16 tahun yang lalu…. “Kita akan merawatnya….” ucap Ramadhani kemudian, mengendong box bayi tersebut. “Aku tidak mau merawatnya….” jawab Surtinah melihat jijik sang bayi yang dipenuhi penyakit kulit. “Kenapa? Ini adalah anugrah yang diberikan Tuhan…. Tuhan menginginkan kita memiliki anak dengan cara lain….” jawab Ramadhani tersenyum bahagia. Dia sangat bersyukur menemukan bayi tersebut, dan mereka akan memiliki anak. “Aku tidak mau memiliki anak yang berpenyakitan seperti itu…. Bau tubuhnya juga sangat busuk….” jawab Surtinah masih tidak mau merawat bayi tersebut. Wajahnya terlihat kesal, saat sang suami tidak mau mendengarkan kata-katanya. “Tenang Sur…. kita pasti bisa mengatasinya…. Uang kita kan banyak, apa salahnya kita sedekahkan untuk kesembuhannya….” “Orang tuanya saja membuangnya, kenapa kau malah mau merawatnya?” “Saat ada orang yang jahat membuang sesuatu yang berharga, maka akan nada juga orang baik yang akan memungutnya seperti berlian.” “Kau saja, aku tidak mau….”
Semua wanita yang ada dirumah makan tersebut, terpesona melihat keseksian tubuh Fikri, yang bisa dikatakan, sempurna. Sedangkan Safira hanya bisa melonggo, terkejut mendapati baju pria tersebut menutupi wajahnya dengan sempurna. “Kau harus mencucinya hingga bersih…. Kau harus bertanggungjawab dengan apa yang telah kau perbuat…..” Safira menghela napas panjang dengan kesal. Menarik baju tersebut dari wajahnya, dan kembali melempar baju tersebut ke wajah Fikri. Safira tidak terima diperlakukan seperti itu. Fikri terus saja menatap mata Safira dengan tajam. Dia sangat membenci wanita, lalu kenapa wanita yang selalu membuatnya kesal, berada dirumahnya? “Aku bukan pembantumu, aku tidak sudi mencucinya….” bentak Safira kesal. Saking kesalnya, kembali tinjunya menghantam wajah tampan Fikri Wijaya Kusuma, dan saat untuk kedua kalinya, Safira hendak menyerang, sahabat Fikri langsung melerainya dan menjauhi dua manusia yang selalu saja bertengkar saat bertemu. Fikri menatap dingin Safira,
Fikri duduk disofa, sedang memakaikan sepatu sekolahnya, “Mana kunci motormu?” mendengar suara dingin tersebut, Fikri langsung menoleh kearah suara. Fikri tersenyum dingin, melihat ibunya memasang wajah sinis. “Mana kunci motormu? Berikan pada saya.” sekali lagi Hanum memberi perintah. “Untuk apa ma?” tanyanya mengerutkan keningnya. “Berikan saja…. Itu perintah….” ketus Hanum dingin. Fikri langsung mengambil kunci motor dari kantong celananya, dan memberikan pada Hanum. “Jika mama mengambilnya, lalu Fikri kesekolah pakai apa ma?” keluh Fikri, membayangkan jika dia harus berjalan kaki disekolah, membuatnya semakin kesal. “Mulai sekarang, kau tidak boleh lagi kesekolah pakai motor. Kau harus diantar jemput oleh Safira…. Mulai sekarang, kau dilarang menyetir sendirian, tanpa ditemani Safira….” jelas sang ibu dingin. Setiap kata yang Hanum keluarkan penuh penekanan dan intimidasi terhadap anaknya. Fikri menghela napas berat, meninggalkan sang ibu tanpa menyalaminya terlebih dahulu.
