Share

17. You

Penulis: Riri riyanti
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Aku menyukai gedung pertama yang kita datangi, bagaimana menurutmu? Mulai dari bentuk, bahkan hingga akses jalan, semuanya benar-benar sesuai keinginanku."

Suara merdu itu sukses membuat Damian berulang kali menebar senyum kendati tak mampu melihat langsung wajah jelita wanita tercintanya, Kiara Laurencia.

"Aku akan menyukainya jika kau menyukainya, Sayang." Pria itu menaikkan kedua kaki ke atas meja, menyilangkannya di sana. Sedangkan punggungnya ia dorong pada sandaran kursi kerja empuknya, menyamankan diri.

"Kau benar-benar manis, Dam. Sejujurnya aku masih ingin bersamamu, tapi kau malah harus ke kantor padahal ini hari minggu!"

Ah, bila tebakan Damian benar, pasti saat ini Kiara sedang cemberut. Perempuan itu pasti merasa kesal saat dirinya terpaksa harus berangkat ke kantor secara mendadak dan meninggalkan tunangannya itu di depan gedung studio pemotretan. Sesuai janji, ia dan Kiara telah menyurvei beberapa lokasi yang rencananya akan mereka sewa untuk pesta pernikahan di akhi
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Putri Rahasia Tuan Damian   18. Semakin dekat

    "Ini sudah hari ke dua, bagaimana rasanya akan kembali bekerja?" Aksa membuka tanya di tengah perjalanan menuju ke Food'o Clock, restoran milik Arjuna yang merupakan tempat Evelyn mengambil kerja sampingan. Meski sedang mengemudi, namun sesekali pria itu kedapatan melirik ke arah wanita di sisinya. "Yah, cukup mendebarkan. Namun, aku begitu menikmatinya. Dahulu ketika di Surabaya, aku pun beberapa kali membantu Papa dan Mama di balik meja kasir." Jawaban itu teralun lancar pun disertai senyuman."Wah, kau cukup berpengalaman ternyata?" wajah si pria dibuat antusias, kekehan kecil meluncur sembari ia memutar kemudi berbentuk bundar."Tidak juga.""Karena kau sekarang sudah bekerja di Food'o Clock, aku jadi bingung harus mengajakmu ke mana untuk menepati janjiku menikmati es krim bersama?"Dan atas ucapan Aksa, Evelyn tertawa ringan. "Astaga! Kau masih saja memikirkan janji itu?""Janji adalah hutang, Eve. Sebelum hal itu terlaksana, aku tidak akan bisa begitu saja melupakannya." Namun,

  • Putri Rahasia Tuan Damian   19. Can't stop thinking about you

    Irama musik jazz yang tersaji seakan menambah kenikmatan sajian lezat di atas meja. Restoran masih begitu ramai meski jarum jam terus berputar mengantarkan malam yang semakin larut.Di salah satu meja, Kiara tampak menikmati steak daging sapi pesanannya dengan tenang. Meski begitu, atensi perempuan itu sesekali melirik ke arah Sang tunangan yang duduk berhadapan dengannya. Walaupun makanan yang mereka pesan telah tersaji rapi di hadapan, namun entah kenapa Damian seakan enggan untuk menyantapnya. Pria itu hanya menyesap wine sambil sesekali menatap sang penyanyi di atas panggung kecil di depan sana."Kau tidak makan?" Kiara pada akhirnya memberikan tanya setelah terlebih dahulu membasahi kerongkongannya dengan jus jeruk. Yang ditanya terlihat seakan tersentak. Tetapi, perlahan pria itu tersenyum manis. "Tentu saja aku akan makan, Sayang.""Lalu, kenapa dari tadi hanya diam?" sambil memotong steak di atas piring, wanita itu bertanya lagi.Dan embus napas beratlah yang kemudian terden

  • Putri Rahasia Tuan Damian   20. Rindu

    "Selamat sore, Eve ...."Wanita yang baru saja melayani pelanggan itu segera menoleh saat namanya disebut. Ketika dirinya mengetahui siapa pemilik suara berat itu, bibir tipis berlipstik merah muda itu mengurva senyum tipis dari tempatnya, di belakang meja kasir."Kau datang terlalu cepat, Aksa," ujar Evelyn seraya menepi guna mendekati posisi pria itu berdiri."Pekerjaan di kantor telah selesai lebih awal, makanya aku langsung saja ke sini. Aku tidak ingin membuatmu menunggu." Aksa turut membagi senyum dengan kedua tangan terselip di saku celana."Ya sudah. Lebih baik kau duduk dulu, aku akan berkemas, jam kerjaku sudah hampir selesai." "Tentu."Setelah mendapatkan persetujuan, wanita itu beranjak dari meja kasir menuju ke bagian dalam restoran. Sedangkan Aksa memilih untuk duduk dengan nyaman pada meja kosong tak jauh dari pintu keluar.Menit demi menit berlalu, pria itu memilih untuk memainkan ponselnya demi membunuh waktu. Namun, suara lembut yang membelai telinga telah sukses me

