"Mas kenapa kamu diam saja? Kamu marah?" tanya Wulan saat suaminya tak juga bersuara."Menurut kamu bagaimana? Apa salah jika aku marah? Kamu nggak tau gimana khawatirnya aku disini? Aku bingung Wulan, saat kamu tidak bisa dihubungi dan aku tidak tau posisi kamu dimana, aku bingung harus bagaimana? Sedangkan kamu … kamu dengan santai mengulangi hal yang sama, kamu tidak memikirkan bagaimana cemasnya aku," Fatih meluapkan kekesalannya."Aku tau aku salah, Mas. Aku minta maaf, aku janji tidak akan mengulanginya lagi, masa gitu aja kamu marah?""Wajar dong aku marah! Bukankah kemarin juga kamu sudah janji? Tapi buktinya apa? Kamu tetap mengulangi lagi kan? Sudahlah, sekarang terserah kamu aja! Kalau memang kamu tidak suka dengan sikapku' aku tidak akan mencemaskanmu lagi," cetus Fatih marah."Bukan begitu maksud aku, Mas. Tolong jangan salah paham," tanpa permisi Fatih pun memutus panggilan."Halo, Mas? Dengar dulu penjelasan aku, Mas! Halo? Mas?"Tut! Tut! Tut! Panggilan terputus.Wulan
Pria berpakaian preman itu mendorong tubuh Bu Ratna hingga wanita bertubuh gempal itu tersungkur ke sudut sofa. Mereka mengamuk, melempar barang-barang di rumah itu dengan kasar. Dalam rekaman CCTV itu terdengar Bu Ratna menjerit histeris memohon ampun kepada para preman berwajah sangar itu."Sebenarnya siapa pria-pria itu? Kenapa mereka sangat Kasar pada Ibu?" Batin Wulan bertanya-tanya. Ia membesarkan volume suaranya, mendengarkan dengan seksama percakapan diantara mereka."Cepat bayar hutang-hutang lo sekarang juga! Kalau tidak, semua barang-barang di rumah ini gue hancurkan! Cepat bayar!" teriak salah satu dari mereka dengan kasar."Maafkan saya, saat ini saya tidak punya uang, saya janji. Minggu depan akan saya lunasi semua hutang-hutang saya," jawab Bu Ratna memohon. Wajahnya memelas dengan kedua tangan dirapatkan."Alah, alesan aja lo! Setiap ditagih pasti jawabannya sama! Makanya kalau tidak punya uang jangan gaya-gayaan main judi! Sudah tua bukannya tobat, malah banyak tingk
Sudah hampir jam dua belas. Namun, pesan yang dikirim Wulan masih centang satu. Nomor Gio pun tidak bisa dihubungi."Bagaimana ini? Kesana nggak yah?" ucap Wulan bingung. Pasalnya tadi Gio megaskan jika siang ini Wulan tetap harus menemaninya makan siang. "Kalau aku tidak datang, takutnya nanti dia ngamuk-ngamuk dan ngasih denda yang aneh-aneh kayak kemarin. Ogah banget di suruh masak lagi di rumahnya, udah jauh dari mana-mana, susah sinyal lagi, udah kayak di perasingan aja," beo wanita berparas cantik itu.Akhirnya Wulan pun memutuskan untuk pergi ke supermarket, tempat dimana mereka biasa bertemu.Sudah hampir satu jam Wulan menunggu, tapi Gio tak kunjung datang. 'Kemana dia? Kenapa tidak ngabarin jika hari ini tidak jadi ditemenin makan siang? Hih, nyebelin banget tuh orang. Buang-buang waktu saja!" cetus Wulan kesal."Bukannya dia bilang waktu itu adalah uang, tapi kenapa dia buang-buang waktu ku hanya untuk menunggunya yang nggak jelas? Arrgh nyebelin banget sih, tau gitu aku n
Siang berganti sore, setelah membelikan kado untuk Fatih, Wulan pun bergegas untuk pulang. "Semoga saja dengan hadiah yang aku beli ini Mas Fatih mau memaafkan aku," ucap Wulan masuk ke dalam mobil taxi online yang sudah menunggunya.Setibanya di rumah, Wulan langsung mandi dan mengganti baju. Barang-barang yang tadi dirusak oleh preman itu rupanya sudah dibersihkan oleh Ibu.Kamar Bu Ratna terbuka lebar. Namun, penghuninya tidak ada disana. "Ibu kemana? Tumben ia membiarkan pintu kamarnya terbuka?" ucap Wulan. Ia pun memilih duduk sambil menonton TV. Tak lama kemudian mobil Fatih masuk ke pekarangan. Dengan antusias Wulan menyambut suaminya itu."Mas," ucap Wulan mencium tangan suaminya takzim. "Tumben kamu sudah pulang," ujar Fatih ketus."Urusan si di rumah sakit sudah beres, makanya Wulan pulang cepet. Oh iya, aku buatin kopi ya' Mas?""Tidak usah! Aku sedang tidak ingin minum kopi," tolak Fatih. Pria itu pun lantas naik ke kamarnya."Ya udah, kalau gitu. Wulan bikinin teh yah?
