Kadang apa yang terjadi tidak sesuai yang kita rencankan. Namun lebih sering lagi, apa yang sudah menjadi kenyataan tidak sesuai keinginan. Manusia hanya bisa merencanakan tapi Tuhanlah yang menentukan. Kadang apa yang kita rasa baik belum tentu itu baik untuk kita ke depannya. Dan justru sebaliknya, apa yang kita rasa buruk belum tentu itu buruk untuk kita ke depannya. Boleh jadi yang terbaik memang yang kebalikannya, meski tidak selalu seperti itu.
Apa artinya terlambat? Apakah sesuatu itu akan gagal jadinya meski hanya terlambat sesaat saja? Siapa yang disalahkan atas keterlambatan ini? Apakah salah jika menunda sehingga terlambat untuk alasan lebih mempersiapkan diri?
Ada apa dengan hidupku ini? Khususnya dalam urusan asmara dan perasaan. Kenapa hingga sekarang belum menemukan tempat pemberhentiannya? Apakah disebabkan karena dosa dan kesalahan masa lalu? Apakah karena Tuhan memiliki maksud lain untuk mengajarkanku satu hal penting dalam hidup?
Maria, Pak He
Jika aku setuju dengan keputusan Pak Herman, itu artinya aku akan menambah beban kesalahan di pundakku. Bagaimana rasanya hati pemuda itu yang sudah beritikad baik datang bersama keluarganya untuk melamar Maria? Bagaimana perasaan orang tuanya yang barangkali sedang mempersiapkannya dan menunggu hari bahagia anaknya yang mungkin sangat ditunggu sejak lama? Bagaimana dengan undangan pernikahan yang mungkin sudah menyebar luas dan menunggu hari H nya saja? Jika benar ini dibatalkan tentu akan sangat menguntungkanku dan Maria, tapi bagaimana dengan pemuda itu dan keluarganya yang sejak awal sudah baik-baik serta tak ada masalah apapun. Sementara diriku, pernah bikin ulah dengan selalu menghindari perjodohan dengan Maria. Ini semua salahku. Kenapa dulu menyia-nyiakan gadis sebaik Maria. Kenapa aku masih saja keras kepala padahal Sheily sudah memberi aba-aba. Kenapa aku lebih memilih Shopia yang ujungnya menyesal dan kecewa dari pada Maria yang sudah terbukti mencintaiku
Niat maksud ingin meringankan beban kesedihan dengan menghubungi Sheily eh kesedihan itu malah bertambah-tambah.Dengan semua yang telah aku alami, ditambah perginya Sheily dari perusahaan seandainya benar ia resign, rasanya aku juga ingin berhenti. Keinginan yang bisa kupertimbangkan jika diperlukan.**Malam ini aku urungkan untuk menelpon Sheily. Aku putuskan besok saja sekalian di kantor biar langsung membicarakannya dan jika memungkinkan, aku akan mencegahnya keluar. Ia sudah kuanggap lebih dari teman curhat, bawahanku, tapi seperti adik perempuanku sendiri meski sejatinya aku tidak memiliki adik perempuan.Esok paginya begitu aku tiba di kantor Sheily memberitahuku kalau aku diminta Pak Komisaris datang ke ruangannya. Ada hal penting yang ingin disampaikan. Ia senang sekali melihatku sudah membaik dan kembali masuk kantor. Berulang kali aku ucapkan terima kasih atas kontribusinya membantuku selama sakit.Sheily tak sedikitpun menying
Sudah lama aku tidak ke tempat favoritku dan ayah. Pengen sebenarnya tapi sering tidak ada kesempatan. Aku masih ingat dulu waktu masih kecil. Setidaknya seminggu sekali aku dibawa ke tempat itu sampai aku bosan. Tapi setelah lama berhenti karena bosan tiba-tiba ingin lagi dan rutin lagi hingga bosen lagi. Entah berapa kali pola itu terus berputar hingga hari ini ketika aku sudah dewasa aku tengah merindukan tempat itu lagi.“Aku masih di kantor Yah. Gak kekejar kalau pulang sekarang lalu ke tempat itu. Keburu kemalaman dan tidak dapat tempat duduk seperti yang sudah-sudah kalau berangkat terlalu malam. Kenapa tidak kasih tahunya pagi yah?”“Ayah baru pengennya sore Vid. Dan kukira kamu langsung pulang.”“Kalau misalnya ditunda bagaimana? Nanti kita pergi bareng sekalian sama ibu deh.”“Baiklah kalau gitu. Tambah satu lagi deh yang ikut.”“Siapa yah? Mpok Yanti?”“Ya istrimu l
