Kiran membaca biografi Irianti Sadikin melalui laptop. Tidak bisa bekerja di lapangan, tidak menyurutkan semangatnya untuk menguak kasus tewasnya Bu Yanti. Dibantu oleh Andika dan Renny yang bolak-balik ke rumah sakit, Kiran mulai mengumpulkan fakta-fakta yang bisa mendukung kasus ini.Kiran membuka folder yang dikirimkan Renny melalui email. Ia memang meminta rekannya itu untuk mengirimkan hasil wawancaranya dengan kerabat Bu Yanti beberapa waktu lalu.Setelah email dibuka, Kiran membaca dengan seksama jati diri Bu Yanti. Bu Yanti memiliki nama lengkap Irianti Soerjadi sebelum menikah dengan Pak Irman Sadikin. Irianti Soerjadi adalah putri tunggal Pak Soerjadi dan Bu Wesiati Soerjadi. Pak Soerjadi adalah seorang pengusaha tambang batu bara. Sementara Bu Wesiati adalah ibu rumah tangga biasa. Bu Yanti lahir 37 tahun yang lalu. Pada saat Bu Yanti berusia 12 tahun, ibunya meninggal dunia karena sakit. Selanjutnya Bu Yanti remaja diasuh oleh Pak Soerjadi dibantu oleh seorang ART yang ber
"Saya yakin, anak saya tidak bunuh diri, Pak. Orang dua jam sebelum meninggal, Lisna baru saja mengantarkan uang bulanan dan uang kuliah kedua adiknya. Lisna juga berjanji akan datang lagi minggu depan, untuk memberikan uang sewa ruko. Selama kami sekeluarga bercengkrama, Lisna selalu tertawa kok. Sedikitpun tampak tanda-tanda kalau anak saya tertekan. Saya yakin anak saya ini bukan bunuh diri, tapi dibunuh!" Pak Suhendar memukul meja dengan geram. Ia masih belum bisa menerima kepergian putri sulungnya yang tragis. Padahal seminggu telah berlalu.Orlando yang saat ini tengah menginterogasi orang tua Lisna, merenung sejenak. Ia mulai bisa merangkai kepingan puzzle yang sebelumnya hilang."Jadi selama ini Lisna yang membiayai uang kuliah adik-adiknya ya?" ucap Orlando sambil mengecek sesuatu di laptop. Ya, ia mengecek data-data diri Lisna. "Iya, Pak Polisi. Biasanya Lisna datang jikalau jadwal pembayaran uang kuliah adik-adiknya sudah jatuh tempo. Ia lebih suka memberikan uangnya lang
Demitrio meringis saat melihat siapa-siapa saja yang ada di ruang makan. Adiknya sudah tiba dari Perth, berikut suami bule dan putra kecilnya. Bukan itu saja, anak-anak dari rekan kerja kedua orang tuanya juga sudah mulai berdatangan berikut keluarga kecil masing-masing. Itu artinya dirinya harus siap di kick kanan kiri atas bawah karena masih menjomblo. Di antara anak rekan-rekan kedua orang tuanya, tinggal dirinya seorang yang belum menikah. Sementara mereka yang sepantarannya sudah memiliki satu atau dua orang anak."Bang Rio, sini peluk. Mikha rindu!" Demitrio berdecak saat adiknya berlari kearahnya dengan kedua tangan terentang lebar. Mikhaila kemudian melompat dalam pelukannya dan bergelantungan seperti seekor koala.Drama pembuka telah dimulai."Pelan-pelan, Mikha. Patah nanti pinggang Abang. Kamu sekarang berat sekali." Demitrio menurunkan tubuh sang adik dengan ekspresi pura-pura keberatan."Tuh kan, Mas Bule. Kemarin saya bilang kalau saya udah gendut, Mas bilangnya tidakkk.
