Begitulah obrolan adik kakak itu berakhir, sayang sekali Aldo tidak berhasil mendapatkan informasi apapun mengenai pelaku ketiga, dia harus tetap bekerja keras buat mengungkap perihal ini. Namun bagaimanapun dia tetap meyakini bahwa Dirly pelakuknya.
Keesokan harinya, Aldo dan Dyta belum balik ke Jakarta, hari ini masih hari libur, senin pagi baru mereka pulang. Aldo berniat mengajak Dyta jalan-jalan lagi ke beberapa tempat yang belum sempat mereka kunjungi hari ini.
“Om Aldo sama Tante Dyta mau kemana? Bagas boleh ikut?”
“Eh … nggak boleh gitu, Sayang. Nggak boleh ganggu Om sama Tante,” nasehat Alya.
“Kamu ini ngomong apa, Al? Nggak apa-apa kali,” sahut Aldo cepat. Setelahnya segera beralih pada Bagas.
“Tentu, Bagas ... kamu boleh ikut.”
“Yeee!” soraknya girang.
“Kita semua boleh pergi bersama. Jadi gimana, Mi … Pi? Hari ini juga bisa liburan bareng, kan?
"Hah? Oh, itu ... Kayaknya mobil itu ikutin kita terus deh.""Oya?"Dyta sontak ikut melirik ke belakang, semua orang yang ada di dalam mobil melakukan hal yang sama. Hari sudah larut saat itu, kira-kira pukul 22.00 karena mereka masih menyempatkan waktu untuk mampir makan malam tadi. Namun mereka semua yang tidak begitu memperhatikan kendaraan tersebut tidak tahu jika mobil itu mengikuti mereka sejak lama, hanya Aldo yang menyadarinya.
Hingga kendaraan mereka benar-benar berhenti di depan rumah keluarga Eduard, mobil tersebut juga ikut menepi agak berjarak dengan mobil mereka."Ayo turun!" ajak Atika,"Tunggu dulu!" cegah Aldo cepat membuat suasana jadi tegang seketika. Ia menambahkan lagi, "Mobil itu ada di belakang sekarang!"Semua orang kembali menoleh ke arah belakang, termasuk Bagas yang baru terjaga. Bocah cilik itu menggosok-gosok matanya sembari melirik ke sekeliling juga. Memastikan ada dimana dia, Bagas bersuara,“Kita udah sampe, ya? Kenapa nggak turun?” Dia bahkan sudah menyentuh knot buat membuka pengunci pintu mobil. Alya pastinya langsung menepis tangannya.“Tunggu sebentar lagi, Sayang.”“Do, apa perlu kita muter lagi? Katanya ini juga bisa jadi modus loh. Kalau ada yang ngikutin sampe di rumah, lebih baik kita nggak langsung turun, karena katanya saat itu mereka akan beraksi!” Kali ini Dyta yang sedari tadi hanya diam sa
“Maaf, Bos … kami belum berhasil membawa dia, sesuai permintaan Bos, kami lebih memilih mencari tahu hal lain dulu Bos,” lapor salah satu dari mereka.“Maksudmu?”“Begini, Bos … mengenai kecurigaan Bos ... kami bermain aman. Kami mengirim orang buat mencari tahu identitas orang ini berdasarkan foto yang bos kirimkan, dan cukup mencengangkan, Bos ….”Aldo semakin dibuat kebingungan dengan penjelasan anak buahnya yang berputar-putar, membuatnya kesal saja.“Kau sedang permainkan aku, huh? Katakan dengan jelas!” pekik Aldo dengan nada agak meninggi.“Ehm maksud saya begini. Kami awalnya memeriksa identitasnya pada orang dalam dengan segala data yang ada, tapi ternyata nihil. Orang ini tidak terdaftar dimanapun.”Aldo semakin keheranan saja, tapi kali ini dia tetap sabar menunggu penjelasan dari anak buahnya.“Lalu saya mengirim Dom …,” ter
Aldo benar-benar dibuat semakin pusing oleh kasus ini, berbelit-belit bagai benang kusut yang tak kunjung terurai. Dia berharap dapat segera menyelesaikannya. Utamanya sekarang dia merasa perlu menemui Dimas. Usai kepergian anak buahnya, Aldo menghubungi Dave untuk mengabari soal apa yang dia temukan.“Apa?” Bahkan Dave juga terkejut mendengarnya. Dan mereka berdua memutuskan akan menemui Dimas di penjara besok setelah Aldo dan Dyta kembali ke Jakarta.Malam itu Aldo tidak dapat tidur dengan nyenyak memikirkan hal ini, sebelum kembali ke Jakarta sudah pasti dia meminta beberapa pengawal menjaga keluarganya. Setidaknya bisa membuat dia lebih tenang, semua titik telah diamankan. Baik itu keluarga Dyta, maupun keluarga Eduard sendiri.Aldo dan Dyta mendarat di Jakarta sekitar pukul 10 siang, Dave sendiri yang menjemput mereka. Usai mengantar Dyta pulang ke mansion, mereka langsung menemui Dimas di penjara. Mereka harus meminta keterangan dari orang ini
