Liu Heng berhasil menang terus sampai tidak ada yang berani untuk maju ke atas. Para murid yang ada di sana saling menoleh satu sama lain. Liu Heng mengalahkan lawannya hanya dengan beberapa kali gerakan saja. Itu menjadi pertarungan yang mudah. "Kalau tidak ada yang ingin menantang lagi, maka aku akan mengumumkan pemenang dari turnamen ini," ucap wasit itu.Tidak ada yang menanggapi perkataan itu. Wasit itu ingin mengumumkan itu, tetapi beberapa saat kemudian seseorang naik ke atas panggung. Wasit itu kaget. Semua orang kaget. Termasuk Liu Heng sendiri kaget. "Maaf ini bukan untuk murid yang sudah di atas tahap penempaan tulang," ucap wasit itu. Sayangnya orang yang berdiri di sana masih berdiri di sana. Dia mendekati Liu Heng dan menarik pedangnya dan mengarahkan pedang itu ke arah Liu Heng. Liu Heng sama sekali tidak menunjukkan rasa takut meski orang yang ada di depannya itu jauh lebih kuat daripada dirinya. "Aku ingin menantangmu," ucap orang itu. Liu Heng mendengus. "Aku su
Kabar tentang taruhan yang dilakukan oleh Lin Ju dan Liu Heng menyebar sangat cepat. Semua orang tertarik dengan taruhan itu. Yang menarik adalah Liu Heng yang berani menerima tantangan itu. Tidak ada yang yakin kalau Liu Heng yang akan menang. "Menurutmu siapa yang akan menang?" tanya Zhang Zu.Xing Rue yang sedang sibuk membaca buku, dia menoleh. Dia mengerutkan keningnya. Dia tidak tahu apa maksud gurunya. Dia memiringkan kepala. Terlihat gurunya tersenyum. Xing Rue langsung tahu maksud gurunya itu. "Guru, aku tidak tertarik dengan anak itu," tolak Xing Rue dengan tegas. "Aku tidak sedang menggoda atau bertanya kau tertarik atau tidak. Aku hanya bertanya siapa yang akan menang antara bocah itu dan Lin Ju. Bagaimana menurutmu?" tanya Zhang Zu. "Tentu saja Lin Ju yang menang," jawab Xing Rue. Dilihat dari mana pun, Lin Ju jauh lebih unggul. Dia sudah lama belajar di sekte Tebasan Mengalir dan juga tingkat kultivasi Lin Ju juga lebih tinggi. Dilihat daro mana pun Lin Ju pasti akn
Beberapa murid sudah berkumpul di tempat yang ditentukan. Mereka yang datang ke sana adalah murid yang sudah mendapat kuota untuk masuk ke dalam Gurun Neraka. Gurun Neraka seperti sebuah arena pertarungan. Setiap murid akan didipindahkan ke tempat yang berbeda di dalam Gurun Neraka. Mereka boleh menyerang siapa pun di sana. Setiap murid akan diberikan sebuah bola energi. Kalau bola energi itu diambil oleh murid yang lain, maka mereka akan gugur. Ada dua yang diincar oleh murid yang masuk ke Gurun Neraka yaitu pertama adalah mengumpulkan bola energi sebanyak mungkin dan itu bisa mereka tukarkan dengan berbagai hal di tempat penukaran atau yang kedua adalah mencapai pusat atau bagian inti Gurun Neraka dan mengambil benda yang ada di sana. Tentu saja benda yang ada di sana bukan benda biasa. Karena itu bukan benda biasa. Tentu saja untuk mendapatkan benda itu sangatlah sulit. Di bagian pusat Gurun Neraka tubuh peserta akan tertekan ke bawah. Semakin mereka masuk ke bagian pusat atau k
Orang yang mengepung Liu Heng bukan hanya satu, tetapi ada tiga orang murid. Liu Heng sudah menarik pedang miliknya. Dia sudah menduga hal ini, tetapi dia tidak menyangka kalau akan secepat ini. "Menyerahlah!" ucap salah satu dari mereka. Tiga murid itu berada di tahap Pondasi Qi. Mereka sangat percaya diri dengan kemampuan milik mereka. Liu Heng sudah siap bertarung. Dia sudah memasang kuda-kuda untuk bertarung. "Menyerah? Untuk apa aku menyerah kalau aku bisa mengalahkan kalian," ucap Liu Heng dengan percaya diri.Mereka bertiga saling menatap satu sama lain. Tidak lama kemudian mereka tertawa, meremehkan Liu Heng. Mereka pun memasang kuda-kuda juga. Satu diantara mereka pun maju. Dua lainnya menyusul dari belakang tetapi mereka berlari memutar. "Ingin menyerangku dari tiga arah. Tidak semudah itu," ucap Liu Heng. Satu serangan pun mengarah ke arah dirinya. Satu serangan itu dari arah depan. Beberapa detik kemudian ada dua serangan lainnya dari arah kiri dan kanan Liu Heng. Tig
