Suara dingin yang tiba-tiba itu begitu familier hingga membuat Andini panik. Dia buru-buru mundur dua langkah. Namun karena terlalu gugup, kakinya tersandung dan dia hampir saja terjatuh.Untungnya Baskoro bertindak cepat dan langsung menangkapnya. Hanya saja karena gerakan itu, jarak mereka menjadi lebih dekat. Dari kejauhan, situasi ini terlihat seolah-olah Baskoro sedang memeluk Andini.Tatapan Rangga yang sejak awal sudah tajam, kini tertuju pada tangan Baskoro yang menggenggam erat lengan Andini. Tatapannya sontak menjadi gelap dan dalam."Kamu baik-baik saja, 'kan?" Suara lembut Baskoro dipenuhi kekhawatiran.Andini menggeleng, tetapi entah kenapa ada perasaan bersalah yang muncul di hatinya. Namun, kenapa dia harus merasa bersalah?Hubungannya dengan Rangga sudah berakhir. Bahkan ketika mereka masih ada hubungan, itu hanyalah hubungan formal sebagai kerabat.Jadi, siapa yang bersamanya atau apa yang dilakukannya seharusnya tidak ada hubungan dengan Rangga. Lagi pula, dia mungkin
Andini berpikir seperti itu di dalam hatinya, tetapi tidak mengucapkannya. Namun di mata Rangga, diamnya Andini justru dianggap sebagai persetujuan.Tangan yang Rangga sembunyikan di belakang tubuhnya terkepal erat. Dia menatap Andini dengan pandangan yang makin dingin ketika berucap, "Kota Gatra terletak jauh di Gamanta. Tradisi dan adat istiadatnya sangat berbeda dengan ibu kota. Nona Andini, kamu benar-benar sudah memikirkannya dengan matang?"Andini mengira Rangga sedang mengingatkannya bahwa dia mungkin tidak akan terbiasa dengan cuaca di Kota Gatra. Itu sebabnya, dia menjawab dengan serius, "Pangeran bilang, musim dingin di Gamanta nggak sedingin di ibu kota. Aku pikir selama nggak terlalu dingin, aku pasti bisa menyesuaikan diri."Andini memang sangat takut pada cuaca dingin. Baik rasa dingin yang menusuk saat tangannya terendam air, maupun kedinginan ketika terkunci di luar kediaman pada malam musim dingin, semua itu adalah pengalaman yang tidak ingin diulanginya lagi.Jawaban
Baskoro awalnya berniat untuk meledek Rangga, tetapi ekspresinya tiba-tiba berubah.Melihat ini, Rangga mengangkat alisnya sebelum menyindir dengan nada rendah, "Sepertinya kamu nggak tahu. Kalau begitu, bukannya ini namanya pernikahan tipuan?""Berani sekali!" sergah Baskoro. Dia menatap Rangga dengan tajam sambil berseru, "Rangga, jangan kira karena kamu sudah memenangkan beberapa pertempuran dan mendapatkan perhatian dari ayahku, kamu bisa menginjak harga diriku! Kamu nggak perlu ikut campur urusanku!""Pangeran nggak perlu emosi seperti itu," tutur Rangga sembari tersenyum. Tatapannya yang merendahkan seolah-olah menginjak-injak harga diri Baskoro.Sementara itu, wajah tampan Baskoro yang sebelumnya lembut telah berubah menjadi muram. Dia menimpali dengan suara rendah dan dingin, "Biarpun pernikahan tipuan, memangnya kenapa? Rangga, kamu juga bisa melakukannya. Coba lihat, apa dia akan peduli padamu?"Niat membunuh seketika tebersit di mata Rangga. Senyumannya juga memudar.Baskoro
