Share

bab 4

Author: Ana Battosai
last update Last Updated: 2024-10-04 18:07:52

Sampai malam menjelang, Mas Panjul tidak kunjung datang ke rumah mama. Entah ke mana perginya suamiku itu. Pulang ke rumah, atau jangan-jangan malah pergi bersama pacar warianya.

Aku tidak bisa tinggal diam! Aku harus bertindak! Waria mana yang tidak bisa aku hadapi. Sekali tendang itu selangkangan, lumpuh sudah badan dia!

Berani coba? Sini maju!

Sampai pukul sembilan malam, akhirnya aku pulang ke rumah diantar sopir mama. Mama tentu tidak mengizinkan aku yang menantu kesayangannya pulang naik taksi. Tak lupa, saat aku hendak pulang, mama memberiku uang yang cukup banyak untuk membeli obat. Obat hasil rencana brilian mama untuk menyelamatkan rumah tangga kami.

“Mampir ke apotek ya, Pak.” Aku mengarahkan pak Alim untuk mampir ke apotek.

“Baik, Non.”

Mobil yang aku tumpangi pun berhenti di sebuah apotek yang cukup besar. Berharap obat itu dijual di sini.

Kakiku melangkah masuk dan disambut apoteker berseragam merah muda. Dua wanita itu berdiri dan tersenyum manis. “Ada yang bisa kami bantu, Bu.”

“Saya mau beli obat perangsang, Mbak. Apa di sini ada?”

Dua wanita cantik itu saling adu pandang, lalu keduanya kompak menatap ke arahku. Aku yang merasa diamati begitu tentu tidak nyaman. 

Apa salah dan dosaku sayang?

“Katanya merek Vigra bagus dan cepat reaksinya, ya?” tanyaku lagi, padahal pertanyaanku tadi tentang obat itu ada atau tidak belum dijawab.

“Maaf, Bu.”

“Saya sudah menikah. Obat itu buat suami saya, kok,” ucapku berusaha meyakinkan. 

Salah seorang apoteker itu membalikkan badan dan tangannya mencari sesuatu di rak yang menempel di dinding. Tak lama, sebuah kotak berwarna putih dan juga biru diberikan padaku.

Aku menerimanya dan langsung membayar. “Kembaliannya ambil aja. Terima kasih, ya,” ucapku dan langsung pergi dari sana.

Pak Alim langsung tancap gas saat aku sudah duduk kembali di jok belakang. Hatiku sedikit berdebar saat kepalaku membayangkan bagaimana reaksi Mas Panjul saat setelah minum obat perangsang ini.

Tidak minum obat saja dia jago, bagaimana jika kekuatannya bertambah dengan minum ini?

Aku membayangkan hal itu dengan bulu kuduk berdiri. Ngeri-ngeri sedap. Apa aku nanti bisa sanggup menghadapinya? Ah, elah. Kan, aku jadi deg-degan deh.

Aku memeriksa ponsel, tidak ada chat atau miskal dari suamiku. Entah ke mana perginya dia, padahal aku kangen dikirimi chat mesra darinya, tapi sekarang ponselku sepi kayak kuburan baru. 

Ponsel kembali aku masukkan ke dalam tas lalu merebahkan punggung di sandaran kursi dan dengan mata yang terpejam. Sebentar lagi akan sampai rumah, aku pun bertanya-tanya di mana keberadaan Mas Panjul. 

Aku membuka mata saat kurasakan mobil berhenti. Aku melirik jam di pergelangan tangan kiri, pukul sebelas kurang. Aku mengucapkan terima kasih pada Pak Alim karena sudah mengantarkan aku selamat sampai rumah. Sopir mama pun kembali pulang, karena memang mama menyediakan kamar khusus sopir di rumah.

Dengan jantung berdebar kencang aku pun melangkah masuk ke dalam rumah. Lampu teras dan lampu taman sudah menyala, itu pertanda Mas Panjul ada di rumah. Aku mengetuk pintu dan mengucapkan salam, lalu tak lama sosok lelaki yang aku rindukan seharian ini muncul dengan senyuman menghiasi wajahnya.

