"Selena? Tapi, siapa pria yang bersamanya?" Aditya mengucek-ucek matanya memastikan tidak salah mengenali Selena namun pasangan tersebut sudah masuk ke dalam kamar."Ahhk! Mana mungkin Selena," desisnya berhenti di depan pintu kamar hotel pasangan barusan masuk. "Tapi ... tak mungkin aku salah mengenalinya!" Aditya sangat penasaran sekali sampai-sampai berniat mengetuk pintu guna memastikannya. Namun, tangannya hanya mengambang di udara. Sebelum terpaksa masuk ke kamar tujuannya yang kebetulan bersebelahan. Aditya merebahkan tubuhnya di ranjang empuk, menatap kosong langit-langit kamar hotel. Rasa cintanya kepada Selena teramat besar. Melihat gadis tadi mirip dengan Selena masukin bersama pria lain, hatinya terasa sangat sakit. Aditya merasa tubuh Selena hanya miliknya. Sepanjang malam hingga menjelang subuh, Aditya tak kunjung bisa memejamkan mata. Pikirannya masih ke pasangan yang masuk kamar sebelahnya, niatnya besok pagi-pagi akan menunggunya di luar kamar. Namun, karena lelahn
Aditya tertawa kecil mengekori kedua pasangan paruh baya itu. Pikirnya, Selena pasti sudah melarang kedua orangtuanya bicara dengan dirinya. "Apa yang kamu inginkan, Anak muda?" Gerah sang Pria tesebut bertanya, melihat Aditya seolah tak berhenti mengikuti mereka. Pun sok kenal saja. Sang wanita juga terlihat menunjukkan raut wajah tidak senangnya dengan sikap Aditya itu. Berkali-kali melayangkan pandangan sinis ke Aditya. Tapi, Aditya yang kukuh dengan pikirannya hanya menanggapinya santai. "Aku tahu Selena yang melarang Anda, Tuan dan Nyonya berbicara padaku, 'kan?" ujar Aditya kepedean melipat kedua tangannya di dada, punggungnya menyandar di dinding pembatas tangga, dan salah satu kakinya diangkat dengan bertumpu di ujung sepatu pantofelnya. Sang pria tersebut mengumpat tidak jelas sebelum mendorong bahu Aditya kasar, gegas menarik tangan sang Istri segera pergi dari sana. Namun, Aditya yang tidak setuju mendapat perlakuan keduanya yang dia anggap sebagai orang tua Selena
"Argh! Kurang ajar!" Aditya menggeram seraya melajukan mobilnya menuju perusahaan. Tergesa keduanya masuk ke ruangan private sebelum Julia melihat mereka. "Apa yang sangat penting itu, Paman?" gegas Aditya bertanya. "Tuan Collins sudah menetapkan tanggal pernikahanmu dengan Julia, jadi tidak ada waktumu mempertahankan Selena!" ujar paman Grove serius. "Tidak, Paman! Bagaimanapun aku tidak akan merelakan cinta sejati ku dengan orang lain, alih-alih bersama Hendra! Paman juga tahu bagaimana perasaanku padanya selama ini!" "Yah, aku tidak memaksamu, Aditya. Tapi itulah yang aku dengar dari Tuan Collins! Terserah kamu mau percaya padaku atau kukuh dengan pikiranmu mempertahankan Selena!" Aditya terdiam, seolah mencerna ucapan paman Grove. Dia bertekad harus bisa mempertahankan cintanya kepada Selena sebelum Hendra berhasil mendapatkan cinta Selena. "Kapan Kakek menentukan tanggal pernikahan?" tanya Aditya pasrah. "Awal bulan depan, artinya dua minggu tiga hari lagi dari hari ini.
