Home / Romansa / Putri sang Artis Kontroversial / Chapter 4 – Not an Angel without Wings

Share

Chapter 4 – Not an Angel without Wings

Author: Alsaeida
last update Last Updated: 2023-01-12 02:24:04

“Setahun lalu Mbak ke Kelantan dan menginap di samping rumahmu. Makanya Mbak tahu kalau Dariah Angelica adalah Mamamu,” ungkap Mbak Yani sebelum mengunyah potongan chicken katsunya.

“Ehm… Kata teman-teman kosan, Mbak punya kafe sendiri, ya?” kataku mengubah topik, berharap Mbak Yani tak tertarik membahas tentang sosok bernama Dariah Angelica itu.

“Bukan milik Mbak, tapi Mbak hanya mengelolanya saja. Namanya Spectra Cafe.

“Aku pernah ke sana Mbak. Tempatnya nyaman dan luas. Makanannya juga enak,” pujiku antusias, bukan semata-mata karena menghargai Mbak Yani ataupun supaya dia tidak teringat dengan siapa mamaku, tetapi memang begitulah keadaannya. Malahan Spectra Cafe menjadi salah satu list yang akan didatangi jika Arfa dan Alby datang ke Malangkaya nanti.

“Terima kasih. Mbak senang mendengarnya.” Senyum Mbak Rani tersungging. “Sebentar lagi  cabang kedua juga akan dibuka.”

“Ada buka lowongan kerja, Mbak?” tanyaku memastikan. Uangku sudah menipis.

Mbak Rani mengangguk. “Ada. Tapi hanya waitress saja.”

“Masih ada yang kosong nggak, Mbak?”

“Masih Win. Memang kenapa?”

“Aku bisa daftar nggak, Mbak?”

Dahi Mbak Yani sedikit mengernyit. “Bisa sih. Cuman….” Dia terlihat ragu-ragu hendak mengucapkannya.

“Aku sedang butuh uang, Mbak,” sambungku tanpa malu.

Mbak Yani bungkam cukup lama sebelum berucap, “Sabtu besok datanglah ke kafe.”

“Baik Mbak,” sahutku sumringah sebelum memasukkan sepotong chicken katsu ke dalam mulutku.

“Kamu sudah semester berapa sekarang, Win?” tanya Mbak Yani sambil mengambil remote TV yang memang tergeletak di atas meja. “Wah… Jevin!” ucapnya antusias ketika layar TV menampilkan sosok laki-laki bertubuh jangkung itu. “Mbak suka banget dengan lagu-lagu Jevin. Mbak adalah salah satu JevinLov,” lanjutnya riang.

Sementara tubuhku langsung bereaksi, menegang kaku dengan beberapa butir keringat yang terasa muncul di dahi. Bahkan chicken katsu yang sudah di kerongkonganku, kini sulit untuk ditelan, seolah potongan itu adalah potongan terbesar.

“Kamu mau ikut, nggak?”

“Hah! I-Iya Mbak?” ucapku gelagapan.

“Minggu ini dia akan mengadakan konser di Cilakap. Kamu mau ikut, nggak?”

Kepalaku dengan cepat menggeleng. “Nggak Mbak.”

“Beneran?” Mbak Yani memasang wajah tidak percaya.

Kini aku mengangguk tergesa-gesa.

Mbak Yani memicing keheranan. “Beberapa kenalan Mbak yang seumuran denganmu, rata-rata mereka pasti menyukai Jevin. Dia juga jago akting. Film terbarunya saja sukses besar. Menurutku, dia salah satu publik figur yang paling bertalenta. Dia juga ramah dengan penggemar. Dia dijuluki Angel without wings.

Aku hanya memberikan senyum paksa. Bingung menanggapi. Sebelum kejadian di malam itu, aku akui kalau aku cukup menyukai lagu-lagunya. Malahan aku berniat menjadi salah satu penggemar karena Arfa sering mengomentari kepribadian Jevin, yang selalu peduli dengan penggemar-penggemarnya. Tapi perbuatan kejamnya padaku menjadikan seperti pepatah nila setitik rusak susu sebelanga. 

