Memikirkan itu membuat Resti merinding sedap, jika saja benar Aldo adalah Morgan, ia tidak bisa membayangkan lebih banyak. Soal apa yang harus dia lakukan, apa yang akan terjadi selanjutnya, hingga merasa tak sudi selama ini sudah turut mengembangkan perusahaan tersebut.
“Ah, mungkin dia hanya menggertak aku. Dasar gembel tidak tau diri!”
“Ini nggak bisa dibiarin. Makin hari makin melunjak aja. Aku harus segera singkirin dia dari perusahaan ini sebelum dia yang menyingkirkan aku lebih dulu.”
“Iya … aku harus melakukan sesuatu. Aku akan temui Tuan Morgan gimanapun caranya!”
“Sayang banget aku nggak rekam apa yang dia bicarakan tadi, kan bisa jadi bukti buat memjerat dia supaya Tuan Morgan mau pecat dia.
Resti nampak memasang aja menyesal yang disertai dengan hembusan napas kasar, tapi dia juga tidak terlalu berlarut di dalam rasa penyesalan itu sendiri. Malahan yang mesti dilakukannya saat ini adalah
“Hahah … kamu ini ada-ada aja, Res. OK, aku serius Tuan Morgan nyari kamu. Katanya dia mau bertemu. Darimana aku tau? Barusan aku dipanggil ke ruangannya, terus dia memberiku perintah agar memanggilmu. Dia mau bertemu denganmu.”Kalimat Tere tentu begitu mengejutkan, Resti sampai memutar wajah menatap lekat wajah temannya itu ketika ia sedang berbicara. Tidak, ini sangat sulit dipercaya, rasanya Resti masih belum bisa mempercayainya.Masalahnya selama ini Morgan belum pernah menampakkan diri di perusahaan ini, bagaimana bisa dia berada di ruagannya saat ini. Terus, Tuan Morgan juga mencarinya. Rasanya lebih tidak mungkin lagi.Tapi masalahnya Tere berkata ia berbicara langsung dengan Tuan Morgan, ini yang paling mustahil. Pertanyaannya sejak kapan Morgan datang ke perusahaan dan tidak ada kehebohan sedikitpun? Bahkan Resti tidak mengetahui kedatangan pemimpin mereka ini padahal jabatannya lebih tinggi daripada Tere. Jelas sangat membuatnya ter
Resti melangkah penuh semangat menuju ruang presdir untuk bertemu dengan Tuan Morgan. Setelah sekian lama menunggu, akhirnya ia memiliki kesempatan itu juga. Ia begitu berantusias.Apalagi mengingat dia akan melaporkan tentang tingkah Aldo yang dia yakin akan membuat Morgan naik pitam, membayangkan wajah marah Morgan membuat dia semakin bersemangat saja. Senyuman tak henti-hentinya merekah di wajah perempuan itu.“Tapi … kata Tere Tuan Morgan mencariku, kan? Buat apa ya?”Ketika ia sedang semangat-semangatnya, ia juga tiba-tiba teringat dengan ucapan Tere saat menemuinya tadi. Tuan Morgan mencarinya, jelas membuatnya gugup. Ada masalah apa coba?“Apa semua ini ada hubungannya dengan gembel sialan itu lagi?” Ya … mungkin ada hubungannya dengan Aldo. Begitu pikir Resti.“Sialan! Dia pasti fitnah aku di depan Tuan Morgan kayak yang dia lakukan terhadap Recky. Semua ini tidak bisa dibiarkan, Tuan Morgan harus
Jegrek!Ternyata ruangan itu memang tidak kosong, seorang pria sedang duduk di kursi kebesaran sambil berbicara di telepon. Mungkin ini penyebab dia tidak menjawab Resti.Masalahnya Resti bisa melihat jelas wajah pria itu yang tak lain adalah Aldo, jelas membuatnya mematung sekarang dengan sepasang Retina membulat.“Baiklah, Rio … aku tunggu kamu di ruanganku sekarang juga,” tutup Aldo sambil menatap serius Resti.“J-jadi ….” Resti bahkan tidak mampu meneruskan ucapannya yang hendak mengatakan, “Jadi kamu memang Tuan Morgan?”Ia justru menambahkan kalimat lain, “Ini nggak mungkin! Atau kamu yang tidak tau malu udah membujuk Tuan Morgan seperti biasa supaya bisa mewakilinya menghakimiku?”Aldo tersenyum singkat mendengar kalimatnya itu. Ia sudah tidak heran akan mendengar tuduhan seperti ini, yah … di balik dia sering mengalami tudingan demikian, dia memang terlalu sering me