Setelah hanya memutar-mutar Aditya memutuskan kembali ke kos Selena, dia harus bisa memastikan Selena pergi dengan siapa. Takut Sharon hanya mengada-ada saja.Pucuk dicinta ulam pun tiba, orang yang dia cari sedang ada di luar pagar. Dengan mudah Aditya mencegat langkah Sharon yang lantas tergesa hendak masuk sesaat melihat dirinya turun dari mobil."Aku cuma mau bertanya sama kamu!" ujar Aditya merentangkan kedua tangannya di pintu pagar menghalanginya masuk. Menajamkan pandangannya ke wajah Sharon yang mengeras itu. "Jika tentang Selena, aku sudah katakan tadi. Jadi, pergilah sebelum aku meneriakimu maling!" kata Sharon tidak perduli sikapnya yang kurang sopan itu."Oke, baik. Sebenarnya aku cuma ingin tahu Selena pergi dengan siapa, tidak lebih!""Aku sudah katakan ia pergi ikut dengan suaminya. Apa kamu masih kurang jelas mendengar?" "Bukan, bukan, Selena belum punya suami. Anak yang ada padanya itu anakku!" ungkap Aditya tidak lagi memikirkan aibnya bisa saja tersebar dan hany
Tidak ingin rencananya dengan Tuan Collins berantakan, alih-alih mendapatkan bonus dari kesepakatannya dengan Tuan Collins. Paman Grove juga terancam dipecat sebagai penasehat Aditya.'Tidak bisa begini!' batinnya mengejar Aditya.Paman Grove sudah hafal karakter Tuan Collins, setelah mendapatkan semua yang dia inginkan, dirinya pun tidak akan berguna lagi bagi Tuan besar itu. Artinya, dirinya menjadi pengangguran."Aditya! Aku mohon dengarkan penjelasanku!" Aditya tidak menggubris hanya mempercepat langkahnya menuju parkiran mobil. Dia sudah tidak tahan harus menunggu sang Kakek mendapatkan yang dia inginkan. Sama saja dia bakal kehilangan kesempatan memiliki Selena. "Oke, aku mengakui kalau aku sengaja melakukannya, Aditya! Aku hanya takut keluarga Selena tidak bisa menerimamu- yang malah akan merusak nama baikmu nantinya. Aku memang tidak mengatakan alasan ini padamu, Aditya, semata-mata karena aku takut kamu terbawa emosi saja," papar paman Grove terus berusaha meyakinkan Aditya
"Apa maksud Kak Hendra?" Kaget Selena cuma bisa balas bertanya. Tengkuknya terasa berkeringat dingin dengan pertanyaan itu. Seakan-akan Hendra tahu apa yang ia pikirkan sekarang. Hendra tersenyum kecil seraya menghela napas. Kemudian hanya menutup buku di genggamannya sebelum meletakkannya ke atas meja.Sesaat hanya menatap dalam wajah cantik Selena, gadis itu tergugu dan salah tingkah jadinya. Khawatir Hendra malah akan membahas pertanyaannya tadi. Sebisa mungkin ia berusaha tetap tenang meski telapak tangannya sudah banjir keringat."Selena, kamu mencintaiku?" Spontan Selena mendongak. Matanya melotot tajam sebelum mengangguk cepat. "Iya, Kak," sahutnya. Pikirnya, tidak ada lagi gunanya jujur dengan perasaannya yang masih ragu-ragu.Hendra merangkul hangat bahunya. "Aku bukan meragukan perasaanmu padaku, tapi aku tidak mau kamu terpaksa melakukannya, Selena.""Tidak, Kak. Hatiku sudah bulat menikah dengan Kakak. A-aku malah berpikir tentang perasaan Kak Hendra saja.""Kamu tida
Aditya terbelalak kaget, tadi cuma menduga-duga saja, tapi yang dia dengar sekarang dari pengakuan paman Grove itu, benar-benar membuatnya syok.Lain halnya dengan paman Grove, sampai saat ini dia pun tidak tahu apa isi surat dalam amplop tersebut. Dia hanya disuruh mengirimkan itu ke kos Selena dan perusahaan Bramasta oleh Tuan Collins."Aditya, lupakan pertanyaan aneh itu! Sekarang kamu ada di mana? Tuan Collins menyuruhku menyusul mu kemari guna mengantar dokumen kerjasama perusahaan Tuan Barata!"Aditya terdiam. Hatinya sudah terlanjur memanas mencoba keras menenangkannya. Dia harus bisa bicara dengan paman Grove, mumpung dia juga ada di sana. "Aku menunggu di mansion perusahaan Wiguna. Cepat sebelum aku berubah pikiran dengan dokumen sampah Tuan menyebalkan itu!" kata Aditya. Niatnya bukan untuk melihat dokumen tersebut namun bertatap muka dengan paman Grove. Aditya sudah tidak tahan ingin melampiaskan kemarahannya langsung ke paman Grove. Buru-buru memutuskan sambungan telepo
