Dengan pelan dan berat hati, Sheily mengatakan yang sejujurnya bahwa sudah lama sekitar beberapa tahun ini ayahnya mengidap penyakit ganas bernama kanker. Namun lantaran kedisiplinannya untuk kontrol dan berobat, membuat penyakit ayahnya itu jarang kambuh.
Meski begitu, Sheily selalu mengawasi perkembangan ayah yang sangat dicintainya. Sebagai konsekuensinya ia merelakan waktu libur dan di luar jam kerjanya tidak ia gunakan untuk having fun, jalan-jalan, nongkrong di mall atau kafe sebagaimana khalayak muda umumnya lakukan.
Dan itulah alasannya kenapa ia sering menolak diajak kumpul, makan bareng jika tidak ada urgensi yang mendesak. Karena ia tidak mau meninggalkan ayahnya lama-lama. Selama ia kerja, yang merawat ayahnya adalah sang ibu. Sheily selalu siaga jika kapanpun ditelepon ibunya terkait dengan keadaan ayahnya yang membutuhkan pertolongan meskipun sedang kerja.
“Apa alasanmu selain kau ingin menjadi anak yang berbakti kepada oran
Sejauh ini Sheily mampu mengajarkanku banyak hal tentang orang tua tanpa aku merasa digurui. Ia berhasil membuat hatiku berdamai dengan ayah. Hingga saat pintu dibuka tanpa ketukan, karena ayah hanya ingin mengambil barangnya yang tertinggal di tas, untuk kemudian pergi keluar setelah memastikan kami baik-baik saja. Aku tak merasa marah karena ia lupa mengetuk pintu.Berbeda dengan sebelum-sebelumnya yang sudah pasti aku akan mengeluh protes dan memarahi ayah. Perasaan itu kudapat dari penjelasan Sheily barusan setelah terpotong saat ayah keluar.“Bapak lihat kejadian tadi? Bukan karena sengaja beliau tidak mengetuk. Usianya yang senja rawan akan lupa terhadap sesuatu yang kecil. Kita sebagai yang muda tidak semestinya jengkel dan sebal karena jika kita ingat saat masih kecil, bukankah kita sering melakukan itu? dan apakah orang tua kita marah? Malah kita dinasihatin dengan lembut dan sayang.”&nb
Setelah menunggu agak lama karena mungkin sedang menyusun jawaban, akhirnya Sheily bersuara juga.“Mungkin ini karena didikan ayahku Pak. Tentang mencintai di tempat dan waktu yang tepat. Ayahku mengajarkanku banyak terkait itu. Soal mencintai, kita memang berhak untuk mencintai siapa saja. Tapi apakah cinta harus memiliki? Haruskah kita memiliki guru favorit kita karena kita mencintainya? Haruskan kita memiliki teman kita hanya karena kita mencintai mereka? Demikian juga dengan sosok yang kucintai.“Aku memang mencintainya tapi apakah aku harus memilikinya? Bagiku mengagumi dalam diam adalah bentuk ekspresi cinta dalam bentuk lain. Karena jika cinta itu diucapkan pada seseorang yang kita cintai tidak pada tempat dan waktunya maka akan riskan terhadap masalah yang ditimbulkannya.“Entah itu patah hati jika cintanya ditolak, entah itu kesedihan yang berlarut lantaran perasaan cemburu atau dikecewakan, entah itu bertengkar sehingga rencana menika
“Kenapa kau seperti ingin menangis Sheil?”Ia tak menjawab. Tak lama kemudian malah benar-benar menitikkan air mata yang artinya ia telah menangis. Aku semakin merasa bersalah dan segera mengintrospkesi diri apakah pertanyaanku salah.“Tidak. Tidak apa-apa Pak.” Ia berusaha mengelak sembari mengusap air matanya yang baru disadarinya terjatuh.“Tidak kenapa-napa tapi kok menangis?” Desakku.“Aku hanya ingat perjuangan Bapak dengan Maria yang begitu dalam sampai kejadian ini pun juga bagian perjuangan Bapak untuk menjemput Maria.” Sheily memberi penjelasan kenapa sampai menangis.“Lalu soal pertanyaanku tadi bagaimana Sheil? Bagaimana menurutmu kasusku dengan Maria yang sudah terlanjur berdrama-drama ini,” ulangku atas pertanyaan yang belum ditangkapnya secara penuh.“Soal itu karena sudah terlanjur dan terjadi maka ambil pelajarannya Pak. Dan melihat situasinya yang menurut say
Sheily bergegas menyampaikan pesannya padaku sambil mendekatkan mulutnya ke telingaku.“Jika sudah sembuh segera datangi Maria. Jangan melakukan kesalahan yang sama.” Usai mengucapkan ia pamit dan pergi.Lalu orang yang kemarin menjadi otak dibalik pengroyokanku itu yang tak lain adalah pengendara motor itu menghampiriku, setelah sebelumnya menyalami orang tua dan kakakku. Di dekatku ia meraih tanganku dan ditaruhnya di tangannya. Sebuah simbol permintaan maafnya padaku.“Maaf Bang atas kejadian kemarin. Jika Abang tidak terima bisa balas aku,” ujarnya singkat. Aku hanya tersenyum dan bilang meresponsnya baik.“Tidak apa-apa Bro. Santai saja. Semoga kita bisa banyak belajar dari kejadian ini.”Agaknya ia kaget dengan sikapku padanya yang tetap lembut. Bagiku kejadian itu adalah pelajaran dan semuanya aku sudah ikhlaskan dan maafkan. Aku tak mau menaruh sakit hati dan dendam atas kejadian itu dan orang-orang yang