“Mas, Inah kangen!” seruku lalu menghambur ke dalam pelukannya. Mas Panjul mengusap punggungku lalu dengan sedikit menyeret agar masuk ke dalam.

“Mesra-mesranya di dalam aja, Sayang. Malu dilihat tetangga!” serunya dengan tangan kanan membalas pelukanku.

“Mas Panjul ke mana aja. Inah sama mama tungguin di rumah juga.” Aku melepas pelukannya dan menatap manik mata berwarna sedikit coklat itu.

“Habis jalan sama Jeni.” Mas Panjul menjawab enteng. Dia bahkan tidak peduli dengan hatiku. Jahat kamu, Mas!

“Mas Panjul lebih mentingin waria itu dari aku. Istri sah kamu! Tega kamu!” Aku berucap sambil memukul dada bidangnya. 

“Inah!” Mas Panjul mencekal lenganku, tapi segera aku tepis dan langsung berlari ke dalam kamar.

Aku mendengar langkah kakinya mengikuti dari belakang. Sampai di kamar, aku melempar tas ke kursi kayu dan merebahkan tubuh di kasur.

“Inah mandi dulu. Mas siapin air hangat ya buat kamu mandi,” ucap Mas Panjul sambil duduk di sebelahku.

“Nggak mau. Kalo Mas keberatan tidur sama aku yang nggak mandi. Mas bisa kok tidur di sofa, atau kamar tamu,” ucapku sambil meraih bantal guling lalu memeluknya.

“Tega banget, sih.”

Aku melempar bantal guling yang barusan aku peluk, lantas bangun dan duduk. Mas Panjul menatapku lekat, aku pun menatapnya dengan tatapan marah.

“Yang tega itu, Mas. Udah tau punya istri, masih selingkuh pula. Mending yang jadi selingkuhan itu wanita beneran. Lah, Mas selingkuh sama manusia jadi-jadian.”

“Namanya Jeni, Sayang.”

“Bodo amat!”

Aku berdiri meninggalkan Mas Panjul dan masuk ke kamar mandi. Cuci muka dan ganti baju tidur.

Dari tatapan mata Mas Panjul tadi, suamiku itu sepertinya sedang pengen. Tapi, sudah bisa dipastikan akan memakai pengaman juga. Itu artinya aku bakal tertunda punya anak.

Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa Mas Panjul jago ‘main dan bisa bikin aku gagal hamil sampai bertahun-tahun begini.

Ah, sudahlah. Aku lelah bermain dan berandai-andai dengan pikiranku sendiri. Yang harus aku lakukan adalah melaksanakan rancangan rencana dengan mama siang tadi. Aku pun bergegas membereskan membersihkan diri, mengenakan pakaian tidur yang seksi seperti biasanya dan segera keluar dari kamar mandi.

Di kasur, Mas Panjul sudah berbaring dengan kedua tangan menopang kepalanya. Mata lelaki itu sudah terpejam. Aku melihat dadanya bergerak naik turun perlahan membuat jantungku berdegup cukup kencang. Dada bidangnya memang selalu bisa menggoyahkan imanku.

Aku berjalan mendekati kasur, lalu berdiri di sebelah sisi di mana Mas Panjul berbaring.

“Mas, kalo mau tidur jangan di sini. Aku masih marah sama kamu, loh. Aku heran, kamu kenapa nggak mau tinggalin Jeni. Sebenarnya aku ini kurang apa di matamu!” seruku. 

Mas Panjul tetap diam dan tidak bergerak, bahkan sekarang terdengar suara dengkuran dari mulutnya.

Dia tidur benaran atau pura-pura, sih?

Aku coba kembali berbicara.

“Kalo emang Mas Panjul berat buat tinggalin Jeni, biar aku yang pergi!” seruku lagi. Kali ini bukan hanya ucapan, aku memutar badan dan hendak keluar kamar.

