“Tunggu!” tahan Recky saat mereka hampir mencapai ambang pintu.
Aldo dan Rio menghentikan langkah mereka dan berbalik. Semua orang kini memperhatikan Recky menghampiri mereka.
Ekspresi Recky sangat dingin, semua orang berpikir mungkin akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Mungkin Recky akan menghajar Aldo. Ketegangan seketika menghiasi lobby. Yang paling berantusias tentu saja Robert dan Resti.
“Hajar aja, Bro … biar mampus!” panas Robert.
“Bener. Dia harus dikasih pelajaran biar tau diri!” sambung Resti ikut menambah api.
Wajah Recky memang terlihat berhiaskan amarah menggebu-gebu. Aldo sendiri sudah memasang ancang-ancang, jika saja pria itu sungguh menyerangnya dia tentu tidak akan tinggal diam. Begitupun dengan Rio yang ikut mengantisipasi.
Begitu-begitu, Rio pernah belajar karate, walau dia selalu menjadi anak bawang yang tak terhitung keberadaanya. Bisa apa dia memang? Yang penting pernah belajar karate.
Tiba di had
Semua orang menantikan kelanjutan kisah pertemanan Aldo dan Recky, mereka sangat penasaran. Ada apa sebenarnya? Benarkah Recky adalah teman pengkhianat itu?Mereka menunggu klasifikasi lebih lanjut, baik itu dari Recky ataupun berharap Aldo lebih memperjelas tuduhannya.Sementara, kedua pria itu sedang terjebak dalam perang tatap. Cukup dalam, Aldo menatap penuh kebencian bundaran hitam yang memantulkan bayangannya. Kepahitan memang menjadi luka paling menyakitkan.Aldo berkata jujur, tidak ada bagian sekecil apapun yang dia lupakan tentang luka batin yang pernah digoreskan oleh Recky dan gengnya terhadap dia.Ia justru mengingat semuanya sangat detail, sangat-sangat detail, hingga seekor semut yang pernah hinggap dan menggigitnya di bawah pohon mangga lalu dia bunuh, pada saat sedang duduk berdua dengan Dyta sebelum mendapat kabar dari Alya bahwa ia disekap oleh orang tak dikenal masih tersimpan di memorynya.Terhitung 46 detik aksi saling m
Selain perempuan itu, kedua pria di depan juga tanpa sengaja melihat kartu tersebut saat mereka hendak melirik si cantik di belakang Aldo. Hanya saja mereka tidak tahu tentang benda ini. Salah satu dari mereka memperhatikan Aldo secara seksama. Ia sedang menilai penampilan Aldo yang menurutnya terlihat norak. Seolah-olah seperti orang miskin yang sok kaya, begitu pikirnya. Pria itu lalu menoleh ke arah mobil yang Aldo tumpangi, dia melihat Dave di bagian kursi kemudi. Dengan gamblang ia memberi penilaian bahwa Aldo pasti menumpangi transportasi online. Ia pun semakin yakin dengan pemikirannya, bahwa Aldo sebenarnya orang miskin, tapi memaksa modis agar terlihat seperti orang kaya. Ia menyunggingkan senyuman tak suka. “Sok keren!” cibirnya menyerupai berbisik. Aldo tentu bisa mendengar gumamannya, dan dia tahu pria berbaju biru dongker itu sedang mengatai dia. Sebab sedari tadi orang itu terus melihatnya secara intens. Sekarang juga, ketika ia
Bagaimana Aldo tidak terkejut, perempuan itu adalah perempuan yang bertemu dengannya di ATM tadi. Aldo hanya tidak menyangka saja, ternyata dia bekerja di tempat seperti ini. Apalagi mengenai pakaiannya itu, tadi penampilannya sangat sopan, sekarang justru berubah 360 derajat. “Hai!” sapa perempuan itu sambil tersenyum. “Nggak nyangka bakal ketemu kamu di sini. Oh iya ….” Perempuan itu terlihat merogoh tas pinggang seperti ingin mengambil sesuatu. Yup, ia sedang mengambil dompet yang dia temukan. Karena hal ini pula ia menghampiri Aldo padahal dia sedang melayani tamu saat ia tanpa sengaja melihat keberadaan Aldo. “Ini milikmu, kan?” Aldo tentu saja cukup kaget, “Itu dompetku, kok bisa ada di kamu?” Aldo meraba seluruh saku yang ada. Perempuan cantik itu memperlebar senyumannya, Dave sampai tak berkedip terpesona dengan kecantikannya. “Jadi kamu belum sadar kehilangan dompet? Aku menemukannya di ATM tadi.” “Oh ….”