Sepertinya rencana Aldo dan Dave cukup membuahkan hasil, dengan berdiam dan tatapan tajam serta mengintimidasi, mereka berhasil membuat Dimas berbicara lebih banyak.“Aku memang mengenal Frix, dan benar … dia juga salah satu anggota geng Ponix, dia teman kami. Dia juga dikenal sebagai anggota terbaik di sepanjang masa atas kerapiannya dalam menangani berbagai kasus ….”“Tapi asal kalian tau ….”Dimas memasukkan lagi semua berkas yang ada kedalam amplop, baru setelahnya melanjutkan lagi pembicaraannya.“Kami tidak pernah terikat satu sama lain dalam menerima tugas, jadi kalian salah besar jika mengira aku mengetahui segala hal yang Frix lakukan.”“Mungkin selama ini tidak banyak yang tau tentang geng Ponix, kami menerima job bukan dirembuk bersama, tapi lebih kepada bersifat privasi. Masing-masing anggota memiliki kerjaannya sendiri tanpa campur tangan yang lainnya.”“
Setelah keluar dari area penjara, tepatnya berada di dalam mobil, Aldo baru menghubungi lagi nomor telepon anak buahnya yang menghubungi dia tadi. Barusan tersambung, sudah langsung dijawab. “Gimana? Kalian menemukan pria itu?” cecar Aldo segera. “Sudah, Bos … tapi ….” “Tapi apa?” “Dom tak sengaja menembaknya hingga kritis, sekarang orang itu sedang dirawat di rumah sakit, Bos.” Mendengar itu jelas membuat Aldo naik pitam seketika. “Dasar g*blok! Kalian ini benar-benar tidak becus!” “Ma ….” Tit! Aldo memutuskan panggilan secara sepihak sebelum orang suruhannya selesai bicara. “Ah, benar-benar sial!” Ia menghempas asal handphone, yang akhirnya terjatuh membentur dasboard. Beruntung tidak mengenai kaca depan mobil. Setelahnya ia tampak memijat kening. “Apa yang terjadi, Tuan?” kepo Dave dengan hati-hati. “Mereka menggagalkan semua rencanaku.” “Maksud Anda orang yang Anda kirim untuk
“Apa kau bisa gambarkan, seperti apa ciri-ciri orang yang menemui orang itu?” cecar Aldo langsung pada intinya.“Ehm … sebenarnya saya sempat mengambil foto mereka, Tuan.”“Oya?” Begini jelas lebih baik lagi, Aldo semakin bersemangat. “Bisa kau tunjukkan?”“Tentu.”Dom lalu menyerahkan ponsel di tangannya usai membuka bagian gareli, Aldo meraih benda persegi tersebut secepat kilat. Matanya tentu langsung tertuju pada layar, memeriksa wajah pada foto yang tersimpan di handphone Dom. Namun sayang sekali, ternyata gambarnya tidak begitu jelas karena diambil dari jarak agak jauh, Aldo perlu memicingnya.Beberapa detik kemudian, Aldo seperti bisa mengenalinya, wajah itu tiba-tiba familiar, mirip dengan seseorang tapi justru membuatnya menggeleng-geleng, “Ini nggak mungkin,” gumamnya.“Ada apa, Tuan?”“Kamu coba lihat, Dave … menurutmu or
Di perjalanan pulang, Dave dan Aldo terlibat perbincangan, masih membicarakan seputaran kasus yang sedang dihadapinya saat ini. Utamanya Dave memastikan rencana Aldo barusan.“Tuan, Anda yakin mau ke Ciwidey sekarang? Anda dan Nona baru kembali dari Bukittinggi pagi ini, pasti masih lelah.”“Kelelahan nggak akan bikin mati, kan Dave. Aku mau menyelesaikan urusan ini secepat mungkin,” sahut Aldo sambil tangannya terus mengusap-usap ponsel. Dia sedang bermain game saat itu untuk menghilangkan kepenatan sejenak.“Siapa bilang lelah tidak bisa bikin meninggal, ada banyak orang yang meninggal karena kelelahan, Tuan.”“Ah, masa?” Aldo terkekeh. “Jangan lebay! Sejak kenal sama pengawal culun itu kamu jadi suka berlebihan, Dave. Heran!”Dave sontak mengerutkan wajah, agak kaget Aldo mengaitkan hal ini dengan Tiara. Dia tidak terima.“Tidak ada hubungannya dengan perempuan itu, Tuan.&r