 Tiba-tiba ada dua tangan memeluk perutku, lalu dengan sigap meraih tubuhku dalam gendongannya. Mata kami beradu. Tatapan Mas Panjul selalu berhasil membuatku jatuh cinta lagi dan lagi.

Mas Panjul berjalan kembali mendekati ranjang, lalu merebahkan tubuhku di sana. Aku bergegas mengambil posisi duduk sebelum tubuhku diduduki olehnya.

“Kamu merencanakan apa sama mama?” tanya Mas Panjul.

Lah, dari mana dia tahu?

“M-maksud, Mas?” aku tergagap.

“Kamu sama mama merencanakan mau kasih aku obat perangsang?”

“Kok Mas tahu?”

“Ini!” serunya sambil memperlihatkan obat yang tadi aku beli.

“Mas geledah tas aku, ya?” tanyaku sedikit sewot.

“Tadi mama telepon ke ponsel kamu. Mas angkat teleponnya. Pas mau ditaro, Mas lihat ada ini.”

Aku diam. Semuanya hancur berantakan rencanaku.

“Kamu kan tahu Mas belum siap punya anak!” serunya.

“Mau sampai kapan, Mas? Kita menikah udah lama. Aku ini pengen jadi wanita seutuhnya. Punya suami juga anak. Tapi Mas selalu bilang nggak siap. Mas selalu nyuruh aku minum pil KB dan Mas pake pengaman. Itu bikin aku nggak nyaman!” seruku kesal. Tangisku pecah. Aku sudah nggak tahan dengan situasi ini.

“Inah ....”

“Kalo Mas belum siap punya anak dan memang berat buat tinggalin Jeni. Aku mau kita pisah!” seruku.

Related chapters

  • Pria yang Dicintai Suamiku    bab 5

    Mas Panjul memilih tidur di kamar tamu, aku pun tidur sendirian. Aku sendiri tidak tahu apa alasan Mas Panjul berat untuk meninggalkan Jeni, sebegitu cinta mati ‘kah suamiku pada manusia itu?Aku harus bagaimana, Tuhan!Aku melirik jam di dinding, pukul dua malam. Aku meraih sweater yang tergantung di belakang pintu, lantas keluar kamar, lalu masuk ke kamar di mana suamiku tidur.Aku membuka pintu perlahan dan mataku menangkap sesuatu yang membuatku takjub. Suamiku tengah duduk bersimpuh di atas sajadahnya.Tenang saja, dia mengenakan sarung dan peci, tidak mukena seperti yang ia pakai dulu.Mas Panjul sepertinya menyadari kehadiranku yang masih berdiri di ambang pintu. Lelaki itu menyudahi berdoa lalu berjalan mendekat ke arahku. Aku tergagap dan segera menutup pintu kembali, tapi terlambat, tanganku dicekalnya lalu ditariknya masuk kamar.Pintu ditutup!“M-mas ....” Aku tertegun, suaraku seolah tercekat. Begitu terkejutnya aku melihat suamiku berpakaian mengagumkan begini.“Istriku

    Last Updated : 2024-10-04
  • Pria yang Dicintai Suamiku    bab. 6

    Aku menatap langit-langit kamar, badanku rasanya lelah karena Mas Panjul benar-benar membuatku kewalahan. Aku tak menyangka jika dirinya bisa seganas itu. Mas Panjul masih tidur di sebelahku, terdengar dari suara dengkurannya yang keras. Mataku melirik jam dinding, pukul sebelas siang dan perutku lapar.Aku menyibak sedikit selimut yang menutupi badan lalu meraih pakaian yang tergeletak di lantai dan bergegas mengenakannya. Beranjak keluar kamar menuju dapur, memasak sesuatu yang bisa kami makan dan sepertinya Mas Panjul pun akan lapar jika sudah bangun.Rasa pusing yang tadi aku rasakan sedikit hilang dan kini aku berada di dapur, mengisi wadah rice cooker dengan beras lalu menyalakan tombol cook. Aku membuka lemari es dan mengambil beberapa sayuran dan bumbu, juga beberapa butir telur yang nanti akan aku dadar.Saat tubuhku berhadapan dengan kompor dan wajan, sebuah lengan memeluk erat, napasnya terasa hangat di telinga.“Kok udah bangun, sih, Sayang.” Mas Panjul mulai menciumi lehe