Jangan-jangan dia yang kukhawatirkan. Diam-diam Maria telah bertunangan dan tidak mengabariku. Apalagi kemarin ia belum jelas mengatakan sudah menemukan pria yang diinginkannya atau belum. Jangan-jangan dia adalah pesaingku. Orang yang juga mengejar-ngejar Maria. Dan karena belum pasti, Maria belum mau cerita soal itu saat kutanya. Saat aku berspekulasi macam-macam Maria pun datang dari belakang menuju pintu. Sontak ia terkejut dan dari raut mukanya tampak senang dan bahagia.“Hai..Kakak… ! Ayah.. Kak David datang ke rumah. Ibu… Kak David ada di rumah…,” teriaknya kegirangan. Membuat ayah ibunya keluar dan menyambut kedatanganku. Sementara pria yang kuspekulasikan macam-macam itu menyalamiku untuk kemudian pergi.“Mari Nak David silakan duduk,” Pak Herman mempersilakan.“Mau minuma apa nak? Teh, kopi, atau air putih aja?” Ibu Maria menawarkan.“Kok gak ngabarin duluan Kak. Jadi belum dimasakin
Kadang apa yang terjadi tidak sesuai yang kita rencankan. Namun lebih sering lagi, apa yang sudah menjadi kenyataan tidak sesuai keinginan. Manusia hanya bisa merencanakan tapi Tuhanlah yang menentukan. Kadang apa yang kita rasa baik belum tentu itu baik untuk kita ke depannya. Dan justru sebaliknya, apa yang kita rasa buruk belum tentu itu buruk untuk kita ke depannya. Boleh jadi yang terbaik memang yang kebalikannya, meski tidak selalu seperti itu.Apa artinya terlambat? Apakah sesuatu itu akan gagal jadinya meski hanya terlambat sesaat saja? Siapa yang disalahkan atas keterlambatan ini? Apakah salah jika menunda sehingga terlambat untuk alasan lebih mempersiapkan diri?Ada apa dengan hidupku ini? Khususnya dalam urusan asmara dan perasaan. Kenapa hingga sekarang belum menemukan tempat pemberhentiannya? Apakah disebabkan karena dosa dan kesalahan masa lalu? Apakah karena Tuhan memiliki maksud lain untuk mengajarkanku satu hal penting dalam hidup?Maria, Pak He
Jika aku setuju dengan keputusan Pak Herman, itu artinya aku akan menambah beban kesalahan di pundakku. Bagaimana rasanya hati pemuda itu yang sudah beritikad baik datang bersama keluarganya untuk melamar Maria? Bagaimana perasaan orang tuanya yang barangkali sedang mempersiapkannya dan menunggu hari bahagia anaknya yang mungkin sangat ditunggu sejak lama? Bagaimana dengan undangan pernikahan yang mungkin sudah menyebar luas dan menunggu hari H nya saja? Jika benar ini dibatalkan tentu akan sangat menguntungkanku dan Maria, tapi bagaimana dengan pemuda itu dan keluarganya yang sejak awal sudah baik-baik serta tak ada masalah apapun. Sementara diriku, pernah bikin ulah dengan selalu menghindari perjodohan dengan Maria. Ini semua salahku. Kenapa dulu menyia-nyiakan gadis sebaik Maria. Kenapa aku masih saja keras kepala padahal Sheily sudah memberi aba-aba. Kenapa aku lebih memilih Shopia yang ujungnya menyesal dan kecewa dari pada Maria yang sudah terbukti mencintaiku
Niat maksud ingin meringankan beban kesedihan dengan menghubungi Sheily eh kesedihan itu malah bertambah-tambah.Dengan semua yang telah aku alami, ditambah perginya Sheily dari perusahaan seandainya benar ia resign, rasanya aku juga ingin berhenti. Keinginan yang bisa kupertimbangkan jika diperlukan.**Malam ini aku urungkan untuk menelpon Sheily. Aku putuskan besok saja sekalian di kantor biar langsung membicarakannya dan jika memungkinkan, aku akan mencegahnya keluar. Ia sudah kuanggap lebih dari teman curhat, bawahanku, tapi seperti adik perempuanku sendiri meski sejatinya aku tidak memiliki adik perempuan.Esok paginya begitu aku tiba di kantor Sheily memberitahuku kalau aku diminta Pak Komisaris datang ke ruangannya. Ada hal penting yang ingin disampaikan. Ia senang sekali melihatku sudah membaik dan kembali masuk kantor. Berulang kali aku ucapkan terima kasih atas kontribusinya membantuku selama sakit.Sheily tak sedikitpun menying