Aldo dan Dave membuka sabuk pengaman, sedangkan Bastian diam saja.
"Kamu juga ikut turun, Bas," titah Aldo.
"Hah? Saya tunggu di sini saja, tidak apa-apa."
"Tidak bisa seperti itu, kamu yang harus memilih sendiri mobil yang kamu inginkan."
Deg!
Pastinya Bastian begitu terkesiap mendengar ucapan Aldo. Ia terdiam seribu bahasa, matanya berkedip-kedip tak percaya. Apa artinya ini? Aldo memintanya memilih mobil yang dia inginkan? Bukankah itu berarti bos barunya ini akan membelikan dia mobil?
Iya, memang itu kejutan yang akan diberikan oleh Aldo padanya. Akan tetapi, Bastian tentu saja tidak bisa mempercayainya begitu saja.
Begini batinnya, “Atau aku salah dengar ya?”
Ingin sekali rasanya ia meminta Aldo mengulang kalimatnya, tapi dia tidak memiliki keberanian sebesar itu. Ia sangat segan terhadap Aldo dan Dave sejak tahu siapa mereka.
Sementara itu, Aldo dan Dave sudah turun dari mobil, Bastian masih saja ter
Tunggu! Ada yang menarik!Pegawai pria yang satu ini ternyata adalah pria berbaju biru dongker di ATM tadi. Tentu saja dia mengenali Aldo dan Bastian, jika Dave dia tidak melihat jelas wajahnya tadi.Ia melangkah sombong menuju ke arah mereka bertiga. Senyuman sinis tak henti-hentinya mengembang di sudut bibirnya.Sedangkan Aldo yang baru tersadar siapa yang sedang berjalan menghampiri mereka sedikit mendapat kejutan.“Oh … rupanya dia kerja disini,” gumam Aldo tersenyum tipis merasa akan ada hal menarik yang terjadi setelah ini.Reaksi Bastian beda lagi, ia begitu terkejut melihat pria berpakaian biru dongker itu. “Loh, dia kan ….”Prok … prok!Aldo menepuk lengannya pelan, membuatnya kembali terkejut, tapi pandangannya itu tetap lurus tertuju pada pria berpaian biru dongker itu.“Kita lihat sejauh apa dia akan bertindak, ikuti saja sandiwaranya,” ujar Aldo.Detik
“Jadi mau yang mana, Tuan-tuan? Ini stok yang paling murah, harganya 1 miliar 200 juta.”Farel menyebutkan harga mobil dengan suara sedikit lebih kencang, bahkan orang lain di showroom tersebut dapat mendengar suaranya, mereka sampai menoleh padanya.Dia tentu sengaja melakukannya, bertujuan untuk membuat Aldo dan yang lainnya syok. Akan tetapi, ia hanya menemukan ekspresi itu di wajah Bastian saja.“Harga memang tidak pernah berbohong,” gumam Bastian terkagum-kagum. Ingin rasanya ia menyentuh kendaraan tersebut, tapi dia tidak selancang itu.Tentu saja Bastian sangat terpesona, dia biasanya hanya menggunakan motor butut saja sekarang disuguhkan dengan pemandangan mobil mewah.Aldo lebih kepada terlihat sibuk memperhatikan mobil putih yang ditunjuk oleh Farel, apalagi melihat ekspresi Bastian yang sepertinya menyukainya. Ia berpikir boleh juga jika ia membeli mobil ini saja untuk Bastian.1 miliar 200 juta walau dikat
Yah … semua orang menatap Farel tanpa terkecuali, termasuk Lia yang menatapnya dengan tatapan kesal bercampur greget. Apa dia sudah gila, Lia saja tahu tentang kartu fenomenal ini, yang berasal dari bank ternama. Dia tak menyangka, Farel begitu ketinggalan jaman. Padahal pria itu terlihat modern.Sedangkan Aldo fokusnya lebih kepada Lia yang mengatakan Farel telah membuat seorang pelanggan mereka pergi. Wow! Luar biasa.Hari ini hari pertama showroom mulai menerima pelanggan, dia sudah berbuat onar, yang benar saja. Sungguh tak layak untuk dipekerjakan. Tanpa kesalahan inipun Aldo sudah pasti akan memecatnya setelah ini, apalagi dengan adanya kesalahan fatal ini.“Lia, lebih baik kamu nggak perlu meladeni dia, dia hanya sedang mempermainkan kamu! Tuh lihat, kartu apa yang dia gunakan? Kartu mainan!” Ia kembali terbahak, Lia mengerutkan dahi sembari menggeleng.“Ayolah, Lia … aku akan panggilkan satpam buat usir dia!”