“Dia ganteng banget, benar-benar terlihat seperti malaikat,” kata Mbak Yani berbinar kagum.

Dia bukanlah malaikat Mbak, tapi iblis, batinku.

0_<

Mataku yang semula menatap cermin, memastikan penampilanku sopan dan rapi dengan kemeja putih dan celana kain berwarna hitam, kontan menoleh ke atas kasur dimana ponselku yang baru saja berbunyi. Aku sekali lagi memperhatikan penampilanku sebelum mendekatinya. Ada sebuah SMS notifikasi dari bank, menginfokan debit yang masuk. Ada juga chat dari Mama, mengabarkan kalau dia baru saja mengirimkan uang.

Aku membalas singkat chat Mama dengan ucapan terima kasih, kemudian memasukkan ponsel ke dalam tas. Memang sekarang masalah uang sudah terselesaikan, tapi aku tetap dengan rencanaku yang ingin bekerja di Spectra Cafe, meskipun hanya sebagai waitress. Semua gajiku akan ditabung dan mungkin akan berguna di saat-saat mendesak nanti. Kejadian masa depan tidak ada yang tahu, kan? Entah itu buruk atau baik. Seperti juga kejadian mengerikan di malam itu, aku tidak pernah menduga kalau akan mengalaminya.

“Sudah siap, Win?” tanya Mbak Yani, tepat saat aku baru menutup pintu kamar.

“Sudah Mbak,” jawabku bersemangat.

“Kita berangkat sekarang?”

Aku membalas dengan anggukan kepala, lantas berjalan beriringan menuju parkiran. Hari ini merupakan jadwal wawancara seperti yang dikatakan Mbak Yani dan dia berbaik hati memberikan tumpangan. Sekalian ke tempat kerja, katanya.

“Kamu sudah mendengar berita tentang Jevin?” tanya Mbak Yani di sela-sela memperhatikan spion kiri mobil, hendak berbelok ke kiri.

“Ng-Nggak Mbak,” jawabku yang selalu saja gugup ketakutan saat mendengar nama laki-laki itu.

“Mbak lupa kalau kamu bukan penggemarnya.” Mbak Yani menepuk pelan jidatnya. “Jevin dirumorkan berpacaran dengan Viska,” lanjutnya.

Aku menanggapi dengan senyum kecil. Sama sekali tidak berminat, tapi tidak ingin terlalu memperlihatkan.

“Mbak berharap kalau berita itu hanyalah rumor belaka. Seandainya Jevin memang memiliki pacar, setidaknya bukan Viska. Wanita itu tidak cocok dengannya. Dia pernah  tersangkut masalah penganiayaan tahun lalu. Jevin terlalu baik untuknya,” ungkap Mbak Yani.

Mendengar kalimat terakhir Mbak Yani, benakku berkecamuk. Jevin bukanlah sosok yang baik. Dia pemerkosa. Tapi apakah ada yang percaya jika aku mengatakannya?

“Tidak ada selebritis yang sebaik dia. Dia menyumbangkan semua hasil bayaran yang diterimanya dari film Diantara Kita ke yayasan penanganan kanker. Kata staf-staf yang bekerja dengannya, dia juga royal. Pantas saja kalau dia dijuluki Angel without wings,” Mbak Yani bercerita dengan decak kagum.

“Jevin gak sebaik yang Mbak ceritakan,” bantahku lirih.

“Ya Win? Tadi kamu bilang apa?” tanya Mbak Yani, dia pasti tidak mendengarkannya. Aku berkata nyaris tak bersuara.

Kepalaku menggeleng, “Nggak kok Mbak. Aku nggak bilang apa-apa.”

“Tapi selintas aku mendengar nama Jevin.”

“Aku tadi bilang kalau lagu-lagu Jevin sangat bagus,” alasanku.

