Syukurlah ayah hanya mengigau kecil dan kembali tertidur. Artinya aku bisa dengan leluasa membaca catatan demi catatan yang ditulis ayah di buku yang dari sampulnya itu sudah lusuh. Dan tinta yang tergores seolah memberi tahu kalau tulisan-tulisan itu sudah sangat lama ditorehkan ke atas kertas yang juga sudah lusuh.
Dengan rasa penasaran yang tinggi aku buka kembali catatan sakral milik ayah.
Hari dan Bulan Kenangan di Tahun Keindahan
Betapa membahagiakannya hari ini. Seolah tiada hari yang lebih bahagia dari hari ini. Satu perasaan yang mengusap kesedihan di relung jiwa berhasil membuatku tersenyum bahagia tanpa harus bersuara. Satu rasa yang kuperoleh dari senyum polos malaikat kecilku saat pagi tadi ia meng
Suatu Siang Bolong yang Membakar Panas HatikuTerik mentari laksana nyala api neraka yang menjilat hamparan bumi. Gerah dan panas tak tertahankan namun itu tak lebih panas dari panasnya hatiku. Bagaimana tidak? Anak yang sedari ia tak mengenal dan tak bisa apapun hingga ia sehabat saat ini membentakku. Memang aku siapanya? Apakah aku musuhnya? Orang yang selama ini menganggu ketenangannya? Hatiku memerah dan panas luar biasa. Sakitnya tak mampun digambarkan hanya dengan kata ataupun suara. Kenapa ia membentakku, dan apa salahku?Padahal keinginanku hanya sederhana. Mengabarkan rencana memancing yang sudah lama dijanjikan tapi ketika kusinggung ia selalu beralasan. Bukankah re
Hari yang kunantikan atas jawaban Tuhan.Terima kasih Tuhan. Terima kasih atas doa-doa yang selama ini tak pernah berhenti terpanjat untuk perubahan anak lelakiku. Baru-baru ini hamba sering mendapatinya berubah dengan perubahan yang hamba inginkan. Memang tidaklah banyak dan langsung melainkan perlahan. Tapi satu perubahan yang perlahan itu meskipun sedikit sudah amat sangat membuat hamba lega dan senangnya luar biasa. Terima kasih atas nikmat ini Tuhan.. Kali ini ia sudah mau duduk bersama untuk sarapan pagi atau makan malam. Kali ini ia sudah mau duduk di ruang tamu untuk berdiskusi dan mengobrol banyak denganku bahkan ia tak pernah lagi membentakku dan berkata kasar. Apa artinya ini jika bukan doa yang terkabulkan? Bukankah inilah selama ini yang kuharap dan kuperjuangkan?Terima kasih atas perubahan yang ada dalam dirinya. Atas rasa syukur itu hamba akan berusaha menjadi ayah yang lebih baik
Rupanya dalam banyak hal detail ayah selalu memantau dan peduli. Aku tidak menyangka ayah masih mau melakukan itu padaku. Dan hebatnya lagi ayah tidak memaksa melainkan memberikan pilihan atas keputusan itu. Jika seperti itu aku sama sekali tidak tertekan dan sebal. Justru malah akan mempertimbangkan tawaran ayah.Ibu menolak untuk menjawab siapa dia. Selain, ibu juga tidak tahu karena ayah sengaja tidak memberi tahu namanya, beliau menyarankan untuk menanyakannya langsung kepada ayah saja.“Biar jadi kejutan. Bukankah kamu suka sekali memberi dan diberi kejutan?”Demikian alasan ibu. Aku tak masalah. Tak beberapa lama kemudian ibu izin melanjutkan istirahatnya. Ia bermaksud membangunkan ayah tapi aku cegah dan memohon biar aku saja yang membangunkannya. “Biar aku saja bu yang membangunkannya.” Ibu tak keberatan dan segera masuk kamar. Sebelum masuk kamar aku minta tolong ibu untuk menyimpan di kulkas makanan favorit yang baru saja aku be
Duh! Bentrok lagi acaranya. Kalau jadi ke acara reuni itu tentu akan menggagalkan acaraku dengan ayah. Tapi jika tidak datang eman juga. Karena bertemu dengan teman-teman seperjuangan waktu masih sekolah dulu itu jarang-jarang. Secepat-cepatnya paling setahun sekali. Momentum yang sangat ditunggu-tunggu ini sayang banget jika dilewatkan. Namun semuanya terserah ayah. Aku tidak mau mendesak apalagi memaksanya.Kadang pengorbanan yang sudah kita siapkan bisa berjalan tidak mulus. Tapi kita harus ikhlas.“Memang acara apa Bu? Penting tidak?”“Reuni teman-teman SMA. Sudah lama nih tidak ngumpul. Tapi ayah gimana? Mau tetap pergi ke acara reuni atau ikut ajakan David. Bagas teman ayah yang dulu suka main kesini sudah nanyain lho.” Ayah yang ditanya, tanpa berpikir panjang segera memberi jawaban yang mengejutkanku.“Ikut David saja.” Sesingkat itu. Kalimat singkat yang membuatku terharu.“Makasih Yah,&rd