Sella yang sedari tadi berusaha mencari cara agar memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Tuan Morgan akhirnya dia berhasil menemukan sebuah cara juga.Entahlah … terdengar konyol pastinya … ia berpikir akan menemui Aldo dan mengambil alih tugasnya mengantarkan minuman ke ruangan presdir. Saat ini Sella sedang melangkah penuh semangat menuju dapur.Tiba di sana, ia pastinya tidak menemukan sosok Aldo, yang ada hanya Friska, salah satu teman sekerja Aldo selama menjabat sebagai OB.“Eh, kamu liat Aldo si miskin itu nggak?” tanyanya tanpa ada sopan-sopannya sama sekali.Friska tentu tahu Sella sedang berbicara dengannya, tapi dia berpura-pura tidak dengar karena tidak menyukai sikap perempuan itu, hingga Sella pun murka.“Heh! Kamu tuli?! Aku lagi ngomong sama kamu!” bentaknya sambil membalikkan bahu Friska.“Oh … maaf Mbak …,” santai Friska menanggapi, bahkan sambil tersenyum ma
Ting nong!Selang 2 detik saja pintu lift terbuka, dan dia telah berada di lantai paling atas. Sella buru-buru keluar dari lift. Dia melanjutkan langkah menuju ruangan presdir tapi dengan langkah pelan saja sekarang. Terlebih saat ia mendengar suara pembicaraan samar di sekitar sana. Sella berjalan mengikuti suara itu, dan semakin jelas pula suara itu terdengar.“Friska, mulai hari ini Tuan Morgan akan mengangkatmu sebagai sekretaris menggantikan Resti.”Deg!Kalimat tersebut berhasil menghentikan gerakan Sella. “Friska, maksudnya si OB miskin itu?”Sella buru-buru mengintip dari balik tembok, dimana di depan sana ada yang sedang berbicara. Dia seperti mengenal suara perempuan yang kemudian menyahut, sepertinya memang suara Friska si babu itu, tapi dia tidak ingin menebak-nebak. Lebih baik melihat secara langsung saja.Selalu melongo, mengintip sedikit saja, dan ternyata memang benar perempuan itu adalah Friska si OB
“Memangnya ada urusan apa dengan kamu?”“Bu-bukan apa-apa, hanya tidak pantas rasanya seorang OB diangkat menjadi seorang sekretaris. Bukannya seorang sekretaris itu harus berpendidikan tinggi? Sedangkan dia ….”“Kurang tinggi apa memangnya? Nona Friska tamatan S2,” beber Rio.“Apa? S2?”Sella tentu saja terbelalak. Friska tamatan s2 kenyataannya dia hanya seorang OB selama ini. Benar-benar tidak bisa dipercaya.“Anda tidak sedang bercanda kan, Pak Rio?” cecar Sella masih dengan wajah terkejutnya.“Apa saya kelihatan sedang bercanda? Lagipula ini hal serius, tidak patut dibuat bercanda. Nona Friska memang tamatan s2, dan dia pantas untuk diangkat menjadi seorang sekretaris menggantikan Resti.”“Baiklah, mari Nona Friska ikut saya … kita ngobrol di dalam ruangan Pak Morgan saja,” alih Rio kemudian.“Oh … i-iya, Pak.&rdq
Aldo mengangguk-angguk walau tidak mengetahui apa alasan Sella mencarinya, setidaknya dia mengerti siapa yang dicari perempuan itu, yakni Aldo seorang OB, bukannya Aldo sebagai Morgan.“Baiklah, Rio … kamu tolong selesaikan urusan pengangkatan jabatan. Aku akan keluar buat temui Sella,” kata Aldo sambil beranjak.“Baik, Tuan.”Maksud Aldo adalah mengenai segala sesuatu yang harus dijelaskan pada Friska, misalnya apa saja yang harus dia kerjakan, di mana ruangannya sekarang dan lain sebagainya.Selanjutnya Aldo berjalan mendekati pintu, Friska memperhatikan dia secara seksama. Friska terlihat menatapnya heran, perempuan itu sedang menilai penampilan Aldo yang mengenakan pakaian biasa saja, sehelai t-shirt dengan celana panjang casual, sama sekali tidak mirip dengan penampilan seorang bos.Friska sampai memutar wajahnya mengikuti pergerakan Aldo yang terus melangkah tanpa merasa terganggu sedikitpun oleh tatapannya. Per
Dia kemudian memilih berbalik hendak pergi meninggalkan Sella saja, daripada dia semakin emosi dan melakukan hal yang tidak diinginkan. Namun, Sella justru menahannya.“Heh! Aku tau kenapa kamu tidak mau membantuku, pasti kamu iri kan? Aku terus naik jabatan sedangkan kamu … hanya bisa terus menjadi OB,” julid Sella.Aldo seketika menghentikan pergerakannya, hatinya jadi panas sekali. Sedangkan Sella masih bisa tersenyum penuh kemenangan di belakangnya. Seandainya Aldo melihat ekspresi Sella saat ini mungkin dia akan semakin murka terhadap perempuan itu.“Benar kan apa kataku? Ngaku aja,” cecarnya.Pada detik ini dia berhasil membuat Aldo membalikkan lagi wajah menghadapnya.“Setelah semua yang pernah aku lakukan terhadapmu selama ini, apa kau pikir ini pembalasan yang pantas untuk kamu lakukan terhadapku?”Jujur, Aldo tak ingin membahas semua ini, ia tidak pernah mengungkit kebaikan apapun yang per