Wulan segera kembali ke kamarnya, perlahan ia menaiki anak tangga dengan pelan dan hati-hati agar tidak menimbulkan suara. Perasaannya tidak karuan, Wulan khawatir jika sudah lama mereka mencampur sesuatu ke vitamin yang rutin di konsumsinya tiap hari.Cemas, takut, dan kesal bercampur menjadi satu. Semoga saja ke khawatirannya tidak terjadi.Ia kembali berbaring di samping suaminya. Namun, entah kenapa matanya sulit sekali untuk kembali terpejam. Kata-kata Sarah dan Bu Ratna masih terngiang di telinganya."Kejam sekali mereka, kenapa mereka sangat membenciku? Kenapa mereka begitu ingin menyingkirkan aku? Padahal aku tak pernah sekalipun menyusahkan mereka," batin Wulan dalam hati. Sepertinya malam ini ia tidak akan bisa tidur.Sedangkan di bawah sana, Bu Ratna dan Sarah nampak begitu gembira. Mereka tak sabar ingin melihat reaksi racun itu di tubuh Wulan."Setelah ini kita tinggal menunggu saja racunnya bekerja. Aku yakin, setelah Wulan minum vitamin ini, ia pasti akan lumpuh dan ta
"Ibu mohon, berikan ibu cucu sebelum ibu meninggal," ucapnya terisak.Fatih tak bisa berkata-kata, ia bingung harus menjawab apa. Mana mungkin Fatih memaksa Wulan untuk segera hamil? "Ibu nggak usah ngomong macem-macem, ibu pasti akan sembuh!" ucap Sarah meyakinkan."Tapi perasaan ibu tak seperti biasanya, Sarah. Ibu merasa ibu akan pergi jauh dari kalian," wanita itu kembali terisak. Wajah yang biasanya selalu garang dan jutek kini berubah lesu, pucat dan tak berdaya. "Udah bu, ibu nggak usah mikir terlalu jauh gitu. Lebih baik sekarang ibu minum obatnya, biar ibu sembuh. Fatih yakin ibu pasti akan sembuh, percaya sama Fatih," ucap pria itu meyakinkan ibunya."Wulan … " panggil Bu Ratna pelan. "Iya, Bu. Wulan disini," Wulan berjalan menghampiri Ibu mertuanya. Ia duduk tepat di samping kanan Bu Ratna."M-maafin Ibu yah, selama ini Ibu selalu jahat sama kamu," ujar wanita paruh baya itu."Iya, Buk. Sebelum Ibu minta maaf, Wulan pun sudah memaafkan Ibu," balas Wulan. Tangannya memega
Setelah menembus kemacetan, akhirnya mereka pun tiba di sebuah klinik yang cukup besar, klinik Dokter Denli yang tadi memeriksa Bu Ratna. Wanita paruh baya itu pun segera dibawa ke ruang IGD. Dengan sigap Dokter dan perawat menanganinya."Bagaimana dengan Ibu saya, Dok?" tanya Sarah kepada dokter berkacamata itu."Ibu anda sudah membaik, namun untuk sementara harus mendapatkan perawatan intensif, kondisinya masih lemah""Ibu saya harus dirawat?""Tentu, Ibu Ratna harus menjalani rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil," jawab Dokter Denli menjelaskan.***Setelah hampir satu jam di IGD Bu Ratna pun dipindahkan ke ruangan mawar. Tempat ia akan dirawat. Di tangan wanita paruh baya itu sudah terpasang selang infus. Ia terbaring di atas ranjang kamar inapnya."Kata Dokter ibu harus dirawat!" ucap Fatih."Ibu nggak mau dirawat, Ibu ingin pulang," rengek Bu Ratna."Jangan gitu dong' Bu. Ibu harus nurut apa kata dokter, biar ibu sembuh," sahut Sarah mencoba menenangkan ibunya. Namu
Fatih termenung di meja kantin, apa mungkin ia tega berbicara dengan istrinya tentang kemauan sang ibu? Fatih rasa itu sangat kejam karena akan melukai hati istrinya. Mana mungkin ada wanita yang siap untuk dimadu? Drt … drt … drt…Getar benda pipih di saku celananya membangunkan lamunan pria itu. Ia pun lantas mengusap tombol jawab di layar yang tertulis nama istrinya itu."Halo, Mas, bagaimana kondisi ibu? Ibu dirawat di rumah sakit mana? Biar Wulan susul kesana," ucap Wulan saat panggilannya terhubung."Halo Wulan," jawab Fatih lesu. "Kamu tidak usah khawatir, ibu baik-baik saja. Ibu sudah dapat perawatan,""Syukurlah kalau begitu, Mas. Wulan ingin bertemu ibu, boleh Wulan menyusul kalian ke sana? Kalian di rumah sakit mana?" lagi Wulan bertanya dengan pertanyaan yang sama."Kita tidak ke rumah sakit, Lan. Kita ke klinik,""Klinik?" jawab Wulan heran. "Iya, klinik milik Dokter Denli, Dokter yang memeriksa ibu tadi pagi," jelas Fatih membuat kedua alis Wulan bertaut bingung."Ko m