"Bocah itu pasti sudah tewas," ucap bawahan Lin Ju.Lin Ju tersenyum lebar. Dia juga berpikir seperti itu karena dia sudah mengirim beberapa orang bawahannya untuk berpencar. Mereka disebar ke berbagai tempat dan setiap kelomok terdiri 3-5 orang murid. Tidak mungkin Liu Heng bisa lolos dari mereka. "Bocah cacad itu ingin main-main denganku. Dia kira dia siapa? Tidak akan ada belas kasih sama sekali," ucap Lin Ju. Dia mendengus. Sombong. "Dia buta. Dia tidak tahu siapa yang dia lawan. Betapa bodohnya dia," ucap bawahan Lin Ju. Lin Ju itu memiliki banyak bawahan yang tunduk pada dirinya. Mereka akan melakukan apa pun tugas yang Lin Ju berikan. Tentu saja mereka dibayar untuk melakukan itu. Bahkan mereka juga mendapat bayaran meski mereka hanya ikut Lin Ju saja. Itu bayaran bulanan. Berbeda dengan bayaran tugas penting. "Sangat disayangkan sekali kita tidak bisa melihat wajah si cacad itu memohon ampun. Itu pasti sangat menyenangkan," ucap bawahan Lin Ju yang lainnya lagi. "Ah, kau b
Liu Heng mencoba pergi dari sana. Dia berjalan beberapa menit dan akhirnya dia kembali ke tempat yang sama. Padahal dia sangat yakin kalau dia sudah berjalan ke arah yang lain. Dia mecobanya sekali lagi. Hasilnya tetap saja sama. Dia akan kembali ke tempat yang sama. Liu Heng mencoba berulang kali. Hasilnya masih sama. Liu Heng tidak mengerti kenapa bisa seperti itu. Tidak ada pilihan lain untuknya. Dia pun berjalan ke arah tempat aneh yang dia lihat. Tempat itu adalah pulau kecil yang dikelilingi oleh sungai. Dia pulau itu ada berbagai macam jenis pohon yang berbuah. Ketika dia sudah dekat dengan tempat itu. Liu Heng memegang air yang ada di sana. Dia merasa air itu nyata. "Ini bohong, bukan?" Dia tidak yakin. Sangat mustahil ada hal semacam itu ada di tengah gurun yang begitu panas. Air pasti kering. Seharusnya air itu menguap karena panas yang ada di sana, tetapi air di sana sangat sejuk seolah itu berasal dari pegunungan. Liu Heng tidak ingin tertipu. Dia pun melemparkan pisau
Liu Heng terpental lagi. Tubuh Liu Heng lebab. Bahkan tulang rusuknya patah karena serangan oleh ular besar itu. Beruntung saja dia tidak terkena racun ular itu. Dia selalu bisa menghindari semua serangan racun itu. Ular itu juga tidak terlalu sering menggunakan racunnya. Dia lebih sering menyerang dengan ekornya. Liu Heng mengatur napasnya. Dia pun mundur sangat jauh. Dia keluar dari tempat itu. Dia kembali ke gurun. Panas gurun itu kembali menyerang Liu Heng. Itu membuat tubuhnya terasa terbakar."Aku sudah menggunakan banyak energi qi," keluh Liu Heng. Terpaksa dia menahan rasa panas itu. Liu Heng pun duduk di atas pasir yang panas itu. Dia menatap ke arah ular yang sedang menatap dirinya juga. Dia sedang berpikir bagaimana cara mengalahkan ular itu dengan perbedaan kekuatan yang begitu jauh. "Kau licik, bocah.""Aku hanya memanfaatkan apa yang ada," ucap Liu Heng. Dia bersila dan berkonsentrasi. Dia mencoba memulihkan dirinya lebih dulu. Meski, tidak terlalu banyak berpengaruh.
Beberapa saat kemudian Liu Heng berhasil mengalahkan lawannya. Dia langsung berjalan mendekati Bai Linjue dan Zou Cheng. Mereka terlihat kaget. Beberapa saat yang lalu Liu Heng tidak sadarkan diri, tetapi tiba-tiba saja dia bangun dan langsung menyerang murid yang berniat membunuh dirinya. Tidak ada yang tidak kaget kalau mereka berada di posisi Bai Linjue atau Zou Cheng. "Kenapa kalian di sini?" tanya Liu Heng. "Kau tadi tidak sadarkan diri dan mereka ingin membunuhmu karena itulah kami ada di sini. Kami sedang melindungimu dari mereka," jawab Zou Cheng.Liu Heng mengerutkan keningnya. Dia mencoba memahami sesuatu. Dia sangat yakin kalau di sebelumnya berada di pulau kecil aneh, tetapi ketika dia membuka matanya lagi. Pulau itu dan apa pun yang ada di sekitarnya sangat berubah. Itu membuat Liu Heng bingung sendiri. Kalau apa yang terjadi sebelumnya itu adalah sebuah mimpi, tetapi ketika dia bangun. Dia memegang sebuah kunci di tangan kanannya. Tidak mungkin itu mimpi karena terasa