  • Putri Rahasia Tuan Damian   21. Choose you

    Langkahnya yang lebar terayun memasuki gedung tempat dirinya bekerja lebih dalam lagi. Tujuannya adalah lift yang berada di ujung sana, untuk mengantarkan dirinya menuju ruangan miliknya. Seperti biasanya, wajah tegas itu selalu sukses mencuri pandang beberapa orang di dekatnya.Tepat setelah sampai di lantai 3, pintu lift itu terbuka. Damian kembali mengambil langkah cukup santai menuju salah satu pintu. Ya, ia memutuskan untuk kembali bekerja hari ini, setelah berhari-hari absen tanpa keterangan."Tuan, akhirnya Anda datang ke kantor."Baru saja Damian memasuki ruangannya, ia disambut oleh seorang Office Boy yang sering kali melayani dirinya. Pria yang tampaknya lebih muda darinya itu terlihat sedang mengepel di dekat meja kerja."Apa yang terjadi selama aku tidak ada? Apakah ada masalah yang serius?" Damian bertanya tanpa basa basi, ia segera meneliti beberapa map di atas mejanya, berkas-berkas penting yang harus dirinya pelajari. Lalu, ia memilih untuk mengempaskan pantatnya di kur

  • Putri Rahasia Tuan Damian   22. Panik

    "Terima kasih telah mengunjungi restoran kami." Evelyn berucap begitu setelah sepasang pengunjung restoran selesai melakukan pembayaran. Senyum sopan ia sematkan mengiringi langkah pasangan itu menuju ke pintu keluar.Tepat setelah pengunjung tadi berlalu, pintu yang sempat menutup itu kembali terbuka, ada sosok Damian yang muncul dari baliknya seraya menyapa dirinya dengan senyum cerah."Hai, Eve. Akhirnya kita bertemu lagi."Tentu kehadiran pria itu sukses membuat Evelyn begitu terkejut. Bahkan kedua mata indah itu sempat membeliak, pun jantungnya berderak-derak. Namun, wanita itu segera menguasai perasaannya, ia segera mengubah ekspresinya menjadi biasa saja."Damian? Tumben sekali kau berkunjung kemari. Ah, silakan memilih tempat duduk." Kedatangan seseorang ke restoran tentu untuk makan, bukan? Maka dari itu Evelyn segera menunjuk meja kosong di depan sana pada pria yang kini berdiri di hadapannya. Sebagai karyawan yang baik, ia tak lupa memberikan senyum sopan pada si calon pela

  • Putri Rahasia Tuan Damian   23. Just a reason

    "Jangan berlari-larian, Sayang!" teguran itu teralun lembut dari mulut Evelyn saat melihat Luna berlarian dari meja satu ke meja lainnya. Meskipun tidak memiliki teman bermain, namun bocah itu tak kehilangan keceriaannya. Ia asyik bermain dengan sebuah boneka kucing kesayangannya.Saat jam masuk kantor begini restoran memang cukup sepi, sehingga Evelyn bisa cukup bersantai sembari mengawasi gadis kecilnya yang seakan tak bisa diam. Ah, Luna memang bocah kecil yang super aktif."Baik, Kak!" Luna menyahut dari meja yang ada di sebelah kanan seraya memamerkan senyuman lebar. Akibatnya, giginya yang mulai gigis di bagian depan terlihat dengan begitu jelas. Meski begitu, si bocah aktif itu justru tampak semakin menggemaskan."Kemarilah, biar kakak pangku." Evelyn tak kehilangan senyumannya sama sekali hari ini. Ia menepuk pahanya sendiri, memberikan isyarat agar Luna mendekat kemudian duduk di sana. Tentu saja Luna segera menuruti perintah. Masih dengan menggendong boneka kucing oranye di

