Setelah kejadian malam panas itu, Ara tidak lagi keluar apartemen. Ia juga membatalkan pekerjaan sebagai pelayanan restoran. Kini yang ia lakukan hanya berdiam diri di dalam apartemen, ia masih merasa takut untuk keluar apartemen. Ara hanya akan keluar jika ia membutuhkan sesuatu yang sangat penting.
Seperti hari ini, Ara tengah malas malasan di apartemennya. Sejak pagi ia tidak memiliki gairah untuk melakukan apapun, yang ingin ia lakukan hanya rebahan di atas kasur. Bahkan ia tak membersihkan apartemen, dikarenakan ia sedang tidak mood.Saat asik-asiknya rebahan, Ara terpaksa menghentikan kegiatannya karena suara bell apartemennya. Dengan malas Ara pun turun dari kasurnya, dan pergi menuju pintu untuk melihat siapa yang bertamu di siang bolong seperti ini."Ck, ganggu orang aja." Gerutu Ara sambil membuka pintu apartemennya.Namun, saat melihat siapa yang telah mengganggu waktunya, raut wajah Ara menjadi datar tanpa ekspresi. Di hadapannya, ada nyonya Gina dan laki-laki cukup tua, yang Ara yakini bahwa itu Ayah dari nyonya Gina."Ada apa?" tanya Ara dengan angkuh."Ck, beginikah kau menyambut seorang tamu? Sungguh tidak memiliki etika sama sekali," ketus nyonya Gina dengan sinis."Saya tidak memiliki waktu lama untuk berdebat dengan anda, Nyonya. So, to the point saja." Tegas Ara."Kami ingin kau meninggalkan Hasbi." Ucap Kakek Hasbi dengan tegas."Ck, kalian hanya ingin mengatakan hal ini? Sungguh kalian tidak ada pekerjaan sekali," ejek Ara."Dan ingat satu hal, tanpa kalian ingatkan, aku sudah menjauhi Hasbi. Bahkan aku berharap tidak bertemu dengannya seumur hidupku, karena Hasbi hanyalah benalu yang telah merusak hidupku." Ucap Ara menatap tajam dua orang di hadapannya itu."Bagus! Aku harap apa yang kau ucapkan, bukan hanya bualan semata."Nyonya Gina mengambil cek di dalam tasnya dan menyerahkan pada Ara. "Jika kau butuh, jangan berlagak tidak butuh. Secepatnya kau harus pergi dari sini, bila perlu kau tidak boleh kembali lagi ke Indonesia." Tegas Nyonya Gina.Setelah mengatakan itu, nyonya Gina dan Kakek Hasbi pergi meninggalkan Ara seorang diri di depan pintu apartemennya. Sedangkan Ara hanya menatap nanar kepergian dua orang itu, dan setelah itu ia masuk ke dalam dengan membantingkan pintunya sangat kencang.Ara marah pada dirinya sendiri, karena tak bisa melawan nyonya Gina. Bahwa lebih menjijikkan lagi, ia mau menerima cek yang di berikan nyonya Gina. "Sial," umpatnya.Dengan keadaan marah, Ara segera mengemasi pakaian miliknya. Ia sudah memutuskan untuk pergi meninggalkan Jakarta. Ia tak ingin harga dirinya diinjak-injak kembali oleh keluarga Hasbi. Sudah habis kesabarannya saat ini, Ara tak ingin lagi dirinya itu semakin terhina. Apalagi ia memiliki firasat, bahwa ada nyawa di dalam perutnya.Ya, Ara merasakan hal berbeda pada dirinya itu. Ia mencoba abaikan. Namun, keanehan itu semakin nyata. Entah dari emosinya yang tak stabil, keinginan untuk makan sesuatu dan keinginan pergi ke suatu tempat. Ara bukan gadis polos yang tak mengerti apa apa. Walaupun ia tidak pernah bergaul, tetapi ia tau apa yang sedang terjadi pada tubuhnya itu. Namun, Ara berharap apa diduga nya itu salah. Karena bagaimanapun, ia belum siap untuk hamil. Apalagi hamil diluar nikah seperti ini.Disisi lain, tepatnya di dalam mobil. Nyonya Gina dan Ayahnya tampak mengobrol serius sambil menatap apartemen Ara."Kau yakin dia akan