Share

Bab 23

Penulis: Nelda Friska
last update Terakhir Diperbarui: 2023-06-18 16:37:42

"Mas masih marah gara-gara tadi siang?"

Inaya menghampiriku yang sedang duduk di pinggir ranjang setelah mengenakan pakaian ganti yang ia siapkan.

Aku memilih bungkam dan tetap fokus pada ponsel. Rasanya masih kesal saat mengingat ia yang lebih memperhatikan pria lain ketimbang diriku, suaminya.

"Maaf. Kan aku sudah bilang kalau aku tidak tahu Mas mau datang. Lagipula aku hanya ingin berterima kasih sama Mas Akbar yang sudah membantu mempromosikan cafe milik Mas Rama," ujarnya. Ia duduk di sampingku yang masih enggan menoleh padanya.

"Aku sudah masak menu yang sama. Mau makan sekarang?"

Aku masih bergeming. Berpura-pura menulikan telinga dari setiap kalimat yang ia ucapkan. Bukan berarti aku ingin membalas sikapnya tadi siang. Namun sungguh, aku cemburu ketika melihat Inaya dekat dengan pria lain, apalagi saat istriku tersebut tersenyum kepada mereka.

"Ya sudah kalau Mas masih marah. Lebih baik aku tidur di kamar Syafa saja." Inaya beranjak menuju pintu. Aku yang awalnya ingin m
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (6)
goodnovel comment avatar
Izha Effendi
semoga aja makin bnyak pembaca ko thor
goodnovel comment avatar
Ais
Ah malaslah nerusin bacanya,komentnya bikin mls nerusin bacaan,emang nengok sidiptanya jg kesel,jd laki2 gak ada tegasnya
goodnovel comment avatar
Rindhie
Dukung Inaya dech .. hancur² lah kamu Dipta .. kesel bngt
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 24

    Mama Hera ditemukan tidak sadarkan diri di ruang tamu rumahnya. Dewi memintaku membawa mamanya ke rumah sakit karena ia khawatir dengan kondisi sang Mama yang terlihat lemah, pun dengan wajahnya yang pucat. Demi kemanusiaan, aku membantu mereka yang memang hanya tinggal berdua. Tidak tega rasanya membiarkan Dewi yang sedang hamil muda membawa mamanya ke rumah sakit sendirian. Dan di sinilah aku sekarang. Mondar-mandir di depan ruang IGD menemani Dewi menunggui Mama Hera yang sedang diperiksa. Aku sudah mencoba menghubungi Inaya untuk memberitahu alasan mengapa aku pulang terlambat. Namun sayang, nomor istriku tidak aktif dan hal tersebut menambah kegelisahan pada diri ini. "Mama gak akan kenapa-napa, kan, Mas? Aku takut Mama ninggalin aku sendirian," keluh Dewi dengan terisak. Aku hanya mampu menoleh dan memperhatikan wajahnya tanpa menjawab. "Aku gak bisa membayangkan kalau sampai Mama ninggalin aku. Bagaimana aku bisa melanjutkan hidup hanya berdua dengan anak ini.""Jangan ber

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-18
  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 25

    "Di mana kamu, Nay?" Aku terduduk lemas di kursi yang terdapat di teras rumah Ayah Wirya. Mendapati kenyataan bahwa Inaya dan Syafa juga tidak ada di sini membuatku kembali didera rasa cemas yang luar biasa. Entah ke mana Inaya membawa putri kami pergi jika tidak ada di rumah orang tuanya. Aku takut dia tidak akan kembali dan meninggalkanku selamanya. Ingatan ini kembali melayang pada saat pembicaraan di rumah Papa tentang anak yang dikandung Dewi. Sebenarnya aku pun sempat meragukan anak itu mengingat aku pernah memergoki Dewi dengan pria lain di kamar Villa. Namun, aku tidak ingin gegabah sebelum mendapatkan bukti yang kuat. Biarlah urusan itu aku kesampingkan dulu karena yang terpenting saat ini adalah menemukan istri dan anakku. "Lho ... Nak Dipta? Suaminya Mbak Inaya, kan?" Lamunanku buyar ketika sebuah suara mengejutkanku. Mendongak, kudapati pria paruh baya seumuran Ayah Wirya sedang berdiri dekat pagar rumah ini. "Iya, Pak. Saya Dipta, suaminya Inaya," jawabku seramah m