Aditya mengulurkan tangan ke depan mempersilakan paman Grove keluar. "Tunggu, Grove!" seru Aditya sebelum paman Grove benar-benar menghilang dari sana. Paman Grove yang tengah bingung itu menghentikan langkahnya, berbalik badan cepat menghadap Aditya."Katakan ke Tuan Collins aku tidak akan ke perusahaan selama Julia masih di sana. Kalau Tuan Collins tidak senang, dia bisa melemparkan ku dari semua perusahaannya.""Aditya, kamu bicara apa? Kamu tahu saat ini perusahaan sangat membutuhkanmu. Oke, aku akan mencari cara membujuk Selena kembali," ujar paman Grove melanjutkan langkahnya. Dia harus cepat-cepat ke bandara, penerbangannya tinggal satu jam lagi. Sebab pagi-pagi besok dia sudah harus bertemu dengan Tuan Collins. "Ingat ucapanku tadi, Grove!" teriak Aditya mengingatkan pria itu dengan ancamannya tadi.***Di jam delapan pagi Selena sudah harus ke perusahaan Bramasta. Biasanya Hendra menjemputnya ke rumah barunya namun karena ada kesibukan bisnis lain, ia akhirnya naik ojol
"Semua sudah beres. Tinggal membawa Selena sekarang bertemu Tuan Collins, Aditya! Tapi tunggu aba-aba dariku!""Bagaimana dengan Tuan Barata? Apa Paman sudah menunjukkan bukti-bukti itu?" "Tenang saja. Semuanya sudah aman," jawab paman Grove meninggalkan perusahaan Barata. Sekarang dia hanya melakukan tugas terakhirnya sebelum Aditya tiba di rumah sakit. "Semua sudah beres?" Paman Grove menyambungkan ponselnya ke orang suruhannya di rumah sakit."Beres. Tuan Collins tampaknya sedikit syok dan tidak mengatakan apapun dengan bukti-bukti itu." "Oke, tugas kalian sudah selesai. Sekarang kalian bisa bebas. Katakan ke semua anggota, sampai kapanpun hal ini tidak bisa bocor! Ingat! Kalian berhadapan dengan Aditya!""Siap, Bos! Aman terkendali.""Oke, pergilah bersenang-senang. Bonus kalian sudah di transfer."Paman Grove mendahului Aditya ke rumah sakit, beberapa menit yang lalu Tuan Collins memintanya datang. Mungkin ingin menanyakan kebenaran bukti yang diberikan asisten pribadinya.
Tuan Collins menunjukkan senyum smirk-nya. Dia memang menanyakan Aditya ke paman Grove. Sudah seminggu ini Julia mencari-carinya ke rumah sakit. Dari Julia jugalah Tuan Collins tahu Aditya tidak lagi tinggal di rumahnya. Namun, Tuan Collins tidak ingin membahasnya."Apa kamu sudah mengurus pernikahanmu dengan Julia?" tanya Tuan Collins membetulkan letak selang infus yang melilit di tangannya."Pernikahan? Aku memang sedang merencanakan pernikahan, tapi tidak dengan Julia, Kek." Aditya melipat kedua tangannya di dada.Ucapannya itu menarik atensi Tuan Collins dan menaikkan pandangannya. "Apa maksudmu, Aditya? Kamu mau menggagalkan rencanaku dengan Barata?" berangnya melotot tajam."Rencana mengakuisi perusahaan milik Tuan Abeth dan Viktor? Sepertinya Kakek tidak tahu jika Tuan Bramasta sudah bergerak lebih cepat." Aditya menarik punggungnya yang menempel di dinding kamar rumah sakit. "Tidak bisa di salahkan juga Tuan Bramasta. Kalian saja yang tidak bergerak cepat. Yah, kalian sibuk