Lagi-lagi ucapan konyol seperti ini.Andini ingin tersenyum, tetapi tidak bisa karena kepahitan yang menjalar di dalam hatinya.Kirana menggenggam tangan Andini dengan sangat lembut, lalu berucap, "Kedudukan Keluarga Adipati memang sudah nggak sehebat dulu lagi. Tapi, setidaknya masih memiliki sedikit pengaruh. Kelak kalau Baskoro mau kembali ke ibu kota, dia hanya bisa bergantung pada Keluarga Adipati."Setelah mengatakan ini, Kirana menghela napas pelan sebelum berujar, "Ibu tentu saja punya niat tersendiri. Rangga sangat muda dan berbakat. Dia juga memenangkan banyak pertempuran. Sekarang, Keluarga Maheswara sangat berpengaruh di istana.""Tapi, kamu juga tahu saat ini Kaisar sangat berwaspada terhadap Keluarga Adipati. Jadi, kalau mau Dianti menjadi menantu Keluarga Maheswara dengan lancar, kamu nggak boleh berhubungan dengan orang yang punya pengaruh. Pangeran Baskoro adalah pilihan terbaik," tambah Kirana.Andini akhirnya mengerti. Pernikahan ini bertujuan untuk memenuhi kepentin
Andini pernah sangat menyukai kakaknya. Kakaknya selalu membantunya mengusir pria kurang ajar yang berbicara kasar, membawakan buah yang paling lezat, bahkan memberinya mutiara malam yang begitu langka untuknya.Abimana yang dulu adalah kakak serba bisa dan sangat hebat bagi Andini. Namun, sejak Dianti kembali, kakak yang Andini kagumi itu sudah menghilang. Kini, hanya ada kakak yang terus-menerus menyalahkannya, memfitnahnya, dan bertindak gegabah tanpa berpikir terlebih dulu!Sama seperti sekarang.Andini mengernyit dan merasa sedikit kesakitan karena lengannya dicengkeram.Sebelum Andini sempat berbicara, Kirana langsung memukul lengan Abimana. Dia membentak, "Apa yang kamu lakukan? Cepat lepaskan adikmu!""Ibu! Untuk apa Ibu membelanya? Hanya ada kalian berdua di kereta ini. Kalau bukan dia, siapa lagi yang buat Ibu menangis?" tanya Abimana.Abimana memelototi Andini dengan marah sambil mengancam, "Aku peringatkan padamu. Sekalipun aku punya salah padamu, itu nggak ada hubungannya
Abimana ikut Kirana pergi ke Paviliun Persik.Kondisi kesehatan Dianti sudah membaik di bawah perawatan tabib kediaman. Tidak ada masalah besar selain batuk sesekali.Ketika Kirana dan Abimana datang, Dianti sedang menikmati pemandangan bunga. Begitu melihat Dianti memakai pakaian yang tipis, Kirana mengernyit dan berujar, "Kamu belum sembuh, kenapa sudah keluar? Kamu juga pakai pakaian setipis ini. Cepat masuk!"Kirana memapah Dianti ke dalam, lalu meminta Ratih untuk membawakan segelas air hangat. Dia mengeluarkan botol obat sambil berkata, "Selir Agung Haira dengar kamu batuk parah. Dia khusus menyuruh orang untuk mengambil obat ini dari balai kesehatan kekaisaran.""Katanya ini didapatkan dari Lembah Raja Obat. Sebelumnya Permaisuri juga batuk selama setengah bulan. Dia sembuh setelah minum obat ini," sambung Kirana.Abimana melihat Kirana sendiri memberi Dianti minum obat. Dia seketika mengerti alasan Kirana buru-buru menemui Dianti begitu pulang.Abimana tentu juga khawatir pada
Di sisi lain, Andini tidak peduli apa yang dibicarakan Abimana dan Kirana. Dia buru-buru menemui Ainun.Dibandingkan kemarin, keadaan Ainun sudah jauh lebih baik. Ketika Andini datang, Ainun sedang dibantu oleh Farida untuk minum obat.Obat itu pasti sangat pahit. Terlihat jelas dari wajah Ainun yang berkerut saat meminumnya. Begitu melihat Andini, dia berusaha tersenyum dan menyapa, "Andin sudah datang, ya?""Nenek.” Setelah memberi hormat, Andini duduk di samping tempat tidur Ainun. Dia bertanya, "Gimana perasaan Nenek hari ini?""Sudah lebih baik." Ainun tersenyum seraya membelai pipi Andini dengan lembut. Dia bertanya, "Apa kamu takut?"Andini menggeleng sembari menjawab, "Nggak. Yang penting Nenek baik-baik saja."Ainun merasa sangat sedih saat melihat mata Andini memerah. Begitu teringat dengan perkataan Kirana padanya kemarin malam, dia bertanya, "Kamu baru kembali dari istana?"Andini tidak menyangka bahwa Ainun juga mengetahui hal ini. Dia tertegun sejenak sebelum mengangguk.