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-19
  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 26

    Pov Dewi"Menikahlah dengan Dipta. Dia itu pewaris tunggal pemilik PT. Darmawan Group. Mama yakin hidup kita akan terjamin kalau kamu menjadi istrinya."Perkataan Mama membuat gerakan tangan yang sedang menyuapi Papa terhenti. Aku dan Papa sempat saling tatap sebentar, sebelum akhirnya menoleh padanya. "Dipta? Pria yang menabrak mobil Papa, namanya Dipta?" tanyaku memastikan. "Ya. Mama sudah mencaritahu tentang siapa dia. Tak apalah kamu jadi istri kedua, yang penting kita bisa hidup enak.""Apa? Istri kedua?" Aku makin dibuat terkejut mendengar fakta dari Mama tentang pria itu. "Aku tidak mau, Ma. Jangan jadikan aku sebagai duri di pernikahan orang lain," tukasku tak setuju. "Jangan bodoh, Dewi. Memangnya kamu mau kita selamanya hidup dililit hutang? Kamu lihat sendiri papamu yang sakit-sakitan itu! Dari mana kita membayar hutang bekas biaya pengobatannya kalau kamu menolak menikah dengan Dipta?" ujar Mama dengan menunjuk Papa yang wajahnya berubah sendu. Memang, semenjak Papa di

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-19
  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 27

    Pov Dewi"Maaf, Wi, Mama Hera. Saya sudah mengambil keputusan dan tidak akan bisa diubah lagi. Saya memang akan bertanggung jawab terhadap anak yang dikandung Dewi, tetapi bukan dengan merujuknya kembali."Keputusan Mas Dipta memupuskan harapan untuk bisa kembali menjadi istrinya. Aku salah mengira. Ternyata kehadiran anak ini tidak lantas membuatnya berubah pikiran dan mau menerimaku kembali. Ini semua karena Mbak Inaya. Mas Dipta pasti ketakutan istrinya tersebut akan meninggalkannya jika kami rujuk demi anak ini. Sebagai sesama wanita, Mbak Inaya sama sekali tidak mempunyai rasa empati. Dengan pongahnya ia meminta berpisah dari Mas Dipta jika suaminya tersebut merujukku, wanita yang sedang mengandung anak pria itu ... setidaknya seperti itulah kenyataan yang mereka ketahui. Tentang siapa ayah dari janin ini memang hanya aku sendiri yang tahu. Bahkan Mama pun tidak akan pernah kuberitahu sebab kepercayaanku kepada Mama sudah mulai memudar. Aku takut, bisa saja suatu saat ia kelepa

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-20
  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 28

    Pov DiptaAku melajukan mobil dengan kecepatan tinggi tanpa tujuan. Dada ini rasanya ingin meledak sebab kemarahan yang sulit kukendalikan. Kebohongan Dewi yang terbongkar hari ini benar-benar mengubah cara pandangku terhadapnya.Marah, kecewa, kesal dan sesal berbaur menjadi satu. Lagi, aku ditipu mentah-mentah oleh mantan istriku itu. Entah dosa apa yang aku lakukan di masa lalu hingga aku harus dipertemukan dengan wanita seperti dia. Wanita yang dengan mudahnya merancang rencana jahat dengan memanfaatkan janin yang tak berdosa. Benar kata pepatah, buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Sipat Dewi dengan Mama Hera ternyata sama, mereka rela melakukan apa saja demi keinginan yang belum tercapai, termasuk menipu dan mengelabui orang lain dengan licik.Sungguh, aku seperti orang bodoh di hadapan mereka. Pria sekelas Dipta Kharisma Darmawan yang merupakan pewaris tunggal dan pemimpin perusahaan, ditipu mentah-mentah oleh dua wanita ular bukan hanya sekali, melainkan beberapa kali. Sungg

