Abimana tercengang.Andini memang datang untuk mendoakan keselamatan Ainun. Kenapa Abimana bisa mengatakan hal seperti itu? Ada apa dengannya? Kenapa dia selalu kehilangan akal sehat setiap kali bertemu dengan Andini?Jantung Abimana berdetak dengan kencang. Dia berpikir jika terjadi sesuatu pada neneknya karena ucapannya sendiri, jangankan Andini, dia juga tidak akan bisa memaafkan diri sendiri!Namun, apakah masalah ini bukan kesalahan Andini? Kenapa Abimana selalu tenang saat berhadapan dengan Dianti, tetapi amarahnya langsung tersulut saat bertemu Andini? Bukankah ini semua terjadi gara-gara Andini?Andini mengatakan bahwa Abimana sudah mati tiga tahun lalu dan tidak berhak memberinya pelajaran. Abimana akan menunjukkan bahwa dirinya berhak!Amarah yang sudah dipendam sejak Andini kembali akhirnya meluap. Abimana tiba-tiba mengulurkan tangan untuk menangkap Andini.Andini terkejut karena tidak menyangka bahwa Abimana akan menyerangnya di tempat ini. Untungnya, Andini menghindar den
"Benar. Padahal, kamu bukan putri kandung Keluarga Adipati. Apa kamu belum puas setelah menikmati kemewahan selama bertahun-tahun?""Sungguh keterlaluan. Bisa-bisanya mengutuk kakaknya sendiri mati. Dewa pun pasti akan murka!"Setelah dicela beberapa orang, kerumunan yang tidak mengenal Andini mulai ikut mencelanya. Dalam sekejap, Andini menjadi sasaran kemarahan orang-orang.Mungkin karena sudah terbiasa dipukul selama tiga tahun, jadi Andini masih bisa bangkit setelah dipukul begitu keras. Dia menopang tubuhnya untuk duduk, lalu menanggapi cercaan orang-orang dengan meludah ke samping.Jika ludah itu tidak berwarna merah, tidak akan ada yang sadar bahwa Andini baru dipukul hanya dengan melihat wajahnya.Andini mendongak melihat kerumunan di sekelilingnya. Terlihat Santika, Nayshila, Dianti, dan Rangga. Di antara mereka, ada yang senang melihat penderitaan Andini, ada yang berpura-pura prihatin, dan ada yang terlihat dingin sejak awal.Pada akhirnya, tatapan Andini tertuju pada wajah
Begitu melihat Baskoro, semua orang langsung berlutut untuk memberi hormat. Rangga yang sudah mendapatkan instruksi dari Kaisar tidak perlu berlutut saat bertemu Kaisar. Jadi, sekarang Rangga hanya memberi hormat kepada Baskoro.Sementara itu, Andini yang hendak berlutut dipapah oleh Baskoro. Tangan Baskoro terasa hangat. Baskoro bisa merasakan tubuh Andini gemetaran saat memapahnya.Baskoro juga tidak menyangka Andini yang menghadapi kekerasan Abimana dengan tenang di depan umum bisa gemetaran. Andini bingung kenapa Baskoro yang sudah pergi bersama kepala kuil tiba-tiba muncul. Namun, Andini merasa bersyukur dengan kemunculan Baskoro.Abimana memukul Andini dengan kejam. Kedua kakinya mulai lemas. Jika Baskoro tidak muncul tepat waktu, sepertinya Andini sudah terjatuh ke lantai."Terima kasih," ucap Andini dengan lirih. Orang lain tidak bisa mendengar suara Andini.Namun, Baskoro bisa mendengar suara Andini dengan jelas. Hati Baskoro terasa sakit dan amarahnya memuncak.Baskoro memelo
