-buru, jadinya dia hanya minta nomor saya.”

“Bagus. Mana saya lihat chatnya?”

“Itu... Dia menyuruh segera hapus setelah saya buat status.”

"Alasannya?" 

"Saya tidak mengerti. Alasannya banyak pakai Bahasa Inggris jadi saya kurang bisa paham."

Eva mengangguk sekali, seolah mereka sudah menemukan solusi. "Baiklah, mau bagaimana lagi. Semua bukti mengarah ke Bapak, kita selesaikan ini sebagaimana seharusnya. Nama saya yang sudah Bapak cemarkan harus dibersihkan."

“Tapi sumpah bukan saya, Mbak. Saya benar-benar orang bodoh yang nggak mengerti apa-apa.”

"Saya maunya ya percaya sama Bapak, dan menuntut orang itu. Tapi saya nggak punya bukti, saya nggak mungkin kan, menuntut orang tanpa dasar? Nggak peduli siapa yang salah, yang paling penting sekarang adalah mengembalikan nama baik saya. Kecuali Bapak bisa awa orang itu minta maaf langsung ke saya.”

Tidak ada yang ingin Eva katakan lagi, sebelum berdiri, dia melirik kurir itu. Keringatnya bercucuran deras padahal mereka sedang berada di ruangan berpendingan. Eva percaya di belakang ini ada Erina, ia juga bersumpah tidak akan membiarkannya begitu saja. Di balik sikap kejam Eva, Eva berharap kurir ini mempelajari sesuatu. Bahwa kebodohan adalah kejahatan terburuk.

“Mbak yakin tetap mau tuntut Bapak itu? Mbak nggak kasihan? Mbak Ev sendiri tahu dia cuma disuruh.” Lala tergopoh-gopoh mengimbangi langkah Eva.

Eva memakai kaca mata hitam yang membuat wajahnya terlihat semakin dingin, bahkan di keseharian ia tetap berjalan tegak dengan dagu terangkat layaknya sedang berjalan di atas catwalk. "Kenapa aku harus kasihan sama orang yang mencemarkan nama baikku?”

"Tetap saja ini nggak adil— Eh.” Lala kaget Eva berhenti mendadak.

“Kunci mobil.” Eva menengadahkan tangan kiri.

Lala menaruh kunci mobil ke tangan Eva dengan hati-hati. “Mbak Ev... Mbak Prita bilang, Mbak Ev nggak boleh kemana-mana sendiri.” Lala seketika diam, meski sudah ditutupi kacamata hitam, Lala bisa merasakan tatapan menusuk Eva. “Oke, kalau Mbak Prita memarahi aku, Mbak Eva harus membelaku. Janji?”

"La..." Eva memutar bola mata.

*** 

“Kali ini kamu keterlaluan, Mir.” Erina berusaha menekan suaranya agar tak terdengar pembeli yang sedang memilih bunga. 

“Sudah saatnya semua orang tahu aslinya dia seperti apa.” Jawab Mira santai, merasa telah melakukan hal benar.

“Kak Eva nggak akan tinggal diam, dia pasti akan cari siapa orang dibalik ini. Kamu nggak kasihan menjadikan kurir itu jadi tumbal?” 

“Evaria Dona bisa apa kalau se-Indonesia sudah percaya? Terlebih korbannya sendiri yang buka suara.” 

"Tapi kamu bawa-bawa aku."

"Ya kan, di cerita ini memang tentang kamu dan Evaria."

Erina tidak sempat menanggapi karena pembelinya sudah membawa bunga-bunga yang sudah dipilih untuk dirangkai jadi buket. Selagi Erina sibuk dengan pekerjaannya, Mira tampak begitu menikmati membaca komentar-komentar warganet terkait Evaria Dona. 

Hingga terdengar bunyi lonceng dan sosok Evaria Dona muncul dengan kaca mata hitam, wajah riasan seperti biasa, dan pakaian yang terlalu berlebihan untuk dipakai sehari-hari. Erina berusaha menyelesaikan pekerjaannya dengan cepat, sementara Mira pura-pura tak peduli.

Eva berkeliling toko, berlagak melihat-lihat bunga, lalu berhenti di depan rangkaian bunga persis seperti yang Erina kirimkan padanya kemarin.  