3 tahun yang lalu.... Fikri yang memakai seragam SMP, berlari menuju meja makan. Melihat Fikri yang duduk dikursinya, seketika ayah dan ibunya beranjak dari duduknya. “Kita makan diluar saja...” ujar Hanum pada suaminya. Kemudian mereka beranjak meninggalkan ruang makan. Fikri yang tadi sangat bersemangat menyendok nasi kepiringnya, langsung terdiam, melihat kedua orang tuanya meninggalkan meja makan karena kehadiran dirinya, padahal makanan dipiring mereka, belum habis. Fikri beranjak dari duduknya. “Mau kemana tuan? Makan dulu, ibu sudah masak makanan favorit tuan....” ujar Surtinah tersenyum ramah pada tuannya. “Nggak jadi lah bu.... mama dan papa, nggak jadi makan karena Fikri.... jadi, sebagai hukumannya, Fikri juga nggak boleh sarapan, karena papa dan mama nggak sarapan....” Fikri berlari masuk ke dalam kamarnya, meraih tasnya. “Bu.... uang jajan?” pinta Fikri. Surtinah yang memegang uang keperluan tuan kecilnya itu, langsung memberikan uang pada anak majikannya itu. “Oh
Ada beberapa yang merumpi tanpa tahu masalah sebenarnya, “Tidak usah mengunjingku! Kalian tidak tahu apa yang dia lakukan, sehingga membuatku semarah ini.... apa kalian tidak ingin bertanya, sebelum kalian menyebarkan gosip? Saya tandai wajah kalian semua ya.... siap-siap kalian, juga akan menjadi target selanjutnya....” dengan gerakan cepat, Fikri membuka sepatunya. Lalu melemparnya dengan kasar ke arah wanita yang sedang mengunjingnya. Membuat para wanita tersebut terteriak kaget. “Nggak usah teriak, sakit kuping saya dengarnya.... bawa kemari sepatu saya!” perintah Fikri dengan dingin. Para wanita itu, hanya diam. “Bawa kemari sepatuku!” teriak Fikri, membuat satu wanita tersebut segera mengambil sepatu tersebut dan memberikan pada Fikri. Fikri menatapnya dengan sinis. “Pakaikan ke kakiku!” perintah Fikri tersenyum dingin. Dia sangat senang membuat orang takut dan tunduk padanya. Wanita tersebut dengan tangan gemetar memakai sepatu tersebut dikaki Fikri. “Peringatan untuk sem
Fikri memasuki rumah, dan dia sangat kaget, saat membuka pintu mendapat tamparan dari sang mama. Fikri memegang pipinya yang ditampar dan tersenyum melihat wajah kesal dari mamanya. “Ada apa bu?” tanya Fikri tersenyum. “Menurutmu apa kesalahan yang kau perbuat sehingga kau ditampar?” bentak Hanum kesal dan mendaratkan lagi satu tamparan. “Fikri tidak tahu kesalahan apa yang Fikri perbuat ma? Karena terlalu banyak kesalahan yang Fikri lakukan, sehingga membuat putih menjadi hitam….” jawab Fikri dengan tenang. “Sudah saya bilang, kau harus di antar jemput oleh Safira. Kenapa kau pulang sendirian? Dimana Safira? Apa kau meninggalkannya ditengah jalan hah?” Hanum membenturkan kepala Fikri ke dinding, membuat pria tersebut meringis. Sekali lagi tamparan mendarat di wajah pria itu. Fikri hanya diam saat sang mama melampiaskan kekesalannya. Hanya sesekali jika dia telah muak, dia memberontak. Hanum menarik dengan kasar tangan Fikri masuk kedalam kamarnya. Sedangkan Safira yang tertidur
Fikri duduk disofa sambil menikmati cake buatan Surtinah. Sedangkan Safira sudah siap hendak mengantarkan Fikri kesekolah. Safira mengerutkan keningnya saat melihat Fikri hanya memakai pakaian rumah saja. Barusaja hendak mendekati Fikri, Hartawan sudah berjalan mendekati Fikri dan membuang cake yang ada ditangan Fikri dengan kasar. Fikri menatap ayahnya dengan tenang. Sudah biasa dia diperlakukan seperti ini, sudah bukan hal yang biasa lagi. “Kenapa kau tak sekolah anak berandal? Enak saja kau malah santai-santai, mau jadi manusia bodoh kau?” bentak Hartawan menarik rambut Fikri dengan cukup keras. “Jawab saya, kenapa kau tidak masuk sekolah?” teriaknya tepat ditelinga Fikri. Lagi-lagi Safira hanya bisa menghela napas panjang, melihat target penyelidikannya diperlakukan tidak baik oleh ayahnya. “Saya di skor yah....” jawab Fikri perlahan, menahan sakit disekujur tubuhnya. “Kenapa? Apa karena kau memukul Bowo?” tanya Hartawan semakin berang. Kembali tamparan mampir kewajah Fikri. F