Rangga bertatapan dengan Baskoro sembari menegaskan, "Aku hanya memikirkan situasinya secara keseluruhan."Baskoro akan menikah dengan Andini, sebaiknya dia tidak berselisih dengan Keluarga Adipati. Namun, Baskoro malah mencibir setelah mendengar ucapan Rangga.Baskoro menanggapi, "Jenderal Rangga benar-benar bijaksana. Kalau begitu, kenapa tadi kamu diam saja? Apa kamu jadi bisu?"Tadi Rangga hanya diam sewaktu Andini dipukul. Hati Andini terasa sakit sesudah mendengar perkataan Baskoro.Jelas-jelas Andini tidak mengharapkan Rangga lagi dan dia tahu Rangga tidak menyukainya. Akan tetapi, kenapa hatinya tetap terasa sakit?Andini menggigit bibirnya. Dia membencinya dirinya yang tidak berguna. Andini berusaha menahan air matanya.Rangga mengamati ekspresi Andini. Dia merasa Andini dan Baskoro tampak sangat mesra. Rangga pun merasa gusar.Rangga berkata dengan tegas, "Semua orang bisa menilai siapa yang salah hari ini. Abimana hanya menghukum adiknya. Meskipun pukulannya agak kuat, itu j
Baskoro langsung membawa Andini ke istana. Sewaktu Andini bangun, dia sudah berada di istana Haira.Melihat ruangan yang mewah, Andini baru teringat dia sudah pingsan sebelum Baskoro menggendongnya ke kereta kuda. Andini segera bangkit.Kebetulan Haira masuk. Dia buru-buru menghampiri Andini dan berkata, "Cepat berbaring. Lukamu belum sembuh. Lebih baik jangan banyak bergerak dulu."Namun, Andini sudah duduk. Dia tidak berniat berbaring lagi. Andini hendak turun dari tempat tidur untuk memberi hormat kepada Haira.Haira menghentikan Andini, "Kamu terluka parah, untuk apa kamu masih memedulikan tata krama?"Kemudian, Haira melambaikan tangan kepada pelayan yang membawa obat. Haira mengambil obat, lalu menyendoknya dan meniupnya. Dia menyuap Andini, lalu menjelaskan, "Ini obat dari balai kesehatan kekaisaran dan sangat efektif menyembuhkan luka. Minum selagi hangat."Andini yang terkejut berujar, "Saya minum sendiri saja."Andini hendak mengambil mangkuk obat itu, tetapi Haira menghindar
Haira juga berdiri dan berucap, "Lukamu belum sembuh. Jangan ...."Sebenarnya, tadi Andini tersentuh dengan perhatian Haira. Namun, sekarang perasaan itu sudah sepenuhnya hilang.Andini tersenyum kepada Haira dan menimpali, "Selir Agung Haira nggak perlu khawatir."Kemudian, Andini berjalan keluar. Entah Andini menyuruh Haira tidak perlu mengkhawatirkan lukanya atau Baskoro. Dia membiarkan Haira memikirkannya sendiri.Andini memang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencuci baju saat berada di penatu istana selama 3 tahun, tetapi terkadang dia juga mengikuti pelayan senior untuk mengantar baju ke istana. Itulah sebabnya, Andini cukup familier dengan jalan di istana.Tak lama kemudian, Andini sampai di depan ruang kerja kekaisaran. Setelah diberi izin, Andini mengikuti seorang kasim masuk. Dia melihat Kresna, Kirana, dan Rangga. Apa mereka datang untuk mengadu?Andini berlutut dan menyapa, "Salam, Kaisar."Kaisar yang duduk di depan meja kerja mengamati Andini, lalu bertanya, "K
Tentu saja Kresna memahami maksud perkataan Kaisar. Dia berlutut kepada Kaisar, lalu berkata, "Kaisar, putraku memang gegabah. Dia memukul adiknya di depan umum, jadi dia pantas dihukum Pangeran Baskoro. Kaisar, jangan salahkan Pangeran Baskoro."Sebenarnya, sejak awal Kresna memang tidak berniat menyalahkan Baskoro. Dia tahu jelas kondisi Keluarga Biantara sekarang.Namun, Kaisar memanggil Kresna dan Kirana ke istana setelah mengetahui masalah ini. Kaisar mengatakan dia akan menghukum Baskoro dan tidak memberi Kresna kesempatan untuk bicara.Kaisar merasa puas sesudah mendengar perkataan Kresna. Hanya saja, dia tetap mencibir. Kemudian, Kaisar melihat Rangga dan bertanya, "Jenderal Rangga, waktu itu kamu juga ada di tempat. Menurutmu bagaimana?"Rangga memberi hormat, lalu menatap Andini sejenak sebelum menjawab, "Kaisar, masalah ini disebabkan oleh tindakan Andini yang nggak sopan. Tapi, Abimana memang bertindak gegabah dan hukuman Pangeran Baskoro memang agak berlebihan."Rangga men