Bukan hanya Farel, perempuan kasir dan Lia juga pastinya terkejut dengan kalimat Aldo. Mereka reflek saling menoleh. Bastian juga tidak kalah terkejutnya. Ternyata Aldo adalah pemilik showroom ini. Beberapa karyawan lain yang kebetulan lewat atau berada di dekat sana yang mendengar ucapan Aldo reflek mematung. Aldo menyebut itu showroomnya, berarti dia bos mereka. Ini sebuah kejutan luar biasa. “T-tuan … apa maksud Anda?” Lia bertanya. Dave mengambil alih menjawab, “Sebenarnya beliau ini Tuan Aldo, Nona.” Tubuh Lia reflek mundur 2 langkah. Tuan Aldo adalah direktur utama di sana, mereka semua mengenal namanya, tapi tidak tahu yang mana orangnya. “M-maafkan saya sudah lancang … selamat datang, Tuan!” Lia memberi hormat sambil membungkukkan badan. Perempuan kasir serta beberapa karyawan yang berada di dekat sana ikut melakukan hal yang sama, seketika seisi showroom pun jadi heboh. Pemandangan di meja kasir tentu sangat menarik pe
Hari berganti, Aldo sedang berada di mansion, dia tidak ke kantor hari ini. Sebab sudah ada Rio. Tepatnya Aldo berada di dalam ruang kerjanya. Dave tiba-tiba menghampiri.“Tuan … Nona Dyta ingin bertemu.”Ekspresi Aldo seketika berubah dingin sekali.“Besar juga nyalinya. Tidak berani mengangkat telepon dariku, tapi berani menemuiku.”“Jangan berprasangka buruk dulu, Tuan. Mungkin semua ini hanya sebuah kesalahpahaman.“Salah paham kamu bilang? Semua begitu jelas!”Dave menunduk. Tidak ada gunanya berbicara dengan Aldo pada saat-saat seperti ini. Dia sedang dikuasai oleh emosi.“Kalau begitu saya akan bicara sama Nona bahwa Anda tidak bisa ditemui saat ini,” ujar Dave kemudian.Dave bergegas berbalik, akan tetapi Aldo menahan.“Tunggu!”“Siapa bilang aku tidak mau ketemu? Suruh dia masuk. Urusan ini tetap harus diselesaikan!”
“Jadi kamu sudah tau tentang Dimas? Sebenarnya kami tidak bermesraan sama sekali, kamu salah paham soal ini.”Namun Aldo justru bertambah terkejut sekarang.“Tunggu, kamu bilang siapa? Dimas? Jadi pria yang jalan sama kamu adala Dimas?”He ….Aldo menghela napas tak percaya. Dia benar-benar terkesiap. Dave hanya berkata Dyta jalan sama seorang pria, tapi tidak mengatakan jalan dengan siapa. Jadi Aldo belum tahu soal itu.“Jangan bilang dia beneran serius mau merebut kamu dariku?!” dengus Aldo beringas teringat pada ancaman Dimas beberapa waktu lalu. Ekspresinya itu begitu mengerikan.“Sialan kamu, Dimas!” kecamnya dalam batin.Dyta diam saja, dia tidak tahu harus menjawab apa. Seekor nyamuk tiba-tiba terbang di depan wajahnya, ia reflek menepuknya. Kemudian berjalan mendekati kursi di depan Aldo. Dyta merebahkan diri di sana, kakinya mulai pegal.“Sejujurnya, aku juga
“Ya … begitulah. Aku pun tidak paham, Do. Gimana mau jelasin padamu? Yang jelas sekarang ini mama sama papa aku sangat membencimu, dan malah memintaku segera menikah sama Dimas.” Dyta tertunduk lesu. Sedangkan Aldo terlihat jauh lebih terkesiap saat ini. Sorot matanya begitu tajam. “Brengsek kau, Dimas! Apa kau juga ingin menjadi pengkhianat? Aku kira kau berbeda dari yang lain.” Dyta mengangguk-angguk. “Aku setuju. Kamu harus berhati-hati dengannya, Do.” Nasehat yang sama ia lontarkan. “Jujur aja, sejak awal bertemu dia, aku udah nggak suka sama dia. Dari wajahnya kayak menyeramkan gitu. Aku pernah bilang ke kamu kan?” “Ternyata memang ada kejadian seperti ini.” “Aku semakin yakin kalau dia itu memang bukan teman baik-baik. Pokoknya pesenku satu, kamu harus lebih berhati-hati lagi sama dia.” Terhitung sudah 3 kali Dyta mengucapkan kalimat ini. Sepertinya Dyta benar-benar khawatir. Aldo tidak menjawab, tapi dia mulai respect de