  • Putri Rahasia Tuan Damian   24. Dia adikku

    "Kak, aku sudah selesai. Bolehkah aku membawa piring kotor ini ke tempat cuci?" piring yang telah kosong itu Luna angkat, dengan wajah berbinar ia menatap Evelyn yang duduk di hadapannya. Gadis kecil itu memang baru saja menghabiskan kentang goreng yang dihidangkan khusus untuk camilannya."Tentu. Tapi Luna harus berhati-hati, ya? Jalannya pelan-pelan saja. Jangan lupa cuci tanganmu." Si wanita dewasa memberikan nasihat dengan ucapan lembut. Piring ceper yang Luna gunakan terbuat dari keramik, maka dari itu ia benar-benar meminta si balita untuk berhati-hati."Baik, Kak!" langkah kecil itu mulai terayun, sangat pelan. Evelyn terus memperhatikan hingga sosok si kecil Luna memasuki pintu dapur di ujung ruangan.Dan di detik itulah pintu masuk restoran terbuka. Bunyi denting lonceng di atasnya membuat atensi Evelyn teralih, kemudian kedua mata indah itu membulat sempurna."Damian?"Evelyn benar-benar terkejut melihat kehadiran pria itu. Dadanya berderak-derak, bahkan rasanya seperti ia a

  • Putri Rahasia Tuan Damian   25. Little girl

    "Sepertinya kita harus berpisah di sini, Damian. Aksa sudah menunggumu." Bintang memelankan langkah kaki saat kedua matanya menangkap seorang pria berkulit putih di salah satu meja di sisi kiri. Obrolan ringannya bersama Damian pun turut berhenti.Damian mengikuti arah tatapan teman kantornya itu untuk memastikan posisi Aksa. Setelahnya, ia kembali menoleh pada pria yang berjalan beriringan dengannya. "Kau tidak ingin bergabung?""Lain kali saja." Bintang menjawab seraya memperhatikan sosok yang tak begitu jauh dari posisi mereka, seorang wanita muda yang juga bekerja di kantor mereka. Dan dengan begitu saja Damian paham dengan keadaan. Ia berakhir mengangguk-anggukkan kepala. "Ah, sudah ada yang menunggumu ternyata.""Yah, begitulah." Ucapan singkat Bintang merupakan kalimat terakhir sebelum mereka berpisah. Damian memutar langkah ke kiri, tanpa permisi mendudukkan diri di salah satu kursi. Aksa yang memang duduk membelakanginya sedikit tersentak karena si pria berdarah Jerman munc

Bab terbaru

  • Putri Rahasia Tuan Damian   91. Kesempatan?

    Damian Alexander adalah seseorang yang lebih dahulu keluar dari pintu restoran tempat dirinya dan sang ayah mengisi perut siang ini. Setelah mereka angkat kaki dari rumah Burhan Adhitama, Bennedict Alexander memang berinisiatif mengajak putranya untuk mampir makan siang terlebih dahulu. Sebagai ayah, tentu Bennedict merasa khawatir melihat tubuh sang putra semakin kurus setiap harinya.Dan di sinilah mereka, di area parkir restoran yang cukup luas di tengah terik sang surya. Si pria muda berdarah Jerman itu masuk ke dalam mobil hitam yang ia sewa selama tinggal di Surabaya dengan tanpa kata. Melihat putranya telah berada di balik kemudi, Bennedict segera memberikan perintah pada seseorang yang sedari tadi mengikuti di belakang punggungnya."Tunggu di mobil, saya akan segera kembali."Perintah diterima, pria tinggi berjas abu-abu itu mengangguk patuh. "Baik, Tuan."Selanjutnya Bennedict bergegas menuju mobil putranya. Ia membuka pintu penumpang bagian depan, ikut masuk ke dalam mobil k

  • Putri Rahasia Tuan Damian   90. Granddaughter

    Kacamata hitam itu ia lepas kasar lalu diselipkan pada saku jas. Selanjutnya hela napas rendah terembus ketika ia mencoba bersikap tenang. Ya, ia harus tetap mampu mengontrol emosinya kendati ia cukup merasa kesal ketika melihat tingkah si putra semata wayang di depan sana.Pria matang itu adalah Bennedict Alexander. Ia datang dan mengikuti Damian sesuai janjinya; ia akan membantu putranya untuk meraih kebahagiaan. Dan kebahagian cetak biru dirinya itu adalah bersatu dengan Evelyn beserta Luna, maka sebagai seorang ayah tentu ia akan mengusahakannya dengan cara apa pun agar mampu mewujudkan impian sang putra.Sejujurnya Bennedict memiliki alasan yang kuat selain karena kasih sayangnya sebagai seorang ayah sehingga repot-repot datang ke Surabaya. Ia merasa bersalah. Ia sadar bahwa setelah kematian Darren Alexander, ia memperlakukan Damian dengan semaunya. Kasarnya, ia ingin menebus kesalahannya pada si putra bungsunya itu.Langkah panjang itu memutus jarak dengan tenang, lalu berdiri d