Tentu saja mereka harus menemui pria itu, Aldo merasa seperti berjodoh dengan dia karena bisa bertemu lagi dalam waktu singkat.Dave sungguh memundurkan laju mobil sesuai perintah Aldo. Sejenak kemudian, ia benar-benar menghentikan mobil tepat di samping pria tersebut.Tentu kehadiran mereka menarik perhatian, pria tersebut menatap heran mobil di hadapannya. Dave tidak menurunkan kaca, Aldo sudah turun di seberang, dia pun ikut turun segera.Saat melihat wajah Aldo, pria asing itupun mengenalinya. Ia sedikit tersentak. "Loh, dia kan …."Pria itu bertambah heran, ada apa Aldo menemuinya. Apa dia sempat menyinggungnya tadi?Jujur dia merasa tak nyaman dan seketika memeriksa memori otaknya dengan berusaha mengingat apa saja yang telah dia lakukan sesaat yang lalu terhadap Aldo."Selamat siang!" Dave yang menyapa."S-siang," jawab pria tersebut agak gagap. Lamunannya seketika buyar. "Ada apa ya? Apa aku melakukan kesala
Aldo dan Dave membuka sabuk pengaman, sedangkan Bastian diam saja. "Kamu juga ikut turun, Bas," titah Aldo. "Hah? Saya tunggu di sini saja, tidak apa-apa." "Tidak bisa seperti itu, kamu yang harus memilih sendiri mobil yang kamu inginkan." Deg! Pastinya Bastian begitu terkesiap mendengar ucapan Aldo. Ia terdiam seribu bahasa, matanya berkedip-kedip tak percaya. Apa artinya ini? Aldo memintanya memilih mobil yang dia inginkan? Bukankah itu berarti bos barunya ini akan membelikan dia mobil? Iya, memang itu kejutan yang akan diberikan oleh Aldo padanya. Akan tetapi, Bastian tentu saja tidak bisa mempercayainya begitu saja. Begini batinnya, “Atau aku salah dengar ya?” Ingin sekali rasanya ia meminta Aldo mengulang kalimatnya, tapi dia tidak memiliki keberanian sebesar itu. Ia sangat segan terhadap Aldo dan Dave sejak tahu siapa mereka. Sementara itu, Aldo dan Dave sudah turun dari mobil, Bastian masih saja ter
Tunggu! Ada yang menarik!Pegawai pria yang satu ini ternyata adalah pria berbaju biru dongker di ATM tadi. Tentu saja dia mengenali Aldo dan Bastian, jika Dave dia tidak melihat jelas wajahnya tadi.Ia melangkah sombong menuju ke arah mereka bertiga. Senyuman sinis tak henti-hentinya mengembang di sudut bibirnya.Sedangkan Aldo yang baru tersadar siapa yang sedang berjalan menghampiri mereka sedikit mendapat kejutan.“Oh … rupanya dia kerja disini,” gumam Aldo tersenyum tipis merasa akan ada hal menarik yang terjadi setelah ini.Reaksi Bastian beda lagi, ia begitu terkejut melihat pria berpakaian biru dongker itu. “Loh, dia kan ….”Prok … prok!Aldo menepuk lengannya pelan, membuatnya kembali terkejut, tapi pandangannya itu tetap lurus tertuju pada pria berpaian biru dongker itu.“Kita lihat sejauh apa dia akan bertindak, ikuti saja sandiwaranya,” ujar Aldo.Detik
“Jadi mau yang mana, Tuan-tuan? Ini stok yang paling murah, harganya 1 miliar 200 juta.”Farel menyebutkan harga mobil dengan suara sedikit lebih kencang, bahkan orang lain di showroom tersebut dapat mendengar suaranya, mereka sampai menoleh padanya.Dia tentu sengaja melakukannya, bertujuan untuk membuat Aldo dan yang lainnya syok. Akan tetapi, ia hanya menemukan ekspresi itu di wajah Bastian saja.“Harga memang tidak pernah berbohong,” gumam Bastian terkagum-kagum. Ingin rasanya ia menyentuh kendaraan tersebut, tapi dia tidak selancang itu.Tentu saja Bastian sangat terpesona, dia biasanya hanya menggunakan motor butut saja sekarang disuguhkan dengan pemandangan mobil mewah.Aldo lebih kepada terlihat sibuk memperhatikan mobil putih yang ditunjuk oleh Farel, apalagi melihat ekspresi Bastian yang sepertinya menyukainya. Ia berpikir boleh juga jika ia membeli mobil ini saja untuk Bastian.1 miliar 200 juta walau dikat
Yah … semua orang menatap Farel tanpa terkecuali, termasuk Lia yang menatapnya dengan tatapan kesal bercampur greget. Apa dia sudah gila, Lia saja tahu tentang kartu fenomenal ini, yang berasal dari bank ternama. Dia tak menyangka, Farel begitu ketinggalan jaman. Padahal pria itu terlihat modern.Sedangkan Aldo fokusnya lebih kepada Lia yang mengatakan Farel telah membuat seorang pelanggan mereka pergi. Wow! Luar biasa.Hari ini hari pertama showroom mulai menerima pelanggan, dia sudah berbuat onar, yang benar saja. Sungguh tak layak untuk dipekerjakan. Tanpa kesalahan inipun Aldo sudah pasti akan memecatnya setelah ini, apalagi dengan adanya kesalahan fatal ini.“Lia, lebih baik kamu nggak perlu meladeni dia, dia hanya sedang mempermainkan kamu! Tuh lihat, kartu apa yang dia gunakan? Kartu mainan!” Ia kembali terbahak, Lia mengerutkan dahi sembari menggeleng.“Ayolah, Lia … aku akan panggilkan satpam buat usir dia!”