Apa yang baru saja terjadi benar-benar terasa seperti mimpi. Lemon terpejam, di atas sebuah truk yang mengarah entah ke mana. Di kepalanya hanya ada senyuman pertama dan terakhir Wilo, manusia menyebalkan yang selama ini hanya memanfaatkannya sebagai senjata pencari uang. Dia berkali-kali mencoba untuk mengalahkan pria itu namun selalu gagal. Meskipun kesal mengakuinya, namun dia tahu pria itu adalah pria paling hebat yang pernah dia temui, mungkin secara tidak sadar, Lemon sudah membentuk keyakinan bahwa pria hebat seperti Wilo tidak akan pernah bisa kalah apalagi mati. Mungkin, jauh dari dalam dirinya dia mengagumi pria itu. Mengingat bagaimana bom itu meledak, membuat perasaannya tak tenang dan terus menggumamkan kalimat, “dia tidak akan mati.” Truk itu terus melaju sepanjang malam, sampai matahari terbit pun belum ada tanda-tanda akan berhenti. Ketika hari terang, Lemon bersembunyi ditutupi jerami agar tak terlihat orang lain. Setelah keadaannya sedikit tenang, dia mulai memperha
Mansion utama Erlangga akhirnya selesai diperbaiki, Arga Erlangga mengumumkan pada semua bawahannya bahwa mereka akan segera kembali pindah ke sana. Semua pelayan pun tampak sibuk bersiap-siap, termasuk Dio. Dio mendahulukan semua kebutuhan Arga, terutama membereskan dokumen-dokumen penting. Sementara Arga seharian sibuk dengan Paman Yoga dan Yogi di kantor. Dio membereskan dokumen sampai malam, semuanya gara-gara kebiasaan Arga yang ingin menyelesaikan pekerjaan dengan cepat tanpa memperhatikan kerapihan, jadinya dia yang harus selalu membereskannya sampai berlarut-larut. Itu baru dokumen fisik, belum lagi dokumen digital yang menurut Dio lebih sulit dipilah karena tak bisa disentuh. Ditengah-tengah pekerjaannya, konsentrasinya sedikit terusik saat didengarnya engsel pintu dari arah balkon berbunyi. Dia yang dulu kadang suka menemui Lily dari balkon, akhirnya mengerti kenapa gadis itu selalu cemberut dan melarangnya datang dari sana, ternyata menyeramkan mendengar suara dari arah ya
Hari kepindahan Arga ke mansion utamanya akhirnya tiba. Dia berdiri di depan mansion, menatap mansion yang sudah berdiri puluhan tahun itu dengan perasaan campur aduk. Karena penyerangan waktu itu, semenjak menjadi kepala keluarga Arga belum pernah tinggal di sana lagi, dan akhirnya kini warisan tampat kepala keluarga Erlangga tinggal itu akan segera dia tempati. Dia berjalan masuk, memperhatikan pelayan-pelayannya yang hilir mudik membawa barang-barang. Dia tadi mau ikut angkut-angkut, tapi Dio memelototinya dan mengatakan agar dia tidak ikut campur. “Kau urus saja perkerjaan yang hanya bisa dilakukan olehmu,” kata Dio ketika melarang Arga. Arga hanya bisa mendengus, pekerjaan di kantor sedang santai, dia belum benar-benar punya kegiatan sekarang ini. Akhirnya dia hanya melihat-lihat dan sesekali membantu pelayan yang kesusahan. Di aula utama mansion, tempat pertama yang ada setelah memasuki pintu utama, terpampang lukisan besar dengan figura mewah menampilkan sosok Adhitama Erlang
Sebuah mansion dengan warna abu-abu yang gelap berdiri megah berbenteng dinding tebal dan gerbang baja yang tinggi dan kuat. Di sekelilingnya terdapat danau yang airnya tampak gelap karena sangat dalam. Sebuah jembatan dengan lebar tiga meter dan panjang 20 meter menjadi penghubung antara mansion itu dari jalan raya. Karena berada di dataran tinggi, saat pagi menjelang, ada kabut tipis yang menyelimuti mansion itu, membuat penampilannya semakin suram dan misterius. Tak seperti rumah-rumah para bangsawan lain yang menonjolkan kemewahan pada gerbangnya, gerbang mansion yang satu itu mengutamakan kekuatan dengan tanpa menambahkan dekorasi. Satu-satunya pola hiasan di muka gerbang itu adalah pola bunga edelweis yang timbul di gerbang kanan dan kiri, ketika gerbang tertutup, pola itu membentuk sebuah bunga edelweis yang utuh. Seorang pelayan utusan Erlangga bergidik bahkan ketika baru melihat siluet mansion dari kejauhan. Ini adalah mansion paling ditakuti dari semua mansion utama Trikula.