“Benar Win, lagu-lagunya  memang sangat bagus dan hampir semua lagu yang dinyanyikan adalah lagu ciptaan Jevin sendiri.”

Untunglah Mbak Yani tak lagi berceloteh. Sepertinya telingaku sudah tak sanggup lagi mendengarkan nama Jevin.

Mobil yang kami naiki akhirnya berhenti di parkiran Spectra Cafe. Masih terlihat sunyi karena memang belum waktunya untuk buka. Aku dan Mbak Yani berpisah di pintu masuk. Aku bergabung dengan beberapa pelamar lainnya, sementara Mbak Yani masuk ke ruangan yang ada di samping tangga.

“Namanya siapa Mbak?” tegur wanita berkacamata di sampingku.

Aku mengulurkan tangan sambil tersenyum. “Awina Mbak. Kalau Mbak?”

“Karla,” ucapnya dengan menyalamiku. “Kalau dia Yofi. Kami satu kampus,” sambung Karla sambil menoleh ke kiri dan laki-laki di sampingnya langsung mengulurkan tangan.

Tubuhku sontak bergetar hebat--seolah takut sentuhan laki-laki. Keduanya menatap bingung ke arahku.

"Wina?" 

0_<

Alsaeida

TERIMA KASIH. @Alsaeida0808

| Like

Related chapters

  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 5 – Mungkinkah?

    "A--ah, iya."“Yofi Mahendra, tapi panggil aja Yofi.” Dia semakin mengulurkan tangannya ke depan. Aku menghela nafas pelan. Aku seharusnya tidak menunjukkan sikap defensif seperti ini. Sekarang aku sedang tidak sendirian. Yofi tidak mungkin bertindak macam-macam. Mungkin tidak semua laki-laki juga memiliki sikap seperti Jevin. “Awina,” balasku sambil menyambut uluran tangannya. “Kuliah di mana?” “Di USUN, Universitas Sunway.” “Kami juga di USUN,” timpal Karla dengan sumringah. “Aku di Fakultas Ekonomi,” sahutku, yang semula ingin membatasi diri, tiba-tiba menjadi gembira karena ternyata kami satu almamater. Dan sepanjang menunggu waktu wawancara, kami banyak bercerita, kebanyakan membahas kegiatan kampus. Aku juga sudah tidak bersikap canggung dengan Yofi. Siapa sangka beberapa hari kemudian, kami kembali bertemu di Spectra Cafe. Kami sama-sama diterima sebagai waitress di sini. “Meja nomor lima, Win,” kata Mang Abram, salah satu koki di sana. “Sip Mang,” jawabku sambil mengan

    Last Updated : 2023-02-01
  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 6 – Ada yang Tumbuh

    Tubuhku sontak terlonjak hingga bertabrakan dengan Gladis yang berdiri di belakangku."Ga--gapapa, Dis," ucapku tergagap. Gladis menatapku curiga. Bahkan, kini dia ikut menatap penasaran ke dalam laci. “Ada apa sih, Win?” “Ehm… Nggak papa kok, Dis. Serius” Aku dengan cepat mengambil beberapa pack pembalut dan menyerahkannya. Sekali lagi kepala Gladis melongok sebelum akhirnya berkata, “Makasih Win.” “Sama-sama,” jawabku yang mengikuti Gladis menuju pintu kamar. Setelah pintu tertutup, aku buru-buru mengambil ponselku, membuka browser, dan mengetik sesuatu yang membuatku panik ‘Tanda-tanda kehamilan.’ Mataku men-scanning setiap kata yang tertera, kemudian tubuhku terduduk lemas. “Tidak. Tidak mungkin. Aku nggak mungkin hamil,” lirihku. Mataku mulai berkaca-kaca. Pikiranku terus mencoba menyangkal, tapi hati ini seolah berfirasat buruk. “Nggak Win, kamu nggak hamil,” ucapku berusaha menguatkan diri. Jari-jariku dengan kasar mengusap kelopak mata. Aku tidak mungkin hamil. J

