Tentu saja mereka harus menemui pria itu, Aldo merasa seperti berjodoh dengan dia karena bisa bertemu lagi dalam waktu singkat.
Dave sungguh memundurkan laju mobil sesuai perintah Aldo. Sejenak kemudian, ia benar-benar menghentikan mobil tepat di samping pria tersebut.
Tentu kehadiran mereka menarik perhatian, pria tersebut menatap heran mobil di hadapannya. Dave tidak menurunkan kaca, Aldo sudah turun di seberang, dia pun ikut turun segera.
Saat melihat wajah Aldo, pria asing itupun mengenalinya. Ia sedikit tersentak. "Loh, dia kan …."
Pria itu bertambah heran, ada apa Aldo menemuinya. Apa dia sempat menyinggungnya tadi?
Jujur dia merasa tak nyaman dan seketika memeriksa memori otaknya dengan berusaha mengingat apa saja yang telah dia lakukan sesaat yang lalu terhadap Aldo.
"Selamat siang!" Dave yang menyapa.
"S-siang," jawab pria tersebut agak gagap. Lamunannya seketika buyar. "Ada apa ya? Apa aku melakukan kesala
Aldo dan Dave membuka sabuk pengaman, sedangkan Bastian diam saja. "Kamu juga ikut turun, Bas," titah Aldo. "Hah? Saya tunggu di sini saja, tidak apa-apa." "Tidak bisa seperti itu, kamu yang harus memilih sendiri mobil yang kamu inginkan." Deg! Pastinya Bastian begitu terkesiap mendengar ucapan Aldo. Ia terdiam seribu bahasa, matanya berkedip-kedip tak percaya. Apa artinya ini? Aldo memintanya memilih mobil yang dia inginkan? Bukankah itu berarti bos barunya ini akan membelikan dia mobil? Iya, memang itu kejutan yang akan diberikan oleh Aldo padanya. Akan tetapi, Bastian tentu saja tidak bisa mempercayainya begitu saja. Begini batinnya, “Atau aku salah dengar ya?” Ingin sekali rasanya ia meminta Aldo mengulang kalimatnya, tapi dia tidak memiliki keberanian sebesar itu. Ia sangat segan terhadap Aldo dan Dave sejak tahu siapa mereka. Sementara itu, Aldo dan Dave sudah turun dari mobil, Bastian masih saja ter
Tunggu! Ada yang menarik!Pegawai pria yang satu ini ternyata adalah pria berbaju biru dongker di ATM tadi. Tentu saja dia mengenali Aldo dan Bastian, jika Dave dia tidak melihat jelas wajahnya tadi.Ia melangkah sombong menuju ke arah mereka bertiga. Senyuman sinis tak henti-hentinya mengembang di sudut bibirnya.Sedangkan Aldo yang baru tersadar siapa yang sedang berjalan menghampiri mereka sedikit mendapat kejutan.“Oh … rupanya dia kerja disini,” gumam Aldo tersenyum tipis merasa akan ada hal menarik yang terjadi setelah ini.Reaksi Bastian beda lagi, ia begitu terkejut melihat pria berpakaian biru dongker itu. “Loh, dia kan ….”Prok … prok!Aldo menepuk lengannya pelan, membuatnya kembali terkejut, tapi pandangannya itu tetap lurus tertuju pada pria berpaian biru dongker itu.“Kita lihat sejauh apa dia akan bertindak, ikuti saja sandiwaranya,” ujar Aldo.Detik
“Jadi mau yang mana, Tuan-tuan? Ini stok yang paling murah, harganya 1 miliar 200 juta.”Farel menyebutkan harga mobil dengan suara sedikit lebih kencang, bahkan orang lain di showroom tersebut dapat mendengar suaranya, mereka sampai menoleh padanya.Dia tentu sengaja melakukannya, bertujuan untuk membuat Aldo dan yang lainnya syok. Akan tetapi, ia hanya menemukan ekspresi itu di wajah Bastian saja.“Harga memang tidak pernah berbohong,” gumam Bastian terkagum-kagum. Ingin rasanya ia menyentuh kendaraan tersebut, tapi dia tidak selancang itu.Tentu saja Bastian sangat terpesona, dia biasanya hanya menggunakan motor butut saja sekarang disuguhkan dengan pemandangan mobil mewah.Aldo lebih kepada terlihat sibuk memperhatikan mobil putih yang ditunjuk oleh Farel, apalagi melihat ekspresi Bastian yang sepertinya menyukainya. Ia berpikir boleh juga jika ia membeli mobil ini saja untuk Bastian.1 miliar 200 juta walau dikat
Yah … semua orang menatap Farel tanpa terkecuali, termasuk Lia yang menatapnya dengan tatapan kesal bercampur greget. Apa dia sudah gila, Lia saja tahu tentang kartu fenomenal ini, yang berasal dari bank ternama. Dia tak menyangka, Farel begitu ketinggalan jaman. Padahal pria itu terlihat modern.Sedangkan Aldo fokusnya lebih kepada Lia yang mengatakan Farel telah membuat seorang pelanggan mereka pergi. Wow! Luar biasa.Hari ini hari pertama showroom mulai menerima pelanggan, dia sudah berbuat onar, yang benar saja. Sungguh tak layak untuk dipekerjakan. Tanpa kesalahan inipun Aldo sudah pasti akan memecatnya setelah ini, apalagi dengan adanya kesalahan fatal ini.“Lia, lebih baik kamu nggak perlu meladeni dia, dia hanya sedang mempermainkan kamu! Tuh lihat, kartu apa yang dia gunakan? Kartu mainan!” Ia kembali terbahak, Lia mengerutkan dahi sembari menggeleng.“Ayolah, Lia … aku akan panggilkan satpam buat usir dia!”