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-20
  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 29

    Aku harus menemui Inaya sekarang juga, Pa. Malam ini aku berangkat ke Sukabumi," terangku pada Papa, sembari mengemasi beberapa potong pakaian untuk ganti di sana. "Kamu yakin dia ada di sana? Memangnya kamu tau letak kampung dan rumahnya?" cecar Papa. "Sangat yakin. Informasi ini aku dapat dari salah satu pegawai di salon milik sahabatnya Inaya. Wanita itu sedang mengunjungi istriku di Sukabumi. Aku ingat pernah ke sana sekali waktu sepupunya Inaya menikah," terangku dengan gerakan tangan yang masih memasukan beberapa pakaian ke dalam tas. "Apa tidak sebaiknya kamu berangkat besok pagi saja? Ini sudah larut. Papa khawatir kalau kamu nyetir sendirian ke sana.""Aku tidak bisa menunggu lebih lama, Pa. Aku sudah sangat kangen sama istri dan anakku."Papa menghela napas yang terdengar berat. "Setidaknya minta Pak Anton untuk menemanimu ke sana. Biar dia yang nyetir." Papa memberi saran. Jika dipikir-pikir, benar juga. Aku tidak mungkin menyetir sendiri dalam keadaan kalut seperti ini.

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23
  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 30

    "Lho, Mas. Kok malah narik saya ke sini?" Rizki celingukan ketika aku menariknya ke belakang rumah salah satu warga. Beruntung Inaya dan yang lainnya belum menyadari kedatanganku hingga aku bisa bersembunyi lebih dulu. "Ada yang harus saya bicarakan dulu dengan pria itu. Mas Rizki kalau mau pulang, silakan. Tapi saya minta, jangan memberitahu istri saya kalau sekarang saya berada di sini," bisikku sembari menatap sekeliling. Memastikan Akbar dan Meli belum lewat agar nantinya aku bisa bergegas menyusul mereka. "Oh, ya sudah kalau begitu. Saya janji gak akan memberitahu Mbak Inaya. Saya ke rumah dulu ya, Mas. Takut jam makan siang keburu habis.""Silakan, maaf kalau saya merepotkan Mas Rizki.""Gak papa, Mas. Saya justru senang bisa bertemu lagi dengan Mas Dipta."Setelah kepergian Rizki, aku meminta Pak Anton untuk mengikutiku menuju jalan raya, tempat di mana mobil Akbar terparkir di sana. Aku baru menyadari bahwa mobil yang tadi sempat aku lewati adalah mobil sepupuku setelah mel

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-23
  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 31

    "Jalan delapan Minggu."Aku mengusap wajah kasar. Berusaha menghilangkan kegusaran setelah mendengar pengakuan Inaya tentang usia kandungannya. Di satu sisi aku bahagia karena akhirnya aku akan kembali menjadi seorang Ayah, tetapi di sisi lain aku kecewa sebab Inaya menyembunyikan kabar kehamilannya. "Sudah dua bulan dan kamu menyembunyikannya dari Mas?" Inaya mendongak. Mata kami beradu tatap untuk sekian detik sebelum dia menunduk lagi. "Aku tidak bermaksud menyembunyikan kabar ini dari Mas Dipta. Aku juga baru tahu kemarin waktu aku memutuskan diperiksa karena aku sering mual dan pusing," jawabnya masih dengan menunduk. "Lagipula, untuk apa aku menyembunyikan kabar ini kalau pada akhirnya keberadaan anak ini tetap harus diketahui oleh ayahnya. Terlepas dari Mas akan senang atau tidak, aku tetap harus memberitahu," imbuhnya."Kenapa kamu berkata seperti itu, Nay? Mas tentu saja senang mendengar kabar ini. Apa Mas seburuk itu di matamu sampai kamu menduga Mas tidak akan senang d