pergi?" tanya Ayahnya."Aku sangat yakin, Ayah. Dia pasti akan pergi setelah kita memperlakukannya seperti itu tadi." Balas nyonya Gina dengan percaya diri."Kau memang pintar, Nak." Pujinya pada Nyonya Gina."Tentu saja," balas Nyonya Gina dengan tersenyum puas. Keduanya tertawa keras membayangkan raut wajah Ara tengah menangis."Mari kita rayakan keberhasilan kita ini," ucap Ayahnya."Tentu saja." Keduanya tertawa kembali, apalagi saat keduanya melihat Ara pergi membawa koper. Itu artinya, usaha mereka memang benar-benar berhasil."Lihat, Ayah. Dia pergi," ucap Nyonya Gina dengan diakhiri tawa keras."Kau memang hebat, Nak. Ayah bangga padamu."Namun, tawa mereka tak berlangsung lama. Kedua pasang mata itu melihat keberadaan Hasbi yang mencegah Ara untuk pergi, bahkan tak segan segan Hasbi memohon pada Ara untuk tidak meninggal kota itu. Melihat pemandangan itu, Nyonya Gina dan Ayahnya turun dari mobilnya, dan pergi menghampiri Hasbi yang tengah membujuk Ara."Biarkan saja ia pergi! Mama sudah memberinya uang yang cukup banyak untuk kelangsungan hidupnya itu." Ketus Nyonya Gina saat tiba didekat putra satu-satunya itu."Mama." Hasbi sangat terkejut melihat keberadaan Mamanya, di tambah dengan kedatangan Kakeknya yang juga ada disana.Disini lah Hasbi bisa menebak, bahwa Mama dan Kakeknya yang membuat Ara bersikeras untuk pergi meninggalkan kota Jakarta kembali."Tidak perlu terkejut seperti itu, Nak. Kau pasti sudah tau apa yang kami lakukan pada gadis kecil itu." Ucap Kakeknya dengan menatap Ara yang perlahan menjauh dari mereka."Kalian keterlaluan!" Hasbi segera melangkah pergi meninggalkan Mama dan Kakeknya.Sedangkan Ara yang lebih dulu pergi dari sana, kini sedang berada di dalam taksi. Karena sebelumnya ia sudah memesan taksi, agar kepergiannya lebih mudah.'Aku harap setelah meninggal negara ini, aku bisa hidup lebih baik tanpa ada hinaan lagi.' Gumam Ara sambil menatap kearah luar jendela mobil. Perlahan Ara menutup matanya, hingga akhirnya ia terlelap dengan tenang.Ara sudah memutuskan tinggal di LA, karena disana ada satu cabang milik Omnya, yang memang sudah diberikan pada Ara. Disana Ara ingin memulai karier sekaligus hidup barunya, tanpa ada seorang pun yang mengenal dirinya. Ara juga sudah mengatakan pada Mars, dan Mars hanya bisa mendukung apa yang sudah menjadi keputusan keponakannya itu. Walaupun Mars sedikit curiga, mengapa Ara ingin sekali pergi dari Indonesia. Tetapi, ia tidak ingin menanyakan hal itu, baginya itu privasi Ara. Ia tak berhak mencampuri urusannya.Disisi lain, Hasbi tengah mengamuk saat kehilangan jejak Ara. Ia tak menyangka Ara akan pergi secepat itu, tanpa meninggalkan jejak."Sial! Bagaimana kalau dia mengandung anakku nanti?" gumamnya sambil memukul setir mobil.Ya, Hasbi mengejar Ara hanya karena takut wanita itu hamil. Ia tak juga ingin membalas semua kesalahan di masa lalu, walaupun Ara tidak tau apa-apa. Rasanya dosa Hasbi semakin banyak, apalagi setelah meniduri Ara malam itu. Dan jika sampai ketakutannya yang satu ini terjadi, ia tidak akan memaafkan dirinya sendiri.Karena hari semakin sore, akhirnya Hasbi memutuskan untuk pulang. Ia akan meneruskan pencarian nanti malam, karena dirinya saat ini sedang membutuhkan istirahat yang cukup untuk mencari Ara kembali.Malam semakin larut, bahkan jam sudah menunjukkan angka 01.00. Tetapi, Hasbi tampak tidak menyerah mencari