“Terima kasih.” Erina mengantarkan pembelinya keluar lalu menghampiri Eva.

“Hi, Kak—“ Erina terlalu terkejut untuk bereaksi melihat jemari lentik Eva mencabuti satu per satu kolopak bunga tulip merah dan membiarkan kelopak-kelopak itu berjatuhan di atas kakinya.

Ketika tangkai bunga itu tinggal menyisakan satu kelopak, Eva memutar badannya menghadap sang adik tiri yang menuntut ingin diakui. “Kamu pasti sakit hari sekali ya aku mengembalikan kirimanmu? Jangan salah paham, aku bukannya tidak menghargaimu. Justru sebaliknya, aku sangat menghargaimu hingga ingin memberitahu agar jangan pernah mengirimiku lagi bunga atau apapun itu."

Kedua tangan Erina saling meremas, terintimidasi oleh aura Eva. Eva sangat benci saat Erina bukannya ballas melotot dan malah memaksakan diri tersenyum. "Aku sudah menganggap kamu orang asing, kenapa kamu nggak membuat ini mudah dengan melakukan hal sama? Toh sejak awal kita berdua orang asing. Sebelum mamamu menggoda papaku.”

“Mama nggak menggoda Papa.” Alis Eva terangkat sebelah. 

“Seseorang bilang, untuk membuat perasaanku lebih baik aku menunjuk kamu untuk disalahkan. Dia sepertinya nggak tahu kalau kamu juga punya cara sendiri untuk merasa lebih baik,” 

Eva menggantungkan kalimatnya, sengaja mendekatkan bibirnya di samping telinga Erina untuk melanjutkannya dengan bisikan, “yaitu mengingkari kenyataan.”

“Aku yang memberitahu kurir itu kalau Erina adik kamu, Evaria.” Mira tidak bisa diam saja melihat Erina dipojokkan.

“Aku tahu.” Eva memandang Mira remeh. “Gagal membuktikan rumor palsumu, kamu membuat rumor palsu baru.”

“Itu bukan rumor palsu!” Mira menantang Eva. “Kurir itu saksinya kamu mengembalikan bunga kiriman Erina. Kamu mungkin bisa menyangkal, tapi kamu akui atau tidak, Erina sah adik kamu.”

Eva bersendekap di depan Mira, postur tubuh yang sudah tinggi ditambah sepatu hal tinggi membuat sosoknya tampak begitu berkuasa. “Aku penasaran, apa yang kamu dapat dari ikut campur masalah orang lain? Harusnya jangan buat sejelas itu, aku bahkan nggak perlu mikir untuk mengerti kebenarannya. Yang kamu pikirkan pasti hanya bagaimana mempermalukan Evaria Dona, tanpa memikirkan nasib kurir itu. Dia mungkin akan kehilangan pekerjaanya, atau kalau kalian masih menyebalkan, dia mungkin berakhir di penjara.

“Kalau-kalau kamu nggak tahu, kurir tua itu tulang punggung keluarga, dia punya anak lumpuh yang nggak bisa bekerja. Kalau dia dipenjara.” Eva melanjutkan.  "Lalu siapa yang jahat sekarang?" 

Plak! Erina menjerit saat telapak tangan Mira menampar pipi Eva. “Pelacur sialan!” 

Eva tersenyum sinis, pipinya terasa panas dan terhina luar biasa. Mira yang bukan siapa-siapa berani menyentuhkan tangannya yang kotor di wajah seorang Evaria Dona. “Aku harap kamu sadar apa yang barusan kamu lakukan."

“Aku sadar, jangan khawatir. Kamu pikir kamu bisa selamanya di atas, hah?!” Mira memprovokasi dengan nada tinggi. “Semua orang tahu kamu menjual diri ke Rizal Chandra untuk jadi artis. Dan semua barang-barang mewah kamu, semua yang kamu pamerkan dan banggakan, semua itu pemberian laki-laki yang kamu rayu! Saat kamu menutupinya dengan jawaban-jawaban bijak, artis-artis lain yang tahu kelakukan kamu tertawa. Dasar munafik.”

"Tubuhku yang aku jual, kenapa kamu yang keberatan?" 

"Aku tidak peduli dengan tubuhmu, aku kasihan dengan orang-orang yang benar-benar bekerja keras tapi tempatnya direbut oleh kamu dengan cara kotor." 