    Last Updated : 2024-10-07
  • Pria yang Dicintai Suamiku    bab 7

    Pulang dari dokter, kami bergegas menuju rumah Mama, ingin memberitahukan segera kabar bahagia ini. Harapan Mama untuk bisa menimang cucu akan terwujud dalam waktu dekat.Pukul sebelas siang kami sampai di rumah Mama, beliau tengah merapikan tanaman kesayangannya yang ada di dalam pot yang berjejer di teras saat kami baru tiba. Mama menghentikan aktivitasnya dan bergegas memelukku seperti biasa.“Kok tumbenan, Panjul, kamu nggak kerja?” tanya Mama karena melihat Mas Panjul berkeliaran di hari kerja.“Masuk dulu, yuk, Ma, ada yang pengen kami sampaikan,” ucapku pada Mama. Kami pun masuk dan duduk di ruang tengah. “Ada apa?” tanya Mama terlihat penasaran. Aku dan Mas Panjul saling menatap, bingung harus bagaimana cara menyampaikan kabar gembira ini.“Kalian lagi nggak berantem dan berencana pengen pisah, kan?” ucap Mama asal menebak.“Bukan!” seruku dan Mas Panjul berbarengan.“Ya udah. Lantas kenapa?”“Inah hamil, Ma. Mama sebentar lagi bakal punya cucu,” ucapku lantang.Wajah Mama y

    Last Updated : 2024-10-08
  • Pria yang Dicintai Suamiku    bab. 8

    Tok ... tok ... tok ....Ck, siapa sih yang bertamu malam-malam begini. Pake ngetuk pintu segala lagi. Padahal, di sana ada bel yang masih normal yang bisa digunakan. Ganggu acara makan malam romantisku sama Mas Panjul.Mas Panjul bangun dan berjalan ke arah pintu, lantas membukanya. Aku menoleh karena penasaran siapa tamu yang datang malam begini. Pizza di tangan mendadak terjatuh dari genggaman saat mata ini menatap tamu tak diundang itu.Jeni!Aku bangkit dan buru-buru menyusul Mas Panjul.“Ngapain kamu ke sini? Mau ikut makan pizza? Eh, bentar, pizza nya belum aku campur racun. Nanti kamu tunggu dulu di luar, aku kasih racun dulu buat kamu!” seruku kesal. Bisa-bisanya dia datang ke sini sendirian.Wajah Jeni yang cantik terlihat takut mendengar ucapanku barusan, wajahnya menunduk karena takut aku memelototi dirinya. Heran aku tuh, Jeni itu kan laki-laki, masa iya takut sama perempuan kayak aku sih. Lagian, meskipun wajah Jeni cantik, tapi otot lengannya yang terlihat kekar, bisa t

    Last Updated : 2024-10-09
  • Pria yang Dicintai Suamiku    bab 9

    Miss Angelita, adalah ibu dari Jeni. Menurut penjelasan Mas Panjul, Jeni tumbuh di keluarga yang harmonis dan berada. Kekayaannya sungguh di luar dugaan, ayah Jeni adalah seorang pengusaha kondang yang memiliki saham di berbagai daerah, termasuk investor besar di perusahaan Mas Panjul. Sepertinya, jalan untuk menyelamatkan suamiku akan sulit. Tapi, sesulit apa pun itu, aku harus membebaskan Mas Panjul dari jerat orang tua Jeni.Entah kenapa, aku masih bisa percaya seratus persen pada Mas Panjul, meski pun dia sudah berulang kali menjalin hubungan dengan Jeni, aku tetap yakin jika suamiku itu sudah normal. Buktinya, dia sudah berhasil membuat aku hamil. Kalau pun Mas Panjul masih kemayu dan homo, dia tidak mungkin bergairah dengan sentuhanku. Maka dari itu, saat Mas Panjul menjelaskan kebenarannya, aku benar-benar percaya padanya.Pak Dewa dan Miss Angelita ternyata mengekang Mas Panjul, dan memaksanya agar mau menikahi Jeni dan mengancam akan mencabut investasi saham yang sudah ditan