“Permisi....” ucap Safira mengetuk pintu. Fika menoleh menatap tajam Safira dan menghentikan aktivitas menerangkan pelajaran. “Ini lagi dalangnya....” sindir Fika kesal. “Boleh saya bertemu dengan Fikri Wijaya Kusuma bu?” tanya Safira dengan wajah sok polos. “Ada apa kau bertemu pembunuh itu?” tanya Fika dengan nada sinis. “Mau merencanakan pembunuhan dan perampokan bu....” jawab Safira asal, membuat Fika mendengus kesal. “Masuk saja.... jangan bikin onar....” sindir Fika lagi duduk dikursinya. “Kek ibu nggak pernah bikin onar aja....” balas Safira membuat Fika memutar mata kesal. “Ngomong apa kamu tadi?” Fika berdiri dan berjalan mendekati Safira. Fika nampak kesal dengan sikap Safira yang terus menjawab kata-katanya. “Tidak apa-apa bu.... Cuma ingin mengatakan, ibu itu sangat cantik, tapi akhlaknya buruk....” ucap Safira dengan berani, membuat Fika makin berang. “Jaga ya sikapmu, jika tidak ingin saya usir keluar....” ancam Fika. “Iya bu.... tadi juga ibu yang terus ngajak
Safira menghela napas lelah membaca bait demi bait tulisan diary tersebut. Safira menutup laptopnya, dan segera keluar dari kamarnya. “Mau kemana?” hadang Safira saat melihat Fikri keluar dari kamarnya. “Bukan urusanmu.” jawabnya acuh. “Akan memanaskan motor,” ucap Safira meninggalkan Fikri yang hanya bisa mendengus sebal. Dia harus bisa menghindari Safira, dia tidak ingin terlalu dekat dengan wanita itu. Fikri tidak ingin masalalu nya terulang lagi. Bukankah menjaga lebih baik dari pada merusak. Fikri melangkah keluar dan dilihatnya Safira sedang memanaskan motornya. Fikri mendekati Safira, dengan kasar merampas kunci motor dan segera hendak menaiki motor tersebut, namun dengan gerakan gesit, Safira menarik baju Fikri. “Kau tidak akan bisa pergi tanpa diriku. Apa kau ingin disiksa terus oleh ibumu? Apa kau sangat suka ya disiksa oleh ibumu?” ujar Safira ketus. “Bukan urusanmu.” jawab Fikri dingin. “Akan jadi urusanku jika menyangkut dirimu. Apalagi aku sudah ditugaskan untuk
“Bolehkah aku bertanya sesuatu?” tanya Safira disebrang telepon.“Silahkan….” jawab Abbas.“Boleh aku minta alamat rumah bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?”“Akan saya kirimkan…..” jawab Abbas. Saat sudah mendapatkan alamat Zivana, Safira segera keluar dari rumah pribadi Fikri. Motornya berhenti disebuah rumah dan mengetuk pintu rumah tersebut. Seorang wanita keluar membukakan pintu.“Maaf, bolehkah saya bertemu dengan bu Zivana Azzahra Alfathunissa Hidayatullah?” tanya Safira ramah.“Maaf bu Zivana tidak ada dirumah…. Bu Zivana belum pulang.” jawab sang Art.“Kapan ya pulangnya?”“Mungkin sore ini, kalau tidak lembur….”“Bolehkah saya masuk dan menunggu bu Zivana? Saya ingin sekali bertemu dengannya.” sang Art hanya menganguk perlahan dan menyilahkan Safira masuk. Sesaat setelah masuk, sang Art nampak menelpon seseorang. Safira mengamati seluruh ruangan tersebut. Dia melihat foto keluarga, Safira mengamati foto tersebut dengan seksama. Safira duduk disofa panjang. Tak lama