Andini menghela napas. Dia berberes-beres sebentar, lalu pergi menemui Dianti. Tidak lama kemudian, Laras dan Dianti masuk.Ternyata Laras benar-benar mengikuti Dianti. Andini hampir tidak bisa menahan tawanya.Dianti masuk ke ruangan dan memberi hormat kepada Andini. Ketika melihat senyuman Andini, Dianti mengira suasana hati Andini sedang baik hari ini. Perasaan cemasnya saat kemari seketika menghilang.Dianti tersenyum kepada Andini dan bertanya, "Aku datang pagi-pagi sekali. Nggak ganggu Kakak, 'kan?"Andini tertegun sejenak karena tidak mengerti maksud Dianti. Dia tersenyum sembari menimpali, "Ada apa?""Aku datang untuk mengajak Kakak ke Kuil Amnan," sahut Dianti dengan sangat antusias.Andini tiba-tiba teringat bahwa ini Hari Suci di Kuil Amnan. Konon, asalkan berdoa dengan tulus di Hari Suci Kuil Amnan, permohonan apa pun akan terkabul.Pada tahun-tahun sebelumnya, Andini akan pergi ke Kuil Amnan setiap Hari Suci. Dia biasanya berdoa untuk keselamatan keluarga dan memohon bisa
Orang-orang di Negara Darsa percaya bahwa anak adalah anugerah dari langit. Para dewi di langit memilih keluarga mana yang layak, lalu mengirimkan anak-anak satu per satu ke dunia.Ada beberapa anak yang nakal, enggan turun ke dunia. Jika para dewi marah, mereka akan mencubit anak itu. Tanda lahir kecil sudah pasti karena dicolek para dewi. Kalau sedikit lebih besar, itu pasti karena dicubit.Jika lebih besar lagi, itu tandanya si anak terlalu nakal sampai para dewi tak tahan lagi dan langsung menendangnya turun ke dunia.Hati Kirana terasa sangat sakit saat mendengarnya. Dulu saat melihat pengasuh mengganti popok untuk Andini, dia juga sempat berkata bahwa Andini pasti sangat nakal sampai-sampai dicubit oleh dewi. Karena di pinggang Andini memang ada tanda lahir.Begitu mengingat ini, tatapan Kirana perlahan beralih ke arah Dianti. "Apa kamu punya tanda lahir?"Dianti panik. Dia terus-menerus menggeleng. "Ibu, jangan dengarkan omong kosong perempuan ini ...."Sebelum dia sempat menyel
Saat ini, Dianti yang diabaikan di luar Paviliun Persik tiba-tiba saja membelalakkan mata, dipenuhi ketidakpercayaan.Di sampingnya, seorang pelayan wanita berbisik, "Nona, kenapa Tuan Abimana seperti orang gila? Apa terjadi sesuatu?"Dahi Dianti sedikit berkerut, dia sendiri pun tidak tahu. Namun, kegilaan mendadak Abimana ini justru memberinya sebuah kesempatan.Kesempatan untuk berpura-pura menyedihkan di hadapan Kirana dan mendapatkan kembali rasa sayang darinya!Dianti tahu, meskipun Kresna dan Kirana telah menyelamatkan hidupnya, kasih sayang mereka tak lagi seperti dulu.Mungkin hari ini, dengan memanfaatkan kesempatan ini, dia bisa merebut kembali perhatian dan kasih sayang mereka.Dengan pikiran seperti itu, Dianti pun segera mencari Kirana. Namun, dia diberi tahu bahwa Kirana sedang menerima tamu di ruang depan.Untuk menunjukkan betapa menyedihkannya dirinya, saat tiba di ruang depan, Dianti sengaja tidak melihat ke arah tamu yang hadir.Dengan pipi berlinang air mata, dia l
