Tidak ada yang bertanya soal perceraiaanya dengan Brian. Termasuk Jonatahan dan Sarah. Mereka lebih memilih untuk memghibur Karina dari pada merusak hari Karina yang sudah terlanjur berat.Tanpa ada yang sadar, Brian sedang berkunjung ke kafe, membawa sebatang bunga mawar merah yang terlihat kesepian.Karina yang menyadari kehadiran pria itu hanya bisa menutup mulutnya “Brian..”Brian nyengir “Aku sudah potong rambut, apa aku terlihat cocok?”Bukan hanya Karina yang kaget, Olivia yang ikut melihat pemandangan ini pun tak kalah terkejut. Brian yang berdiri di depan konter kasir itu kini terlihat seperti Brian yang dulu mereka kenal.Dengan jas berwarna gelap dan tas selempang yang aneh itu. Oh, Karina benar-benar merindukan sosok Brian yang ini.Gadis itu keluar mengitari konter kasir , berdiri di hadapan Brian “Ini Brian yang kukenal.”Brian menyodorkan bunga itu “Aku hanya mampir, kebetulan aku melihat bunga ini.”“Terima kasih.” Karina menerimanya dengan bahagia. Perpisahan ini memb
Ketika Karina memarikir mobilnya, gadis itu cukup dibuat terkejut dengan kehadiran Nick di waktu yang sepagi ini. Karena lupa memberikan kunci kafe pada Olivia, dia harus pulang pada pukul 7 pagi. Saat matahari masih sedikit bersembunyi dan jalanan masih sepi.Nick mendekati mobil Karina, mencondongkan tubuhnya untuk mengetuk kaca jendela mobil yang kini mesinnya bahkan sudah mati.“Hai, ada apa pagi-pagi kemari?” tanya Karina ceria, atau lebih tepatnya dia harus terlihat ceria.Nick memandang sekilas kursi penumpang Karina yang kosong “Bisa pindah kesana?” pria itu menujuk kursi itu.Karina mengigit bibir bawahnya,mengernyit curiga pada Nick “Aku harus membuka kafe. Kalau ada yang perlu dibicarakan. Bicara saja di sini.”Nick berdiri tegak dan melipat tangannya. Bagaimana dia bisa dia meyakinkan Karina kalau perasaanya belum berubah. Sementara Karina terus mendorongnya menjauh.Sekarang dia terdiam sejenak “Begini, aku akan mulai bisnisku di sini. Jadi mungkin kita akan sering bertem
Setelah semua sudah pulang, bahkan kafe sudah tutup. Karina meminta Nick untuk tinggal.Pria itu sama sekali tidak curiga, karena apa pun akan dia lakukan asal bisa berduaan dengan Karina.Meski begitu,Nick tidak ingin melihat Karina marah padanya. Bisa-bisa dia patah hati kalau sampai hal itu terjadi.Sebenarnya, sedari tadi ponsel Nick selalu berdering. Ada puluhan pesan yang Laila kirim,ada pula beberapa panggilan yang sengaja Nick abaikan.Bagi Nick, dia sudah cukup jelas bicara pada Laila. Kalau gadis itu cukup dewasa, dia seharusnya sadar kalau hubungan mereka sudah tidak ada harapannya lagi.Karena di dalam hati Nick, hanya ada Karina. Dan tak pernah berubah.Karina lebih gugup dari pada yang ia kira. Dia bingung menata kalimat agar pesannya tersampaikan tanpa harus menyakiti perasaan Nick.Karina berkali-kali mengelap meja kasir yang sudah ia bersihkan beberapa kali. Bola matanya terus berputar agar tidak bertemu dengan Nick yang sudah sadar kalau Karina ingin mengatakan sesua