Jantung mereka sama-sama berpacu cepat. Setiap berada dalam posisi sedekat ini mereka selalu merasa gugup. Bahkan uniknya, selama ini Aldo belum pernah berhasil mengecup bibir manis Dyta sama sekali.Mungkin hal itu yang membuat pasangan tersebut segugup ini ketika wajah mereka bertemu dalam posisi yang sangat dekat seperti saat ini. Saking dekatnya mereka bisa merasakan hembusan napas masing-masing.Pipi mereka sama-sama memerah sudah seperti pasangan remaja saja yang baru mengalami kasmaran.“Dyt, b-boleh aku melakukannya?” tanya Aldo tiba-tiba dengan suara sedikit terbata-bata. Apaan ini? Sungguh bukan seorang Aldo yang sebenarnya.Sedangkan kalimat Aldo membuat wajah Dyta terasa semakin panas. Apalagi tatapan Aldo begitu mengintimidasi, terlihat berkabut dan tertuju pada bibirnya.Entahlah … sebagai perempuan dewasa normal, di usianya yang hampir menginjak 24 tahun saat ini, wajar jika Dyta juga menginginkan hal itu dari Aldo
“Anda tidak terlihat seperti badut, Nona … tapi sangat cantik, gaun ini benar-benar cocok untuk Anda,” puji si perias. “Ayo Nona kita turun sekarang!”“Tapi aku nggak mungkin berpenampilan begini, apa yang akan dikatakan orang-orang? Di rumah sakit tapi mengenakan pakaian begini.”“Tidak perlu menghiraukan ucapan orang lain, karena mau seperti apapun kita tetap saja akan ada yang nyiyirin hidup kita, kayak saya,” lirih sang perias yang merupakan janda itu. Dia telah menceritakan semuanya pada Dyta selama prosesi berdandan berlangsung, Dyta jadi ikut prihatin.“Mbak benar, jangan dengarkan nyinyiran orang lain, toh mereka juga tidak menghidupimu. Semangat ya, Mbak!”Si perias tersenyum mendengarnya, lain yang dipikirkan Dyta lain pula yang dipikirkan sang perias, “Kalau begitu ayo kita turun sekarang!”Ia bergegas menarik tangan Dyta agar beranjak dari posisi duduk.
Sekuat apapun Aldo berusaha menahan diri untuk tidak terlihat lemah di hadapan Dyta, tetap saja dia tidak dapat melakukannya. Terlalu sulit melewatinya, Aldo tak sanggup. Keadaan Dyta sangat mengkhawatirkan, bagaimana bisa dia menyembunyikan perasaannya itu.Akhirnya tetap meledak, Aldo justru menangis histeris di hadapan Dyta yang terbaring lemah, menangisi kekasihnya itu sambil sesekali melontarkan kalimat berikut secara berulang-ulang."Dyta … kamu nggak boleh ninggalin aku, aku nggak akan bisa hidup tanpamu. Kamu harus bangun, Dyt! Bangun!""Bangunlah, aku mohon, Dyt!"Siapapun jika mengalami kondisi demikian kemungkinan besar akan seperti Aldo pastinya, ini merupakan cobaan paling berat seumur hidupnya, terancam kehilangan separuh napas adalah yang paling menyakitkan. Jika ditinggal selingkuh saja mampu membuat Aldo hampir gila, apalagi ditinggal pergi selamanya, rasanya jauh lebih menyakitkan. Aldo tak siap, dia benar-benar tidak siap.
