Di sisi lain, Andini tidak peduli apa yang dibicarakan Abimana dan Kirana. Dia buru-buru menemui Ainun.Dibandingkan kemarin, keadaan Ainun sudah jauh lebih baik. Ketika Andini datang, Ainun sedang dibantu oleh Farida untuk minum obat.Obat itu pasti sangat pahit. Terlihat jelas dari wajah Ainun yang berkerut saat meminumnya. Begitu melihat Andini, dia berusaha tersenyum dan menyapa, "Andin sudah datang, ya?""Nenek.” Setelah memberi hormat, Andini duduk di samping tempat tidur Ainun. Dia bertanya, "Gimana perasaan Nenek hari ini?""Sudah lebih baik." Ainun tersenyum seraya membelai pipi Andini dengan lembut. Dia bertanya, "Apa kamu takut?"Andini menggeleng sembari menjawab, "Nggak. Yang penting Nenek baik-baik saja."Ainun merasa sangat sedih saat melihat mata Andini memerah. Begitu teringat dengan perkataan Kirana padanya kemarin malam, dia bertanya, "Kamu baru kembali dari istana?"Andini tidak menyangka bahwa Ainun juga mengetahui hal ini. Dia tertegun sejenak sebelum mengangguk.
Andini menghela napas. Dia berberes-beres sebentar, lalu pergi menemui Dianti. Tidak lama kemudian, Laras dan Dianti masuk.Ternyata Laras benar-benar mengikuti Dianti. Andini hampir tidak bisa menahan tawanya.Dianti masuk ke ruangan dan memberi hormat kepada Andini. Ketika melihat senyuman Andini, Dianti mengira suasana hati Andini sedang baik hari ini. Perasaan cemasnya saat kemari seketika menghilang.Dianti tersenyum kepada Andini dan bertanya, "Aku datang pagi-pagi sekali. Nggak ganggu Kakak, 'kan?"Andini tertegun sejenak karena tidak mengerti maksud Dianti. Dia tersenyum sembari menimpali, "Ada apa?""Aku datang untuk mengajak Kakak ke Kuil Amnan," sahut Dianti dengan sangat antusias.Andini tiba-tiba teringat bahwa ini Hari Suci di Kuil Amnan. Konon, asalkan berdoa dengan tulus di Hari Suci Kuil Amnan, permohonan apa pun akan terkabul.Pada tahun-tahun sebelumnya, Andini akan pergi ke Kuil Amnan setiap Hari Suci. Dia biasanya berdoa untuk keselamatan keluarga dan memohon bisa
Andini tidak mengerti. Dia hanya meminta Dianti melepaskan tangannya. Kenapa Dianti tiba-tiba membahas tentang Kirana dan mengatakan Andini menyakiti Kirana?Andini sudah sangat bersyukur jika Keluarga Adipati tidak mengganggunya. Bagaimana mungkin dia berani menyakiti Kirana?Andini menarik napas dalam-dalam dan memegang pergelangan tangannya dengan erat. Dia berusaha menahan diri agar tidak menampar Dianti.Namun, Laras justru tak bisa menahan diri dan berkata, "Nona Dianti sudah gila, ya?"Perkataan yang dilontarkan tanpa segan itu membuat Dianti tertegun. Dia bertutur dengan terbata-bata, " Ka ... kamu ...."Mungkin karena terlalu terkejut, Dianti sampai tidak bisa menyelesaikan ucapannya.Andini juga kaget. Tidak disangka nyali Laras begitu besar. Laras benar-benar tidak menganggap serius ucapan Andini. Andini jelas-jelas sudah bilang tidak akan bisa melindunginya.Ketika Andini hendak membantu menjelaskan, Laras malah maju dan tersenyum pada Dianti. Katanya, "Bukannya Nona Dianti