Entah sudah berapa lama Abimana menampar dirinya sendiri. Tiba-tiba, dia seperti mengingat sesuatu. Dengan tergesa-gesa, dia membungkus kembali potongan-potongan kain itu, lalu menyelipkannya ke dalam sakunya.Kemudian, dia bangkit, membuka pintu, dan langsung berlari keluar. Dia harus mencari Andini.Begitu keluar, matanya langsung menangkap sebuah pohon pagoda besar. Saat kecil, Andini paling suka memanjat pohon itu. Tak jauh dari sana, juga ada kumpulan bebatuan buatan yang juga merupakan tempat favorit Andini bermain.Pernah suatu kali, dia jatuh dari bebatuan itu dan membuat Abimana hampir terkena serangan jantung. Namun, Andini malah tertawa tanpa rasa takut.Di gazebo itu, mereka pernah bermain catur bersama. Saat Andini baru belajar, dia paling suka bermain curang. Satu langkah bisa diulang belasan kali olehnya.Beberapa pohon persik di halaman itu punya buah yang besar dan manis. Setiap musim panen, Andini akan membawa para pelayan memetik buah, lalu membuat kudapan manis yang
Tubuh Abimana limbung. Dia seperti melihat kembali sosok Andini tiga tahun lalu, saat dibawa ke penatu istana. Gadis itu menangis dan menjerit.Dia tidak mau tunduk, tidak mau tinggal di sana. Makanya, pelayan senior di sana mencambuknya berkali-kali.Kemudian, dia terbaring lemah di dalam kamar bocor yang dingin dan lembap. Dia merobek pakaiannya yang sudah compang-camping, lalu dengan jari berlumuran darah, dia menulis dengan pelan.[ Kak, tolong aku. ]Hati Abimana terasa begitu nyeri, sampai-sampai dia sulit bernapas. Dengan tergesa-gesa, dia membalik satu per satu potongan kain itu. Hampir di setiap potongan tertulis dengan darah.[ Kak, tolong aku. ][ Kak, jemput aku pulang. ][ Kak, selamatkan aku. ]Tiga tahun. Selama itu, potongan-potongan kain berlumuran darah ini mencatat setiap teriakan minta tolongnya ... dan semuanya ditujukan pada Abimana.Saat ini, Abimana baru benar-benar sadar. Di hati Andini, dirinya begitu penting bagi Andini dulu. Dulu di hati Andini, hanya dia ya
Dia tidak berani membayangkan lebih jauh, hanya bisa memaksakan diri untuk mengenyahkan pikiran yang dipenuhi kecemasan.Rangga sudah berada di ambang kehancuran. Dia tidak boleh ikut-ikutan gila!Jadi, Kalingga menarik napas dalam-dalam dan mengangguk. "Iya, dia akan baik-baik saja."Abimana seperti mendapatkan kembali sedikit tenaga. Dia mengangguk pelan, lalu berbalik dan pergi.Ya, semuanya akan baik-baik saja. Dia hanya perlu kembali dan beristirahat sebentar, lalu lanjut mencari Andini ....Abimana menaiki kudanya untuk kembali. Namun, dalam pikirannya, terus terbayang momen saat Andini jatuh ke sungai.Andini terlalu jauh dari dirinya. Begitu jauh hingga dia tidak bisa melihat jelas wajahnya. Begitu jauh sampai bayangannya pun tidak bisa dia raih.Kenapa mereka bisa sejauh ini? Apakah selama ini dia yang perlahan mendorong Andini menjauh darinya?"Tuan Abimana!" Tiba-tiba, suara lembut seorang wanita menyadarkan Abimana dari lamunannya.Dia terkejut, mendongak, baru sadar diriny
"Andin!""Andin!""Tidak!"Tiga teriakan itu hampir terdengar bersamaan.Kalingga dan Abimana serempak mencabut pedang mereka. Pria berjanggut lebat dan pemuda itu bahkan belum sempat bereaksi saat leher mereka ditebas.Sementara itu, Rangga langsung melompat ke Sungai Mentari tanpa memedulikan apa pun.Melihat itu, Kalingga dan Abimana segera bergerak, masing-masing menarik Rangga kembali ke tepi."Lepaskan aku!" Rangga membentak, berjuang keras melepaskan diri. Matanya terus mencari sosok Andini di permukaan sungai yang tenang tanpa riak.Dia terus mencoba melompat ke sungai, tetapi dua pasang tangan terus menariknya ke belakang, membuatnya hanya bisa terus menepis mereka.Andini masih ada di dalam sungai. Dia harus menyelamatkan Andini!Plak! Sebuah tamparan keras membangunkan Rangga.Kalingga mencengkeram kerah bajunya. Suaranya keras, tetapi bergetar, "Andin akan baik-baik saja! Dia bisa berenang! Yang harus kamu lakukan sekarang adalah memimpin orang-orang ke hilir dan mencarinya