Bukan hanya Farel, perempuan kasir dan Lia juga pastinya terkejut dengan kalimat Aldo. Mereka reflek saling menoleh. Bastian juga tidak kalah terkejutnya. Ternyata Aldo adalah pemilik showroom ini. Beberapa karyawan lain yang kebetulan lewat atau berada di dekat sana yang mendengar ucapan Aldo reflek mematung. Aldo menyebut itu showroomnya, berarti dia bos mereka. Ini sebuah kejutan luar biasa. “T-tuan … apa maksud Anda?” Lia bertanya. Dave mengambil alih menjawab, “Sebenarnya beliau ini Tuan Aldo, Nona.” Tubuh Lia reflek mundur 2 langkah. Tuan Aldo adalah direktur utama di sana, mereka semua mengenal namanya, tapi tidak tahu yang mana orangnya. “M-maafkan saya sudah lancang … selamat datang, Tuan!” Lia memberi hormat sambil membungkukkan badan. Perempuan kasir serta beberapa karyawan yang berada di dekat sana ikut melakukan hal yang sama, seketika seisi showroom pun jadi heboh. Pemandangan di meja kasir tentu sangat menarik pe
Hari berganti, Aldo sedang berada di mansion, dia tidak ke kantor hari ini. Sebab sudah ada Rio. Tepatnya Aldo berada di dalam ruang kerjanya. Dave tiba-tiba menghampiri.“Tuan … Nona Dyta ingin bertemu.”Ekspresi Aldo seketika berubah dingin sekali.“Besar juga nyalinya. Tidak berani mengangkat telepon dariku, tapi berani menemuiku.”“Jangan berprasangka buruk dulu, Tuan. Mungkin semua ini hanya sebuah kesalahpahaman.“Salah paham kamu bilang? Semua begitu jelas!”Dave menunduk. Tidak ada gunanya berbicara dengan Aldo pada saat-saat seperti ini. Dia sedang dikuasai oleh emosi.“Kalau begitu saya akan bicara sama Nona bahwa Anda tidak bisa ditemui saat ini,” ujar Dave kemudian.Dave bergegas berbalik, akan tetapi Aldo menahan.“Tunggu!”“Siapa bilang aku tidak mau ketemu? Suruh dia masuk. Urusan ini tetap harus diselesaikan!”
“Jadi kamu sudah tau tentang Dimas? Sebenarnya kami tidak bermesraan sama sekali, kamu salah paham soal ini.”Namun Aldo justru bertambah terkejut sekarang.“Tunggu, kamu bilang siapa? Dimas? Jadi pria yang jalan sama kamu adala Dimas?”He ….Aldo menghela napas tak percaya. Dia benar-benar terkesiap. Dave hanya berkata Dyta jalan sama seorang pria, tapi tidak mengatakan jalan dengan siapa. Jadi Aldo belum tahu soal itu.“Jangan bilang dia beneran serius mau merebut kamu dariku?!” dengus Aldo beringas teringat pada ancaman Dimas beberapa waktu lalu. Ekspresinya itu begitu mengerikan.“Sialan kamu, Dimas!” kecamnya dalam batin.Dyta diam saja, dia tidak tahu harus menjawab apa. Seekor nyamuk tiba-tiba terbang di depan wajahnya, ia reflek menepuknya. Kemudian berjalan mendekati kursi di depan Aldo. Dyta merebahkan diri di sana, kakinya mulai pegal.“Sejujurnya, aku juga
“Ya … begitulah. Aku pun tidak paham, Do. Gimana mau jelasin padamu? Yang jelas sekarang ini mama sama papa aku sangat membencimu, dan malah memintaku segera menikah sama Dimas.” Dyta tertunduk lesu. Sedangkan Aldo terlihat jauh lebih terkesiap saat ini. Sorot matanya begitu tajam. “Brengsek kau, Dimas! Apa kau juga ingin menjadi pengkhianat? Aku kira kau berbeda dari yang lain.” Dyta mengangguk-angguk. “Aku setuju. Kamu harus berhati-hati dengannya, Do.” Nasehat yang sama ia lontarkan. “Jujur aja, sejak awal bertemu dia, aku udah nggak suka sama dia. Dari wajahnya kayak menyeramkan gitu. Aku pernah bilang ke kamu kan?” “Ternyata memang ada kejadian seperti ini.” “Aku semakin yakin kalau dia itu memang bukan teman baik-baik. Pokoknya pesenku satu, kamu harus lebih berhati-hati lagi sama dia.” Terhitung sudah 3 kali Dyta mengucapkan kalimat ini. Sepertinya Dyta benar-benar khawatir. Aldo tidak menjawab, tapi dia mulai respect de