    Last Updated : 2024-10-11
  • Pria yang Dicintai Suamiku    bab 10

    Aku masih duduk termenung, memikirkan cara agar bisa masuk ke rumah mewah milik Miss Angelita. Pasalnya, rumah itu berada di sebuah perumahan elite yang penjagaannya pasti sangat ketat, dan tidak sembarangan orang bisa masuk ke sana. Aku memegang kening yang terasa pusing, pusing memikirkan masalah Mas Panjul, juga pusing karena bawaan bayi karena sudah memasuki trimester kedua. Untungnya saja, kehamilan ini tidak terlalu membuatku kepayahan karena ngidam, tapi anak yang ada di dalam perutku bisa diajak bekerja sama. Saat sedang memikirkan cara untuk mencari jalan keluar, bel rumah ditekan dua kali. Batinku bertanya-tanya, siapa tamu yang datang pagi ini. Kalau pun itu Mama, beliau pasti akan mengabari jika akan datang berkunjung.Aku berjalan mendekati pintu, lalu membukanya. Mataku terbelalak saat melihat siapa yang datang. Dia Sonia, adik Mas Panjul. Mas Panjul memiliki dua orang adik, Sonia dan Soni, mereka kembar dan sekarang sudah sama-sama memiliki keluarga masing-masing.“Mba

    Last Updated : 2024-10-12
  • Pria yang Dicintai Suamiku    bab 11

    Tanganku mengepal kuat, menahan amarah yang datang tiba-tiba. Jantungku pun berdetak kencang, amarahku naik sampai ubun-ubun. Tapi aku harus bisa menahan ini, aku tidak mau membuat Sonia khawatir, apa lagi jika sampai aku memberitahukan masalah Jeni, malah nanti Sonia ngadu ke Mama. Aku nggak mau bikin Mama khawatir dan masalah ini jadi tambah runyam. Jadi sebisa mungkin, aku yang akan menghandle masalah ini sampai akhir.Aku tidak lagi menimpali ucapan Sonia, ia kini menutup toples kaca itu dan menyudahi ritual ngemilnya. Jus jeruk buatanku pun habis. Dia kini sedang menerima panggilan telepon.“Iya, Mas. Ini aku jalan sekarang.”“Lagi di rumah Mbak Inah, Mas!”“Iya, oke. Aku jalan sekarang. Bye!”Begitu ucapan Sonia. Usai menutup panggilan telepon, Sonia pun pamit pulang. Katanya ada hal urgen dan mau ketemu sama sang suami di kantornya. Aku pun melepas kepergian Sonia, padahal aku berharap dia akan menginap malam ini, atau setidaknya dia akan berada di sini sampai sore dan mau mene

    Last Updated : 2024-10-14
  • Pria yang Dicintai Suamiku    bab 12

    Beberapa hari menginap di rumah Mama membuatku merasa nyaman dan melupakan sejenak masalahku dengan Mas Panjul. Meskipun kini aku harus sadar dan siap-siap untuk kenyataan pahit jika suatu saat nanti memang benar Mas Panjul kembali menjadi dirinya yang seorang waria dan menikah dengan Jeni. Yah, aku kini tahu, jika selama ini apa yang dia katakan tentang masa lalu Jeni, juga tentang keadaan Jeni semuanya palsu, itu hanya alibi suamiku agar bisa leluasa bertemu dengan Jeni.Dewi dan Sonia, mereka adalah ipar yang sangat baik. Bahkan mereka sudah menyiapkan beberapa printilan bayi yang sangat lucu. Padahal USG untuk mengetahui jenis kelamin bayinya saja belum dilakukan karena Mas Panjul yang sibuk kerja, atau sibuk dengan Jeni. Tapi, aku kini tidak mau mempermasalahkan suamiku yang hati dan pikirannya sudah kembali belok ke masa kelamnya dulu, aku sudah muak dan aku sudah tidak peduli lagi.Aku masih diam dan berpura-pura tidak terjadi apa-apa di depan Mama, bahkan saat Mas Panjul menje