    Last Updated : 2023-02-12
  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 7 – Firasat Alby

    Masih ada tiga lagi. Yang kedua itu pasti rusak. Tapi, apa yang aku inginkan tidak kesampaian. Ketiga tespek yang lain menunjukkan hasil yang sama. Ternyata memang ada sesuatu yang tumbuh di tubuhku.“TIDAK! TIDAK!” teriakku sambil melemparkan kelima tespek itu ke lantai. Tangisanku langsung pecah, sesenggukan. Aku juga melempar botol sampo dan sabun yang berada di dekatku, melampiaskan semua kekecewaan. Baru dua jam kemudian aku keluar dari kamar mandi dengan mata sembab dan wajah yang memerah. Aku tidak langsung mengganti pakaian yang basah, justru menghempaskan tubuhku ke atas kasur dan menatap langit-langit. Apa yang harus lakukan sekarang? batinku. Alarm yang berbunyi dari ponselku, memaksa untuk bangun. Aku sudah mengurung cukup lama. Mungkin saja aku bisa menemukan solusinya. Dengan ogah-ogahan, aku mengganti pakaian dengan kemeja dan celana bahan. Kemudian mengambil tas selempang yang digantung di pintu. “Masuk hari ini, Win?” tanya Gladis yang masih dengan piyama. Ditanga

    Last Updated : 2023-02-14
  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 8 – Antara Menghakimi dan Simpati

    “Klinik aborsi?” Mata Yofi terbelalak. “Adik sepupuku hamil diluar nikah,” sambungku. Yofi tampak menghela nafas. “Kamu membuatku kaget, Win. Aku kira kamu yang ingin aborsi, karena dari penampilanmu, kamu terlihat seperti gadis baik-baik. Selama beberapa bulan aku mengenalmu pun, kamu tidak pernah menunjukkan sikap yang buruk.” Aku hanya menunjukkan senyum kecil, sebagai bentuk menghargai atas pujiannya. "Masih lama di sini, Win?" "Nggak kok, ini mau ke kampus." "Yuk, biar aku antar." "Nggak usah Yof, nanti aku pesan Go-Jek saja," tolakku, masih ingin di sini. "Sama aku saja, sekalian aku memang mau lewat di depan fakultasmu." Yofi menyodorkan helm yang tadinya tergantung di pengait di bawah stang. "Nggak apa-apa Yof, aku…," belum aku menyelesaikan kalimatku, Yofi sudah memasang helm hitam itu ke kepalaku dan mengencangkan tali pengaman di bawah dagu. "Ayuk naik!" kata Yofi memaksa. "Apalagi langit sekarang sedang mendung," tambahnya. Dari ekspresi yang aku tunjukkan

    Last Updated : 2023-10-25
  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 9 – Gejala

    "Mau pesan apa, Win?" tanya Gladis sembari meletakkan tas di atas meja."Mie ayam," jawabku tanpa melihat daftar menu yang tertempel di dinding, persis di tempat dudukku sekarang. Sejak pagi tadi, aku memang ingin makan olahan mie yang dicampur dengan daging ayam semur kecap tersebut. Alhasil setelah materi kuliah siang ini berakhir, aku langsung mengajak Gladis menuju gerobak Pak Mamat. "Sama jus jeruk," sambungku."Tumben pesan mie ayam, biasanya bakso?""Lagi pengen aja," jawabku.Gladis mengangguk paham dan beranjak mendekati gerobak. Sementara aku mulai membuka ponselku dan membuka DM Inst4gr4m, ternyata masih belum dibaca. Setelah berpikir semalaman, akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti salah satu saran Yofi, mencoba meminta pertanggungjawaban Jevin meskipun jauh di lubuk hatiku, aku yakin dia pasti menolaknya. Dia pasti tidak akan mau merusak masa depan karirnya hanya karena kehadiran anak ini. Jevin mungkin akan berpikiran sama, akan menggugurkannya, tapi setidaknya aku tida