"Udah lama banget kita nggak me time begini ya, Mbak Lexa?"Kiran mengamati jalanan dengan mata berbinar. Nyaris sepuluh hari penuh dipingit di rumah, bisa menikmati udara segar begini rasanya sungguh menyenangkan. Menghadiri ulang tahun pernikahan Om Lando dan Tante Gadis ini adalah keluar rumah perdananya. Kedua orang tuanya menganggap lukanya sudah nyaris sembuh, makanya ia diperbolehkan menghadiri pesta ini.Kiran makin senang karena kedua orang mengizinkannya ikut dengan Alexa berkeliling kota. Saat ini ia tengah duduk di samping Alexa yang tengah menyetir. Rencananya mereka akan berkeliling-keliling kota Jakarta terlebih dahulu sebelum Alexa mengantarnya pulang ke rumah. Kedua orang tuanya masih berada di kediaman Om Orlando dan Tante Gadis. Para orang tua ingin bernostalgia mengenang masa lalu katanya. Makanya saat ini ia bisa bersenang-senang bersama Alexa. Setelah menikah dengan petani sukses Jenggala Buana Sagara, Alexa memang ikut dengan sang suami menetap di Desa Pelem. Sa
"Ini Om, hasil video saya. Tidak HDR memang karena pencahayaannya darurat. Tapi cukup jelas untuk melihat nomor polisi dan wajah orang-orang yang terekam di sana." Kiran menyerahkan ponselnya pada Demitrio. Saat ia tiba di rumah, Demitrio sudah lebih dulu menunggu di depan pintu gerbang. Demitrio mengerutkan dahi, sesaat setelah ponsel ada di tangannya. Ekspresinya sangat serius saat memandangi ponsel."Bagaimana Om? Sangat mencurigakan bukan? Untung saya tadi sempat merekamnya. Dengan begitu Om jadi punya bukti untuk menekan baik itu Pak Irman maupun Pak Harry." Kiran membusungkan dada. Bisa menyombong di hadapan Demitrio itu bangganya level benua."Bukan video mereka berdua yang saya amati. Tapi ini, si dokter Khairil tanpa Anwar mengirim pesan. Katanya apa kamu bersedia ditraktir makan malam?" Demitrio menjelingkan mata sedemikian rupa pada Kiran."Hah? Masa sih? 'Kan kemarin-kemarin sudah saya jawab tidak." Kiran menepuk keningnya. Dokter Khairil mengirim pesan di saat yang tida
"Kurang itu lebam-lebamnya, Ndan. Tambahin lagi. Biar si Kiran kayak habis ditabokin bokapnya beneran."Alexa memberi usul pada Pandan Wangi. Hari ini Kiran akan menyamar menjadi anak yang teraniya karena ayahnya menikah lagi. Rencananya Kiran akan berakting mencari pekerjaan menjadi ART paruh waktu di rumah Pak Irman. Sementara dirinya sendiri akan menyamar menjadi tukang ojek berjaket hijau. Dengan begitu ia bisa mengontrol Kiran selama bekerja, tanpa dicurigai."Kok temanya anak teraniaya sih? Bukannya lebih dramatis jalau berakting menjadi istri yang teraniaya?" Sembari menambahkan aksen bekas lebam di tulang pipi Kiran, Pandan Wangi memberi usul."Kagak bisa, Ndan. Soalnya si Marni ini pelakor. Mencari simpatinya dengan menjadi istri yang teraniaya, jelas tidak akan berhasil. Kalau anak yang terlantar, masih ada kemungkinan. Soalnya si Marni ini konon katanya anak yatim piatu yang tinggal dan dibesarkan di panti asuhan. Pada saat keluarga Pak Irman Sadikin mengunjungi panti asuha
"Kamu mulai bersih-bersih dari ruang tamu saja. Setelah itu lanjut ke dapur dan kamar utama. Karena hanya tiga ruangan itu yang sudah selesai di renovasi. Lagi pula calon suami saya akan singgah ke sini sekitar dua jam lagi. Beliau paling suka duduk menonton televisi di ruang tamu ditemani secangkir kopi. Jadi pastikan semua perabot di ruang tamu ini bersih dan rapi. Alat bersih-bersihnya ada di dapur." Marni mengarahkan Minah, pembantu baru paruh waktu ke ruang tamu."Ingat ya? Nanti saat calon suami saya datang, kamu segera sembunyi gudang lantai tiga. Karena hanya gudang yang tidak akan calon suami saya datangi. Kamu jangan keluar, sampai saya mengetuk pintu gudang. Mengerti, Minah?" Marni memperingati Minah sekali lagi."Mengerti, Nyonya." Kiran mengangguk takzim. Saat ini ia telah berganti nama menjadi Minah. Dengan begitu identitas aslinya tetap terlindungi."Saya mempekerjakan kamu karena kasihan. Jadi kamu jangan berbuat macam-macam dengan mencoba mencuri atau hal-hal krimina
Kiran berdiri di ujung jalan. Ia tengah menunggu Alexa yang berjanji akan menjemputnya pukul lima sore. Benak Kiran susah penuh dengan berita yang akan ia ceritakan pada Alexa. Sungguh, untuk pertama kalinya ia sangat antusias membongkar sebuah kasus. "Akhirnya." Kiran mendesah lega. Ia melihat motor Alexa dari kejauhan. Ia mengenali nomor platnya. Semakin motor mendekat, Kiran merasa ada yang salah. Alexa memang tinggi karena Om Axel itu keturunan Prancis. Tetapi rasanya tidak sejangkung dan sekekar ini. Istimewa jaket hijau khas ojek online yang dikenakan tampak ngatung di lengannya. Rasa-rasanya bukan Alexa yang mengendarai motor. Jangan-jangan..."Ayo, naik. Ngapain kamu terus memandangi saya? Rindu sekali ya karena sudah beberapa hari tidak saya marahi?"Nah kan, benar saja tebakannya. Om Demitlah yang menjemputnya. "Kok Om yang menjemput saya sih? Mbak Lexa ke mana?" Walau kesal, Alexa naik juga ke atas motor. "Alexa sedang disetrap Gala," sahut Demitrio singkat."Yah, kok ce