    Last Updated : 2024-11-14

Latest chapter

  • Pria yang Dicintai Suamiku    The End

    Riyanto menatapku yang sedang melihat ke arahnya. Bibirku mengatup, kehabisan kata-kata. “M-mas Panjul ... dia kenapa?”Aku mengalihkan pandangan ke arah lain, rasanya aku tidak sanggup menatap mata Riyanto berlama-lama. “Dia kena sifilis ... hampir setengah tahun ini dia bolak-balik ke rumah sakit ini untuk memeriksakan sakitnya, apakah dia bisa sembuh atau tidak. Juga dia terkena ambeien parah. Anusnya robek dan terkena infeksi sampai mengeluarkan darah dan nanah, dan ....”Aku menatap Riyanto tajam. “Cukup, To ... aku nggak sanggup dengar penjelasan itu lagi ....”“Panjul sakit, Inah ....”“Apa Mama tahu soal sakitnya?”“Iya ... Panjul sering datang ke sini bersama Mama.”Aku bersyukur, mertuaku masih peduli pada anaknya yang meskipun Mas Panjul sudah mengecewakan Mama. Dan aku selalu berharap, Mas Panjul bertobat.“Lalu ... aku harus apa? Dia sakit karena ulahnya sendiri. Dan bukan kewajibanku merawatnya, Panjul bukan lagi suamiku.”“Aku hanya memberitahumu, Inah. Aku harap, kamu

  • Pria yang Dicintai Suamiku    kabar mantan suamiku

    Aku menggendong Ameena, kupeluk erat bayiku yang tertidur. Sementara bibi membawa tas berisi perlengkapan Ameena. Rasa khawatirku semakin tinggi saat taksi yang kami tumpangi bertemu jalanan yang cukup padat oleh kendaraan.“Kok berhenti, Pak?” tanyaku untuk memastikan kenapa tiba-tiba taksi yang kami tumpangi malah tidak bergerak.“Di depan macet, Bu. Kayaknya ada kecelakaan!” seru laki-laki yang mengenakan seragam taksi berwarna biru muda.“Apa nggak bisa cari jalan alternatif, Pak. Ini saya harus buru-buru ke rumah sakit. Anak saya demam.”“Duh, susah, Bu. Maaf. Ini jalur padat setiap hari, Bu. Jadi agak sulit menemukan jalan yang agak longgar.”Bagaimana ini? Demam Ameena belum juga turun, mau turun dari taksi, rasanya juga percuma. Di daerah sini tidak terlihat adanya klinik atau gedung kesehatan. Akhirnya, aku pasrah dan tetap berdiam diri di dalam taksi. Sambil berdoa, semoga saja jalanan lekas kembali lancar.Sepuluh menit kemudian jalanan kembali lancar dan taksi pun kembali

  • Pria yang Dicintai Suamiku    satu tahun kemudian

    Satu tahun berlalu dan hidupku baik-baik saja meski tanpa memiliki seorang suami. Mama mencurahkan kasih sayangnya padaku dan juga Ameena. Aku tidak merasa kekurangan di sini, aku seperti memiliki sebuah keluarga yang lengkap dan aku tidak menginginkan apa-apa lagi.Ameena tumbuh dengan sangat baik, Mama bahkan membuatkan sebuah tabungan untuk masa depannya. Mama berkata, usia seseorang tidak ada yang tahu, jadi beliau memutuskan membuatkan tabungan untuk masa depan cucunya itu sebelum Mama meninggal, kalimatnya membuatku sedih. Bahkan Soni dan Sonia ikut menyumbang juga, mereka pun berharap agar keponakannya itu bisa hidup dengan layak dan sekolah sampai sarjana dan mampu menggapai cita-citanya.Ya Allah ... terima kasih Engkau berikan aku keluarga yang baik seperti mereka.Aku berdiri memandangi kamar di mana pertama kali aku tidur di rumah ini. Kamar pengantin bersama laki-laki yang kini entah di mana rimbanya. Sejak resmi bercerai, Mas Panjul tidak pernah lagi terlihat batang hidu