  • Putri Rahasia Tuan Damian   89. Beri saya kesempatan

    "Kau harus selalu mengingat apa kata Psikolog padamu." Obrolan itu mengalir di sela perjalanan menuju ke tempat parkir. Satu sesi konseling telah terlewati, dan kini mereka hendak kembali ke rumah."Iya." Pria berwajah oriental itu mengangguk, menyelaraskan langkah kaki dengan sang ibu, melewati jalan paving berpayungkan teduhnya pohon Tabebuya di sekitarnya."Jangan hanya diingat, kau harus melakukannya juga, Aksa." Lian Wijaya menyempatkan dirinya menatap sisi wajah tampan nan tirus itu, lengkap dengan ekspresi serius.Namun, putranya itu justru terkekeh kemudian berhenti melangkah demi memberikan atensi penuh pada wajah ibunya. "Baiklah, Mama. Aku akan melakukannya. Jangan khawatir begitu.""Kau satu-satunya putra Mama, Aksa. Mama hanya khawatir.""Aku tahu." Anggukan kepala Aksa berikan sebelum menyimpan kedua tangan di saku celana, bibir tipisnya mengukir senyum simpul. "Maaf karena aku sudah membuat Mama khawatir begini. Aku akan segera sembuh, seperti apa yang Psikolog katakan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   88. Take heart

    "Kau sangat menyedihkan, Aksa!" kalimat itu lolos dari mulutnya ketika melihat pantulan dirinya sendiri di dalam cermin.Tatapan mata sehitam jelaga itu tak lagi berkharisma. Bagian bawah matanya yang menghitam menjadi bukti bahwa akhir-akhir ini pria itu tak pernah mendapati tidur yang nyenyak. Aksa Wijaya tampak kurus setelah gagal menikah. Dan kondisinya semakin memprihatinkan setelah menerima telepon dari Evelyn beberapa hari lalu.Suara ketukan di pintu kamarnya membuat atensi Aksa teralihkan. Sosok ibunyalah yang muncul dari balik daun pintu, menatap khawatir padanya."Mama," lirihnya.Lian Wijaya, ibunda Aksa mengalihkan tatapan mata pada nakas di sisi ranjang anaknya. Semangkuk sup jamur dan segelas air putih di atas nampan yang ia letakkan di sana pagi tadi tampak sedikit pun tak tersentuh. Sorot mata tua nan sipit itu seketika berubah sendu ketika mulai memutus jarak pada pria yang masih setia berdiri di depan cermin almarinya. "Kenapa sarapanmu masih utuh, Aksa?""Aku sedan

  • Putri Rahasia Tuan Damian   87. Bersalah

    Setelah pesawat yang ia naiki mendarat di Bandara pagi ini, Damian segera menuju ke alamat rumah sakit yang ayahnya katakan di telepon. Ya, mau tidak mau pria itu pulang ke Jakarta. Bukan karena rasa takut, ia hanya merasa bersalah pada perempuan yang nyaris akan menjadi istrinya itu.Kedua orang tuanya sudah ada di kursi tunggu yang terletak di depan ruang perawatan Kiara Laurencia ketika langkah kaki panjang si pria menjejak di sana. Ada sosok ibunda si pasien yang duduk di sisi Sasmitha Alexander; ibunya. Dari raut wajah senja itu, Damian mampu melihat kabut duka yang pekat.Apakah ... kondisi Kiara begitu parah?Meski anak-anak mereka tak jadi menikah, namun ibu Kiara masih berhubungan baik dengan keluarga Damian. Pun keluarga pria itu pun memperlakukan mantan calon besannya serupa, mereka sudah bagaikan keluarga. "Damian, akhirnya kau datang." Sasmitha yang akhirnya lebih dulu menyadari kedatangan sang putra segera menyapa.Bennedict yang melihat wajah Damian kembali babak belur