    Last Updated : 2023-11-14
  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 10 – Empat Mata

    Kelopak mataku perlahan-lahan terbuka, samar-samar terlihat langit-langit berwarna putih. Kepala ini masih sedikit berdenyut dan badanku masih terasa lemas. Dari balik tirai putih yang mengelilingiku, sayup-sayup aku mendengar beberapa suara yang saling bercakap dan salah satunya cukup familiar. “Apakah aku di rumah sakit,” gumamku sambil berusaha bangun, hendak bersandar di kepala kasur. Tirai tiba-tiba terbuka dan menampakkan Mbak Yani yang memasang wajah khawatir. Dia berjalan mendekat sambil berucap, “Bagaimana kondisimu sekarang?” “Masih sedikit pusing dan lemas Mbak,” jawabku dengan memperbaiki posisi dudukku agar lebih nyaman. “Tapi kenapa aku bisa ada di sini Mbak?” “Kamu pingsan di kafe dan Mbak membawamu ke klinik ini.” Siluet kejadian beberapa jam lalu terlintas di benakku, aku tidak ingat apa-apa kecuali mataku yang tiba-tiba berkunang, sebelum akhirnya gelap datang. Aku terhenyak dan kemudian memandang Mbak Yani dengan tatapan was-was. Apa mungkin Mbak Yani sudah tahu

    Last Updated : 2023-11-21
  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 11 – Tidak Ada Pilihan

    Mataku menatap lekat ke bola mata Mbak Yani, mencari kebohongan di sana. “Mbak akan membantuku?” kataku meyakinkan, takut telinga ini salah menangkap dan Mbak Yani mengangguk tegas. “Tapi kenapa?” tanyaku, masih belum percaya, bagaimanapun aborsi merupakan suatu kejahatan terhadap nyawa seseorang. Mbak Yani sekali lagi memeluk dan mengusap-usap punggungku. “Kalau alasanmu karena suka sama suka, mungkin Mbak nggak akan memperdulikan. Tetapi kondisimu berbeda. Mbak tidak bisa menutup mata begitu saja, apalagi Mbak juga memiliki adik seusiamu, meskipun kami sudah tidak bertemu sejak orang tua kami bercerai. Setiap Mbak melihatmu, Mbak selalu teringat dengannya.” Air mata yang sedikit terhenti, kini kembali mengalir, merasa terharu sekaligus sedikit lega. “Terima Mbak. Terima kasih banyak,” ucapku. 0__ “Win, sudah tidur?” suara dari balik pintu kamar terdengar berbarengan dengan suara ketukan. Aku yang sedang berbaring sambil termenung memandang langit-langit kamar, langsung bangun d

    Last Updated : 2024-03-11
  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 12 – Maafkan Aku

    “Mbak,” panggilku sambil mengetuk pintu kamar Mbak Yani. Terdengar suara kaki mendekat sebelum pintu bercat coklat itu terbuka. “Masuk Win,” ucapnya. Kakiku bergerak melewati pintu, kemudian duduk di atas karpet merah yang terletak di tengah-tengah kamar. “Kalau mau makan snack, ambil saja ya Win,” sambungnya sambil wajahnya mengarah ke rak keranjang di dekat pintu yang terdapat berbagai jenis makanan ringan. “Aku sudah mendapatkan uangnya, Mbak,” jelasku to the point. “Berarti kamu tetap memutuskan untuk mengaborsikannya?” Aku mengangguk tanpa ragu. “Besok kamu selesai kuliah jam berapa?” “Hanya ada satu mata kuliah Mbak, di pagi hari.” “Baiklah, besok sore kita berangkat dan kamu minta ganti shift saja dengan karyawan lain.” “Iya Mbak, nanti aku minta tolong Karla untuk menggantikanku.” Mbak Yani sedikit menghembuskan nafas kasar. “Tapi kamu sudah memikirkan matang-matang, kan? Kamu sudah tahu kemungkinan resiko yang akan kamu alami meskipun klinik itu mengatakan aman? Mu