Rangga melihat kepanikan Andini. Entah kenapa, hati Rangga tergerak. Namun, emosinya tersulut begitu teringat dengan kemesraan Andini dan Baskoro di aula tadi. Rangga bertanya, "Setelah 3 tahun, kenapa kamu masih tetap nggak jeli?"Akhirnya, Andini berhasil menenangkan dirinya. Dia berusaha mendorong Rangga. Akan tetapi, gua sangat sempit sehingga usahanya sia-sia.Hanya saja, Andini berhasil melepaskan tangan Rangga yang menutup mulutnya. Dia memelototi Rangga dan bertanya balik, "Jadi, Jenderal Rangga menarikku ke sini hanya untuk membicarakan hal ini?"Tatapan Rangga menjadi muram. Dia menegur, "Masa kamu nggak tahu masalah hari ini sudah direncanakan Selir Agung Haira? Luka di punggungmu memang parah, tapi nggak mungkin bisa berdarah hanya karena kamu berlari sebentar."Kecuali, sebelumnya luka Andini memang tidak diobati. Namun, Andini tahu hal ini. Bagaimanapun, rasanya sangat berbeda setelah lukanya diobati tadi.Andini tidak mempermasalahkannya. Dia malah tertawa sinis dan bert
Andini tahu Kirana datang untuk menghiburnya. Hanya saja, Andini malah menganggap ucapan Kirana tidak enak didengar. Semua ini takdir? Apa Kirana merasa Byakta pantas mati?Andini mengernyit, tetapi dia tidak mampu berdebat dengan mereka lagi. Andini menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku sudah putus hubungan dengan Keluarga Adipati. Apa pun yang terjadi padaku nggak ada hubungannya dengan kalian. Aku harap ke depannya kalian jangan datang lagi."Selesai bicara, Andini langsung berjalan masuk ke kediaman. Abimana marah-marah, "Andini! Jangan nggak tahu diri! Biasanya Ibu jarang keluar, dia datang karena mengkhawatirkanmu!"Langkah Andini terhenti. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, lalu bertanya, "Bagaimana dengan kamu?"Mendengar ucapan Andini, Abimana terdiam. Dia tidak memahami maksud Andini.Andini tiba-tiba berbalik dan lanjut bertanya seraya menatap Abimana, "Kenapa kamu datang kemari? Kamu memperhatikanku atau merasa bersalah?"Sebenarnya Andini tidak memahami satu ha
Yudha hanya ingin membawa Byakta pulang bersama keluarganya tanpa Rangga dan Andini. Mulai saat ini, para bangsawan dari ibu kota tidak berhubungan dengan Keluarga Muhadir lagi.Rangga mengangguk. Dia bisa memahami pemikiran Yudha. Tentu saja, Rangga tidak memaksakan kehendaknya.Andini juga mengerti. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menghampiri Ajeng dan melepaskan gelang gioknya. Andini berucap, "Aku nggak pantas terima gelang ini ...."Sebelum Andini menyelesaikan ucapannya, Ajeng menahan tangan Andini. Ajeng tampak kelelahan, tetapi dia tetap tersenyum kepada Andini dan menimpali, "Gelang ini sudah menjadi milikmu. Kalau kamu kembalikan padaku, Byakta pasti sedih."Andini memandang Ajeng dengan ekspresi kaget. Jika Ajeng masih meminta Andini menyimpan gelang ini, berarti Keluarga Muhadir masih mengakui Andini.Andini tidak menyangka sekarang Keluarga Muhadir masih menerimanya. Dia merasa sangat sedih. Andini memeluk Ajeng dengan erat. Dia merasa bersyukur dan juga bersalah.Ajen