Para tim medis saja dibuat terkejut bukan main, barusan keadaan Dyta masih stabil, tapi dalam sekejap sudah seperti ini jelas sangat membingungkan.“Gimana, Dok? Apa yang terjadi dengan Dyta?”“Entahlah … tapi kondisinya benar-benar menurun sekarang.”“Sus, tolong pasangkan lagi semua peralatan tadi!” alih sang sang dokter pada timnya.Perasaan Aldo jangan ditanya lagi, ketakutan dan kepanikannya bertambah berkali-kali lipat sekarang ini.“Tolong, Dok … tolong selamatkan Dyta! Lakukan apa saja, yang penting Dyta harus selamat!” cecarnya.“Kami pasti akan melakukan yang terbaik, itu sudah bagian dari tugas kami.”Sang dokter juga memerintahkan agar Aldo keluar dari ruangan tersebut, para tim medis tentu tidak akan dapat bekerja maksimal jika dia terus-terusan bersikap panik seperti tadi. Pasien pun akan merasa terganggu.“Nggak, Dok! Aku harus menema
Tanpa disangka sedikitpun, ternyata Cecep bukanlah lawan yang bisa diremehkan. Kemampuannya melebihi Recky dan Robert, apalagi Aldo sudah sangat kelelahan saat ini jelas membutuhkan perjuangan luar biasa dalam menumbangkan lawannya ini. Aldo sendiri telah babak belur, barulah berhasil menjatuhkan Cecep.“Sekarang terima kematianmu, Bangsat!”Aldo yang awalnya cukup lega berhasil menumbangkan Cecep harus kembali dibuat terkejut, pria itu memang belum mati, Aldo masih harus membereskannya, hanya saja ia membutuhkan jeda untuk mengambil napas. Hal tak terduga lainnya justru terjadi.Pria itu tiba-tiba mendapatkan senjata, dan sedang mengarahkannya ke arah Aldo. Matanya hampir meloncat keluar saking terkejutnya dia. Bagaimana tidak, nyawanya sungguh sedang terancam.Aldo benar-benar kelelahan sampai tidak dapat mengelak saat ini, beranjak dari posisi tersungkur bahkan agak sulit dia lakukan. Dia benar-benar kehabisan tenaga buat menumbangkan Cecep
Suasana di sana saat ini lumayan mengerikan, mayat tergeletak dimana-mana, baik itu anak buah Aldo maupun para musuh, jumlah mereka hampir sama banyaknya. Ada yang tewas karena luka tembak, maupun baku hantam.Aldo pun baru menyadari ternyata yang satu-satunya yang tersisa hanya dia seorang, tentunya cukup mengejutkan dia. Akan tetapi dia tidak akan mundur, satu lawan satu mana mungkin dia akan menyerah.Aldo baru akan melanjutkan langkahnya, suara tembakan membuatnya seketika mundur. Kurang seinci lagi dia hampir tertembak.“Aku seperti mengenal tembakan ini!” batin Aldo agak panik. Ia juga mengingat sesuatu, “Sniper handal itu!”Yah, dia orang yang terlibat pada kejadian di penjara beberapa waktu lalu. Drama penembakan Recky dan Robert saat itu.“Sial! Jadi dia ada disini!Jelas merupakan sebuah kegawatan. Aldo bergegas mencari tempat persembunyian dan bersikap waspada. Namun hal ini tetap tidak akan mengurung
Ketika mereka berdua tiba di hadapannya, Aldo justru berhasil menangkap tangan Robert yang hendak menyerang bagian perut, mematahkan tangannya itu tanpa ampun. Suara erangan mengaum keras.Sementara saat tendangan Recky yang mengincar kepalanya hampir menyentuhnya, Aldo juga dengan gesit menangkap kaki bajingan satu ini, lalu turut melayangkan sebuah tendangan mematikan tepat ke arah junior Recky.Sesaat Robert bangkit lagi, awalnya dia hendak menembak Aldo, tapi segera digagalkan Aldo dengan menendang senjata di tangannya hingga terhempas. Selanjutnya pertarungan sengit sempat menghiasi pertempuran seakan mereka seperti tandingan yang seimbang, hingga Aldo kembali berhasil menjatuhkan lawannya itu. Bagaimanapun dia tidak mungkin menang, dia bukanlah lawan Aldo, apalagi tangannya sedang terluka.Aldo bahkan menghajarnya cukup fatal kali ini, melampiaskan seluruh emosi yang menguasai jiwanya, sampai pria itu tak mampu bangkit lagi.Sambut-menyambut silih b
