Yah … semua orang menatap Farel tanpa terkecuali, termasuk Lia yang menatapnya dengan tatapan kesal bercampur greget. Apa dia sudah gila, Lia saja tahu tentang kartu fenomenal ini, yang berasal dari bank ternama. Dia tak menyangka, Farel begitu ketinggalan jaman. Padahal pria itu terlihat modern.
Sedangkan Aldo fokusnya lebih kepada Lia yang mengatakan Farel telah membuat seorang pelanggan mereka pergi. Wow! Luar biasa.
Hari ini hari pertama showroom mulai menerima pelanggan, dia sudah berbuat onar, yang benar saja. Sungguh tak layak untuk dipekerjakan. Tanpa kesalahan inipun Aldo sudah pasti akan memecatnya setelah ini, apalagi dengan adanya kesalahan fatal ini.
“Lia, lebih baik kamu nggak perlu meladeni dia, dia hanya sedang mempermainkan kamu! Tuh lihat, kartu apa yang dia gunakan? Kartu mainan!” Ia kembali terbahak, Lia mengerutkan dahi sembari menggeleng.
“Ayolah, Lia … aku akan panggilkan satpam buat usir dia!”
Bukan hanya Farel, perempuan kasir dan Lia juga pastinya terkejut dengan kalimat Aldo. Mereka reflek saling menoleh. Bastian juga tidak kalah terkejutnya. Ternyata Aldo adalah pemilik showroom ini. Beberapa karyawan lain yang kebetulan lewat atau berada di dekat sana yang mendengar ucapan Aldo reflek mematung. Aldo menyebut itu showroomnya, berarti dia bos mereka. Ini sebuah kejutan luar biasa. “T-tuan … apa maksud Anda?” Lia bertanya. Dave mengambil alih menjawab, “Sebenarnya beliau ini Tuan Aldo, Nona.” Tubuh Lia reflek mundur 2 langkah. Tuan Aldo adalah direktur utama di sana, mereka semua mengenal namanya, tapi tidak tahu yang mana orangnya. “M-maafkan saya sudah lancang … selamat datang, Tuan!” Lia memberi hormat sambil membungkukkan badan. Perempuan kasir serta beberapa karyawan yang berada di dekat sana ikut melakukan hal yang sama, seketika seisi showroom pun jadi heboh. Pemandangan di meja kasir tentu sangat menarik pe
Hari berganti, Aldo sedang berada di mansion, dia tidak ke kantor hari ini. Sebab sudah ada Rio. Tepatnya Aldo berada di dalam ruang kerjanya. Dave tiba-tiba menghampiri.“Tuan … Nona Dyta ingin bertemu.”Ekspresi Aldo seketika berubah dingin sekali.“Besar juga nyalinya. Tidak berani mengangkat telepon dariku, tapi berani menemuiku.”“Jangan berprasangka buruk dulu, Tuan. Mungkin semua ini hanya sebuah kesalahpahaman.“Salah paham kamu bilang? Semua begitu jelas!”Dave menunduk. Tidak ada gunanya berbicara dengan Aldo pada saat-saat seperti ini. Dia sedang dikuasai oleh emosi.“Kalau begitu saya akan bicara sama Nona bahwa Anda tidak bisa ditemui saat ini,” ujar Dave kemudian.Dave bergegas berbalik, akan tetapi Aldo menahan.“Tunggu!”“Siapa bilang aku tidak mau ketemu? Suruh dia masuk. Urusan ini tetap harus diselesaikan!”
“Jadi kamu sudah tau tentang Dimas? Sebenarnya kami tidak bermesraan sama sekali, kamu salah paham soal ini.”Namun Aldo justru bertambah terkejut sekarang.“Tunggu, kamu bilang siapa? Dimas? Jadi pria yang jalan sama kamu adala Dimas?”He ….Aldo menghela napas tak percaya. Dia benar-benar terkesiap. Dave hanya berkata Dyta jalan sama seorang pria, tapi tidak mengatakan jalan dengan siapa. Jadi Aldo belum tahu soal itu.“Jangan bilang dia beneran serius mau merebut kamu dariku?!” dengus Aldo beringas teringat pada ancaman Dimas beberapa waktu lalu. Ekspresinya itu begitu mengerikan.“Sialan kamu, Dimas!” kecamnya dalam batin.Dyta diam saja, dia tidak tahu harus menjawab apa. Seekor nyamuk tiba-tiba terbang di depan wajahnya, ia reflek menepuknya. Kemudian berjalan mendekati kursi di depan Aldo. Dyta merebahkan diri di sana, kakinya mulai pegal.“Sejujurnya, aku juga
“Ya … begitulah. Aku pun tidak paham, Do. Gimana mau jelasin padamu? Yang jelas sekarang ini mama sama papa aku sangat membencimu, dan malah memintaku segera menikah sama Dimas.” Dyta tertunduk lesu. Sedangkan Aldo terlihat jauh lebih terkesiap saat ini. Sorot matanya begitu tajam. “Brengsek kau, Dimas! Apa kau juga ingin menjadi pengkhianat? Aku kira kau berbeda dari yang lain.” Dyta mengangguk-angguk. “Aku setuju. Kamu harus berhati-hati dengannya, Do.” Nasehat yang sama ia lontarkan. “Jujur aja, sejak awal bertemu dia, aku udah nggak suka sama dia. Dari wajahnya kayak menyeramkan gitu. Aku pernah bilang ke kamu kan?” “Ternyata memang ada kejadian seperti ini.” “Aku semakin yakin kalau dia itu memang bukan teman baik-baik. Pokoknya pesenku satu, kamu harus lebih berhati-hati lagi sama dia.” Terhitung sudah 3 kali Dyta mengucapkan kalimat ini. Sepertinya Dyta benar-benar khawatir. Aldo tidak menjawab, tapi dia mulai respect de