Laras menutup tirai kereta, lalu menoleh menatap Andini sambil berkata, "Nona, sepertinya yang pergi ke Kuil Amnan tahun ini lebih banyak dari sebelumnya."Andini cukup senang dan menimpali, "Itu berarti Kuil Amnan memang sangat manjur untuk mengabulkan permohonan."Laras mengangguk sembari membalas, "Benar. Aku dengar memohon jodoh yang paling manjur."Mendengar ini, Andini hanya tersenyum tanpa mengatakan apa-apa. Menurutnya, Kuil Amnan bisa mengabulkan apa pun, kecuali jodoh. Jika tidak, dia seharusnya sudah menikah dengan Rangga tiga tahun lalu. Andini tersenyum pelan sambil menggeleng saat memikirkan ini.Untungnya, Andini belum sempat menikah. Jika tidak, sekarang dia pasti terperangkap dalam penderitaan.Tak lama kemudian, kereta kuda tiba di luar Kuil Amnan. Laras turun duluan, lalu berbalik untuk membantu Andini. Tidak disangka, begitu Andini baru turun, terdengar suara sindiran tak jauh dari sana."Aku pikir pelayan siapa yang begitu lancang sampai berani naik kereta yang sam
Semua orang terkejut. "Pangeran Baskoro?"Kemudian, mereka semua berlutut memberi hormat dan berkata, "Salam, Pangeran Baskoro."Andini juga hendak berlutut, tetapi dihentikan oleh Baskoro.Baskoro menyipitkan matanya dan menyapu pandangannya ke semua orang. Alih-alih membiarkan mereka berdiri, dia justru menggandeng tangan Andini di hadapan mereka.Baskoro bertutur, "Mulai sekarang, aku akan jadi pendukungnya. Siapa pun yang berani berbicara kasar padanya, berarti nggak menghormatiku. Apa kalian mengerti?"Selama tiga tahun terakhir, Andini selalu berlutut pada orang lain. Meskipun pernah menjadi kesayangan Keluarga Adipati selama 15 tahun, dia belum pernah merasakan saat semua orang berlutut padanya.Kala ini, Andini berdiri di samping Baskoro. Dia memandang putra dan putri keluarga terpandang yang berlutut di depannya, tetapi tidak merasa gembira atau bangga. Sebaliknya, dia merasa semuanya tidak nyata. Perasaan ini justru membuatnya gelisah.Andini hendak menarik tangannya, tetapi
Namun, Andini yang sekarang hanya ingin hidup tenang tanpa diketahui siapa pun. Tidak seperti saat ini yang begitu mencolok.Meskipun Andini telah bersedia menikah dengan Baskoro, pernikahan ini belum mendapatkan persetujuan dari Kaisar. Bisa dikatakan masih belum ada kejelasan. Rasanya tidak pantas bergandengan tangan dengan Baskoro di depan umum.Untungnya, setelah masuk ke kuil, Baskoro bertemu dengan kepala Kuil Amnan. Ketika memberikan hormat, Baskoro tentu melepaskan tangan Andini.Andini segera menarik tangannya dan diam-diam menghela napas.Kepala kuil khusus datang untuk menyambut Baskoro. Dia ingin memberikan ceramah untuk Baskoro.Baskoro berbalik memandang Andini, lalu berpesan, "Tunggu aku di luar. Dua jam sudah selesai. Nanti aku mau mengajakmu ke suatu tempat."Hari ini, Andini sama sekali tidak berniat untuk berada di luar terlalu lama. Dia hanya ingin meminta jimat keselamatan dan pulang. Ketika mendengar perkataan Baskoro, Andini seketika tertegun.Di sisi lain, setel
Semua orang tercengang. Tidak ada yang menyangka bahwa Andini akan menampar Nayshila tanpa peringatan.Meskipun Rangga dan Abimana berdiri di samping Nayshila, mereka juga tidak bisa mencegah tamparan itu mendarat di wajah Nayshila.Namun, sepertinya tamparan ini menyadarkan semua orang yang sebelumnya terdiam.Abimana maju dan mencengkeram tangan Andini sebelum berseru marah, "Apa yang kamu lakukan? Cepat minta maaf pada Nayshila!"Andini menatap Abimana dengan dingin sembari berujar, "Lepaskan tanganku."Suaranya tidak keras dan sama sekali tidak terdengar nada mengancam. Akan tetapi, dua kata itu cukup membuat Abimana bergetar hebat. Dia tanpa sadar melepaskan tangan Andini.Andini menarik kembali tangannya. Dia mengelus pergelangan tangannya yang sakit karena dicengkeram oleh Abimana.Kala ini, Dianti berkomentar, "Kakak, ucapan Nayshila memang sedikit kasar, tapi kamu nggak seharusnya tampar dia, apalagi di kuil. Perbuatanmu ini bisa membuat dewa murka."Andini sama sekali tidak m
