Aldo dan Dyta berlarian kecil menuju ke arah pria tersebut dengan perasaan membuncah di dada, keraguan dan keyakinan berbaur di benak mereka, tak ada yang lebih besar ataupun kecil, jumlahnya sama, salah satunya baru akan menguasai jiwa kedua manusia bijak itu jika telah memastikan kebenarannya. Apalagi ini malam hari, penerangan tidak begitu baik. Bisa saja mereka memang salah lihat.
Tidak membutuhkan waktu lama, mereka sudah tiba di hadapan pria yang mereka lihat dari jarak sekitar 30an meter itu. Semakin dekat, keadaan pak tua itu semakin memprihatinkan, dan pastinya semakin jelas pula wajahnya terlihat.
“Gimana menurutmu, Do?” Dyta meminta petunjuk Aldo dengan berbisik.
“Entahlah, tapi mereka memang mirip,” jawab Aldo mengedikkan bahu.
Dyta mengangguk-angguk setuju, "Bukan mirip lagi, tapi kayak kembar. cuman ...."
Sejenak Dyta semakin penasaran melihat tubuh renta itu sama sekali tak bergerak. Ia lalu tertarik untuk mel
Bahkan detik ini pun Dyta masih berusaha curi pandang ke arah pak tua sambil melangkah, pria yang sedang duduk itu tak kalah dengannya, pandangan pak tua mengikuti langkah pasangan tersebut. Sekitar 4 langkah saja, pak tua bersuara menahan kepergian mereka.“Saya seperti pernah melihat kalian,” lontarnya lebih lanjut. “Kalian yang ….”Dyta tetap yang paling menggebu dalam hal ini, ia segera menyambung. “Bapak ingat kami? Jadi Bapak beneran Pak Kumis yang waktu itu kan?”Kumis tipis itu memang masih sama, hanya rambut serta pakaian pria itu saja yang tampak berantakan, serta wajah dan tubuhnya agak kumal layaknya orang-orang yang hidupnya di jalanan.Mendengar kalimat Dyta pak tua menggerakkan seluruh tubuhnya, seperti ingin berdiri, dia memang sedang berusaha bangkit dari posisi duduk. Aldo yang merasa tidak tega baru hendak membantu, tapi dia sudah lebih dulu berhasil menegakkan posisi dengan cukup susah payah.
Sesaat Aldo mengajak pak tua menuju kursi halte yang berada tidak begitu jauh dari tempat mereka berdiri, mendudukkan pria renta itu dengan perlahan, obrolan kecil pun berlangsung setelahnya.Pak tua menceritakan bagaimana dia melewati hari-hari. Aldo dan Dyta menantikan hal ini, karena memang sudah sangat penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.“Seandainya waktu dapat diulang … saya akan memilih menjadi manusia yang lebih bermanfaat di masa lalu. Tidak akan seangkuh dulu, dengan begitu mudah memperlakukan semua orang bagaikan binatang.”Glek!Pak tua sampai menelan saliva, membayangkan betapa garangnya dia ketika itu. Mentang-mentang dia berkuasa, bisa berbuat seenaknya saja terhadap semua orang!“Tapi coba lihat sekarang ….” Ia melirik dirinya sendiri, yang kini begitu kasihan. “Kalian pasti berpikir ini pantas untukku,” senyumnya lirih.Aldo dan Dyta enggan menanggapi bagian in
Setelah Dyta menuju lantai atas, Aldo juga memilih masuk ke kamarnya tanpa menunggu Tiara memasuki mansion ataupun menghampiri pasangan itu. Namun berbeda dengan Dyta, Aldo bukannya tidak nyaman terhadap salah satu dari mereka atau apapun itu, malahan Aldo akan dengan sangat berani mempertanyakan tentang keasyikan pasangan itu saat ditinggal berduaan, Aldo hanya merasa tak penting mengurusi hal beginian.Lagipula hari ini lumayan melelahkan, dia merasakan seluruh tubuhnya terasa remuk, Aldo butuh beristirahat segera. Hari ini begitu padat padahal awalnya tidak banyak pekerjaan yang dia kerjakan malah bisa pulang lebih awal dari kantor, tapi justru disambut dengan kegiatan tak disangka. Namun baginya cukup menyenangkan dan bermakna pula.Terlebih besok pergi bersama Dyta, Aldo tak ingin menghabiskan sedikit waktu yang tersisa buatnya beristirahat itu lagi. Yah, hanya sedikit saja, hari mulai larut sekitar 6 jam kemudian langit akan kembali terang.***Aldo