    Last Updated : 2024-03-16

Latest chapter

  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 13 – Rasa Bersalah

    “Kamu tunggu sebentar di sini, Mbak mau tebus obat dulu,” kata Mbak Yani yang menuntunku ke kursi tunggu. Meskipun kata sang bidan bahwa aku sudah bisa pulang dan kondisiku sudah baik-baik saja, dia tetap memberikan beberapa resep obat. Sebagai antisipasi saja, katanya. Aku terburu-buru membuka membuka tote bag, mengambil dompet hitam dan menyodorkannya. “Mbak, bawa ini.” “Nggak usah, pakai uang Mbak saja,” tolak Mbak Yani. “Tapi Mbak…,” belum sempat aku menyelesaikan ucapanku, Mbak Yani sudah berjalan menjauh. Satu masalah telah selesai. Aku merasa lega. Tapi entah kenapa, selain rasa lapang itu, ternyata ada rasa lain, sedikit rasa bersalah yang tiba-tiba hadir. Padahal tak sepantasnya aku merasakannya. Tiba-tiba aku kepikiran, bagaimanakah bentuknya? Apakah bentuknya segumpal darah seperti artikel yang aku baca, atau bentuk lain? Dan dimanakah para perawat itu menguburkannya? Atau dia tidak dikubur, justru dibuang? “Yuk Win kita pulang,” ajak Mbak Yani yang memegang lenganku

  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 12 – Maafkan Aku

    “Mbak,” panggilku sambil mengetuk pintu kamar Mbak Yani. Terdengar suara kaki mendekat sebelum pintu bercat coklat itu terbuka. “Masuk Win,” ucapnya. Kakiku bergerak melewati pintu, kemudian duduk di atas karpet merah yang terletak di tengah-tengah kamar. “Kalau mau makan snack, ambil saja ya Win,” sambungnya sambil wajahnya mengarah ke rak keranjang di dekat pintu yang terdapat berbagai jenis makanan ringan. “Aku sudah mendapatkan uangnya, Mbak,” jelasku to the point. “Berarti kamu tetap memutuskan untuk mengaborsikannya?” Aku mengangguk tanpa ragu. “Besok kamu selesai kuliah jam berapa?” “Hanya ada satu mata kuliah Mbak, di pagi hari.” “Baiklah, besok sore kita berangkat dan kamu minta ganti shift saja dengan karyawan lain.” “Iya Mbak, nanti aku minta tolong Karla untuk menggantikanku.” Mbak Yani sedikit menghembuskan nafas kasar. “Tapi kamu sudah memikirkan matang-matang, kan? Kamu sudah tahu kemungkinan resiko yang akan kamu alami meskipun klinik itu mengatakan aman? Mu

  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 11 – Tidak Ada Pilihan

    Mataku menatap lekat ke bola mata Mbak Yani, mencari kebohongan di sana. “Mbak akan membantuku?” kataku meyakinkan, takut telinga ini salah menangkap dan Mbak Yani mengangguk tegas. “Tapi kenapa?” tanyaku, masih belum percaya, bagaimanapun aborsi merupakan suatu kejahatan terhadap nyawa seseorang. Mbak Yani sekali lagi memeluk dan mengusap-usap punggungku. “Kalau alasanmu karena suka sama suka, mungkin Mbak nggak akan memperdulikan. Tetapi kondisimu berbeda. Mbak tidak bisa menutup mata begitu saja, apalagi Mbak juga memiliki adik seusiamu, meskipun kami sudah tidak bertemu sejak orang tua kami bercerai. Setiap Mbak melihatmu, Mbak selalu teringat dengannya.” Air mata yang sedikit terhenti, kini kembali mengalir, merasa terharu sekaligus sedikit lega. “Terima Mbak. Terima kasih banyak,” ucapku. 0__ “Win, sudah tidur?” suara dari balik pintu kamar terdengar berbarengan dengan suara ketukan. Aku yang sedang berbaring sambil termenung memandang langit-langit kamar, langsung bangun d