"Baru sadar kalau hidup ini tidak adil, huh?"

"Hidup itu adil. Tapi orang-orang menjijikkan sepertimu yang membuatnya tidak adil."

“Menjijikkan?” Eva tertawa garing. “Sayang, kita berdua nggak ada bedanya. Cara kotor yang kamu pakai untuk menjatuhkan aku, aku pastikan kamu yang akan jatuh di lubang itu. Aku penasaran apa kamu masih bisa membongkar siapa aku setelah dipecat," desis Eva di depan wajah Mira.

“Kamu nggak bisa melakukannya.”

“Mau taruhan? Aku bahkan bisa memastikan nggak ada satu pun perusahaan yang mau mempekerjakan kamu.”

"Anjing!" sekali sentak Mira menjambak rambut belakang Eva hingga Eva terpaksa mendongak. "Kamu kira kamu istimewa karena menjadi Evaria Dona?"

"Setidaknya aku punya banyak uang." Eva masih bisa mengejek. "Coba berkaca, apa kamu yakin sudah cukup kuat melawan aku? Berapa sih gaji wartawan?"

Mira semakin marah, ia menarik rambut Eva makin kuat sampai Eva mengumpat tertahan dan berusaha melepaskan diri dengan balas menarik rambut Mira. Kedua perempuan itu saling menyerang, saling ingin menunjukkan kekuatan dengan seberapa lama mereka bisa saling menyakiti tubuh masing-masing. 

"Sudah, Kakak... Sudah..." Erina kewalahan meminta mereka untuk berhenti tapi tidak ada yang mendengarkan, sampai ketika Saga tiba-tiba datang, sejenak terpaku melihat pemandangan di depan matanya, sebelum kemudian langsung berusaha menjauhkan Eva dari Mira. Di sisi lain Erina berusaha membantu dengan menarik Mira, tapi malah terdorong hingga jatuh ke lantai.

Aksi mereka baru berhenti setelah mendengar suara pecahan vas kaca yang tersenggol Erina. Keduanya terlihat sangat berantakan, ada darah di sudut bibir Mira. 

“Kalian ini apa-apaan, sih?!” bentak Saga mambantu Erina berdiri setelah memastikan Erina tidak terluka.

Dada Eva naik turun mengatur napas.

Mira terbelalak saat mengusap bibir menemukan jejek darah. “Jangan kira aku akan diam saja, aku akan tuntut kamu atas pengaiayaan!” ancam Mira.

“Lakukan saja."

“Kalian berdua, diam!” Pelan-pelan Saga melepaskan Erina yang sudah mulai tenang. Matanya langsung tertuju pada Eva. Lurus hanya pada Eva.

“Apa?” Eva tahu Saga akan menyalahkan dirinya. Seperti sebelum-sebelumnya. "Kenapa aku yang selalu kamu tanya? Bukan aku yang memulainya!" Teriak Eva. 

Rahang Saga mengetat menahan geram, Saga menarik tangan Eva hendak membawanya ke pintu keluar.

“Lepas.” Eva menghentakkan tangan Saga hingga terlepas dengan sisa-sisa tenaganya. “Aku bisa pergi sendiri.” Eva kemudian memungut kaca mata dan tasnya di lantai. Sebelum membuka pintu,  ia sempat berhenti untuk menarik napas panjang. Dengan tangan bergetar ia berusaha menyisir rambut panjangnya. Sebuah usaha sia-sia lantaran rambutnya masih mengembang seperti singa. Eva memakai kaca matanya sebelum benar-benar membuka pintu dan keluar dari sana.

Eva baru duduk di dalam mobil, ketika Saga mengetuk-ketuk kaca jendela dan berusaha membuka pintu mobilnya yang untungnya sudah Eva kunci. Eva hanya melirik sekilas sebelum menjalankan mobilnya. Ia tidak mau mendengar omong kosong Saga yang hanya akan membuat perasaannya jadi semakin buruk. 

Jalanan cukup lengang sehingga Eva bisa menyalurkan sedikit amarahnya dengan mengebut, ia mengumpat saat harus berhenti di lampu persimpangan delapan cabang. Ia berharap masih bisa mengendalikan emosinya sehingga tidak melindas motor-motor di depan. Saat itulah Eva merasakan sesuatu mengalir keluar dari lubang hidungnya. 