“Kalian datang kok nggak bilang-bilang?” protes Atika yang segera menghampiri pasangan itu.“Tante,” sapa Dyta juga sambil mendekati Atika hendak cupika-cupiki seperti biasa.Namun baru 3 langkah Dyta berjalan, Aldo tiba-tiba memanggilnya.“Kamu berdarah, Dyt!” ucapnya panik bukan main.“Berdarah? Mana yang berdarah?” Atika dan Alya tak kalah paniknya.Sedangkan Aldo sudah langsung berlarian ke arah titik kumpul.“Kamu terluka, Dyt? Bagian mana yang sakit?” cecar Atika memutar tubuh Dyta.“Aku nggak tau, Tan … nggak ada yang sakit. Biasa aja kok.”Walaupun begitu, tetap saja Atika merasa perlu mencari tahu tubuh Dyta yang bagian mana yang terluka seperti kata Aldo.Mula-mula mata perempuan paruh baya tersebut langsung tertuju pada kepala bagian belakang Dyta karena gadis itu meraba daerah sana. Namun ia tak menemukan apapun, begitupun dengan D
Sesaat Aldo bergegas menyusul mereka semua memasuki rumah. Di dalam sana justru ada hal tegang lain yang sedang menanti. Aldo terhenyak, dan seketika menghentikan langkahnya saat melihat seseorang di dalam sana.“Kamu ngapain disini?” hardiknya dengan suara terdengar garang, wajahnya sendiri telah berubah sangat dingin.Orang yang dia bentak tak kalah terkejutnya saat melihat wajah Aldo yang berdiri tegak di hadapannya ketika ia menoleh ke kanan.“K-Kak Aldo …,” sebut orang itu gagap.Aldo melangkah beberapa langkah lebih mendekat orang itu baru berbicara lagi.“Berani banget kamu kesini? Mentang-mentang nggak ada aku di rumah ya, huh?!”“M-maaf ….”Sekarang bahkan tangan Aldo telah menempel pada kerah pakaian orang itu, mengangkatnya tinggi hingga tubuh pria tersebut ikut beranjak.“Maaf saja mungkin nggak akan cukup, karena kamu nggak ada kapoknya!”
Aldo tampak duduk lesu di teras belakang, Atika meminta Dyta menghampirinya. Dyta mendekat, dan merebahkan diri duduk di samping Aldo.“Cowok tadi itu siapa sih?”Pertanyaan tersebut yang mengawali pembicaraan pasangan itu.“Aku lagi malas ngomongin dia, bisakah kamu nggak bahas tentangnya?” sahut Aldo ketus.“Alya kayaknya menyukainya.”Walau sudah diperingatkan Aldo, Dyta tak menghiraukan. Dia tetap saja membahas prihal pria tersebut. Usai berucap, Dyta menyodorkan sebotol minuman cola untuk Aldo.“Minumlah, biar kepalamu dingin.”Beruntung kalimatnya itu tidak membuat Aldo yang sedang sensitif itu tersinggung ataupun marah padanya. Sikap Aldo biasa saja, ia justru menerima pemberian Dyta, lalu memutar tutup botol, membuka dan meneguk minuman berwarna merah itu.Cuaca yang cukup panas, serta perjalanan mereka menuju kediaman Eduard menyita banyak waktu, Aldo memang butuh minuman