Selena terbangun setelah mendengar bunyi alarm dari ponselnya. Sedikit kaget mendapati dirinya tertidur di ruang tamu. Punggungnya terasa mau patah karena semalaman tidur membungkuk di sofa kecil.Selena meregangkan otot tubuhnya sebelum berjalan ke kamar Baby Lea. Pun cepat-cepat membersihkan diri sebelum Aditya datang ke sana.Namun, belum selesai berkutat dengan Baby Lea, terdengar suara bell. "Iya, bentar," serunya berlari kecil ke depan. Tampak Aditya menunggu di depan pagar."Masuklah, aku belum selesai," ujar Selena memberikan Baby Lea kepada Aditya.Ia tidak tahu mengapa senyaman itu memperlakukan Aditya. Bahkan tubuhnya yang cuma terbungkus daster basah tidak merasa malu. "Selena," panggil Aditya melihatnya terburu masuk."Tunggu sebentar aku mandi," serunya menghilang di balik pintu kamar.Sengaja atau tidaknya, pintu kamar jelas tidak menutup sempurna. Aditya meletakkan Baby Lea di ruang bermain, niatnya ingin menutup pintu kamar. Aditya tidak yakin bisa menguasai dirin
Setelah beberapa lama berbincang, Aditya berpamitan pulang. "Kamu pulang saja dulu, Selena. Mumpung ada Aditya yang bisa mengantarmu ke rumah," ujar Mami kasihan melihat Selena terus-terus di sana. "Mami saja yang pulang. Aku---""Biar Mami dan Riana di sini malam ini. Kamu dan Baby Lea pulanglah. Pun ada Papi juga di sini," potong Mami memaksa Selena pulang."Aditya, tolong antarkan Selena ke rumah ya.""Baik, Nyonya." Aditya meraih Baby Lea dari pangkuan Selena. Membawanya keluar mendahului Selena.'Pucuk dicinta ulam pun tiba. Semua sesuai dengan rencana. Sekarang tinggal menunggu giliran Kakek tua itu!' batin Aditya tertawa kecil. "Maaf merepotkan kamu," kata Selena menarik Baby Lea dari pangkuan Aditya dan mendudukkannya di kursi belakang.Aditya bergumam dalam hati, itu semua sudah direncanakan. Sekarang dia hanya ingin membuat Selena merasa dirinya malaikat penolong."Tidak apa-apa. Lupakan saja yang lalu-lalu, fokus dengan kesehatan Hendra dulu.""Tapi ... kata dokter Kak H
Di kediaman keluarga Bramasta tidak lantas membuat Selena tenang. Pikirannya tentang Aditya semakin kuat saja. "Hei, malah bengong." Riana yang baru tiba menepuk pundak Selena. Selena mengangkat kepala lemah. Melihat Riana jadi timbul niatnya keluar ingin menemui Aditya. Ia harus mengakui semuanya ke Aditya dan meminta Aditya untuk melupakannya dan Baby Lea.Selena tidak ingin jika Tuan Collins sampai tahu ia memiliki keturunan keluarga Collins. Ancaman pria tua itu belum bisa hilang dari pikirannya."Malah bengong," omel Riana menyikut bahu Selena."Iya, aku kelelahan seharian menjaga Baby Lea," sahut Selena tertawa kecil. "Elleh, kan Mami sudah langsung pulang. Sekarang kamu bisa bersantai juga."Benar juga. Ini kesempatannya bisa keluar dengan mengajak Riana yang doyan belanja-belanja dan salon."Hmm, kamu mau mengajakku keluar?" pancing Selena mengedipkan sebelah matanya menggoda calon iparnya.Benar saja, mendengar kata keluar, Riana mencampakkan tas belanjaannya ke dalam kam
Paman Grove mengerahkan seluruh orang suruhannya mendapatkan benda untuk keperluan tes DNA yang diminta oleh Aditya."Aku yang akan mendapatkan sampel rambut putriku, paman Grove. Kalian hanya perlu mengawasi Hendra dan keluarga Bramasta saat aku berkepentingan di rumah Selena.""Baik, info sudah aku dapatkan, Tuan Bramasta dan istrinya juga putrinya tengah ke pertemuan mitra bisnis keluar kota, sore nanti baru kembali. Kami hanya akan mengendalikan Hendra selama kamu berkepentingan di rumah Selena."Aditya setuju dan segera bergerak menuju rumah Selena. Dia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan kembali wanita yang jadi cinta pertamanya.Sebenarnya, terlihat konyol bagi seorang Tuan Muda bangsawan mengejar-ngejar wanita yang tidak sederajat dengannya, pun mengemis cinta darinya. Selena di rumahnya. Setelah beberapa lama memastikan Aditya tidak datang lagi, ia mulai berani membuka pintu rumah dan bersantai di teras rumah. Hingga lima belas menit kemudian."Ekkhem!