Siapa wanita pilihan ayah untukku itu? apakah aku mengenalnya? Apakah dia juga mengenalku? Ayah menjelaskan perihal ini dengan seolah-olah kami sudah saling kenal. Tapi siapa? Aku mencoba mengingat wanita-wanita yang kukenal dan ayah juga mengenalnya serta cocok dengan ciri-ciri yang ayah maksudkan. Namun belum sempat aku berhasil mengingatnya ayah sudah keburu bersuara.“Apakah kamu tidak memperhatikan siapa wanita yang selama ini menemanimu dari sebelum kau mengenal Renata sampai kau menyesali perbuatanmu dengan Maria? Tidakkah kamu sadar wanita baik itu sering ada di saat kau membutuhkan? Tidakkah kamu perhatikan wanita hebat ini semakin kesini mulai menunjukkan maksudnya pelan-pelan? Karena ia perempuan maka ia terlalu malu untuk mengatakan sejujurnya.“Kau bisa tahu Vid, tapi karena kau tidak peka maka tidak bisa membaca situasi ini. Beberapa kali mendekati perempuan tapi belum juga paham betul bagaimana sifat perempuan.” Ayah masih memberiku kis
Ada apa dia datang? Bukannya semua sudah selesai dan aku pun sudah sampaikan tidak mau berbicara dengannya lagi? Aku tidak mau hal itu menghambat rencanaku untuk Sheily.“Maaf Vid. Ibu tidak enak nolaknya karena Renata dulu pernah dekat dengan ibu. Sebaiknya kamu temui saja deh,” bisik ibu dari telepon. Mungkin agar tidak terdengar Renata.“Baik Bu. Kami segera kesana sekarang.” Tiba-tiba ayah yang bicara dan memberi keputusannya.Usai telepon kami sudahi, aku sampaikan dengan sopan kepada ayah keberatanku menemui Renata. Dulu ayah sangat tidak setuju jika aku menikah dengan Renata tapi sekarang meski tetap tidak setuju tapi sikapnya dalam menolak lebih bijak.“Ayah mengerti perasaanmu Vid. Tapi buat apa memendam dendam dan merawat sakit di hatimu padanya. Inilah waktunya untuk berdamai dan memaafkan. Mungkin kedatangannya ke rumah adalah permintaan maaf.”“Iya yah. Tapi bagaimana kalau dia mengajak balikan
“Maaa maaaff Mas. Saya tidak ngeh kalau Mas sedang bicara,” ucap Mpok Yanti sambil terbata karena takut dengan pelototanku. Aku memberinya isyarat untuk kembali masuk kedalam.Dan soal Renata. Apa-apaan dia. Enak saja bicara balik dari awal dan bangun kembali. Sontak aku ingin segera menjelaskan semua yang terjadi biar dia berhenti mengejarku dan tak lagi menggangguku. Syukur-syukur ia segera mendapat pendamping baru yang terbaik untuknya.“Maaf Mas. Apa perlu saya ulangi lagi penjelasan tadi setelah kepotong?”“Tidak perlu Ren, aku udah paham maksudmu. Tadi aku cuma shock. Tapi soal itu …,”“Tapi kenapa Mas..”“Aku tidak bisa Ren.”“Kenapa tidak bisa Mas. Bukankah dulu mas pernah berjanji akan menikah denganku.” Renata tidak terima dengan jawabanku.“Itu dulu Ren, sebelum kamu berkhianat. Dan itu tidak berlaku sekarang setelah
Suara dari seberang sana bukan dari suara yang kurahapkan dan mulai kurindukan. Rindu yang berbeda dari sebelumnya. Rindu akan jawaban atas niat baikku untuk melamarnya. Dan rindu yang hanya bisa diredam jika mendengar suaranya atau bertemu dengannya langsung.Suara itu datang dari seorang lelaki yang aku tidak tahu siapa. Mungkin saudaranya, tetangganya, kerabatnya atau siapanya. Yang jelas bukan adiknya. Karena Sheily bilang adiknya masih kecil sementara suara itu adalah suara orang dewasa, tepatnya pemuda sepertiku.“Halo?” Sapanya mengawali pembicaraan di telpon.“Halo. Maaf, Sheilynya ada? Ini dengan siapa ya? Kok nomornya Sheily ada di Anda?”Belum semput ia menjawab Sheily sudah memegang kendali teleponnya.“Iya Pak.. Maaf, tadi aku dan ibu masih ngurusin ayah. Sebentar lagi mau ke rumah sakit untuk ct scan. Dokter tempat biasa kontrol menyarankan untuk ke sana. Sementara lokasi rumah sakit yang disaran