Andini yang menyebabkan Yudha dan Ajeng kehilangan putranya. Dia juga menyebabkan Gayatri kehilangan kakaknya. Semua ini salah Andini.Tangisan Gayatri makin menjadi-jadi. Dia berujar, "Tapi, Kak Byakta pasti marah kalau lihat aku salahkan kamu ...."Ucapan Gayatri membuat hati Andini terasa sakit. Andini kewalahan melihat Gayatri yang menangis histeris.Gayatri tetap berusaha berbicara, "Sebelum pergi, kakakku bilang padaku dia nggak pernah begitu menyayangi seorang wanita selama hidupnya. Dia cuma ingin kamu aman dan bahagia. Biarpun harus mengorbankan nyawanya, dia juga rela."Gayatri menambahkan, "Andini, kakakku benar-benar mengorbankan nyawanya. Jadi, kamu harus aman dan bahagia! Kalau nggak, aku nggak akan ampuni kamu!"Ini adalah keinginan terakhir Byakta. Gayatri tidak bisa bicara lagi. Dia terus menangis. Gayatri tidak mengerti kenapa di dunia ini ada orang yang begitu bodoh hingga rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain.Namun, Gayatri tidak be
Andini tertegun. Semalam dia mendengar bandit mengatakan jika bukan karena Rangga mengutus orang untuk mengikuti Andini, mereka juga tidak akan menyangka orang yang berada di dalam peti mati adalah Byakta. Pembunuhan semalam juga tidak akan terjadi.Mungkin sekarang Andini sudah keluar dari Yolasa. Seharusnya Andini tidak menyalahkan Rangga. Bagaimanapun, Rangga hanya berniat melindungi Andini. Dia tidak menyangka semalam bandit akan muncul.Lagi pula, masalah kali ini terjadi karena bandit terlalu brutal. Mereka membantai penduduk desa, bahkan mereka tidak melepaskan bayi.Jika bukan karena masalah itu, Kaisar tidak akan buru-buru mengutus prajurit. Semua ini juga tidak akan terjadi.Namun, nasi sudah menjadi bubur. Byakta dan para prajurit telah mati. Andini tidak bisa mengatakan dirinya tidak menyalahkan Rangga.Andini diam-diam menyalahkan semua orang yang berkaitan dengan masalah ini. Akan tetapi, dia tetap menyalahkan dirinya sendiri. Jadi, Andini hanya terdiam dan menunduk.Andi
Suara langkah kaki makin mendekat. Andini langsung mundur, lalu berteriak, "Jangan mendekat!"Namun, Rangga tidak menghentikan langkahnya. Andini yang panik segera mengayunkan pedangnya. Rangga tidak menyangka Andini berniat menyakitinya. Dia buru-buru mundur.Pedang Andini menggores lengan baju Rangga. Andini merasakan serangannya kurang tepat, jadi dia mengayunkan pedangnya lagi.Siapa sangka, Rangga menggenggam pergelangan tangan Andini. Sebelum Andini sempat merespons, Rangga menarik Andini ke dalam pelukannya sambil menghibur, "Jangan takut, ini aku."Andini yang hendak memberontak langsung menghentikan gerakannya begitu mendengar suara Rangga. Tubuh Andini menegang. Dia bertanya, "Rangga?"Rangga menyahut, "Iya, ini aku. Sekarang kamu sudah aman."Andini hanya merasa tenang sesaat. Dia segera menyeka darah di wajahnya dengan baju Rangga, lalu mendorongnya dan bergegas berjalan ke luar hutan.Andini kaget saat melihat penutup peti terbuka. Dia buru-buru naik ke kereta kuda. Andini
Rangga hanya menghabiskan waktu sehari untuk membereskan masalah di Kabupaten Horta. Bandit yang ditangkap Rangga tidak bisa bertahan lama. Bandit langsung mengakui semuanya.Rangga juga mengancam Akbar sehingga Akbar yang ketakutan setengah mati tidak berani menutupi kebenarannya lagi. Masalah ini memang sangat rumit.Rangga menyuruh Cahya untuk menyelidiki masalah ini dengan teliti. Cahya sudah kehilangan lengan kirinya. Ke depannya dia tidak bisa berperang lagi. Jika Cahya bisa menyelesaikan masalah ini, dia bisa mendapatkan jabatan di pemerintahan.Biarpun hanya menjadi bupati di Kabupaten Horta, itu lebih baik daripada pulang dengan tubuh cacat dan menjadi petani.Rangga buru-buru pergi dengan menunggangi kudanya tanpa minum sedikit pun. Dia sangat panik. Sosok Andini yang pergi menjauh terus terlintas di benak Rangga. Jadi, Rangga tidak bisa menunggu lagi.Rangga terus mengejar Andini tanpa beristirahat. Begitu sampai, dia baru tahu semua orang yang diutusnya untuk melindungi And