Selena memastikan Aditya pergi. Gemuruh dadanya meningkat dan berlari masuk menuju meja makan. Menyambar gelas dan menuang air minum sebelum meneguknya habis. Selena masih berdiri, mencengkram sisi meja menahan tubuhnya yang masih bergetar. Napasnya memburu dengan dada turun naik. "Dari mana dia tahu tempat ini?" gumamnya mulai mengatur napas. Meremas ponsel di genggaman tangannya. Selena segera menemukan kontak Hendra hendak akan menghubunginya, memberitahu kedatangan Aditya tadi.Namun, hanya kembali meletakkannya di atas meja. Ia tahu sekarang Hendra sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Selena mengurungkan niatnya.Selena berjalan ke kamar melihat Baby Lea, dia sedang tertidur pulas di ranjang.Selena kembali keluar berjalan ke ruang depan. Menyibakkan gorden guna menyelidiki Aditya tidak kembali ke sana. Hatinya jadi gelisah dan tidak tenang. Pikirnya, Aditya akan kembali lagi. "Aku ke rumah Mami saja," ujar Selena berbalik ke meja makan. Meraih ponsel hendak menelepon sopir
Aditya baru saja tiba di mansion ketika paman Grove baru beranjak dari ranjangnya. Untung orang suruhannya tepat waktu menjemput Aditya ke bandara."Maaf, aku terlalu lelah hingga sulit bangun cepat. Duduk dan segarkan dulu pagimu dengan kopi panas, aku membersihkan badan sebentar," ujar paman Grove meninggalkan Aditya yang berdiri di depan pintu kamarnya."Hmm, cepatlah!" sahut Aditya berpindah ke meja makan.Tangannya meraih gelas berisi kopi dan meneguknya seperempat gelas. Udara dingin karena musim hujan membuat suhu tubuhnya sedikit menggigil. Di luaran memang sangat dingin tadi. "Apa Tuan Collins mengizinkanmu kemari?" tanya paman Grove ikut duduk di samping Aditya."Kakek tidak jadi ke luar kota. Agaknya dia ada sedikit masalah dengan Tuan Barata."Masalah apa? Paman Grove mengerutkan kening. Tidak mungkin Tuan Collins mau melakukan permusuhan dengan Tuan Barata. Dia sangat membutuhkan bantuan Tuan Barata untuk kepentingan bisnisnya. "Kamu bercanda?" tanya paman Grove merasa
"Kamu pulanglah, perusahaan Adiguna Jaya membutuhkanmu. Aku bersama orang-orangku segera menyelidiki hubungan Hendra dan Selena. Yang aku butuhkan hanya dua hal, alamat rumah Hendra dan Selena tinggal dan gedung tempat pernikahan mereka sebelumnya!" ujar paman Grove percaya diri. "Hahk! Kalau aku tahu tidak perlu menyuruh orang-orang mu itu menyelidikinya," ketus Aditya menjawab.Paman Grove mendelik, menggeleng-gelengkan kepala guna memfokuskan pikirannya.Ahh, iya. Itu benar! Kalau Aditya bisa melakukannya kenapa meminta tolong padanya. Paman Grove menggaruk-garuk tengkuknya."Aku tetap di sini. Katakan saja ke Tuan Collins aku punya kesibukan di perusahaan Wiguna.""Tuan Collins memintamu ke perusahaan Adiguna Jaya. Akhir minggu ini beliau ke pertemuan bisnis dengan Tuan Barata. Jadi, tidak mungkin Julia yang memegang kendali perusahaan, Aditya.""Julia masih di perusahaan?""Iya, sampai kamu yang menyuruhnya keluar, itu katanya."Aditya terdiam. Dia butuh Selena kembali kepadan