  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 10 – Empat Mata

    Kelopak mataku perlahan-lahan terbuka, samar-samar terlihat langit-langit berwarna putih. Kepala ini masih sedikit berdenyut dan badanku masih terasa lemas. Dari balik tirai putih yang mengelilingiku, sayup-sayup aku mendengar beberapa suara yang saling bercakap dan salah satunya cukup familiar. “Apakah aku di rumah sakit,” gumamku sambil berusaha bangun, hendak bersandar di kepala kasur. Tirai tiba-tiba terbuka dan menampakkan Mbak Yani yang memasang wajah khawatir. Dia berjalan mendekat sambil berucap, “Bagaimana kondisimu sekarang?” “Masih sedikit pusing dan lemas Mbak,” jawabku dengan memperbaiki posisi dudukku agar lebih nyaman. “Tapi kenapa aku bisa ada di sini Mbak?” “Kamu pingsan di kafe dan Mbak membawamu ke klinik ini.” Siluet kejadian beberapa jam lalu terlintas di benakku, aku tidak ingat apa-apa kecuali mataku yang tiba-tiba berkunang, sebelum akhirnya gelap datang. Aku terhenyak dan kemudian memandang Mbak Yani dengan tatapan was-was. Apa mungkin Mbak Yani sudah tahu

  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 9 – Gejala

    "Mau pesan apa, Win?" tanya Gladis sembari meletakkan tas di atas meja."Mie ayam," jawabku tanpa melihat daftar menu yang tertempel di dinding, persis di tempat dudukku sekarang. Sejak pagi tadi, aku memang ingin makan olahan mie yang dicampur dengan daging ayam semur kecap tersebut. Alhasil setelah materi kuliah siang ini berakhir, aku langsung mengajak Gladis menuju gerobak Pak Mamat. "Sama jus jeruk," sambungku."Tumben pesan mie ayam, biasanya bakso?""Lagi pengen aja," jawabku.Gladis mengangguk paham dan beranjak mendekati gerobak. Sementara aku mulai membuka ponselku dan membuka DM Inst4gr4m, ternyata masih belum dibaca. Setelah berpikir semalaman, akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti salah satu saran Yofi, mencoba meminta pertanggungjawaban Jevin meskipun jauh di lubuk hatiku, aku yakin dia pasti menolaknya. Dia pasti tidak akan mau merusak masa depan karirnya hanya karena kehadiran anak ini. Jevin mungkin akan berpikiran sama, akan menggugurkannya, tapi setidaknya aku tida

  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 8 – Antara Menghakimi dan Simpati

    “Klinik aborsi?” Mata Yofi terbelalak. “Adik sepupuku hamil diluar nikah,” sambungku. Yofi tampak menghela nafas. “Kamu membuatku kaget, Win. Aku kira kamu yang ingin aborsi, karena dari penampilanmu, kamu terlihat seperti gadis baik-baik. Selama beberapa bulan aku mengenalmu pun, kamu tidak pernah menunjukkan sikap yang buruk.” Aku hanya menunjukkan senyum kecil, sebagai bentuk menghargai atas pujiannya. "Masih lama di sini, Win?" "Nggak kok, ini mau ke kampus." "Yuk, biar aku antar." "Nggak usah Yof, nanti aku pesan Go-Jek saja," tolakku, masih ingin di sini. "Sama aku saja, sekalian aku memang mau lewat di depan fakultasmu." Yofi menyodorkan helm yang tadinya tergantung di pengait di bawah stang. "Nggak apa-apa Yof, aku…," belum aku menyelesaikan kalimatku, Yofi sudah memasang helm hitam itu ke kepalaku dan mengencangkan tali pengaman di bawah dagu. "Ayuk naik!" kata Yofi memaksa. "Apalagi langit sekarang sedang mendung," tambahnya. Dari ekspresi yang aku tunjukkan