Hidung Eva mengeluarkan darah, buru-buru Eva meraih tisu untuk menyeka darahnya. Darah yang keluar terlalu banyak hingga Eva kesal pada dirinya sendiri. Eva memukul-mukul setir berkali-kali.

Ia berteriak, teriakan yang hanya didengar dirinya sendiri.

Eva tidak sadar lampu sudah berubah hijau, kendaraan-kendaraan di belakang bersahutan membunyikan klakson tak sabaran. 

Rasanya kepala Eva akan pecah. 

Bab terkait

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 3 | Penjahat yang Mengaku Jahat

    Jangan menuntut orang lain menutup mulut. Jika tidak mau dengar, tutup sendiri telingamu.Eva memandangi rumah kosong tak berpenghuni itu dari dalam mobil. Bangunan rumah satu lantai itu memiliki halaman depan cukup luas yang ditutupi rumput hijau terawat. Eva masih ingat dulu ada pohon mangga besar di sisi kanan. Papanya mengikat ayunan yang dibuat dari ban truk bekas di satu dahan terkokoh. Sayang pohon itu sudah ditebang oleh penghuni sebelumnya.Rumah itu sudah tidak ditinggali lagi selama enam tahun. Ketika akhirnya Eva bisa mengumpulkan banyak uang, rumah ini adalah rumah pertama yang dibelinya meski belum pernah ditempati hingga kini. Dulu dan sejak awal rumah ini adalah rumah keluarganya yang terpaksa dijual ke orang lain, Eva bahkan menyanggupi siap membayar berapa pun asal rumah ini kembali jadi miliknya.Dari sekian banyak hal yang sudah berubah, rumah ini satu-satunya yang masih sama bahkan setelah sekian lama. Setiap kali melihatnya, E

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-25
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 4 | Semeata Mengelilingi Erina

    Semakin banyak kita membenci, semakin besar kekuatan yang kita milikiEvaria 10 tahun lalu sama seperti anak muda pada umumnya, sedang semangat-semangatnya memasuki dunia perkuliahan yang terdengar serba keren. Ia mengambil jurusan ilmu komunikasi, cita-citanya sangat sederhana, ia hanya ingin menjadi pegawai kantoran yang bekerja nyaman di dalam ruangan ber-AC, libur hari sabtu minggu, dan menikah muda agar rentang usianya dengan sang anak kelak tidak terlalu jauh. Kemudian menjalani kehidupan normal seperti orang lain.Jika semua berjalan sesuai rencana, mungkin anak Eva sudah dua. Rencana tidak bisa bicara banyak dihadapan takdir. Eva sudah 28 tahun, gagal jadi sarjana, gagal jadi ibu muda, gagal punya kehidupan normal.Eva masih ingat jelas, ketika itu Eva langsung menuju rumah sakit sepulang dari kampus. Sudah hampir seminggu Erina dirawat di sana. Erina sering mengeluh sakit kepala, sehingga Papa memutuskan untuk melakukan pemeriksaan menyeluruh di

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-25
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 5 | Dengar Ini

    Komentar panjang lebar di akun gosip tidak membuatmu tampak pintar, karena orang pintar tahu dimana dia harus berkomentarEva dan Saga SMA di sekolah yang sama. Eva selalu mengekori Saga ke mana-mana karena Saga remaja mudah marah saat digoda. Tetapi Saga tidak pernah benar-benar mau mengakui Eva sebagai temannya. Sampai ketika mereka duduk di kelas 12, Saga yang saat itu terpaksa satu kelompok dengan Eva, mengerjakan tugas di rumah Eva. Itulah kali pertama Saga bertemu dengan Erina.Erina adalah gadis yang manis. Kulitnya putih bersih, sejak kecil rambutnya sudah terawat, tumbuh lurus, hitam dan berkilauan di bawah sinar matahari. Beda dengan Eva yang rambut aslinya cenderung bergelombang dan mengembang. Apalagi Erina murah senyum dan malu-malu lucu saat diajak bicara orang baru.“Kak, disuruh Mama ajak temannya makan.” Erina membuka sedikit pintu kamar Eva, celahnya hanya cukup untuk menyembulkan kepalanya saja.“Mama masak apa?” Tanya Eva.