keberadaan Ara. Hasbi terus-menerus mencari Ara, hingga ia tak menyadari, ponsel miliknya terus saja berdering. "Kau menemukannya?" tanya Hasbi pada bodyguard, yang ia suruh untuk mencari Ara. "Ya, Tuan. Pesawat yang ditumpangi Nyonya Ara, pergi menuju LA." Balas bodyguardnya. "Siapkan semuanya, saya ingin malam ini kita berangkat ke LA. " "Baik, Tuan."Bodyguard itu pergi untuk menyiapkan penerbangannya. Sedangkan, Hasbi kembali ke dalam mobilnya untuk beristirahat. Saat membuka ponsel, ia sangat terkejut mendapati begitu banyak panggilan tak terjawab dari Angel, tunangannya. Namun, bukannya menelpon balik. Hasbi malah mematikan ponselnya, karena ia memang sedang tidak ingin diganggu oleh siapapun termasuk kedua orangtuanya dan tunangannya itu.Tak lama, bodyguard Hasbi pun datang dengan membawa koper kecil. "Apa isi koper itu?" tanya Hasbi dengan bingung, karena ia tak menyu
Setelah keadaan Ara membaik, Mars segera melakukan pembayaran, dan membawa pulang Ara. Sesampainya di apartemen, Mars menyuruh Ara untuk istirahat di kamarnya. Sedangkan, dirinya akan beristirahat di kamar sebelah. Tengah malam, Ara terbangun dari tidurnya dengan tiba-tiba. Netranya menatap jam dinding yang saat itu menunjuk angka 3 dini hari. "Kenapa aku sangat ingin makan sushi," gumamnya dengan bingung. Karena, tak biasanya ia terbangun dini hari dan menginginkan sesuatu. Ara pun turun dari kasurnya, dan melangkah menuju dapur. Sesampainya di dapur, ia membuka pintu kulkas, dan menatap apakah masih ada persediaan sushi miliknya. Namun, Ara dibuat kecewa. Karena, sushi yang diinginkannya itu tidak ada. Terpaksa Ara kembali ke dalam kamarnya dengan raut wajah sedih. Pagi harinya, Mars bangun lebih dulu dari Ara. Ia juga sudah menyiapkan semua makanan untuk sarapannya bersama Ara. Tak lama, Ara datang dengan wajah kantuknya. "Pagi, Nak." Sapa Mars, menatap Ara yang masih beranta
Seorang laki-laki melangkah dengan tergesa-gesa menuju ruang VIP yang ada di Bar tersebut. Dia baru saja mendapat pesan dari nomor yang tidak ia kenal, pesan itu berisi foto seorang wanita tengah berbaring di atas brankar rumah sakit dengan wajah pucat. Saat pintu dibuka kasar oleh laki-laki itu, suara bariton menyambutnya. "Akhirnya kau datang juga," ucap seseorang itu. "Aku tidak ingin membuang-buang waktu untuk basa-basi, Tuan. Sekarang cepat katakan, dimana Ara?" tanya Hasbi dengan emosi yang sudah di ubun-ubun. Ya, laki-laki itu adalah Hasbi. Laki-laki yang sudah berani meniduri Ara, bahkan sampai membuat Ara hamil di luar nikah. Sedangkan seseorang itu adalah, Mars, Omnya Ara. Ia sengaja mengirim pesan berisi foto Ara, karena ingin menjebak Hasbi."Kenapa kau tampak terburu-buru sekali, anak muda?" ejek Mars, dengan meminum minuman yang ia pesan beberapa menit lalu. Hasbi mengepalkan tangannya, pria dihadapkannya benar-benar membuat Hasbi bertambah emosi. "Berapa uang yang