Namun, Andini membalas, "Lucu sekali. Aku bermarga Gatari. Keluarga Biantara nggak berhak mendidikku.""Andini! Jangan keterlaluan!" bentak Abimana."Kalian yang keterlaluan!" Andini benar-benar tidak bisa menahan amarahnya. Dia bertanya, "Aku datang untuk meminta jimat keselamatan untuk Nenek. Apa yang membuat kalian terganggu? Apa hak kalian datang satu per satu untuk mengaturku?""Terutama kamu, Abimana! Saat aku difitnah, kamu hanya bisa diam. Sekarang kamu malah bersikap seolah-olah mau memberiku pelajaran? Apa hakmu?" tambah Andini."Aku kakakmu, jadi aku berhak memberimu pelajaran!" sergah Abimana.Meskipun Nayshila yang bersalah, hubungan antara Keluarga Biantara dan Keluarga Maheswara cukup erat. Semuanya bisa diselesaikan setelah pulang. Abimana juga bisa melaporkannya kepada orang tua Nayshila untuk mendidiknya dengan baik.Bagaimanapun juga, Andini tidak seharusnya memakai kekerasan.Namun, siapa sangka Andini justru tertawa setelah mendengar jawaban Abimana. Dia menimpali,
Andini tahu Kirana datang untuk menghiburnya. Hanya saja, Andini malah menganggap ucapan Kirana tidak enak didengar. Semua ini takdir? Apa Kirana merasa Byakta pantas mati?Andini mengernyit, tetapi dia tidak mampu berdebat dengan mereka lagi. Andini menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Aku sudah putus hubungan dengan Keluarga Adipati. Apa pun yang terjadi padaku nggak ada hubungannya dengan kalian. Aku harap ke depannya kalian jangan datang lagi."Selesai bicara, Andini langsung berjalan masuk ke kediaman. Abimana marah-marah, "Andini! Jangan nggak tahu diri! Biasanya Ibu jarang keluar, dia datang karena mengkhawatirkanmu!"Langkah Andini terhenti. Dia mengepalkan tangannya dengan erat, lalu bertanya, "Bagaimana dengan kamu?"Mendengar ucapan Andini, Abimana terdiam. Dia tidak memahami maksud Andini.Andini tiba-tiba berbalik dan lanjut bertanya seraya menatap Abimana, "Kenapa kamu datang kemari? Kamu memperhatikanku atau merasa bersalah?"Sebenarnya Andini tidak memahami satu ha
Yudha hanya ingin membawa Byakta pulang bersama keluarganya tanpa Rangga dan Andini. Mulai saat ini, para bangsawan dari ibu kota tidak berhubungan dengan Keluarga Muhadir lagi.Rangga mengangguk. Dia bisa memahami pemikiran Yudha. Tentu saja, Rangga tidak memaksakan kehendaknya.Andini juga mengerti. Dia menarik napas dalam-dalam, lalu menghampiri Ajeng dan melepaskan gelang gioknya. Andini berucap, "Aku nggak pantas terima gelang ini ...."Sebelum Andini menyelesaikan ucapannya, Ajeng menahan tangan Andini. Ajeng tampak kelelahan, tetapi dia tetap tersenyum kepada Andini dan menimpali, "Gelang ini sudah menjadi milikmu. Kalau kamu kembalikan padaku, Byakta pasti sedih."Andini memandang Ajeng dengan ekspresi kaget. Jika Ajeng masih meminta Andini menyimpan gelang ini, berarti Keluarga Muhadir masih mengakui Andini.Andini tidak menyangka sekarang Keluarga Muhadir masih menerimanya. Dia merasa sangat sedih. Andini memeluk Ajeng dengan erat. Dia merasa bersyukur dan juga bersalah.Ajen