“Mama! Tolong!” teriak Bagas ketakutan saat melihat wajah ibunya di depan pintu bersama yang lain.Sementara Alya tampak syok melihat pemandangan yang sedang tersaji di hadapannya.“Fadli! Apa yang kamu lakukan sama anakku?” Kedua tangan Alya terangkat menutup mulut.Ternyata apa yang dipikirkan Dyta tadi benar! Fadli ada niat jahat terhadap Bagas, mungkin Alya juga. Saat itu dia sedang membekap Bagas sambil menodongkan sebilah senjata tajam di dekat lehernya. Senyum seringat terbesit di sudut bibirnya.Bagas baru pulang dari sekolah, sebenarnya hari ini libur, karena sekolah mereka sedang ada kegiatan tambahan saja. Bagas diantar oleh bus sekolah seperti biasa, barusan dia turun dari bus, dan mobil sekolah itu juga belum 6 detik lenyap dari pandangan Bagas. Tak disangka ia malah mengalami kejadian demikian.“Fadli! Mau kau apakan cucuku?” Atika tak kalah syoknya.“Lepaskan cucuku! Ternyata Aldo bena
Aldo jelas berhasil, Fadli terlihat besar kepala mendengar permohonan maaf yang dilayangkan Aldo, begitu dramatis baginya. Ia terbahak puas. Aldo membiarkannya merasa senang. Sejenak lagi-lagi Aldo melihat sorot mata yang sangat dia kenal ini.“Tapi mana mungkin?” gumam Aldo mencubit-cubit dagu. Masalahnya Fadli dan orang ini jelas berbeda. Ataukah hanya kebetulan mirip?Duag!Tring … ting … ting ….Lamunan Aldo buyar oleh berbagai bunyi, baik itu suara tendangan yang dilayangkan oleh Erlan tepat pada tangan Fadli, maupun dentingan pisau yang terjatuh. Erlan berhasil melumpuhkan dia. Belum lagi jeritan Fadli saat jagoan kecil yang dia bekap menggigit tangannya kuat-kuat.“Anak pintar!” puji Aldo.Sesungguhnya Aldo dan yang lainnya terlalu meremehkan Fadli soal ini, padahal bahaya masih mengancam. Bagas sedang berlarian menuju ke arah Alya sekarang, sementara Fadli masih berusaha menjangkaunya tanp
“Anda tidak terlihat seperti badut, Nona … tapi sangat cantik, gaun ini benar-benar cocok untuk Anda,” puji si perias. “Ayo Nona kita turun sekarang!”“Tapi aku nggak mungkin berpenampilan begini, apa yang akan dikatakan orang-orang? Di rumah sakit tapi mengenakan pakaian begini.”“Tidak perlu menghiraukan ucapan orang lain, karena mau seperti apapun kita tetap saja akan ada yang nyiyirin hidup kita, kayak saya,” lirih sang perias yang merupakan janda itu. Dia telah menceritakan semuanya pada Dyta selama prosesi berdandan berlangsung, Dyta jadi ikut prihatin.“Mbak benar, jangan dengarkan nyinyiran orang lain, toh mereka juga tidak menghidupimu. Semangat ya, Mbak!”Si perias tersenyum mendengarnya, lain yang dipikirkan Dyta lain pula yang dipikirkan sang perias, “Kalau begitu ayo kita turun sekarang!”Ia bergegas menarik tangan Dyta agar beranjak dari posisi duduk.
Sekuat apapun Aldo berusaha menahan diri untuk tidak terlihat lemah di hadapan Dyta, tetap saja dia tidak dapat melakukannya. Terlalu sulit melewatinya, Aldo tak sanggup. Keadaan Dyta sangat mengkhawatirkan, bagaimana bisa dia menyembunyikan perasaannya itu.Akhirnya tetap meledak, Aldo justru menangis histeris di hadapan Dyta yang terbaring lemah, menangisi kekasihnya itu sambil sesekali melontarkan kalimat berikut secara berulang-ulang."Dyta … kamu nggak boleh ninggalin aku, aku nggak akan bisa hidup tanpamu. Kamu harus bangun, Dyt! Bangun!""Bangunlah, aku mohon, Dyt!"Siapapun jika mengalami kondisi demikian kemungkinan besar akan seperti Aldo pastinya, ini merupakan cobaan paling berat seumur hidupnya, terancam kehilangan separuh napas adalah yang paling menyakitkan. Jika ditinggal selingkuh saja mampu membuat Aldo hampir gila, apalagi ditinggal pergi selamanya, rasanya jauh lebih menyakitkan. Aldo tak siap, dia benar-benar tidak siap.