  • Putri Rahasia Tuan Damian   86. It won't be easy

    Hal terakhir yang Damian ingat adalah pukulan Hiashi yang begitu kuat, selanjutnya kegelapan yang menyergap penglihatannya. Kini kepalanya terasa berdenyut-denyut, sangat tidak nyaman, menyakitkan. Bukan, bukan karena tinjuan si pria baya yang membuatnya kehilangan kesadaran. Ia tidak selemah itu. Hanya saja, tubuhnya memang sedang tidak dalam stamina yang baik hari ini, dan kebetulan pukulan terakhir dari ayah wanita yang ia cintai itu mengarah tepat di kepala. Ia goyah, dan ia tidak mengingat apa pun lagi setelahnya.Selanjutnya pria itu perlahan membuka mata, detik selanjutnya cahaya perlahan masuk ke retina matanya dan ... ia tersenyum. Meskipun samar, ia dapat mengenali sosok itu, sosok wanita berambut panjang yang duduk di sisi ranjang tempatnya berbaring dalam ruangan yang asing, kamar tamu jika tebakannya benar. Suara isak yang terdengar menguatkan dugaan si pria bahwa wanita itu tengah menangis. Ya, menangisi dirinya. Ada rasa hangat yang perlahan merambat di dada ketika me

  • Putri Rahasia Tuan Damian   85. Hajar saya!

    Evelyn memang tergolong wanita yang rajin. Meski udara masih terasa dingin menggigit, ia sudah tampak beraktivitas di luar rumah. Ada sapu di tangannya, ia sedang membersihkan daun-daun kering yang berguguran di halaman."Masih pukul 6, apakah Aksa sudah bangun?" Wanita itu berujar pada diri sendiri, sejenak menghentikan gerakannya.Sekian detik berlalu, akhirnya Evelyn memutuskan untuk menelepon. Ia mengambil ponsel di saku celana, mencari kontak pria yang ingin ia hubungi kemudian menempelkannya di salah satu daun telinga.Dan tak lama kemudian terdengar suara dari ujung telepon sana, suara berat yang tak asing di telinga Evelyn."Hm." Hanya satu dehaman. Ya, hanya sebuah dehaman, namun hal itu cukup membuat jantung Evelyn berguncang, berdetak menyakitkan. Rasa bersalah itu kembali datang menyerang."Aksa, bagaiman—""Kukira kau sudah tak lagi mengingatku." Aksa sengaja memotong ucapan Evelyn. Meski dikatakan dengan nada biasa, namun tak mampu menutupi kegetiran di dalamnya.Di saat

  • Putri Rahasia Tuan Damian   84. Even though it's late

    Cinta memang mampu membuat orang waras menjadi gila. Damian tak pernah merasa tenang sebelum bisa memiliki Evelyn, pun sang putri. Setidaknya ... ia harus sesegera mungkin menemui mereka, terutama si wanita pemilik hatinya. Ia ingin meminta penjelasan atas ucapan wanita itu tempo hari, perkataan yang sukses membuat hatinya hancur berkeping.Meskipun sang ayah berkata akan membantunya mendapatkan kedua perempuan yang ia cintai di dunia, namun ia bukanlah pria manja yang hanya menunggu bala bantuan tanpa usaha. Ia akan berjuang dengan tenaga dan tangannya sendiri.Malam itu juga Damian putuskan untuk mendatangi Arjuna di kediamannya. Tepat setelah menepikan mobil, ia bergegas turun kemudian menghampiri satpam yang berjaga di dekat gerbang hunian megah itu."Selamat malam, bisakah saya bertemu dengan Tuan Arjuna?" pria bertubuh tegap nan menjulang tinggi itu bertanya di balik pintu gerbang ketika dua satpam mulai datang mendekat atas kehadirannya."Selamat malam, Tuan. Apakah Anda sudah

  • Putri Rahasia Tuan Damian   83. Beban

    Suasana hangat itu sudah tidak lagi Evelyn rasakan. Meskipun kini mereka tengah berkumpul di meja makan, namun hanya berteman keheningan. Setiap anggota keluarga sibuk dengan hidangan pun pikirannya masing-masing.Jujur saja Evelyn merasa tak nyaman dengan kondisi yang seperti ini. Arjuna kentara masih menyimpan kebencian padanya. Meskipun duduk di meja yang sama, pria berambut gondrong itu sedikit pun tak melihat ke arahnya, seakan kehadirannya tak pernah ada."Kak Juna tidak ingin mencicipi capcaynya? Aku sendiri yang memasaknya, loh." Evelyn mencoba membuka obrolan pada akhirnya. Ia hanya ingin mencairkan kebekuan di antara mereka.Capcay adalah makanan kesukaan pria itu. Tentu saja ia berharap jika Arjuna akan memberikan respons atas ucapannya, pun sedikit apresiasi atas sajian makanan yang ia buat khusus untuknya.Namun, ekspektasi memang sering kali tak sesuai fakta. Arjuna nyatanya tak sedikit pun mengindahkan ucapan Evelyn. Ia acuh tak acuh dan justru menyendokkan lauk lain ke

DMCA.com Protection Status