Di sebuah kamar bernuansa putih, sepasang manusia baru saja menyandang status suami istri tengah duduk di balkon kamar itu. Keduanya baru saja selesai melaksanakan pernikahan yang dihadiri oleh kerabat dan orang terdekat mereka saja. "Kau tidak bahagia?" tanya laki-laki itu. Wanita itu hanya diam, tak merespon laki-laki yang kini berstatus suaminya. Bukan karena tidak bisa bicara, tetapi ia memang malas membalas pertanyaan suaminya. "Jawab, Ara!" ucab Hasbi membuat Ara jengah. "Kau sudah tau jawabannya, bukan? Lantas, mengapa bertanya kembali?" tanya Ara dengan sinis. "Maafkan aku," lirih Hasbi. Kesalahan begitu fatal pada Ara, ia sudah membuat Ara menjadi yatim. Lalu, keluarganya sudah membuat Ara tak mengingat apapun, dan satu lagi kesalahan paling fatal, ialah menghancurkan masa depan Ara. "Maafmu tidak bisa mengembalikan semuanya, Hasbi. Masa depan ku tetaplah hancur, dan itu karena mu!"Selepas mengatakan itu, Ara pergi menuju kamar mandi. Ia ingin menenangkan pikiran dan
Keheningan masih tercipta di mansion milik Mars, ketiga orang dewasa itu saling membisu, diantara mereka tidak ada yang berniat untuk membuka suara, setelah mendapatkan paket misterius berisi foto kecelakaan yang dialami oleh Ayah Ara. "Buang saja fotonya jika tidak penting," ucap Ara, setelah lama terdiam. Ia sebenarnya sangat penasaran siapa yang kecelakaan itu. Tetapi, melihat reaksi kedua laki-laki di hadapannya itu, membuat Ara memutuskan berberi usul untuk membuang foto itu. "Ya, kau benar, Nak. Sebaiknya kita bakar aja fotonya," balas Mars, dengan mengambil foto foto itu, lalu membawanya keluar untuk dibakar. Sedangkan Hasbi masih diam membisu, dalam benaknya banyak sekali pertanyaan yang muncul. Siapa yang mengirim foto itu? Apa maksud mengirim foto itu? Apakah untuk menghancurkan hubungannya dengan Ara? Ataukah foto itu sengaja dikirim agar Ara cepat mengingat kembali kejadian 9 tahun yang lalu?"Hasbi," panggilan Mars, membuat lamunan Hasbi buyar seketika. Ia berdiri da
Pagi hari, kediaman Mars di hebohkan kembali oleh sebuah paket. Namun, kali ini paket itu bukan berisi foto, melainkan berisi boneka kecil milik Ara dulu. Tetapi, orang yang memilikinya tampaknya tidak mengenali boneka kesayangannya itu. "Bonekanya cantik banget," ucap Ara tiba-tiba. Hasbi dan Mars hanya diam, tak menanggapi ucapan Ara. Mereka kini sedang berpikir keras, siapa yang selalu mengirim paket misterius itu ke rumah mereka, dan apa tujuannya. "Sepertinya kita memiliki musuh," ujar Mars, membuat Ara melepaskan boneka itu dari tangannya. "Maksudnya?" tanya Ara tak mengerti. Jika benar mereka memiliki musuh, itu artinya ia berada dalam bahaya. Tapi, siapa musuhnya? Ara merasa ia tak memiliki musuh."Tidak ada," ucap Hasbi dengan cepat. Hasbi tidak ingin Ara tahu, bahwa mereka memiliki musuh. Karena, Hasbi takut kekhawatiran Ara berpengaruh pada kandungannya. Apalagi kandungannya masih terbilang cukup rawan, dan Hasbi tidak ingin hal buruk pada Ara dan kandungannya. "Sepe
Satu minggu berlalu. Namun, paket misterius itu tak berhenti datang. Setiap hari, selalu ada paket di bawah pintu. Semua orang yang ada di mansion itu mencoba tidak menggubris. Namun, tampaknya si pengirim paket itu tak mau menyerah dan terus menerus mengirim paket berisi barang-barang milik Ara dulu. Entah dari mana pengirim paket itu mendapatkan semua barang Ara, yang pasti ada seseorang yang telah mengambilnya di tempat Diana dulu menyimpan barang-barang itu. "Kenapa setiap hari selalu ada paket misterius seperti ini? Apakah kalian memiliki musuh diluar sana?" tanya Ara yang sudah frustasi, karena gangguan paket itu. "Ara, tenang dulu. Kau jangan pikirkan paket itu, karena itu hanya orang iseng saja," ucap Mars menenangkan Ara. "Orang iseng? Jika memang ia iseng, lalu mengapa setiap hari mengirimnya? Apakah dia tidak capek mengirim barang-barang aneh ini pada kita?" tanya Ara. "Sudah jangan dipikirkan, aku dan Om akan mencari tahu siapa orang yang sudah mengirim paket ini pada