Sepertinya diantara Brian dan Karina sudah tidak bisa diperbaiki lagi. Buktinya, saat acara ulang tahun Keenan yang pertama Brian hanya mengirim hadiah dari pada datang sebagai tamu undangan.Hal itu tidak mengejutkan bagi Karina. Bahkan saat mereka masih berstatus suami istri saja,Brian lebih memilih mengirim hadiah dengan kurir ketimbang memberikannya langsung.Hanya saja, Karina seperti baru saja mengalami deja vu. Dia ingin setidaknya, Brian mau meluangkan sedikit waktunya untuk Jonathan.Bagaimana pun, mereka sempat akrab. Atau mungkin itu hanya alasan Karina saja yang memang ingin sekedar melihat Brian, meski dari kejauhan.Karina menyerahkan kado berwarna biru di meja yang Sarah sediakan untuk menumpuk kado-kado lain dari tamu yang datang.Beberapa teman Jonathan datang, begitu pula dengan teman Sarah yang rupanya cukup banyak. Ini bukanlah acara kecil-kecilan seperti yang Sarah rencanakan. Setidaknya ada 40 orang di halaman belakang rumah Jonathan sekarang.Semua orang tampak
Tidak ada yang membuka mulut kecuali Nick yang mengandeng tangan Karina yang amat dingin. Awalnya,Karina tidak merasa gugup, tapi setelah kedatangan Nick, gadis itu malah merasa sangat bersalah.Masih ada tatapan curiga dari kakak kedua Nick. Mau bagaimana pun,Karina sudah pernah bercerai.Dengan latar belakang seperti itu,Karina paham dengan kekhawatiran kedua kakak Nick. Tapi, masalahnya adalah, diantara dirinya dengan Nick memang belum ada hubungan apa pun. Jadi,Karina tidak tahu bagaimana cara menjelaskan situasinya saat ini.Laila bersungut-sungut di sebelah Jane “Kak, tolong bicara. Lihat Nick. Dia selalu menempel pada Karina.” Dia mencoba memanasi Jane yang tampak sedang melihat situasi saat ini.Mary tersenyum, kali ini senyumannya terasa tulus “Nick, apa ini gadis yang selalu kau bicarakan?”Nick mengangguk. Saat itu wajah Karina memerah, entah kenapa dia merasa telah menduakan Brian. Padahal seharusnya dia tidak merasa seperti itu. Toh mereka sudah tidak memiliki ikatan per
Hari sudah berganti, hari ini cuaca cukup mendung, bahkan Karina harus memakai sweater rajut berwarna biru pudar yang sudah lama tidak pernah ia pakai. Padahal dia sudah memakai dua baju didalamnya.Pagi ini, kondisi kafe juga sepi. Hanya ada tiga orang yang sudah memesan. Saking bosannya, Olivia sampai bermain ponsel di ujung konter. Serta kedua pekerja Karina sedang mengobrol satu sama lain.Pintu terbuka, Nick menyapa Olivia dengan melambaikan tangan. Ini hanya hari lain dari kedatangan Nick yang seperti biasanya,Langkah kakinya tidak berhenti sampai dia berdiri tepat di depan Karina yang duduk menyilangkan kaki di kuris kasir yang menjadi singgasananya.Sudah beberapa hari Nick selalu datang setiap pukul 10 pagi sampai pukul 5 sore. Beberapa kali dia bertemu dengan Brian. Untung saja tidak ada perkelahian diantara keduanya.Karena Brian tidak melihat adanya perubahan pada Karina. Gadis itu tetap menerima Brian dengan ramah.Dia baru aka
Seolah masalah tidak pernah habis dalam hidupnya. Kini Karina harus menerima bahwa sang mantan suami akan terus mengusik masa depannya.Hal seperti ini akan terus berulang. Mau Karina dengan Nick atau dengan pria lain.Hubungan yang sudah terlanjur kandas itu malah menjadi petaka lain untuk Karina. Meski tidak mengalami kekerasan secara fisik,nyatanya setiap ucapan Brian seperti mencoba untuk mencuci otaknya.Hampir saja Karina juga terperangkap. Untung saja kedatangan Nick mampu membuatnya kembali sadar kalau Brian adalah masa lalu yang telah merenggut anak yang begitu ia sayangi.Nick mengajak kakak pertamanya untuk bertemu dengan Karina.Rupanya, Jane adalah seorang konsultan keuangan. Dia sangat terkenal di Toronto, dan sudah banyak membantu banyak kasus seperti ini. Maka dari itu,Nick tidak segan-segan untuk membuat kakak pertamanya menunda kepulangannya ke Toronto.Yang Nick harapakan adalah, Karina segera lepas dari Brian. Maka dia re