"Maksud Anda apa berbicara seperti itu? Anda meragukan pengkapan yang kami lakukan? Kau iri? Sudah tidak percaya lagi oleh pak Haikal?" Alfa tersenyum menyeringai. "Saya tahu, ini semua rencanamu untuk mengetahui isu kalian tentang berita Taqy Shafiullah. Bau busuk rencana sudah tercium kok, hanya menunggu waktu kehancuran kalian saja...." ucap Safira dengan dingin. "Bilang saja kau memihak pada teroris ini. Jika iya, itu sama saja kau membela para teroris. Itu sama saja kau berpihak pada kejahatan dan kau memberi kesempatan bagi para teroris membunuh dan menyebarkan teror lagi....""Jika iya memangnya kenapa? Kau takut seorang Safira Ramadhani berpihak pada teroris? Jika aku ikut menyelesaikan kasus ini, sudah pastikan kau kalah, Alfarezel Arfan.... Kesempatan mu untuk menang hanya sedikit.... Jangan sampai saya turun tangan menangani kasus ini Fa...." Safira tersenyum sinis. Saat melewati Alfa, Safira sengaja menyenggol lengan Alfa dengan kasar. Alfa tampak geram, meninggalkan sel
"Saat itu Reyhan di ancam saat melakukan pemberontakan karena apa yang dituduhkan para polisi itu tidak lah benar...." jelas Alfariz. Safira hanya diam, terus saja mendengar apa yang di ceritakan oleh Alfariz. Pecakapan tersebut terekam kamera tersembunyi yang terpasang di baju nya."Kau, harus ikut kami dan mengakui bahwa kau adalah teroris.... Jika tidak, kau dan istrimu akan kami bunuh...." ancam Alfa menarik paksa Reyhan yang masih meronta melepaskan diri. Reyhan di dorong masuk ke dalam mobil tahanan. Mobil melaju meninggalkan rumah Reyhan. Tiga orang tidak ikut rombongan tersebut, kembali mendekati rumah Reyhan. Mengedor pintu yang terkunci, membuat istri Reyhan semakin panik di balik jendela saat mengintip suami nya di bawa polisi.Gedoran semakin kuat terdengar oleh istri Reyhan, dan berubah menjadi tendangan. Istri Reyhan hanya membeku berdiri membelakangi jendela. Jantung istri Reyhan sejenak terhenti, saat tiga polisi tersebut berhasil membuka pintu dan melepaskan beberapa k
Reyhan Aldhani perlahan keluar dari dalam kamar, sedangkan sang istri duduk dengan panik di atas ranjangnya. Saat keluar, Reyhan langsung di borgol oleh polisi. "Bapak kami tangkap...." ucap Alfa. "Apa salah saya pak? Saya tidak melakukan apa-apa yang bertentangan dengan hukum?" balas Reyhan meronta saat polisi memborgol nya. "Kamu telah melakukan tindakkan teroris.... Mengebom rumah makan X dan menewaskan banyak orang...." jelas Alfa mendorong kasar Reyhan keluar dari rumah nya. "Saya tidak melakukannya pak.... Bapak salah orang...." sanggah Reyhan tidak terima dengan tuduhan tersebut. "Tidak usah melawan dan tidak mengakui perbuatan mu.... Kau bisa membela diri saat di kantor polisi...." jelas Alfa menarik paksa Reyhan masuk ke dalam mobil. Sedangkan istri Reyhan mencoba menahan diri tidak keluar dari rumahnya, karena lebih menuruti perintah suaminya. Mobil tahanan tersebut pun meninggalkan rumah Reyhan. Sang istri hanya bisa menahan tangis saat di lihat nya mobil yang membawa s
"Kamu sudah mendengar berita yang sudah viral di TV kan?" tanya Haikal dengan dingin pada Alfarezel Arfan duduk di kursi depan Haikal."Saya sudah mendengarnya pak...." jawab Alfa. "Misi kali ini, kalian yang selesai kan.... Saya harap kalian bisa menyelesaikan nya dengan mudah...." jelas Haikal. "Siap pak.... Ngomong-ngomong kenapa tidak Safira saja yang menyelesaikan misi ini pak? Bukankan gadis itu adalah orang yang sangat bapak percayai?...." tanya Alfa dengan dingin. "Lakukan saja sesuai perintah.... Safira akan menyelesaikan kasus lainnya...." balas Haikal dengan tegas dan memerintahkan dengan satu jarinya untuk pergi dari ruangannya. Alfa pun keluar dari ruangan pak Haikal dan saat keluar berpapasan dengan Safira. Alfa menatap Safira tajam, "Sepertinya ada yang sudah tidak di percaya lagi menyelesaikan kasus besar...." sindir Alfa dengan senyum sinis. Safira menghela napas pendek. "Karena pak Haikal mungkin udah bosan dengan dia yang sok baik, dan menyelamatkan para tahana