Para tim medis saja dibuat terkejut bukan main, barusan keadaan Dyta masih stabil, tapi dalam sekejap sudah seperti ini jelas sangat membingungkan.“Gimana, Dok? Apa yang terjadi dengan Dyta?”“Entahlah … tapi kondisinya benar-benar menurun sekarang.”“Sus, tolong pasangkan lagi semua peralatan tadi!” alih sang sang dokter pada timnya.Perasaan Aldo jangan ditanya lagi, ketakutan dan kepanikannya bertambah berkali-kali lipat sekarang ini.“Tolong, Dok … tolong selamatkan Dyta! Lakukan apa saja, yang penting Dyta harus selamat!” cecarnya.“Kami pasti akan melakukan yang terbaik, itu sudah bagian dari tugas kami.”Sang dokter juga memerintahkan agar Aldo keluar dari ruangan tersebut, para tim medis tentu tidak akan dapat bekerja maksimal jika dia terus-terusan bersikap panik seperti tadi. Pasien pun akan merasa terganggu.“Nggak, Dok! Aku harus menema
Tanpa disangka sedikitpun, ternyata Cecep bukanlah lawan yang bisa diremehkan. Kemampuannya melebihi Recky dan Robert, apalagi Aldo sudah sangat kelelahan saat ini jelas membutuhkan perjuangan luar biasa dalam menumbangkan lawannya ini. Aldo sendiri telah babak belur, barulah berhasil menjatuhkan Cecep.“Sekarang terima kematianmu, Bangsat!”Aldo yang awalnya cukup lega berhasil menumbangkan Cecep harus kembali dibuat terkejut, pria itu memang belum mati, Aldo masih harus membereskannya, hanya saja ia membutuhkan jeda untuk mengambil napas. Hal tak terduga lainnya justru terjadi.Pria itu tiba-tiba mendapatkan senjata, dan sedang mengarahkannya ke arah Aldo. Matanya hampir meloncat keluar saking terkejutnya dia. Bagaimana tidak, nyawanya sungguh sedang terancam.Aldo benar-benar kelelahan sampai tidak dapat mengelak saat ini, beranjak dari posisi tersungkur bahkan agak sulit dia lakukan. Dia benar-benar kehabisan tenaga buat menumbangkan Cecep
Suasana di sana saat ini lumayan mengerikan, mayat tergeletak dimana-mana, baik itu anak buah Aldo maupun para musuh, jumlah mereka hampir sama banyaknya. Ada yang tewas karena luka tembak, maupun baku hantam.Aldo pun baru menyadari ternyata yang satu-satunya yang tersisa hanya dia seorang, tentunya cukup mengejutkan dia. Akan tetapi dia tidak akan mundur, satu lawan satu mana mungkin dia akan menyerah.Aldo baru akan melanjutkan langkahnya, suara tembakan membuatnya seketika mundur. Kurang seinci lagi dia hampir tertembak.“Aku seperti mengenal tembakan ini!” batin Aldo agak panik. Ia juga mengingat sesuatu, “Sniper handal itu!”Yah, dia orang yang terlibat pada kejadian di penjara beberapa waktu lalu. Drama penembakan Recky dan Robert saat itu.“Sial! Jadi dia ada disini!Jelas merupakan sebuah kegawatan. Aldo bergegas mencari tempat persembunyian dan bersikap waspada. Namun hal ini tetap tidak akan mengurung
Ketika mereka berdua tiba di hadapannya, Aldo justru berhasil menangkap tangan Robert yang hendak menyerang bagian perut, mematahkan tangannya itu tanpa ampun. Suara erangan mengaum keras.Sementara saat tendangan Recky yang mengincar kepalanya hampir menyentuhnya, Aldo juga dengan gesit menangkap kaki bajingan satu ini, lalu turut melayangkan sebuah tendangan mematikan tepat ke arah junior Recky.Sesaat Robert bangkit lagi, awalnya dia hendak menembak Aldo, tapi segera digagalkan Aldo dengan menendang senjata di tangannya hingga terhempas. Selanjutnya pertarungan sengit sempat menghiasi pertempuran seakan mereka seperti tandingan yang seimbang, hingga Aldo kembali berhasil menjatuhkan lawannya itu. Bagaimanapun dia tidak mungkin menang, dia bukanlah lawan Aldo, apalagi tangannya sedang terluka.Aldo bahkan menghajarnya cukup fatal kali ini, melampiaskan seluruh emosi yang menguasai jiwanya, sampai pria itu tak mampu bangkit lagi.Sambut-menyambut silih b