Ara terus melangkahkan kakinya menuju lantai dua. Namun, saat dipertengahan jalan, Ara terpaksa menghentikan langkahnya saat sebuah suara memanggilnya. "Ara," suara bariton itu berasal dari atas tangga, Ara mendongak dan menemukan Mars sedang berdiri menatapnya. Ara tersenyum, lalu melangkah lebih cepat untuk menghampiri Omnya. "Ada apa?" tanya Ara setelah berada di dekat Mars. "Kau habis darimana?" tanya Mars pura-pura tidak tahu. "Bukannya sudah Ara bilang, kalau Ara pergi keluar sebentar.""Darimana?" tanya Mars kembali. "Beli ini," Ara menunjukkan sebuah es krim pada Mars. "Aku sedang ngidam es krim, Om. Karena itu tadi aku pergi sebentar keluar," lanjut Ara. "Kenapa kau tidak minta saja pada Hasbi untuk membelikannya?""Hasbi sedang menelpon rekan kerjanya, dan membahas tentang pekerjaan. Jadi, Ara tidak enak mengganggunya hanya untuk membeli sebuah es krim," jawab Ara. Mars tersenyum, mengagumi kepintaran Ara dalam menutupi kebohongan."Ya sudah, istirahat lah. Kau pasti
Sudah 3 hari Hasbi dan Ara menghabiskan waktu di Jerman. Selama 3 hari, mereka terus berkeliling dan mengunjungi tempat wisata indah yang ada di sana. Seperti saat ini, Hasbi dan Ara sedang berada di salah satu pantai. Bukan tanpa alasan mereka datang ke pantai ini, tetapi, Ara yang memintanya. "Ah, kenapa tiba-tiba aku merindukan Om Mars?" gumam Ara yang tengah memejamkan mata dengan posisi berbaring di atas ayunan yang ada di pantai itu. "Kamu merindukan siapa?" tanya Hasbi dengan menatap tajam istrinya. "Om Mars. Sudah 3 hari kita meninggalkan dia, aku merasa sangat merindukannya," ucap Ara masih dengan memejamkan matanya. Ara sama sekali tidak menyadari, bahwa ucapannya tadi membuat singa dalam diri Hasbi terbangun. Tiba-tiba saja, Ara merasa ayunannya terasa berat. Dan saat membuka mata, Ara terkejut mendapati Hasbi tengah menindihnya. "Hasbi, apa yang kau lakukan? Turun lah! Kau sangat berat," ucap Ara dengan mendorong kasar suaminya. Bukannya beranjak pergi, Hasbi malah se
Hari yang ditunggu pun tiba, dimana Hasbi dan Ara akan melakukan honeymoon ke Jerman. Setelah melewati waktu yang cukup lama, akhirnya keduanya sampai di Jerman tepat pukul 4 sore. Karena lelah setelah melakukan perjalanan panjang, Ara dan Hasbi memutuskan beristirahat dulu. Pukul 7 malam, Ara dan Hasbi sudah rapi dengan baju mereka masing-masing. Keduanya memutuskan untuk makan malam diluar. Sesampainya di restoran, Hasbi dan Ara memilih tempat duduk paling pojok dekat kaca. Makan datang, dan mereka mulai menyantap makannya. "Kamu suka?" tanya Hasbi setelah menghabiskan semua makanannya. "Suka. Ini makanan yang aku inginkan beberapa hari yang lalu," jawabnya dengan raut wajah cerah. "Setelah ini kita akan kemana lagi?" tanya Ara. "Tentu saja pulang ke hotel," balas Hasbi membuat Ara melotot. "Kenapa?" tanya Hasbi dengan bingung karena reaksi istrinya. "Aku belum puas menikmati suasana Jerman, Hasbi." Ara berucap dengan raut wajah masam. Baru satu jam mereka berjalan-jalan. Na