  • Pria yang Dicintai Suamiku    mertua terbaik

    Satu hal yang aku kagumi dari sosok Riyanto. Dia masih peduli pada adik dan orang tuanya di kampung. Pernah aku bertanya padanya, tentang orang tuanya. Dan dia berkata bahwa mereka tidak keberatan dengan sosoknya yang menjadi waria. Orang tua Riyanto menganggap pekerjaan itu tetap halal karena tidak merugikan orang lain. Setelah Riyanto pulang, aku pun pulang karena sopir Mama sudah berada di parkiran lagi.Sepanjang perjalanan, otakku terus berpikir tentang apa yang harus aku lakukan sekarang. Soal mencari pekerjaan, aku sendiri bingung karena sejak menikah aku selalu dimanjakan oleh Mas Panjul. Pun dengan Mama, beliau selalu memenuhi kebutuhanku sampai aku terus merasa bergantung pada mereka. Dan saat ini, aku bingung mencari solusi. Bagaimana aku mau mencari pekerjaan, aku tidak punya pengalaman apa-apa.Aku menyandarkan kepala pada sandaran kursi, memejamkan mata sejenak karena sakit kepala yang mendera secara tiba-tiba. Jalanan yang sedikit macet membuat jarak tempuh menuju rumah

  • Pria yang Dicintai Suamiku    resmi bercerai

    Aku memandangi kertas berwarna putih dengan aksen kuning yang tergeletak di atas meja, kertas itu bertuliskan AKTA CERAI. Yah, aku dan Mas Panjul sudah resmi berpisah, Mama yang mengurus semua itu. Meskipun Mas Panjul dengan wajah memelas dan memohon agar aku mengurungkan niat untuk mengajukan gugatan, aku akan tetap pada pendirian karena laki-laki itu pun tetap berat melepaskan Jeni. Jadi sudah aku putuskan untuk tetap melangkah maju untuk bercerai. Tapi, aku tetap dipaksa tinggal di rumah Mama, karena dirinya tidak mau berpisah dengan cucu kesayangannya. Ada satu syarat yang aku berikan pada Mama jika aku mau tetap berada di sini. Yaitu, aku tidak ingin melihat mantan suamiku itu berkeliaran di sekitarku. Dan Mama mengabulkan permintaanku, Mama mengusir Mas Panjul dan dirinya dilarang menginjakkan kakinya di rumah ini. Aku sudah tidak ingin memikirkan rumah yang dulu pernah ditempati olehku dan Mas Panjul. Meskipun rumah itu dibeli oleh Mama atas namaku, karena itu pemberian hadia

  • Pria yang Dicintai Suamiku    maaf untukmu sudah mati

    Satu minggu berlalu, Riyanto belum juga memberikan kabar. Pun dengan Bu Angelita dan Pak Dewa, semuanya tidak ada satu pun yang mengabarkan padaku tentang Mas Panjul atau Jeni.Di saat aku yang semakin gelisah, ponselku berdering. Panggilan dari Riyanto.“Iya, To ... gimana?” tanyaku tidak sabaran.“Sukses, Ciinnnn ... eyke sudah sama mereka. Sama Bu Angelita dan Pak Dewa.”“Hah! Kamu sama mereka? Kok bisa?”“Kan yey yang ngasih nomor eyke ke Bu Angelita. Gimana sih, Inah. Yey lupita?” Suara Riyanto terdengar kesal.Aduh, bagaimana aku bisa lupa. “Terus gimana?” “Kamu ke sini aja, ke rumah kamu yang lama.”“Oke ....”Aku menutup panggilan dan minta izin pada Mama, sekaligus minta tolong agar menjaga Ameena sementara dirinya pergi. Setelah diizinkan, aku pun berangkat, tentunya diantar oleh sopir pribadi Mama.Isi kepalaku dipenuhi banyak tanya, apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa Mas Panjul begitu berat melepaskan Jeni. Apakah hatinya sudah gelap sehingga tidak bisa menemukan jalan