Karina dan Nick berlari menuju kamar Jonathan. Ian tadi memberi tahu kalau tangan kanan Jonathan terkena minyak panas saat sedang memasak di restorannya.Meski tidak menjelaskan dengan detail, Karina tetap saja takut kalau terjadi sesuatu pada pria itu.Karina membuka pintu dengan terburu-buru. Sementara Nick menunggunya di luar, dia paham kalau harus memberi. Dia melihat Jonatan yang duduk di ranjangnya, tangan kanannya sudah tertutup dengan perban.Sambil menundukan wajahnya, Jonathan tersenyum lirih, malu karena sudah membuat semua orang khawatir.“Hai,Karina.” Sapa Jonathan. Dia menggoyangkan tangan kanannya perlahan “Kecelkaan kerja, tapi aku baik-baik saja.”Karina menggerutkan kening. Kini dia duduk di sisi Jonathan, matanya masih tertuju pada tangan Jonathan. Nampaknya lebih parah dari yang ia bayangkan. Ini jelas lebih parah dari yang Ian katakan.Ian hanya bilang kalau Jonathan sedikit cereda. Namun, ini tid
Empat tahun setelah kepergian Karina, banyak hal yang berubah. Misalnya Nick yang memilih untuk tinggal di desa kecil di Toronto. Nick sempat tidak kuat saat tahun pertama kematian Karina. Dia sakit dan tidak memiliki semangat hidup.Akhirnya kedua kakaknya memutuskan untuk membawa Nick kembali ke Toronto.Dean sudah selesai kuliah, dia belum melanjutkan kuliahnya ke tahap S2, dia memilih kerja di perusahaan Brian setelah Brian memutuskan untuk pensiun dini.Jadi ada dua orang yang amat patah hati itu kehilangan arah setelah kehilangan wanita paling mereka cintai. Bagi Nick, Karina adalah segalanya, dunianya. Sementara untuk Brian, Karina adalah masa lalu yang bahkan tidak sempat mendengarkan ucapaan maaf darinya.Dean dan Jasmin memiliki hubungan lebih serius dari sebelumnya. Mereka tinggal bersama di rumah milik kedua orang tuanya. Belum ada pernikahan, karena sekarang Jasmin yang mengelola kafe dan sekarang juga memiliki toko bunga sendiri.Di sisi lain, Diana sedang menjadi dokter
Justin mengantar ibunya ke rumah lalu kembali ke rumah sakit untuk menjalankan tugasnya. Ibuku ngotot untuk bertemu dengan ibu Justin. Kini di rumahku sedang penuh dengan wajah-wajah wanita dewasa.Ibuku bersama dengan kedua kakak ayah yang sepertinya tidak akan pulang dalam waktu dekat ini. Mereka menolak pulang ke Toronto, hanya karena ibuku tidak mau di bawa diajak ke sana.Ibu Justin juga jadi sangat akrab dengan semua wanita di rumahku. Mudah sekali perempuan-perempuan ini mengakrabkan diri. Tidak sampai setengah jam, obrolan mereka sudah menjadi tidak terkontrol.Justin pernah bercerita kalau ibunya membuatkan beberapa kue kering untuk ibuku. Saat mereka membawa ke rumah, semua terkejut dengan kata beberapa dari Justin yang ternyata jumlahnya sangat banyak. Semua orang di rumahku mencobanya, mereka semua suka. Yah, walaupun akhirnya aku juga yang menghabiskan karena ibuku tidak boleh makan terlalu banyak gluten.Aku memejamkan mata di ujung ruang tamu. Suara sahut-sahutan menghi