    Terakhir Diperbarui : 2023-06-25

Bab terbaru

  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 42. Ending

    "Kamu di mana, Dip?""Di rumah.""Cepat ke Rumah Sakit Bakti Husada.""Ngapain?""Aku kecelakaan!""Hah?" Aku refleks berdiri. Inaya yang sedang menidurkan Aqlan menatap tajam padaku seolah memperingatkan agar tidak berisik di dekat putra kami."Oke, aku segera ke sana."Telepon kututup sebelum Akbar sempat berbicara lagi. Mengabaikan tatapan keheranan dari Inaya, gegas kuambil dompet dan kunci mobil. "Ada apa, Mas?" Inaya ikut bangun. Beruntung putra kami sudah terlelap. "Akbar kecelakaan. Sekarang dia ada di Rumah Sakit Bakti Husada.""Apa? Kecelakaan?""Iya, Sayang. Mas harus segera ke sana. Kamu gak papa Mas tinggal? Mungkin di sana bisa saja agak lama." "Gak papa. Cepatlah ke sana. Mas Akbar pasti membutuhkan bantuan."Aku mengangguk. Sebelum pergi, aku sempatkan mengecup kening putraku yang tertidur pulas, kemudian beralih pada bundanya dengan mengecup kening, hidung dan yang terakhir di bibir. "Hati-hati di jalan," bisik Inaya.******"Bar!"Pria yang aku kira sedang terbar

  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 41

    "Putra Bapak baik-baik saja. Beruntung segera di bawa ke sini dan bisa ditangani dengan cepat sebelum terlambat."Penjelasan Dokter yang menangani Aqlan beberapa hari yang lalu membuatku bernapas lega. Beruntung obat yang diberikan Laila tidak berpengaruh buruk pada tubuh putraku sebab dosisnya masih di batas normal. Namun meski begitu, Aqlan tetap harus menjalani rawat inap sampai kondisinya benar-benar stabil. Aku menunggui putraku bersamaan dengan menjaga bundanya karena mereka berada di rumah sakit yang sama. Kini Aqlan sudah berada di rumah, pun dengan Inaya yang juga sudah diperbolehkan pulang. Kondisi istriku makin membaik setelah satu Minggu dirawat di rumah sakit pasca terbangun dari koma. Inaya sudah bisa berbicara kembali, hanya tinggal menjalani terapi agar bisa menggerakkan kembali seluruh tubuhnya yang masih kaku. Kebahagiaanku makin lengkap setelah akhirnya kami bisa berkumpul kembali. Kejadian yang lalu akan kujadikan pelajaran agar aku tidak lagi bertindak gegabah

  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 40

    Laila benar-benar sudah tidak waras. Perempuan itu nekat membawa penghulu untuk menikahkan kami, dibantu oleh abangnya yang ternyata seorang preman. Aku tidak habis pikir dengan jalan pikiran perempuan itu. Menghalalkan segala cara hanya karena ingin obsesinya tercapai. "Jangan gila, Laila! Saya sudah punya istri!" bentakku tak terima. Enak saja dia ingin memaksaku menikahinya saat ini juga. "Saya memang sudah gila, Pak. Lebih tepatnya ... tergila-gila sama Bapak." Matanya mengerling nakal. "Cepatlah, Laila. Jangan membuang-buang waktu! Kalian harus segera menikah sebelum majikanmu itu berencana untuk kabur!" Abangnya Laila angkat bicara. Pria berperawakan besar tersebut menatapku dan adiknya bergantian. "Lagipula, apa kamu sudah memastikan pria ini tidak lapor polisi? Bagaimana kalau tiba-tiba saja mereka datang dan menangkap kita?" imbuhnya."Abang tenang saja. Pak Dipta tidak akan berani melapor pada polisi karena keselamatan Aqlan yang jadi taruhannya. Dia pasti tidak ingin pu