Malam menjelang, Lily berdiri dengan jantung yang tak mau tenang di tengah kamar pengantin yang berhiaskan bunga-bunga. Ketika Arga keluar dari kamar mandi, dia dengan cepat pura-pura sedang menyisir rambut. Arga perlahan berjalan mendekat, lalu dia duduk di sisi ranjang yang penuh taburan kelopak mawar. Lily berhenti dari menyisir rambut, takut kegugupannya nampak jelas jika terus melakukan hal itu. Tak lama terdengar suara Arga mengatakan, “aku sedikit haus.” Awalnya Lily spontan berpikir untuk mengambilkannya minum, namun kemudian dia mematung. Itu persis seperti yang Nyonya Wilma katakan! Jantungnya yang sudah sedikit tenang kembali menggila. Namun Lily tak punya pilihan, dia pun menghampiri Arga, duduk di sisinya dan sambil sedikit menghadap padanya, dia menjawab, “ha-hamba membawa air untuk Tuan.” Arga yang menatapnya tersenyum, ekspresi Lily yang sedang gugup terlihat sangat manis. “Boleh aku minta seteguk?” Arga melanjutkan. Lily menggigit bibir sebelum menjawab, “seluruhnya
Adelin sudah merasa ada yang aneh sejak lama. Dia menyadari hal itu setelah dua tahun tinggal di mansion Erlangga. Sesuatu yang aneh itu adalah, dia selalu merasakan ada yang tak seharusnya berada di sana, seperti perasaan takut karena hantu ketika sendirian. Tapi yang dirasakannya bukan ketakutan, melainkan penasaran. Dirinya selalu diliputi rasa ingin tahu mengapa dia merasakan hal itu. Kadang dia merasa mungkin ada penyusup, tapi semua hal yang dia periksa sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda adanya penyusup. Semua serba normal, semua selalu pada tempatnya, dan meski perasaan itu terus datang secara tiba-tiba dalam waktu yang lama, namun rumah Erlangga tak pernah mendapat kasus pencurian atau hal-hal lain yang melibatkan penyusup. Jadi Adelin menyimpulkan kalau penyusup itu tidak pernah ada, dan perasaannya hanya halusinasi saja. Kemudian penyerangan pada Trikula akhirnya terjadi, Erlangga berduka dengan kehilangan kepala keluarganya. Adelin merasa telah gagal melindungi keluarg
Lily terbangun ketika sorot matahari dari jendela sudah meninggi. Gorden di ruangan yang masih asing di matanya itu setengah terbuka, bagian gelapnya jatuh pada ranjang di mana Lily tertidur. Lily mengerjapkan matanya beberapa kali, merasa aneh dengan pemandangan tak biasa yang ia lihat ketika membuka mata. Setelah ia berguling ke samping dan melihat luasnya ranjang yang dia tiduri, baru dia sadar kalau kini, dia sudah menjadi Nyonya Erlangga dan ini adalah kamarnya bersama Arga. Sekelebat ingatan kejadian semalam muncul dalam otaknya, membuatnya tersipu malu. Dia merasa akan sedikit canggung ketika bertemu dengan Arga nanti. Tunggu, setelah Lily pikir-pikir lagi, ini adalah pagi pertamanya sebagai seorang istri dan dia bangun kesiangan sementara suaminya telah pergi entah ke mana. Belum apa-apa dia sudah merasa tak berguna. Lily bangkit mengenakan kimono tidurnya dan melihat secarik kertas di atas meja. Lipatannya dia buka dan di muncul tulisan, “selamat pagi istriku, makanlah, ini b
Arga, Dio dan Yogi sedang berada di ruangan Arga untuk menemani Lily menonton konser biola yang disiarkan di televisi. Lily merasa wajib menontonnya karena Evan Melodia akan bermain di sana bersama para pemain biola senior. Sepanjang acara terlihat Lily sangat menikmatinya, terutama ketika Evan yang bermain. Dia pemain paling muda di sana namun permainannya adalah yang paling indah menurut Lily. Di akhir, setelah permainannya selesai, Evan berbicara, “permainanku yang terakhir spesial kupersembahkan untuk kakakku tercinta, Lily Erlangga.” Lily spontan terkejut dan menutup mulutnya, ketiga pria yang ada di sana juga sedikit bersorak. Saat Evan bilang kakak, tentu dalam otak mereka yang pertama muncul adalah Elva Melodia. Lily tampak terharu, Arga memeluknya. “Waahh senangnya jadi kakak kesayangan Evan …“ goda Yogi. Lily lalu memukul lengannya. Dio terkikik melihat tingkah mereka. Dia ikut senang hubungan Lily dan Evan begitu harmonis, tapi sepertinya akan ada orang yang tidak senang