  • Pria yang Dicintai Suamiku    tidak ada maaf untukmu

    Sebagai ucapan terima kasih, Bu Angelita dan Pak Dewa membelikan banyak buah tangan saat kami pulang menuju Jakarta. Bahkan Pak Dewa membayarkan vila yang disewa Mama. Ternyata, tempat itu milik Pak Dewa sendiri, beliau bahkan memberikan lima lembar voucher gratis menginap selama satu minggu, unlimited. Artinya bisa digunakan kapan saja jika aku ingin menginap di sana lagi. Awalnya aku keberatan dengan semua pemberian itu, karena aku belum melakukan apa-apa untuk mereka, tapi sepasang suami-istri itu memaksaku agar bersedia menerima, jadi akhirnya lima voucher itu aku kantongi. Setelah sampai di rumah Mama bertanya tentang obrolanku dengan Bu Angelita. “Mereka ingin membawa pulang Jeni, Ma.”“Loh, bukannya mereka merestui hubungan Panjul dan Jeni?”Aku menggelengkan kepala. “Nggak, Ma. Justru mereka ingin membawa Jeni pulang agar bisa ditangani oleh dokter. Orang tua mana yang hatinya tidak hancur ketika anak laki-lakinya justru berperangai seperti perempuan. Bu Angelita sedih, kare

  • Pria yang Dicintai Suamiku    di mana

    Sesuai rencana Mama, hari ini kami sudah bersiap-siap menuju puncak. Sengaja mengambil jalan pagi hari supaya sampai di vila sore harinya dan bisa menikmati view sunset dari puncak gunung. Mama menyewa vila tipe presiden swite, itu setara dengan kamar hotel bintang lima di kota. Kamarnya luas, dengan pemandangan langsung pada hamparan kebun teh. Aroma daun teh yang masih segar memasuki rongga hidung saat jendela kubuka. Mama langsung menghambur ke paviliun, ia memejamkan matanya, sambil sesekali menarik nafas panjang-panjang.Mama mengajak bibi liburan bersama kami, dia sedang menidurkan Ameena di kasur. Aku berdiri di sebelah kanan Mama, mengikut jejaknya memejamkan mata sambil menghirup udara segar puncak.“Rasanya tenang ya, Inah!” seru Mama. Aku membuka mata, rupanya Mama berbicara masih dengan posisi memejamkan mata. Aku kembali menutup mata, sambil mengatakan ya.“Masih banyak hal yang perlu kita syukuri. Jangan pernah merasa sedih saat Allah mengambil satu nikmat dari kehidupan

  • Pria yang Dicintai Suamiku    Bu Angelita

    Sudah satu minggu aku didera sakit kepala hebat. Bagaimana tidak, aku yang harus terbangun tiap malam untuk menyusui Ameena, ditambah masalah dengan Mas Panjul yang tidak mau melepaskan Jeni, membuatku nyaris tidak bisa memejamkan mata barang sebentar saja. Meski begitu, aku beruntung memiliki mertua sebaik Mama, beliau tidak merasa keberatan jika aku meminta bantuannya menemani Ameena. Bahkan, sering tanpa aku minta, Mama sudah berada di kamarku dan tidur bersama kami.Sementara Mas Panjul, sejak kejadian itu dirinya diusir oleh Mama. Laki-laki itu bahkan dilarang datang ke rumah ini meski hanya untuk sekadar berkunjung melihat Ameena. Sakit hati seorang ibu terhadap anak yang disayanginya membuat Mama terkadang sering melamun, sungguh aku tidak tega melihatnya sering bengong. Wanita sebaik Mama, kenapa harus mendapatkan cobaan seberat ini.“Bengong terus, Sayang. Masih mikirin Panjul?” tanya mama saat melihatku duduk sendirian di taman belakang rumah. Aku biasanya duduk berlama-lama

DMCA.com Protection Status