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-25
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 6 | Masih Ada Satu Dari Sepuluh

    Untuk menang, kita butuh lawanEvaria Dona masih menjadi orang yang paling diburu media, mereka berlomba-lomba ingin mendapatkan sesi wawancara eksklusif dengannya. Tapi Eva menolak semua tawaran itu. Ia ingin mempertahankan citra elegan. Minim bicara, langsung tunjukkan dengan bukti tak terbantah.Eva menjadi tamu kehormatan acara peresmian sebuah galeri seni, ia bersama beberapa tokoh penting lain dipercaya memotong pita. Tentu ini sebuah kehormatan tinggi bagi Eva bisa berdiri sejajar dengan tokoh-tokoh tersebut. Nama baiknya bisa pulih lebih cepat dari yang ia kira sebelumnya.Eva berdiri di depan sebuah lukisan berukuran besar. Eva tidak mengerti letak seninya dimana, di matanya itu hanya gambar perempuan nyaris telanjang berkulit pucat dengan latar biru tua dan percikan cat tak beraturan warna kuning, merah, hitam. Ujung-ujung jari perempuan di lukisan itu berdarah-darah, namun tak ada sorot kesakitan di matanya. Entah mengapa Eva jadi

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-25
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 7 | Protagonis

    “Ya ampun, kasihan sekali.”Sambil menyetir Saga melirik ke arah yang dilihat Erina. Seorang anak Ibu-ibu sedang mengamen sambil menggendong anak balita dan diusir oleh pengemudi mobil di depan. Erina menurunkan kaca jendela, memanggil Ibu itu untuk diberi uang.“Terima kasih, Mbak. Semoga Tuhan membalas kebaikan Mbak.” Ujar pengamen itu setelah diberi uang.“Orang-orang kok tega ya, padahal diberi 2 ribu saja pengamen itu pasti sudah senang,” decak Erina seolah tak habks pikir usai kaca jendela kembali terangkat.“Mungkin dia merasa pengamen itu masih muda dan sehat, seharusnya dia bisa cari pekerjaan lain.” Jawab Saga memberi perspektif lain.“Kalau memang ada pekerjaan, dia tidak akan memilih turun ke jalanan sambil membawa anaknya. Lagi pula, dia tidak mengemis, dia mengamen.”Jika di samping Saga ini adalah Eva, Eva akan mengatakan sebaliknya. “Aku masih akan memaklumi ya, kalau itu pedangang tisu atau jepi

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-25
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 08 | Memihak Diri Sendiri

    Orang percaya diri percaya bahwa dirinya sendiri bisa dipercayaSidang berakhir tak terduga bahkan oleh Eva sendiri. Semua orang terkejut saat Erina mengubah keterangannya selama pemeriksaan, hakim sampai mengingatkan konsekuensi jika kesaksian Erina di persidangan adalah palsu.Dengan yakin Erina berdalih bahwa saat itu ia bingung dan tidak tahu apa yang benar-benar terjadi sedangkan Mira terus menekannya untuk menyembunyikan rekaman CCTV itu, sehingga Erina terpaksa menuruti apa kata Mira dan berbohong pada penyidik bahwa kamera CCTV di tokonya hanya pajangan.Erina menyerahkan rekaman CCTV itu untuk mendukung kesaksiannya kali ini bahwa Mira lah yang menyerang Eva lebih dulu, sekaligus mematahkan tudingan bahwa hubungannya dengan Eva buruk. Mira menjadi orang yang paling kaget, itu adalah pemandangan terbaik sejauh ini di mata Eva.Mira tidak memiliki apa-apa lagi sekarang untuk membela diri, satu-satunya s

    Terakhir Diperbarui : 2020-12-31
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 09 | Apa Kabar, Va?