Makan malam tiba. Ara, Hasbi, dan Mars sudah berkumpul di meja makan. Mereka duduk ditempat duduk masing-masing. Hening, tidak ada yang berbicara sepatah kata pun. Sampai makan malam selesai. Ara beranjak dari duduknya untuk kembali ke dalam kamar, dia merasa sangat lelah setelah seharian pergi. Sedangkan, dua pria itu sedang berada di ruang kerja untuk membahas tentang pekerjaan. "Besok aku harus pergi ke Turki untuk melakukan kerjasama dengan salah satu pengusaha di sana," ucap Mars. "Kenapa mendadak sekali?" tanya Hasbi terkejut. "Sebenarnya ini tidak mendadak. Namun, karena aku menyampaikan sekarang, kau menganggap ini semua mendadak.""Kau tidak keberatan, kan?" tanya Mars. "Berapa lama?" "Hanya dua minggu," balas Mars. Hasbi menghela nafas mendengar jawaban Mars."Kenapa lama sekali," protes Hasbi. "Biasanya kau tidak pernah protes. Ada apa sebenarnya?" tanya Mars menatap curiga suami dari keponakannya itu. "Aku sudah merencanakan jadwal honeymoon dengan Ara, Mars.""Kalia
Keesokan harinya, keadaan Ara sudah membaik, dan diperbolehkan untuk pulang. Ara, Mars, dan Hasbi kini sedang berada di dalam mobil menuju mansion. Tidak ada percakapan diantara mereka selama di perjalanan. Ketiganya sibuk dengan kesibukannya masing-masing. Mars sibuk membalas pesan dari asistennya, Hasbi sibuk menyetir, dan Ara sibuk memainkan ponselnya. Sesampainya di mansion, kedua laki-laki itu menuntun Ara menuju kamarnya. "Jika kamu ingin sesuatu, katakanlah!" ucap Mars sebelum keluar dari kamar Ara. "Di sini ada Hasbi, Om. Jadi, Om istirahat saja. Ara tidak enak jika harus merepotkan Om lagi.""Kamu sama sekali tidak merepotkan, Nak. Jangan berkata seperti itu.""Ya sudah, kalau tidak ada lagi kepentingan, Om pamit dulu." Lanjut Mars berpamitan. Sedangkan, Ara dan Hasbi hanya mengangguk saja. Ara membaringkan tubuhnya di atas kasur. Jujur saja, saat di rumah sakit, ia tidak bisa tidur dengan nyenyak. Karena, kondisi yang sedang di infus, dan tempat tidurnya yang kecil, memb
Pagi-pagi sekali, Hasbi kembali ke rumah sakit untuk menjenguk istrinya. Sebenarnya semalam dia ingin menginap di rumah sakit. Namun, Ara bersikeras menyuruhnya untuk pergi. Mau tidak mau, akhirnya Hasbi pulang. Di rumah sakit, hanya Mars yang menemani Ara. Karena, keluarga mereka hanya tersisa berdua saja. Sampai di rumah sakit, Hasbi melihat Mars dan Ara masih tidur. Karena tidak ingin mengganggu mereka, Hasbi memutuskan pergi ke kantin untuk sarapan. Karena, saat di rumah, dia tidak sempat sarapan. Tidak lupa, setelah makan, Hasbi membawa makanan untuk Mars. Sedangkan, Ara akan sarapan dengan bubur yang dia beli di jalan tadi. "Kau sudah datang," suara serak itu berasal dari Mars. Dia baru saja bangun, dan melihat Hasbi sedang duduk dengan santai si sofa. "Ya. Mandilah dulu, aku sudah membawa makanan untukmu," ucap Hasbi berjalan menghampiri Mars untuk menggantikan posisi. Mars mengangguk dan berlalu pergi ke dalam kamar mandi yang ada di ruangan itu.Hasbi duduk di kursi yang M
Ara terbaring lemah di atas brankar, matanya terpejam dengan infus di punggung tangannya. Di sisinya, ada Mars dan Hasbi. Mereka berdua dengan setia menunggu Ara membuka matanya. Do'a terus mereka panjatkan, agar Ara segera sadar. Beberapa menit kemudian, kelopak mata Ara mulai bergerak dan membuka. Hasbi dan Mars yang melihat hal itu tentu saja sangat senang. Keduanya berlomba-lomba bertanya apa yang dirasakan oleh Ara."Minum," lirih Ara. Dengan cepat, Mars mengambil gelas yang sudah disediakan di atas nakas kepada Ara."Sebaiknya, kamu berbaring dulu. Sebentar lagi Dokter akan datang untuk memeriksamu," ucap Mars. Sedangkan, Ara hanya mengangguk dan menuruti apa yang diperintahkan oleh Mars padanya. Benar saja, tak lama dokter datang dengan asistennya yang setia mengekor dibelakangnya. Setelah diperiksa, dokter itu menuliskan resep obat yang harus di tebus. "Keadaannya sudah cukup baik. Namun, harus melakukan perawatan inap, agar kondisinya terus terkontrol oleh kami," ucap Dokt