  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 7 – Firasat Alby

    Masih ada tiga lagi. Yang kedua itu pasti rusak. Tapi, apa yang aku inginkan tidak kesampaian. Ketiga tespek yang lain menunjukkan hasil yang sama. Ternyata memang ada sesuatu yang tumbuh di tubuhku.“TIDAK! TIDAK!” teriakku sambil melemparkan kelima tespek itu ke lantai. Tangisanku langsung pecah, sesenggukan. Aku juga melempar botol sampo dan sabun yang berada di dekatku, melampiaskan semua kekecewaan. Baru dua jam kemudian aku keluar dari kamar mandi dengan mata sembab dan wajah yang memerah. Aku tidak langsung mengganti pakaian yang basah, justru menghempaskan tubuhku ke atas kasur dan menatap langit-langit. Apa yang harus lakukan sekarang? batinku. Alarm yang berbunyi dari ponselku, memaksa untuk bangun. Aku sudah mengurung cukup lama. Mungkin saja aku bisa menemukan solusinya. Dengan ogah-ogahan, aku mengganti pakaian dengan kemeja dan celana bahan. Kemudian mengambil tas selempang yang digantung di pintu. “Masuk hari ini, Win?” tanya Gladis yang masih dengan piyama. Ditanga

  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 6 – Ada yang Tumbuh

    Tubuhku sontak terlonjak hingga bertabrakan dengan Gladis yang berdiri di belakangku."Ga--gapapa, Dis," ucapku tergagap. Gladis menatapku curiga. Bahkan, kini dia ikut menatap penasaran ke dalam laci. “Ada apa sih, Win?” “Ehm… Nggak papa kok, Dis. Serius” Aku dengan cepat mengambil beberapa pack pembalut dan menyerahkannya. Sekali lagi kepala Gladis melongok sebelum akhirnya berkata, “Makasih Win.” “Sama-sama,” jawabku yang mengikuti Gladis menuju pintu kamar. Setelah pintu tertutup, aku buru-buru mengambil ponselku, membuka browser, dan mengetik sesuatu yang membuatku panik ‘Tanda-tanda kehamilan.’ Mataku men-scanning setiap kata yang tertera, kemudian tubuhku terduduk lemas. “Tidak. Tidak mungkin. Aku nggak mungkin hamil,” lirihku. Mataku mulai berkaca-kaca. Pikiranku terus mencoba menyangkal, tapi hati ini seolah berfirasat buruk. “Nggak Win, kamu nggak hamil,” ucapku berusaha menguatkan diri. Jari-jariku dengan kasar mengusap kelopak mata. Aku tidak mungkin hamil. J

  • Putri sang Artis Kontroversial   Chapter 5 – Mungkinkah?

    "A--ah, iya."“Yofi Mahendra, tapi panggil aja Yofi.” Dia semakin mengulurkan tangannya ke depan. Aku menghela nafas pelan. Aku seharusnya tidak menunjukkan sikap defensif seperti ini. Sekarang aku sedang tidak sendirian. Yofi tidak mungkin bertindak macam-macam. Mungkin tidak semua laki-laki juga memiliki sikap seperti Jevin. “Awina,” balasku sambil menyambut uluran tangannya. “Kuliah di mana?” “Di USUN, Universitas Sunway.” “Kami juga di USUN,” timpal Karla dengan sumringah. “Aku di Fakultas Ekonomi,” sahutku, yang semula ingin membatasi diri, tiba-tiba menjadi gembira karena ternyata kami satu almamater. Dan sepanjang menunggu waktu wawancara, kami banyak bercerita, kebanyakan membahas kegiatan kampus. Aku juga sudah tidak bersikap canggung dengan Yofi. Siapa sangka beberapa hari kemudian, kami kembali bertemu di Spectra Cafe. Kami sama-sama diterima sebagai waitress di sini. “Meja nomor lima, Win,” kata Mang Abram, salah satu koki di sana. “Sip Mang,” jawabku sambil mengan

DMCA.com Protection Status