Jantung mereka sama-sama berpacu cepat. Setiap berada dalam posisi sedekat ini mereka selalu merasa gugup. Bahkan uniknya, selama ini Aldo belum pernah berhasil mengecup bibir manis Dyta sama sekali.Mungkin hal itu yang membuat pasangan tersebut segugup ini ketika wajah mereka bertemu dalam posisi yang sangat dekat seperti saat ini. Saking dekatnya mereka bisa merasakan hembusan napas masing-masing.Pipi mereka sama-sama memerah sudah seperti pasangan remaja saja yang baru mengalami kasmaran.“Dyt, b-boleh aku melakukannya?” tanya Aldo tiba-tiba dengan suara sedikit terbata-bata. Apaan ini? Sungguh bukan seorang Aldo yang sebenarnya.Sedangkan kalimat Aldo membuat wajah Dyta terasa semakin panas. Apalagi tatapan Aldo begitu mengintimidasi, terlihat berkabut dan tertuju pada bibirnya.Entahlah … sebagai perempuan dewasa normal, di usianya yang hampir menginjak 24 tahun saat ini, wajar jika Dyta juga menginginkan hal itu dari Aldo
Awalnya Dyta agak kaku, masih sempat diam saja, mungkin malu mengikuti arahan Aldo.Sementara Aldo tentu berpikir Dyta terlampau polos. Yang benar saja hal sederhana begini saja perlu diajar, belum juga memasuki kegiatan yang mengarah pada malam pertama? Aldo menertawakan perempuan itu di dalam hati.Akan tetapi itu tidak berlangsung lama. Saat dia mencoba memberikan sensasi yang sedikit berbeda, mulut Dyta reflek terbuka. Sejak itu Dyta dengan lincah membalas permainannya.Ketika itu terjadi, justru Aldo yang terkejut. Bagaimana tidak? Ternyata Dyta sangat liar, perempuan itu sampai meremas-remas rambutnya.Aldo tak dapat menahan diri, hasratnya semakin memuncak saja. Di menit kesekian, bukan lagi tautan bibir saja ... tangan Aldo telah menelusup masuk ke dalam pakaian Dyta, yang langsung dihentikan perempuan itu sebelum ia berhasil berbuat sesuatu.“Jangan, Aldo. Aku tidak ingin melakukan lebih dari ini sebelum kita menikah.”&
Dyta tanpa sengaja melihat tatapan Dave, pria itu langsung memalingkan wajah. Sementara Dyta hanya memiringkan kepala merasa agak heran terhadap sikap Dave yang seperti ini.Tapi, dia juga tidak mengatakan apapun pada Aldo. Melainkan terus mengikuti langkah Aldo dengan sangat cepat karena pacarnya ini menarik tangannya.***Selang beberapa saat saja, mereka telah tiba di kediaman orang tua Dyta. Aldo dibuat cukup terperangah.“J-jadi … di sini rumah orang tuamu?” ucap Aldo dengan ekspresi terkejut bukan main, juga terdapat gambaran yang begitu sulit untuk diungkapkan melalui kata-kata menghiasi wajahnya itu.Intinya, selama ini Aldo berpikir rumah orang tua Dyta berada cukup jauh. Ternyata tidak! Hanya berjarak sekitar 1 kilometer saja dari kontrakan Dyta. Bayangkan! Bagaimana dia tidak terkejut?“Hum um, di sini rumahnya,” jawab Dyta dengan wajah polos tanpa dosa.Aldo sampai melongoh, lalu memasang eks
Aldo dan Dyta duduk berhadapan dengan kedua orang tua Dyta di ruang tamu. Pasangan paruh baya itu duduk saling berdampingan, sedangkan Dyta serta Aldo duduk pada kursi yang berbeda."Bukannya mama udah bilangin kamu, Dyt … jangan berhubungan sama dia lagi," omel Dona Erisya."Tapi, Ma … alasannya apa Mama ngelarang aku bergaul sama Aldo?"Masih kurang jelas yang dikatakan Dimas kemarin? Dia itu bukan pria baik-baik!""Ya ampun, Ma … mau berapa kali aku jelasin ke Mama? Dimas itu berbohong!""Lagian ya … Mama sama Papa itu aneh tau nggak, masa dengan mudahnya percaya sama Dimas yang jelas-jelas orang lain ketimbang sama anak sendiri!""Kau ….""Memang kenyataannya begi ….""Diam kamu, Dyta!" sergah Krisnata Willy.Suasana menjadi hening seketika.Aldo merasa tidak tega melihat Dyta diperlakukan seperti ini oleh papanya, ia menatap lirih Dyta yang sedang menunduk