“Mama! Tolong!” teriak Bagas ketakutan saat melihat wajah ibunya di depan pintu bersama yang lain.
Sementara Alya tampak syok melihat pemandangan yang sedang tersaji di hadapannya.
“Fadli! Apa yang kamu lakukan sama anakku?” Kedua tangan Alya terangkat menutup mulut.
Ternyata apa yang dipikirkan Dyta tadi benar! Fadli ada niat jahat terhadap Bagas, mungkin Alya juga. Saat itu dia sedang membekap Bagas sambil menodongkan sebilah senjata tajam di dekat lehernya. Senyum seringat terbesit di sudut bibirnya.
Bagas baru pulang dari sekolah, sebenarnya hari ini libur, karena sekolah mereka sedang ada kegiatan tambahan saja. Bagas diantar oleh bus sekolah seperti biasa, barusan dia turun dari bus, dan mobil sekolah itu juga belum 6 detik lenyap dari pandangan Bagas. Tak disangka ia malah mengalami kejadian demikian.
“Fadli! Mau kau apakan cucuku?” Atika tak kalah syoknya.
“Lepaskan cucuku! Ternyata Aldo bena
Aldo jelas berhasil, Fadli terlihat besar kepala mendengar permohonan maaf yang dilayangkan Aldo, begitu dramatis baginya. Ia terbahak puas. Aldo membiarkannya merasa senang. Sejenak lagi-lagi Aldo melihat sorot mata yang sangat dia kenal ini.“Tapi mana mungkin?” gumam Aldo mencubit-cubit dagu. Masalahnya Fadli dan orang ini jelas berbeda. Ataukah hanya kebetulan mirip?Duag!Tring … ting … ting ….Lamunan Aldo buyar oleh berbagai bunyi, baik itu suara tendangan yang dilayangkan oleh Erlan tepat pada tangan Fadli, maupun dentingan pisau yang terjatuh. Erlan berhasil melumpuhkan dia. Belum lagi jeritan Fadli saat jagoan kecil yang dia bekap menggigit tangannya kuat-kuat.“Anak pintar!” puji Aldo.Sesungguhnya Aldo dan yang lainnya terlalu meremehkan Fadli soal ini, padahal bahaya masih mengancam. Bagas sedang berlarian menuju ke arah Alya sekarang, sementara Fadli masih berusaha menjangkaunya tanp
“Mau ngomong apa? Kayaknya serius banget.”“Begini … aku kok ngerasa dia memang ada niat jahat sejak awal ya, maksudnya bukan karena ingin membalas perlakuanmu terhadapnya … yah, bisa aja kan dia punya dendam lain misalnya.”“Gini, gini ….” Dyta masih melanjutkan lagi asumsinya. “Coba kamu pikir deh, Do … dia nyulik Bagas iya kan? Terus dia punya pisau … darimana coba dia dapat pisau? Bukankah itu artinya dia sudah memiliki persiapan yang mateng untuk itu semua?”“Ada benernya juga sih,” tanggap Aldo nampak mengerutkan dahi, dan sedikit memiringkan kepalanya, merenungkan ucapan Dyta.“Aku sih ngerasa gitu. Soalnya kalau dia memang tersinggung sama kamu, dia nggak mungkin kan udah siapin pisau.”“Bener, bener,” setuju Aldo sambil mengangguk. Selanjutnya dia masih sempat menggoda Dyta. “Ternyata kacang panjang cerdas juga, ya.&
Apapun yang terjadi, tidak akan mengubah pendirian Aldo yang bertujuan untuk mengajak Dyta jalan-jalan hari ini. Tak ada kejadian yang terlalu mengganggu juga, malah Aldo merasa bersyukur adanya kasus seperti ini ketika dia dan Dyta pulang ke Bukittinggi.Jika saja hal itu terjadi tanpa kehadiran mereka, entah apa yang akan terjadi sekarang ini. Mungkin Alya maupun Bagas telah celaka, atau bisa juga Atika maupun Erlan yang mengalaminya. So, big blessed yang Aldo rasakan.Usai makan siang, Aldo dan Dyta pamit pada Atika untuk mengajak Dyta keliling Bukittinggi.“Mami sama Papi nggak ikutan sekalian? Kalian kan juga jarang jalan-jalan, mumpung ada Aldo disini.”“Iya, Tan … nggak apa-apa kok, makin rame kan makin seru,” sambung Dyta yang mengira mungkin saja kedua calon mertuanya itu tak nyaman sama dia.“Lain kali saja,” sahut Erlan.“Iya, benar, lain kali aja,” sambung Atika. “Lagia