  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 39

    "Nay ... kamu bangun, Sayang."Netra ini tak bisa menahan lajunya air mata setelah melihat istriku akhirnya bangun dari koma. Meski ia masih nampak lemah dan belum bisa berbicara, setidaknya ia masih bisa tersenyum menanggapi perkataanku."Mas kangen, Nay. Anak-anak juga kangen sama bundanya. Cepat sehat lagi ya, Sayang. Biar bisa cepat pulang ke rumah dan bermain sama Syafa dan Aqlan."Alis Inaya mengernyit. Aku paham ia pasti bingung mendengar nama Aqlan."Aqlan putra kedua kita. Usianya sekarang hampir enam bulan. Dia tampan sekali, mirip sama Mas" terangku sambil sedikit berkelakar.Inaya tersenyum, kali ini lebih lebar. Tentu ia bahagia mendengar putra kami lahir dengan selamat. Aku belum bisa menceritakan kejadian tentang hilangnya Aqlan pada istriku, mengingat kondisi Inaya yang baru saja sadar dan belum sepenuhnya pulih.Saat ini Papa dan Akbar sedang berusaha mencari keberadaan putraku tersebut, sekaligus menunggu Laila menghubungi kami. Papa memintaku untuk fokus pada Inaya

  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 38

    "Nak Dipta harus hati-hati. Sekarang banyak sekali orang yang nekad melakukan apa saja demi tujuannya tercapai. Nak Dipta ini tampan dan kaya. Pasti banyak wanita yang menginginkan Nak Dipta. Satu-satunya cara adalah selalu waspada. Jika sudah ada gelagat seperti itu dari pengasuhnya Aqlan, Nak Dipta tidak bisa menganggapnya sebagai sesuatu hal yang wajar."Ayah Wirya memberiku wejangan setelah mendengar ceritaku tentang Laila. Tidak ada pilihan lain selain berkata jujur agar mertuaku tersebut tidak salah paham. Aku tidak bisa menyalahkan Syafa karena dengan polosnya menceritakan kejadian semalam. Justru aku harus berterima kasih kepada gadis kecilku tersebut, karena sekarang perasaanku sedikit lega setelah mendengar nasehat dari mertuaku. "Iya, Yah. Saya akan tetap waspada. Terlepas dari kelakuannya yang terkadang membuat saya risih, tapi cara kerja Laila dalam merawat Aqlan sangat bagus. Saya tidak bisa memecatnya begitu saja hanya karena dia memberi saya perhatian. Lagipula, saya

  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 37

    "Mas Dipta?" "Dewi?" Mantan istriku menyapa saat tak sengaja kami bertemu di Pusat Perbelanjaan. Aku memutuskan untuk mengajak Laila berbelanja karena Syafa merengek ingin membeli mainan dan adeknya harus dibawa serta. "Habis belanja?" Aku berbasa-basi. "Iya. Biasa, belanja bulanan. Mas Dipta belanja juga?" "Ya, ini Syafa mau beli mainan, sekalian beli susu sama diapers buat Aqlan," jawabku. Aku melirik Ivan yang sedang menggendong Kaivan. "Libur, Van?""Enggak juga. Biasa ... Nyonya mau ditemani belanja. Terpaksa kerjaan ditinggal dulu." Ivan terkekeh saat Dewi mencubit lengannya. "Aku kan gak maksa.""Gak maksa tapi ngancam." "Mas!"Aku tersenyum melihat interaksi mereka yang nampak manis di mataku. Ah, aku jadi kangen Inaya. Biasanya istriku itu akan melakukan hal yang sama dengan Dewi jika sudah merasa tersudut dan tidak ingin disalahkan. "Maaf ya, Mas. Kami belum sempat menjenguk Mbak Inaya lagi. Bagaimana kondisinya sekarang?" Aku menggeleng lemah. "Masih sama. Belum a