"Jangan gegabah!" Kalingga lebih dulu turun dari kuda, berteriak keras ke arah para bandit. Begitu melihat darah yang muncul di leher Andini, hatinya langsung mencengkeram kuat.Rangga dan Abimana segera turun dari kuda. Wajah Rangga tampak sangat muram, kedua tangannya mengepal erat. Dia sangat menyesal, kenapa dulu tidak membasmi habis para bandit itu. Kini, Andini terjebak dalam situasi berbahaya seperti ini.Yang lebih membuatnya marah adalah kenyataan bahwa dirinya jatuh ke dalam jebakan para bandit!Abimana memandang Andini yang sedang disandera, hatinya panik bukan main. Dia segera berteriak, "Aku bisa memberikan apa pun yang kalian inginkan! Lepaskan adikku!"Tatapan Andini langsung menjadi dingin. Dia tidak menyangka Abimana juga datang. Namun, di saat yang sama, dia sadar dia tetap tidak ingin melihat Abimana bahkan dalam kondisi seperti ini.Apalagi mendengarnya menyebut kata "adikku". Sejak kapan ... sejak kapan kebenciannya terhadap mantan kakaknya ini menjadi sedalam ini?
Saat itu juga, di tepi Sungai Mentari, Andini perlahan sadar dari pingsannya.Begitu membuka mata, yang pertama dia lihat adalah seorang pria berjanggut lebat yang sedang menatapnya tajam-tajam.Andini tersentak kaget dan refleks bergerak mundur. Namun, sebelum dia sempat mundur jauh, bagian belakang tubuhnya tiba-tiba kehilangan pijakan. Dia hampir saja terjungkal jatuh kalau pria berjanggut itu tidak segera menarik lengannya.Barulah dia sadar, di belakangnya terbentang sungai lebar yang tak berujung. Inikah ... Sungai Mentari?Andini masih belum sempat mencerna situasinya, saat suara lain terdengar dari arah samping, "Jangan gerak sembarangan! Sungai Mentari sangat dalam. Kalau jatuh, bakal susah naik lagi!"Andini menoleh ke arah suara itu.Yang berbicara adalah seorang pemuda. Usianya tak lebih dari 17 atau 18 tahun. Saat ini, dia tengah menyeka pedang panjang di tangannya.Andini pun mengingat semuanya. Dia telah menyamar sebagai pelayan dan berhasil menipu para penjaga di dalam
Nayshila benar-benar ketakutan. Matanya merah dan bengkak. Begitu melihat Kalingga, dia nyaris menangis saat itu juga. Namun, ketika melihat Rangga dan Abimana, tangisannya langsung tertahan.Di matanya malah muncul ekspresi panik. "Kenapa kalian semua ke sini? Bagaimana dengan Andini? Bukankah target para bandit itu adalah Andini?"Orang-orang itu hanya berjumlah dua. Setelah menculiknya dan membawanya ke tempat ini, mereka langsung bergegas pergi mengejar Andini!Dirinya ... hanyalah umpan. Umpan untuk memancing Rangga keluar dari vila tempat Andini disekap!Strategi mengalihkan musuh dari sarangnya!Tanpa berbicara sepatah kata pun, Rangga langsung berbalik dan pergi! Kepanikan telah menyelimuti seluruh jiwanya.Barangkali dia benar-benar dibutakan oleh tato kepala harimau itu. Karena terlalu takut Nayshila jatuh ke tangan para bandit dan mengalami nasib buruk, dia pun meninggalkan semuanya dan datang kemari tanpa berpikir panjang!Kalingga juga ikut terpaku, tetapi tetap menyimpan