Perasaan Aldo benar-benar hancur melihat keadaan kekasihnya itu, sedikitpun dia tidak pernah menyangka hal setragis ini akan terjadi terhadap Dyta. Padahal sebentar lagi mereka akan menjadi pasangan paling berbahagia, tapi keadaan justru berbalik seperti ini.Sakit sekali pastinya, Aldo yang tak kuasa menahan diri. Untuk pertama kalinya ia tak memedulikan keadaan sekeliling, tangisannya meledak sudah sambil menggenggam tangan Dyta.“Maafin aku, Dyt … seharusnya aku tidak membiarkan kamu pergi sendirian, aku yang patut disalahkan!”“Dyta, bangunlah! Bangun, Sayang!”Ternyata Aldo sungguh tidak dapat mengontrol dirinya untuk bersikap tenang sehingga dokter harus memperingatkan dia, mengatakan bahwa orang yang sedang koma seharusnya disupport, bukan ditangisi seperti ini. Sebab walau Dyta sedang tak sadar tapi dia bisa mendengar semua yang dikatakan Aldo saat ini.Akhirnya Aldo harus berusaha tegar, menahan emosinya yang
Betapa terkejutnya Aldo mendapatkan kabar yang disampaikan oleh Dave barusan. Tanpa berpikir panjang dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan pergi dari ruangan rapat begitu saja. Dia tentu harus menuju rumah sakit saat itu juga.Aldo pergi seorang diri, lagipula Dave harus mengambil alih meneruskan rapat yang sedang berlangsung. Keadaan Aldo tentu sangat tidak stabil, ia mengemudi dengan sangat brutal. Namun keberuntungan selalu memihak padanya di jalanan. Aldo berhasil tiba di rumah sakit dalam keadaan selamat.Usai memarkirkan kendaraannya secara sembarangan tak memedulikan apapun lagi, Aldo bergegas berlarian menuju ke dalam rumah sakit secepat mungkin.Baru saja dia menginjakkan kaki di pintu lift menuju ruangan VVIP, panggilan untuknya telah terdengar karena mobilnya yang parkir seenak jidat itu, tapi Aldo tetap tak menghiraukannya, bukannya kembali ke depan, Aldo justru melangkah memasuki lift.Mau mobilnya itu diderek atau diapapun, dia tak
Lain halnya dengan Dave yang segera mengiyakan kalimat Aldo, Dyta justru dibuat terkejut bukan main.“S-sekarang? Kenapa kalian para pria suka sekali seenaknya begini sih?!” rutuk perempuan itu kesal.Bagaimana tidak, barusan menghadapi Cecep yang bertingkah seenak jidat memaksa menikahinya, sekarang giliran Aldo yang melakukan hal serupa.“Kamu kok kayak nggak senang gitu, memangnya kamu keberatan nikah sama aku?”Aldo agak salah mengerti.“Bukan begitu, tapi menikah kan bukan main-main, Do … kita perlu menyiapkannya dengan mateng! Gimana bisa seenaknya aja begini, mau nikah ya nikah aja gitu!”“Kau pikir nggak akan bikin kaget kedua orang tuaku apa? Terus papi sama mami kamu, bisa-bisa mereka jantungan mikirin ide gilamu itu!”Dyta ngambek lagi, ia membuang muka keluar jendela sambil memeluk tangan. Ternyata mereka telah memasuki kawasan mansion Aldo berada.“Oh, ak