  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 36

    Lima bulan sudah Inaya terbaring koma di rumah sakit, dan selama itu pula hampir setiap malam aku menungguinya di sana. Aku selalu mengajaknya berbicara, menceritakan perkembangan putra-putri kami yang sangat membutuhkan kehadiran sosok ibunya. Syafa yang hampir setiap hari menanyakan sang Bunda, dan Aqlan yang terpaksa harus minum susu formula. Putra bungsuku itu dirawat oleh seorang Baby Sitter yang dipekerjakan sejak Aqlan keluar dari rumah sakit. Sesekali Ayah Wirya berkunjung ke rumah untuk menemani cucu-cucunya bermain. Meski senyum tak pernah lepas dari bibir pria paruh baya itu, tetapi aku tahu, dalam hatinya menyimpan kesedihan yang teramat dalam sebab sang putri yang tak kunjung bangun dari koma. "Tadi Aqlan nangis. Dia gak mau ditinggal kakeknya. Syafa juga begitu. Dia merengek dan membujuk Ayah agar tidak pulang. Mereka sangat dekat dengan kedua kakeknya. Mas sampai kewalahan kalau sudah membujuk mereka, sama susahnya waktu Mas membujuk kamu yang sedang merajuk." Aku te

  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 35

    Tujuh hari setelah meninggalnya Mama Hera, pernikahan Dewi dan Ivan digelar di rumah mantan istriku tersebut. Sengaja mereka memajukan jadwal, sebab Ivan ingin segera memboyong Dewi ke hunian yang sudah ia sediakan. Orang tua Ivan yang belum pulang dari ibadah umroh hanya mengirimkan doa serta restu lewat telepon. Namun meski begitu, saudara angkat Ivan yang lain turut hadir di acara sakral kakak angkatnya tersebut. Tidak ada undangan maupun pesta mewah yang digelar, sebab Dewi yang meminta. Cukup keluarga inti dan beberapa orang tetangga dekat yang diberitahu untuk datang dan menyaksikan prosesi ijab qobul. "Cantik banget, sih." Kukecup pipi Inaya yang sedang mematut diri di depan cermin. Ya, atas undangan langsung dari kedua mempelai, aku dan Inaya turut datang untuk meyaksikan hari bahagia mereka. "Dari dulu juga sudah cantik." Dia menjawab sambil mencebikkan bibir. "Sejak kapan istri Mas jadi narsis begini?" Lagi, kukecup pipinya. "Tapi gak papa. Mas suka. Apalagi akhir-akhir

  • Pura-Pura Bangkrut   Bab 34

    "Alhamdulillah, kondisi Papa makin membaik. Untuk sementara Papa tinggal dulu bersama kami sampai benar-benar pulih," kata Inaya.Istriku sedang menyuapi Papa yang nanti siang sudah diperbolehkan pulang oleh Dokter. Sedangkan aku menyaksikan percakapan mertua dan menantu itu di sofa yang tidak jauh dari mereka. "Papa tidak mau merepotkan kalian. Kan ada Bi Asih dan Mang Ujang yang menemani Papa di rumah.""Siapa yang merasa direpotkan? Aku malah senang bisa merawat Papa. Pokoknya Papa harus tinggal bersama kami sampai benar-benar sembuh dan tidak ada penolakan," tegas istriku. "Baiklah, Nak. Papa ikut bagaimana baiknya saja. Bagaimana kandungan kamu? Sudah diperiksa lagi?" "Alhamdulillah calon cucu Papa sehat. Belum sih, Pa. Jadwal periksanya Minggu depan.""Syukurlah. Lalu bagaimana dengan suamimu? Apa dia berbuat ulah lagi?" "Papa kok nanya begitu?" Kali ini, aku ikut bicara."Ya ... siapa tahu kamu buat ulah lagi. Biasanya kalau tidak ada Papa, kan tidak ada yang mengawasi kamu

DMCA.com Protection Status