    Saling mengenal, belum tentu saling memahami. Di saat kita merasa sudah cukup mengenal, sesungguhnya kita baru memutuskan berhenti mengenal"Jangan keluar, Rin. Malam ini akan turun hujan.”“Itu kan cuma perkiraan, Papa. Bisa saja meleset." Jawab Erina sembari mengikat tali sepatunya. “Aku sudah terlanjur beli tiket, kan sayang kalau nggak jadi.”“Tidak apa-apa, itu uang nggak seberapa. Nanti Papa ganti."“Jangan begitu, Pa. Uang tidak seberapa itu hasil keringat Papa.” Eva memprotes jawaban Papanya. Sejak ia tahu bagaimana susahnya mengumpulkan uang, Eva makin menghargai tiap rupiah yang ia miliki.Papa menghela nafas karena tidak berhasil menahan Erina pergi ke konser musik yang diadakan di lapangan terbuka. “Nanti pulang sebelum jam 9.” Pesan Papa.“Yah, jam segitu konsernya baru dimulai.”“Erina."“Papa tenang saja, aku sama teman-teman kok. Nanti ada temanku yang mengantar pulang sebelum jam 12. Oke? Dadah Papa, Dadak

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-02
  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 10 | Kesempatan Kedua

    Siapapun bisa dan layak memberi dan diberi kesempatan ke dua. Meski itu dari Sampah untuk Sampah lainHanya butuh waktu tiga hari bagi Lala untuk mendapatkan informasi tentang Mira seperti yang Eva minta. Entah bagaimana gadis itu melakukannya. Eva sedang melihat foto-foto yang diperoleh Lala, sembari mendengarkan penjelasan Lala."Seperti yang Mbak Ev lihat, sekarang dia bantu-bantu di kedai milik tantenya, sebelumnya dia bantu-bantu di tokonya Erina, tapi sejak hari sidang itu sudah tidak lagi. Sudah pasti Mira merasa dikhianati.""Bagaimana dia bisa bayar pengacara?" Sebelumnya Lala mengatakan Mira bukan berasal dari keluarga kaya. Ibunya jadi TKW ke luar negeri dan tidak ada kabarnya hingga sekarang, sementara Ayahnya menikah lagi dengan janda kaya tapi keluarga baru ayahnya tidak mau menerimanya. Mira kemudian dirawat oleh keluarga Kakak ibunya, Mira bisa kuliah setelah menuntut tanggungjawab ayahnya yang selama belasan tahun tidak memberi nafkah. Setelah jadi

    Terakhir Diperbarui : 2021-01-18

Bab terbaru

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Epilog

    Tidak ada akhir bahagia sebab kebahagiaan tidak seharusnya berakhirBali selalu menjadi tempat pelarian terbaik, persis seperti yang selama ini digambarkan di film-film atau buku, dimana tokoh utama akan menjadikan tempat itu sebagai tempat rehat.Bali memiliki semuanya. Sinar matahari, pantai, gunung, udara sejuk, makanan lezat, filosofi hidup yang melekat pada masyarakatnya, dan tentu saja penerimaan.Dibantu seorang kenalan, Eva menemukan sebuah villa kecil yang terletak di Bali bagian timur yang memiliki udara sejuk. Butuh waktu penyesuaian cukup lama bagi Eva untuk kembali percaya diri berbaur dengan masyarakat. Ia takut mendapat penghakiman, atau parahnya dikucilkan. Namun seseorang meyakinkan Eva bahwa ia di sini bukan untuk mengasingkan diri, melainkan menata kehidupan baru.Suara alarm jam dibiarkan Eva berdering-dering sampai berhenti sendiri, lima menit kemudian alarm itu kembali berdering, dan begitu seterusnya lantaran orang yang seng

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 35 | Pelukan Terbaik

    Mengais untung yang tersisa dari serangkaian buntung yang menimpaSeperti; untung ada merekaEva tiba lebih dulu di sebuah ruangan privat sebuah restoran. Yessika Emma masuk dengan tenang dan duduk di depan Eva.Tidak ada yang memulai bicara sampai Eva mengakhiri kebisuan itu. “Maaf seharusnya saya yang minta ketemu Mbak Yessi lebih dulu. Saya tahu Mas Rizal membantahnya, tapi yang saya akui itu memang benar. Saya tidak pernah bermaksud merusak rumah tangga Mbak Yessi dan Mas Rizal, itu semua karena keserakahan saya. Saya menginginkan jalan pintas yang Mas Rizal tawarkan. Saya sangat malu berhadapan dengan Mbak sekarang.”“Saat suamiku menjanjikan kamu bisa bermain di filmnya dengan imbalan mau jadi selingkuhannya, aku penasaran apa kamu tidak memikirkan bagaimana perasaan istri dan anaknya di rumah?” Yessika menjawab dengan melempar pertanyaan serupa tamparan.Kepala Eva kian menunduk. “Saat itu yang saya pikirkan hanya diri sendiri,” akunya.&