Tenaga bandit sangat kuat. Andini merasa tangannya hampir patah. Dia berusaha menahan rasa sakit dan mencoba menggerakkan tangannya.Pedang di perut bandit juga mulai bergerak. Bandit berteriak kesakitan. Genggamannya di tangan Andini makin erat.Andini yang merasa kesakitan berteriak. Namun, teriakan Andini bukan hanya karena rasa sakit. Akhirnya, Andini berhasil memutar pedang itu.Sepertinya usus bandit itu putus, dia memuntahkan darah. Bandit itu tumbang. Andini tetap menggenggam pedang dengan erat.Wajah Andini ternodai darah sehingga dia kesulitan untuk membuka matanya. Kemudian, terdengar suara langkah kaki dan suara bandit lain lagi. "Madun! Harjo!"Andini sangat panik, tetapi dia masih bisa berpikir rasional. Andini tidak boleh terus berada di sini. Hanya saja, Andini sudah kehabisan tenaga dan tangannya terasa sakit. Bahkan, dia tidak mampu menyeka darah di wajahnya.Alhasil, Andini ditendang oleh bandit hingga terjatuh ke tanah. Bandit hendak menusuk Andini setelah melihat k
Andini terkejut saat melihat bandit yang wajahnya ternodai darah prajurit. Andini langsung mundur. Siapa sangka, dia tersandung ranting pohon dan terjatuh ke tanah.Bandit tertawa melihat kondisi Andini. Di dalam kegelapan malam, bau amis darah membuat Andini pusing.Andini yang tampak ketakutan bertanya sembari terisak, "Apa ... kamu nggak akan bunuh aku ... kalau aku ikut kamu?"Bandit makin bangga ketika melihat Andini sangat ketakutan. Dia menyahut, "Tentu saja. Yang penting kamu bersikap patuh."Andini mengangguk dan menimpali, "Aku sangat patuh. Tapi ... sepertinya aku terkilir."Bandit melihat pergelangan kaki Andini. Dia tidak curiga karena tadi Andini memang tersandung. Bandit mengamati Andini lagi. Melihat ekspresi Andini yang ketakutan, bandit menganggap Andini hanya wanita yang lemah. Andini sama sekali tidak membawa senjata, mana mungkin dia bisa membuat masalah?Bandit menghampiri Andini sambil mengangkat alis. Dia hendak memapah Andini. Sementara itu, Andini mengulurkan
Karena terkejut, prajurit itu mundur beberapa langkah ke belakang.Prajurit lain melangkah maju. Saat melihat apa yang terjadi, dia mengerutkan alisnya dan berkata, "Sekarang sudah masuk musim semi. Ular, serangga, dan binatang kecil lain mulai keluar mencari makan. Ini bukan masalah besar."Mendengar itu, yang lainnya pun mengangguk, lalu menyarungkan pedang mereka kembali.Andini juga menghela napas lega. Pandangannya tertuju pada kepala ular yang terpenggal di tepi jalan.Di bawah cahaya bulan, kepala ular yang kecil itu masih bergerak, seolah-olah berusaha bertahan. Entah kenapa, Andini merasa ini adalah pertanda buruk. Kegelisahan mulai merayap ke hatinya.Semoga saja semuanya akan berjalan lancar di perjalanan ini.Para prajurit sudah terbiasa dengan perjalanan panjang. Mereka hanya tidur 4 jam setiap malam, tetapi tetap memperhatikan Andini selama perjalanan.Namun, kegelisahan yang muncul malam itu terus membekas di hati Andini. Dia sama sekali tidak bisa tenang.Seakan-akan me