Aku mendapat tempat magang yang tidak jauh dari rumah. Aku tetap mengambil kesempatan ini karena harus menepati janjiku pada Jasmin. Sebagai laki-laki aku tidak akan pernah ingkar dengan apa yang sudah aku sebutkan.Ibuku sudah tahu, dan dia salah satu orang yang paling mendukungku untuk mengambil keputusan ini. Ayah juga memuji kedewasaanku.Bukan tanpa sebab. Aku berani melakukan ini semua karena sadar bahwa nanti akan tiba saatnya aku yang menjadi kepala keluarga.Ada berapa banyak orang yang akan pada pundakku. Dan kalau aku menunjukan sisi lemahku, aku pasti akan terus berada di tempat dan tidak bisa melangkah lebih maju.Panutanku adalah kedua orang tuaku. Mereka tidak pernah menelantarkan aku dan Diana. Masa kecil kami, di hiasi dengan memori baik dan aku bangga dengan hal itu.Maka dari itu, sekarang moto hidupku adalah. Sedihku tidak boleh lebih lama dari helaan napasku.Aku sedang memindahkan beberapa kotak kardus dari gudang ke ruanganku. Isinya tidak terlalu spesial, tapi
Aku tidak bisa berhadapan dengan ibuku. Setelah, Dean pulang. Aku semakin betah mengurung diri di kamar. Aku hanya keluar untuk ke kampus dan setelah itu aku pulang. Mungkin benar, aku memang tidak tangguh dan kuat. Tapi bagaimana ini, aku benar-benar pengecut.Nyaliku ciut ketika berhadapan dengan ibuku.Dean masuk ke kamarku setelah aku mengambil segelas jus dari kulkas.“Masih tidak mau keluar, huh?”Aku mengangguk, kurebahkan tubuhku di ranjang “Sedang apa di sini?”Rasanya kepalaku mau pecah karena semua penghuni rumah ini mulai memberiku tekanan yang tidak bisa aku tahan lagi.Dean mengetuk-ngetuk meja belajarku “Kami mau mengajak mom foto keluarga. Dan, dad memintaku untuk mengajakmu.”Aku menghela napas panjang. Kutatap cermin yang ada di sebrangku. Dengan wajah ini, aku tidak ingin di foto. Mataku bengkak, dengan warna hitam di bawahnya.“Tunggu lima menit.” ujarku, berdiri dari ranjang.Dean meraih ganggang pintu tapi tidak menekannya “Diana, bisakah kau berhenti bersikap se
Selesai sudah liburan kami, ibu dan ayahku sedang mengemas barang sementara aku dan Jasmin membantu memasukan ke dalam mobil.Adikku yang baik itu sudah pulang lebih dulu dengan pacarnya. Tidak adil.Jasmin mendatangiku setelah selesai memasukan koper terakhir.“Kata mom, kita boleh pulang dulu. Mereka akan pulang nanti sore.” Jelasku pada Jasmin. Dia makin manja setelah tahu aku akan pergi magang.Jasmin mendongak dengan tatapan sendu “Dean, apa kita akan baik-baik saja? Maksudku, aku sudah sangat bergantung padamu. Tidak mudah ternyata melepaskanmu.”Aku memeluk gadis kecil itu kian erat “Tenang. Aku hanya pergi 6 bulan. Semua akan baik-baik saja.”Jasmin akhirnya mengangguk. Dia berjinjit untuk menerima ciumanku.Aku sungguh berharap hubungan kami akan berjalan lancar. Aku rela melakukan apa pun demi gadis ini.*** Beberapa bulan kemudian...Aku pulang ke rumah setelah menghabiskan hampir 4 bulanku di Toronto. Kedua bibiku ikut, mereka terkejut saat aku bercerita soal ibu yang te
Ibu dan ayahku tidak bisa pulang malam ini. Mereka terjebak badai yang tiba-tiba muncul, meski tidak ada peringatan tapi kalau aku lihat memang badai kali ini tidak terlalu parah. Hanya hujan disertai angin yang kencang. Mugkin karena ada di sebelah pantai, angin jadi terasa lebih kencang saat berhembus.Makan malam yang tadi Jasmin buat lebih istimewa dari makan yang aku berikan pada mereka tadi siang. Jasmin membuat beberapa masakan yang aku sendiri tidak tahu namanya. Aku yakin masakan itu cukup rumit.Kata Dean, Jasmin memang suka memasak. Salah satunya makanan manis, dia berjanji akan membuat kue untuk kami semua nanti.Satu hal yang aku sadari, saat kakakku bersama Jasmin. Dean bisa berubah menjadi versi terbaik dirinya. Apa aku juga seperti itu saat bersama Justin? Entahlah, aku hanya bisa merasakan kenyamanan saat bersama Justin.*** Justin menghampiriku di kamar saat dia selesai mandi. Rambutnya masih basah, sampai menetes ke pundaknya. Mata Justin menatapku yang tengurap di