Andini yang menyebabkan Yudha dan Ajeng kehilangan putranya. Dia juga menyebabkan Gayatri kehilangan kakaknya. Semua ini salah Andini.Tangisan Gayatri makin menjadi-jadi. Dia berujar, "Tapi, Kak Byakta pasti marah kalau lihat aku salahkan kamu ...."Ucapan Gayatri membuat hati Andini terasa sakit. Andini kewalahan melihat Gayatri yang menangis histeris.Gayatri tetap berusaha berbicara, "Sebelum pergi, kakakku bilang padaku dia nggak pernah begitu menyayangi seorang wanita selama hidupnya. Dia cuma ingin kamu aman dan bahagia. Biarpun harus mengorbankan nyawanya, dia juga rela."Gayatri menambahkan, "Andini, kakakku benar-benar mengorbankan nyawanya. Jadi, kamu harus aman dan bahagia! Kalau nggak, aku nggak akan ampuni kamu!"Ini adalah keinginan terakhir Byakta. Gayatri tidak bisa bicara lagi. Dia terus menangis. Gayatri tidak mengerti kenapa di dunia ini ada orang yang begitu bodoh hingga rela mengorbankan nyawanya demi keselamatan dan kebahagiaan orang lain.Namun, Gayatri tidak be
Andini tertegun. Semalam dia mendengar bandit mengatakan jika bukan karena Rangga mengutus orang untuk mengikuti Andini, mereka juga tidak akan menyangka orang yang berada di dalam peti mati adalah Byakta. Pembunuhan semalam juga tidak akan terjadi.Mungkin sekarang Andini sudah keluar dari Yolasa. Seharusnya Andini tidak menyalahkan Rangga. Bagaimanapun, Rangga hanya berniat melindungi Andini. Dia tidak menyangka semalam bandit akan muncul.Lagi pula, masalah kali ini terjadi karena bandit terlalu brutal. Mereka membantai penduduk desa, bahkan mereka tidak melepaskan bayi.Jika bukan karena masalah itu, Kaisar tidak akan buru-buru mengutus prajurit. Semua ini juga tidak akan terjadi.Namun, nasi sudah menjadi bubur. Byakta dan para prajurit telah mati. Andini tidak bisa mengatakan dirinya tidak menyalahkan Rangga.Andini diam-diam menyalahkan semua orang yang berkaitan dengan masalah ini. Akan tetapi, dia tetap menyalahkan dirinya sendiri. Jadi, Andini hanya terdiam dan menunduk.Andi
Suara langkah kaki makin mendekat. Andini langsung mundur, lalu berteriak, "Jangan mendekat!"Namun, Rangga tidak menghentikan langkahnya. Andini yang panik segera mengayunkan pedangnya. Rangga tidak menyangka Andini berniat menyakitinya. Dia buru-buru mundur.Pedang Andini menggores lengan baju Rangga. Andini merasakan serangannya kurang tepat, jadi dia mengayunkan pedangnya lagi.Siapa sangka, Rangga menggenggam pergelangan tangan Andini. Sebelum Andini sempat merespons, Rangga menarik Andini ke dalam pelukannya sambil menghibur, "Jangan takut, ini aku."Andini yang hendak memberontak langsung menghentikan gerakannya begitu mendengar suara Rangga. Tubuh Andini menegang. Dia bertanya, "Rangga?"Rangga menyahut, "Iya, ini aku. Sekarang kamu sudah aman."Andini hanya merasa tenang sesaat. Dia segera menyeka darah di wajahnya dengan baju Rangga, lalu mendorongnya dan bergegas berjalan ke luar hutan.Andini kaget saat melihat penutup peti terbuka. Dia buru-buru naik ke kereta kuda. Andini
Rangga hanya menghabiskan waktu sehari untuk membereskan masalah di Kabupaten Horta. Bandit yang ditangkap Rangga tidak bisa bertahan lama. Bandit langsung mengakui semuanya.Rangga juga mengancam Akbar sehingga Akbar yang ketakutan setengah mati tidak berani menutupi kebenarannya lagi. Masalah ini memang sangat rumit.Rangga menyuruh Cahya untuk menyelidiki masalah ini dengan teliti. Cahya sudah kehilangan lengan kirinya. Ke depannya dia tidak bisa berperang lagi. Jika Cahya bisa menyelesaikan masalah ini, dia bisa mendapatkan jabatan di pemerintahan.Biarpun hanya menjadi bupati di Kabupaten Horta, itu lebih baik daripada pulang dengan tubuh cacat dan menjadi petani.Rangga buru-buru pergi dengan menunggangi kudanya tanpa minum sedikit pun. Dia sangat panik. Sosok Andini yang pergi menjauh terus terlintas di benak Rangga. Jadi, Rangga tidak bisa menunggu lagi.Rangga terus mengejar Andini tanpa beristirahat. Begitu sampai, dia baru tahu semua orang yang diutusnya untuk melindungi And