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 34 | Melepaskan Beban

    Ketika nasehat dianggap sebagai penghambat, satu-satunya cara membuat orang itu sadar adalah dengan ditampar. Ketika dia sudah merasakan sakitnya, beri dia waktu untuk menangis, sebelum mengajaknya bangkitSebenarnya percuma saja Rizal mengelak kebenaran perselingkuhanya dengan Eva, sementara Eva sudah mengakuinya secara terbuka. Rizal menuduh Eva sebagai pembohong, sayangnya tidak ada yang percaya sebab dia tidak bisa membuktikan ucapannya sendiri. Itu hanya membuatnya makin tampak tidak tahu diri.Artikel lama mengenai dicoretnya nama Sharena Himawan digantikan dengan artis pendatang baru Evaria Dona juga kembali mencuat sebagai bukti lain perselingkuhan mereka.Jujur Saga hampir tidak punya bukti untuk membebaskan diri lantaran Rizal kekeh tidak ingin menyelesaikannya dengan mediasi. Dia berteriak kencang mengatakan dirinya juga dijebak. Maka pernyataan pelapor menjadi kunci sekarang. Apa yang ingin dia capai dengan melaporkan Eva dan Rizal melakukan kegia

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 33 | Saling Menjaga

    Jika masih ada yang tersisa untuk diselamatkan, aku tidak keberatan mati sendirian"Apa yang akan kita lakukan, La? Seharusnya Eva yang dipenjara, bukan Kak Saga."Lala tidak mengabaikan kegusaran Erina setelah mengetahui rencana mereka gagal. Semua ini gara-gara Mira, Lala bersumpah akan memberinya pelajaran nanti. Meski Eva tidak bisa terjebak dalam tuduhan prostitusi, setidaknya reaksi media terhadap pengerebekan semalam lumayan menarik.Eva digambarkan memiliki hubungan dengan dua orang pria sekaligus, salah satunya pria beristri. Semua orang mencaci betapa rendahan seorang Evaria Dona yang selama ini mereka kenal sebagai selebritis kelas atas. Padahal ini akan lebih sempurna jika mereka melihat lebih banyak foto-foto telanjang Eva, jadi mereka ada gambaran Evaria lebih rendah dari yang mereka bayangkan."Katakan sesuatu, La. Eva dan Mas Rizal mungkin cuma akan jadi saksi, sementara Kak Saga jadi satu-satunya yang dipenjara."Lala

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 32 | Benteng Runtuh, Pertahanan Lumpuh

    Jika aku hancur, aku harus hancur sendiriTentu saja Mira datang ke rumah Eva bukan tanpa alasan. Alasannya lebih dari sekadar tidak memiliki tempat tujuan lain, Mira masih punya dua teman yang mau ia repoti. Dan alasannya adalah Erina.Mira menghabiskan cukup banyak waktu untuk mencari-cari kesalahan Eva, salah satu yang getol Mira ingin ungkap adalah rumor hubungan gelap antara Eva dengan Rizal Chandra. Setiap kali Mira membicarakan itu, Erina akan mengiringnya ke pembicaraan lain. Seolah tak ingin tahu dan percaya bahwa itu sepenuhnya rumor palsu.Namun, saat terakhir kali Erina tiba-tiba mengajaknya bertemu, Erina mengaku memiliki bukti kebenaran rumor itu dan mengajak Mira untuk mengungkapnya. Tentu saja Mira bingung, setan jahat dari lembah mana yang telah merasuki jiwa suci Erina."Bukti yang kamu cari-cari itu dipegang Eva dan Rizal Chandra. Aku bisa mendapatkannya untukmu, bagaimana? Bukankah kamu mau balas dendam?""Kamu tahu

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 31 | Terperangkap Jebakan Masa Lalu