Jasmin masuk ke kamarku setelah Justin keluar. Akhir-akhir ini aku menjadi semakin lengket dengan Jasmin. Dia juga tidak keberatan. Setelah aku menjelaskan kalau aku adalah pria yang penuh dengan kekhawatiran, Jasmin malah mencoba menenangkanku. Dan semua upayanya selalu berhasil.Dia duduk di sebelah ku, ranjang ini terlalu besar untuk kami. Seharusnya aku memakai kamar dengan ranjang yang lebih kecil. Lagian tidak masuk akal, ini bukan kamar utama, tapi kenapa memiliki ranjang king size.“Tadi aku bicara dengan Diana, dia terlihat biasa saja saat aku bilang ingin satu kamar denganmu.” Ucap Jasmin, terdengar jelas kalau dia sedikit terintimidasi dengan adikku.Aku tersenyum dan meraih jari-jarinya yang lentik “Dia memang seperti itu. Tapi percayalah, kalau dia tidak bilang dia membencimu, maka dia tidak begitu.”Jasmin menunduk menatap jemari kami yang saling bertautan “Atau karena aku miskin dan kamu kaya.”“Tidak.” Sahutku, memotong pembicaraanya “Diana tidak seperti itu, begitu ju
Kepalaku bergoyang-goyang ketika mobil Justin memasuki gelangang kapal feri yang masih sepi. Bagaiman tidak, kami berangkat pukul 7 pagi di saat semua orang masih tidur, aku malah harus menyebrangi lautan.Kami akan berlibur, tidak hanya berdua. Ada ibu dan ayahku, Dean dan Jasmin. Mereka sudah berangkat kemarin malam.Ayahku ingin mengajak kami berlibur mumpung ini jadwal libur panjang kuliah. Sebelum kami mulai sibuk sendiri, dia ingin menghabiskan waktu lebih banyak untuk keluarganya.Justin menawarkan diri untuk ikut, setelah hampir 6 bulan berpacaran dengannya. Dia semakin menyatu dengan keluargaku. Terutama ayahku, ayah selalu membanggakan Justin kepada teman-temannya.Apalagi setelah seorang teman ayah diperiksa oleh Justin saat Justin menjaga di rumah sakit.Kalau kalian tanya soal bagaimana hubunganku dengan Justin. Aku tidak bisa bercerita banyak, tapi aku mulai peduli padanya.Justin amat sibuk beberapa bulan ini. Tapi di jam sibuknya, aku selalu menyempatkan mendatanginya
Aku menatap pintu coklat itu setelah tertutup rapat. Mengantar Jasmin sudah menjadi keseharian yang tidak bisa aku hindar. Setelah melawati beberapa kali kencan dengannya. Aku merasa dia wanita yang pantas di lindungi.Jasmin tidak pernah menuntutuku, tidak juga meminta hal yang aneh-aneh meski kondisinya tidak seberuntung orang lain seusianya.Saat ibuku menawarkan pekerjaan sampingan di kafe miliknya, Jasmin langsung menyetujinya tanpa berpikir panjang. Impiannya adalah memiliki toko bunga sendiri.Jasmin juga bercerita dia sudah tidak memiliki ambisi untuk kuliah. Asal hutang kedua orang tuanya lunas, dia sudah cukup puas.Sekarang aku harus ke kampus, aku hampir lupa. Akhir-akhir ini aku benci ke kampus. Berpamitan dengan Jasmin membuatku merasa kekosongan yang tidak ingin kurasakan.Setelah aku sampai kampus, salah seorang dosenku berjalan dengan cepat menghampiriku. Dosen atau lebih terkenal sebagai profesor Brian.Dia meremas pundakku kencang “Apa kamu anak dari Karina?”Sepert