“Maafin Aldo, Pi … Aldo janji setelah semuanya beres, Aldo akan baik-baik menata kehidupan Aldo.”“Ayo, Dyt kita jalan sekarang,” ajaknya kemudian. Dia melakukan itu tentu untuk menghindari Erlan maupun Atika.Tangan Erlan terangkat, hendak menahan kepergian putranya, tapi juga ragu hendak melakukannya atau tidak. Mendebatkan hal seperti ini pada waktu yang tidak tepat juga bukan solusi yang tepat. Hingga pada akhirnya, Erlan mengurungkan niatnya, membiarkan Aldo dan Dyta berlalu begitu saja. Pasangan paruh baya itu hanya bisa menatap kepergian anak serta calon menantu mereka dengan tatapan lirih.“Aku khawatir, Erlan … semoga tidak adalagi sesuatu yang buruk terjadi sama keluarga kita,” lontar Atika. Kalimatnya tidak terdengar oleh Aldo dan Dyta pastinya. Ia berkata pelan saja, hanya Erlan yang dapat mendengarnya. Selain itu pasangan muda tersebut bahkan telah lenyap dari pandangan mereka berdua.Erlan me
Tiba lagi di rumah, hari mulai larut. Sebelumnya tentu mereka juga wisata kuliner lebih dulu, nasi kapau fenomenal tak luput dari pilihan mereka. Sehingga sesampainya mereka di rumah, keduanya hanya perlu membersihkan diri, lalu beristirahat.Namun, Aldo yang tidak bisa terlelap memilih keluar dari kamar menuju teras. Disana ternyata juga ada Alya. Aldo lalu mendekatinya secara perlahan.“Malam-malam begini kok sendirian di luar?!” lontar Aldo sambil melangkah.Tentu kehadiran Aldo mengejutkan perempuan itu.“Eh … Kak Aldo belum tidur?”“Nggak bisa tidur, nggak ngantuk.”“Tapi, habis jalan-jalan pasti capek banget.”Aldo tak menjawab, ia lebih kepada merebahkan diri pada kursi panjang yang diduduki Alya, adiknya itu yang kecantikannya hampir menyamai Dyta bergegas menggeser posisinya. Setelahnya ia justru mengalihkan topik.“Soal mereka … kamu kenapa nggak ceri
Begitulah obrolan adik kakak itu berakhir, sayang sekali Aldo tidak berhasil mendapatkan informasi apapun mengenai pelaku ketiga, dia harus tetap bekerja keras buat mengungkap perihal ini. Namun bagaimanapun dia tetap meyakini bahwa Dirly pelakuknya.Keesokan harinya, Aldo dan Dyta belum balik ke Jakarta, hari ini masih hari libur, senin pagi baru mereka pulang. Aldo berniat mengajak Dyta jalan-jalan lagi ke beberapa tempat yang belum sempat mereka kunjungi hari ini.“Om Aldo sama Tante Dyta mau kemana? Bagas boleh ikut?”“Eh … nggak boleh gitu, Sayang. Nggak boleh ganggu Om sama Tante,” nasehat Alya.“Kamu ini ngomong apa, Al? Nggak apa-apa kali,” sahut Aldo cepat. Setelahnya segera beralih pada Bagas.“Tentu, Bagas ... kamu boleh ikut.”“Yeee!” soraknya girang.“Kita semua boleh pergi bersama. Jadi gimana, Mi … Pi? Hari ini juga bisa liburan bareng, kan?
"Hah? Oh, itu ... Kayaknya mobil itu ikutin kita terus deh.""Oya?"Dyta sontak ikut melirik ke belakang, semua orang yang ada di dalam mobil melakukan hal yang sama. Hari sudah larut saat itu, kira-kira pukul 22.00 karena mereka masih menyempatkan waktu untuk mampir makan malam tadi. Namun mereka semua yang tidak begitu memperhatikan kendaraan tersebut tidak tahu jika mobil itu mengikuti mereka sejak lama, hanya Aldo yang menyadarinya.
Hingga kendaraan mereka benar-benar berhenti di depan rumah keluarga Eduard, mobil tersebut juga ikut menepi agak berjarak dengan mobil mereka."Ayo turun!" ajak Atika,"Tunggu dulu!" cegah Aldo cepat membuat suasana jadi tegang seketika. Ia menambahkan lagi, "Mobil itu ada di belakang sekarang!"Semua orang kembali menoleh ke arah belakang, termasuk Bagas yang baru terjaga. Bocah cilik itu menggosok-gosok matanya sembari melirik ke sekeliling juga. Memastikan ada dimana dia, Bagas bersuara,“Kita udah sampe, ya? Kenapa nggak turun?” Dia bahkan sudah menyentuh knot buat membuka pengunci pintu mobil. Alya pastinya langsung menepis tangannya.“Tunggu sebentar lagi, Sayang.”“Do, apa perlu kita muter lagi? Katanya ini juga bisa jadi modus loh. Kalau ada yang ngikutin sampe di rumah, lebih baik kita nggak langsung turun, karena katanya saat itu mereka akan beraksi!” Kali ini Dyta yang sedari tadi hanya diam sa