Tenaga bandit sangat kuat. Andini merasa tangannya hampir patah. Dia berusaha menahan rasa sakit dan mencoba menggerakkan tangannya.Pedang di perut bandit juga mulai bergerak. Bandit berteriak kesakitan. Genggamannya di tangan Andini makin erat.Andini yang merasa kesakitan berteriak. Namun, teriakan Andini bukan hanya karena rasa sakit. Akhirnya, Andini berhasil memutar pedang itu.Sepertinya usus bandit itu putus, dia memuntahkan darah. Bandit itu tumbang. Andini tetap menggenggam pedang dengan erat.Wajah Andini ternodai darah sehingga dia kesulitan untuk membuka matanya. Kemudian, terdengar suara langkah kaki dan suara bandit lain lagi. "Madun! Harjo!"Andini sangat panik, tetapi dia masih bisa berpikir rasional. Andini tidak boleh terus berada di sini. Hanya saja, Andini sudah kehabisan tenaga dan tangannya terasa sakit. Bahkan, dia tidak mampu menyeka darah di wajahnya.Alhasil, Andini ditendang oleh bandit hingga terjatuh ke tanah. Bandit hendak menusuk Andini setelah melihat k
Andini terkejut saat melihat bandit yang wajahnya ternodai darah prajurit. Andini langsung mundur. Siapa sangka, dia tersandung ranting pohon dan terjatuh ke tanah.Bandit tertawa melihat kondisi Andini. Di dalam kegelapan malam, bau amis darah membuat Andini pusing.Andini yang tampak ketakutan bertanya sembari terisak, "Apa ... kamu nggak akan bunuh aku ... kalau aku ikut kamu?"Bandit makin bangga ketika melihat Andini sangat ketakutan. Dia menyahut, "Tentu saja. Yang penting kamu bersikap patuh."Andini mengangguk dan menimpali, "Aku sangat patuh. Tapi ... sepertinya aku terkilir."Bandit melihat pergelangan kaki Andini. Dia tidak curiga karena tadi Andini memang tersandung. Bandit mengamati Andini lagi. Melihat ekspresi Andini yang ketakutan, bandit menganggap Andini hanya wanita yang lemah. Andini sama sekali tidak membawa senjata, mana mungkin dia bisa membuat masalah?Bandit menghampiri Andini sambil mengangkat alis. Dia hendak memapah Andini. Sementara itu, Andini mengulurkan
Karena terkejut, prajurit itu mundur beberapa langkah ke belakang.Prajurit lain melangkah maju. Saat melihat apa yang terjadi, dia mengerutkan alisnya dan berkata, "Sekarang sudah masuk musim semi. Ular, serangga, dan binatang kecil lain mulai keluar mencari makan. Ini bukan masalah besar."Mendengar itu, yang lainnya pun mengangguk, lalu menyarungkan pedang mereka kembali.Andini juga menghela napas lega. Pandangannya tertuju pada kepala ular yang terpenggal di tepi jalan.Di bawah cahaya bulan, kepala ular yang kecil itu masih bergerak, seolah-olah berusaha bertahan. Entah kenapa, Andini merasa ini adalah pertanda buruk. Kegelisahan mulai merayap ke hatinya.Semoga saja semuanya akan berjalan lancar di perjalanan ini.Para prajurit sudah terbiasa dengan perjalanan panjang. Mereka hanya tidur 4 jam setiap malam, tetapi tetap memperhatikan Andini selama perjalanan.Namun, kegelisahan yang muncul malam itu terus membekas di hati Andini. Dia sama sekali tidak bisa tenang.Seakan-akan me