    Masa depan itu suci, masa lalu tidak boleh mencemari. Apa pun yang terjadiSetelah 3 bulan terpaksa menjadi wanita simpanan Rizal yang harus siap kapanpun Rizal menginginkannya. Menginginkan tubuhnya, lebih tepatnya. Rizal menepati janjinya. Eva dipertemukan dengan orang-orang yang berwewenang mencari bakat dari Fame Entertainment, Eva menandatangani kontrak nyaris tanpa hambatan dan ia bisa langsung menjadi pemeran utama di film garapan Rizal.Ketika Eva mulai mendapatkan popularitasnya, Eva merasa sudah tidak membutuhkan Rizal lagi. Ia mengatakan ingin mengakhiri hubungan gelap mereka dan menjalin hubungan yang lebih mengarah ke profesional. Rizal tidak mau melepas Eva begitu saja, dengan liciknya dia melemparkan sejumlah foto Eva dalam keadaan telanjang yang diambil tanpa sepengetahuan Eva.“Selama kamu masih terasa manis, aku tidak akan membuangmu," ujar Rizal mengerikan. “Lagi-lagi keputusan ada di kamu. Kamu tetap menjadi es krim favoritku atau satu Ind

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 30 | Malam yang Kembali Dingin

    Kebahagiaan itu siang yang bertamu pada malam. Bagaimana pun dunia akan kembali dingin, gelap, dan kesepianSebagai 'anak' kesayangan Pak Ibra, Eva tidak memiliki kesulitan untuk memenangkan hatinya lagi. Pak Ibra masih menyesalkan keputusan Eva meninggalkan Fame dan berkata Eva bisa kembali kapan saja.Erina juga ikut dalam makan malam mereka, dan bahkan bersama Pak Ibra, mereka bertiga sudah mengambil foto bersama. Erina mempertahankan citra suci dengan menolak ketika ditawari wine, dia mengaku belum pernah minum minuman beralkohol seumur hidup. Sontak saja Pak Ibra menertawakan kepolosan Erina. Pak Ibra membandingkan Erina dengan Eva dulu yang tampak sudah akrab dengan minuman memabukkan itu.Ya, terima kasih pada Rizal yang mencekokibya berbagai macam minuman jenis itu.Seperti pesan Saga, Eva tidak minum terlalu banyak. Kesadarannya ia jaga penuh untuk bertemu dengan Saga setelah ini.Eva berlari kecil menuju mobil Saga terparkir.

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 29 | Pagi Hari Menjelang Badai

    Bercerita artinya bukan mengumumkan kelemahan, melainkan berbagi kekuatanPagi ini barangkali menjadi pagi terbaik sepanjang hidup Evaria. Semalam ia bisa tidur lelap meski tanpa alkohol atau obat. Pertama kali yang dilakukannya begitu membuka mata adalah melihat fotonya bersama Saga di depan patung ikon Fantasiland.Rasanya apa yang mereka lakukan semalam masih seperti mimpi, foto ini menjadi satu-satunya bukti bahwa itu nyata. Sensasi bahagia ini, masihkah akan berlanjut hari ini dan esok?Sejenak Eva lupa akan kecemasan dan segala permasalahannya, kemudian Eva mengingatkan diri lagi bahwa ia tidak boleh terlena.“Ada yang asli di belakangmu, kenapa nggak berbalik dan lihat langsung?” bisik Saga disambung dengan kecupan-kecupan kecil di sepanjang tengkuk hingga belakang cuping telinga Eva.Eva menggeliat kegelian, membalikkan badannya hanya agar Saga berhenti menciuminya. Kenyataannya, Saga belum mau berhenti. Ia beralih menciumi rah

  • RAHASIA PEMERAN UTAMA   Bab 28 | Bahagia Sebentar Saja

    Jika sudah tahu tak ada yang melindungimu, bangun sendiri benteng pertahananmuEva tidak tahu berapa lama ia menangis, ketika akhirnya ia bisa menenangkan diri, langit yang semula masih terang kini meredup. Parkiran pun sudah nyaris kosong. Saga belum juga kembali, padahal Eva sudah berjaga-jaga mengunci pintu agar Saga tidak masuk dulu, sampai Eva siap.Eva terpaksa keluar, celingukan ke segala arah mencari keberadaan Saga.“Mbak Evaria?” Seseorang berseragam Fantasiland mendekati Eva. “Mari, Mbak. Sudah ditunggu Mas Saga di dalam.”“Di dalam mana?” Petugas itu hanya tersenyum dan membimbing Eva sampai melewati pintu masuk Fantasiland.

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status