Perasaan Aldo benar-benar hancur melihat keadaan kekasihnya itu, sedikitpun dia tidak pernah menyangka hal setragis ini akan terjadi terhadap Dyta. Padahal sebentar lagi mereka akan menjadi pasangan paling berbahagia, tapi keadaan justru berbalik seperti ini.Sakit sekali pastinya, Aldo yang tak kuasa menahan diri. Untuk pertama kalinya ia tak memedulikan keadaan sekeliling, tangisannya meledak sudah sambil menggenggam tangan Dyta.“Maafin aku, Dyt … seharusnya aku tidak membiarkan kamu pergi sendirian, aku yang patut disalahkan!”“Dyta, bangunlah! Bangun, Sayang!”Ternyata Aldo sungguh tidak dapat mengontrol dirinya untuk bersikap tenang sehingga dokter harus memperingatkan dia, mengatakan bahwa orang yang sedang koma seharusnya disupport, bukan ditangisi seperti ini. Sebab walau Dyta sedang tak sadar tapi dia bisa mendengar semua yang dikatakan Aldo saat ini.Akhirnya Aldo harus berusaha tegar, menahan emosinya yang
Betapa terkejutnya Aldo mendapatkan kabar yang disampaikan oleh Dave barusan. Tanpa berpikir panjang dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan pergi dari ruangan rapat begitu saja. Dia tentu harus menuju rumah sakit saat itu juga.Aldo pergi seorang diri, lagipula Dave harus mengambil alih meneruskan rapat yang sedang berlangsung. Keadaan Aldo tentu sangat tidak stabil, ia mengemudi dengan sangat brutal. Namun keberuntungan selalu memihak padanya di jalanan. Aldo berhasil tiba di rumah sakit dalam keadaan selamat.Usai memarkirkan kendaraannya secara sembarangan tak memedulikan apapun lagi, Aldo bergegas berlarian menuju ke dalam rumah sakit secepat mungkin.Baru saja dia menginjakkan kaki di pintu lift menuju ruangan VVIP, panggilan untuknya telah terdengar karena mobilnya yang parkir seenak jidat itu, tapi Aldo tetap tak menghiraukannya, bukannya kembali ke depan, Aldo justru melangkah memasuki lift.Mau mobilnya itu diderek atau diapapun, dia tak
Lain halnya dengan Dave yang segera mengiyakan kalimat Aldo, Dyta justru dibuat terkejut bukan main.“S-sekarang? Kenapa kalian para pria suka sekali seenaknya begini sih?!” rutuk perempuan itu kesal.Bagaimana tidak, barusan menghadapi Cecep yang bertingkah seenak jidat memaksa menikahinya, sekarang giliran Aldo yang melakukan hal serupa.“Kamu kok kayak nggak senang gitu, memangnya kamu keberatan nikah sama aku?”Aldo agak salah mengerti.“Bukan begitu, tapi menikah kan bukan main-main, Do … kita perlu menyiapkannya dengan mateng! Gimana bisa seenaknya aja begini, mau nikah ya nikah aja gitu!”“Kau pikir nggak akan bikin kaget kedua orang tuaku apa? Terus papi sama mami kamu, bisa-bisa mereka jantungan mikirin ide gilamu itu!”Dyta ngambek lagi, ia membuang muka keluar jendela sambil memeluk tangan. Ternyata mereka telah memasuki kawasan mansion Aldo berada.“Oh, ak