Di sebuah ruangan rumah Athailah, "Sebarkan isu-isu, viral kan agar kasus ayah saya bisa teralihkan dan setelah semua masyarakat dan para netizen fokusnya terpecahkan, saat itu lah kita akan menyogok para polisi.... " jelas Athailah. Mengepal tangannya dengan geram, mata nya tajam melihat tiga anak buahnya.“Baik bos...” ucap tiga anak buah nya dengan tegas.“Cepat buat keributan.... jangan sampai gagal....” bentak Athailah. Tiga anak buah Athailah pun segera meninggalkan ruang kerja Athailah.Tiga pria tersebut mendatangi sebuah rumah makan. Setelah beberapa menit mengamati situasi sekitar, mereka pun hendak melemparkan sesuatu ke arah rumah makan tersebut, namun karena kemunculan lima orang berjubah putih dari dalam rumah makan, membuat tiga pria tersebut menghentikan aktivitasnya."Assalamu'alaikum.... " sapa lima pria tersebut dengan ramah. Namun bukannya menjawab salam lima pria tersebut, tiga pria itu hanya diam dan memasang wajah dingin, hingga lima pria tersebut memasuki mobil
“Bagaimana pendapat anda mbak, tentang terlibat nya anda dalam penangkapan pak Taqy Shafiullah? Apakah benar anda terlibat dalam penangkapan tersebut? Benarkah anda di bayar mahal oleh polisi? dan anda juga seorang mata-mata?” tanya para wartawan pada Safira saat di temui di acara bedah buku sebagai pemateri.Safira hanya tersenyum, “Itu semua tidak benar.... Saya hanya di undang untuk bernyanyi di acara tersebut.... kapan pula saya menangkap beliau? sedangkan saya sibuk bernyanyi menghibur tamu undangan hingga acara selesai.... itu hanya fitnah dari orang-orang yang tak menyukai saya, atau itu hanya pengalihan isu agar masalah inti tersebut perlahan-lahan di hilangkan dari media....” jawab Safira dengan tenang. Setelah itu dia meninggalkan gedung acara dengan menaiki motor nya.Sedangkan ke esok pagi nya, seorang pengacara dan Athailah mengajukan melaporkan Safira ke polisi atas tindakkan tidak menyenangkan, dan fitnah terhadap ayahnya.“Kami akan melaporkan beliau atas pencemaran na
Safira baru saja pulang dari kampus, merasa sangat lelah saat sampai kos. Baru saja, dia duduk di kursi plastik di dalam kamar kos nya, sebuah ketukan membuatnya mendengus kesal. Safira segera bangkit dari duduknya dan membuka pintu. Dia mengerutkan keningnya, saat melihat pengantar paket memberikan sebuah paket padanya. Safira menatap curiga map amplop tersebut, takutnya teror lagi. Perlahan Safira membukanya, dan terlihatlah hanya berisi data-data kriminal target yang akan di tangkapnya.“Misi kali ini adalah kau harus menyamar sebagai penyanyi di sebuah acara pertunangan seorang anak dari seorang pembunuh berantai.... kau harus bisa menangkapnya, jika tidak siap-siap untuk di pecat....” jelas jendral Haikal di telepon. Safira hanya menghela napas kasar, akhir-akhir ini pak Haikal sering bersikap tidak ramah padanya.“Baik pak....”Safira meletakkan hp nya di samping meja belajarnya, dia memeluk erat boneka Doraemon dengan erat. Safira mengukir senyum saat bayang-bayang masa lalu be