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Tidak terasa, kehamilan Ara menginjak umur 4 bulan. Selama 4 bulan itu, hubungan Ara dan Hasbi masih saja dingin. Walaupun Hasbi mencoba memperbaiki semuanya. Tetapi, Ara terus menjaga jarak diantara mereka. Seperti saat ini, Hasbi kukuh ingin mengantar Ara untuk melihat perkembangan bayinya. Namun, Ara menolak dengan alasan pasti akan mengantri lama di sana. Mau tidak mau, Hasbi tidak jadi mengantarkan Ara, dan memutuskan untuk pergi ke kantor. Sesampainya di kantor, tiba-tiba saja perasaan Hasbi tidak enak. Entah karena apa, yang jelas perasaannya benar-benar tidak enak sekali. Dia mencoba fokus dengan berkas-berkas di hadapannya itu. Namun, tetap saja tidak bisa. Karena terlanjur tidak fokus, Hasbi akhirnya memutuskan untuk menghubungi Ara. Karena, sejak tadi hatinya ingat terus pada AraPanggilan pertama, Ara menolaknya. Hingga panggilan ke 3, akhirnya Ara mengangkat teleponnya. "Ada apa?" tanya Ara dengan nada ketus seperti biasa.
Sudah satu minggu semenjak Hasbi kembali dari Indonesia, Ara terus mendiamkannya. Hal itu tentu membuat Hasbi frustasi dan juga bingung, karena dia merasa dirinya tidak melakukan kesalahan apapun. Ara, Hasbi, dan Mars kini sedang makan malam bersama. Tidak ada percakapan diantara mereka bertiga, semuanya fokus makan. Hingga akhirnya, Hasbi membuka percakapan terlebih dulu. "Ara," panggilnya pada sang istri. Namun, Ara tidak bereaksi apa-apa, seolah panggilan Hasbi tadi hanya angin berlalu. Hasbi menghela nafasnya, karena lagi-lagi Ara mengabaikannya. Tidak ingin merusak suasana makan malam yang tentram, Hasbi memilih untuk diam dan menunda ucapan yang ingin dia ucapkan tadi. 10 menit kemudian, mereka selesai menghabiskan makan malamnya. Mars lebih dulu pergi dari meja makan, karena dia sedang ada pekerjaan. Kini di meja makan, hanya tersisa Hasbi dan Ara. Baru saja Ara berdiri, Hasbi segera mencekal tangan istrinya itu agar tidak pergi. "Lepas!" ucap Ara dengan nada dingin, ia bah
"Angel, ayo." Panggilan itu, membuat Angel menoleh lalu mengangguk dan mengikuti langkah kaki Nick. Ya, mereka adalah Angel dan Nick, keduanya sedang berlibur di LA. Namun, liburan kali ini Nick dibuat terkejut karena Angel memberitahunya bahwa dirinya sedang hamil. Karena bahagia mendapat kabar itu, Nick mengajak Angel untuk periksa dan melihat apakah baik-baik saja bayi mereka, mengingat mereka bercinta dengan gaya bebas, Nick takut bayinya tidak baik-baik saja. "Kau kenapa?" tanya Nick bingung. Karena sejak tadi Angel diam dan tak mengeluarkan satu kata pun. Mungkinkah, Angel tidak bahagia dengan kabar ini?" tanya Nick dalam hati. "Aku tidak apa-apa," balas Angel tersenyum menutupi rasa gugup yang melandanya.Angel sedang mengkhawatirkan bagaimana kalau Ara memberitahu Hasbi tentang dirinya yang ada di rumah sakit dengan seorang laki-laki, apalagi ia keluar dari ruangan ibu hamil. Angel sangat yakin, bahwa Ara tadi melihatnya dan mengenalinya. Namun, Angel terus berdoa semoga A