Syukurlah ayah hanya mengigau kecil dan kembali tertidur. Artinya aku bisa dengan leluasa membaca catatan demi catatan yang ditulis ayah di buku yang dari sampulnya itu sudah lusuh. Dan tinta yang tergores seolah memberi tahu kalau tulisan-tulisan itu sudah sangat lama ditorehkan ke atas kertas yang juga sudah lusuh.Dengan rasa penasaran yang tinggi aku buka kembali catatan sakral milik ayah.Hari dan Bulan Kenangan di Tahun KeindahanBetapa membahagiakannya hari ini. Seolah tiada hari yang lebih bahagia dari hari ini. Satu perasaan yang mengusap kesedihan di relung jiwa berhasil membuatku tersenyum bahagia tanpa harus bersuara. Satu rasa yang kuperoleh dari senyum polos malaikat kecilku saat pagi tadi ia meng
Suatu Siang Bolong yang Membakar Panas HatikuTerik mentari laksana nyala api neraka yang menjilat hamparan bumi. Gerah dan panas tak tertahankan namun itu tak lebih panas dari panasnya hatiku. Bagaimana tidak? Anak yang sedari ia tak mengenal dan tak bisa apapun hingga ia sehabat saat ini membentakku. Memang aku siapanya? Apakah aku musuhnya? Orang yang selama ini menganggu ketenangannya? Hatiku memerah dan panas luar biasa. Sakitnya tak mampun digambarkan hanya dengan kata ataupun suara. Kenapa ia membentakku, dan apa salahku?Padahal keinginanku hanya sederhana. Mengabarkan rencana memancing yang sudah lama dijanjikan tapi ketika kusinggung ia selalu beralasan. Bukankah re
Hari yang kunantikan atas jawaban Tuhan.Terima kasih Tuhan. Terima kasih atas doa-doa yang selama ini tak pernah berhenti terpanjat untuk perubahan anak lelakiku. Baru-baru ini hamba sering mendapatinya berubah dengan perubahan yang hamba inginkan. Memang tidaklah banyak dan langsung melainkan perlahan. Tapi satu perubahan yang perlahan itu meskipun sedikit sudah amat sangat membuat hamba lega dan senangnya luar biasa. Terima kasih atas nikmat ini Tuhan.. Kali ini ia sudah mau duduk bersama untuk sarapan pagi atau makan malam. Kali ini ia sudah mau duduk di ruang tamu untuk berdiskusi dan mengobrol banyak denganku bahkan ia tak pernah lagi membentakku dan berkata kasar. Apa artinya ini jika bukan doa yang terkabulkan? Bukankah inilah selama ini yang kuharap dan kuperjuangkan?Terima kasih atas perubahan yang ada dalam dirinya. Atas rasa syukur itu hamba akan berusaha menjadi ayah yang lebih baik
Rupanya dalam banyak hal detail ayah selalu memantau dan peduli. Aku tidak menyangka ayah masih mau melakukan itu padaku. Dan hebatnya lagi ayah tidak memaksa melainkan memberikan pilihan atas keputusan itu. Jika seperti itu aku sama sekali tidak tertekan dan sebal. Justru malah akan mempertimbangkan tawaran ayah.Ibu menolak untuk menjawab siapa dia. Selain, ibu juga tidak tahu karena ayah sengaja tidak memberi tahu namanya, beliau menyarankan untuk menanyakannya langsung kepada ayah saja.“Biar jadi kejutan. Bukankah kamu suka sekali memberi dan diberi kejutan?”Demikian alasan ibu. Aku tak masalah. Tak beberapa lama kemudian ibu izin melanjutkan istirahatnya. Ia bermaksud membangunkan ayah tapi aku cegah dan memohon biar aku saja yang membangunkannya. “Biar aku saja bu yang membangunkannya.” Ibu tak keberatan dan segera masuk kamar. Sebelum masuk kamar aku minta tolong ibu untuk menyimpan di kulkas makanan favorit yang baru saja aku be
Duh! Bentrok lagi acaranya. Kalau jadi ke acara reuni itu tentu akan menggagalkan acaraku dengan ayah. Tapi jika tidak datang eman juga. Karena bertemu dengan teman-teman seperjuangan waktu masih sekolah dulu itu jarang-jarang. Secepat-cepatnya paling setahun sekali. Momentum yang sangat ditunggu-tunggu ini sayang banget jika dilewatkan. Namun semuanya terserah ayah. Aku tidak mau mendesak apalagi memaksanya.Kadang pengorbanan yang sudah kita siapkan bisa berjalan tidak mulus. Tapi kita harus ikhlas.“Memang acara apa Bu? Penting tidak?”“Reuni teman-teman SMA. Sudah lama nih tidak ngumpul. Tapi ayah gimana? Mau tetap pergi ke acara reuni atau ikut ajakan David. Bagas teman ayah yang dulu suka main kesini sudah nanyain lho.” Ayah yang ditanya, tanpa berpikir panjang segera memberi jawaban yang mengejutkanku.“Ikut David saja.” Sesingkat itu. Kalimat singkat yang membuatku terharu.“Makasih Yah,&rd