“Halo ….”
Aldo memilih beranjak, menjauh dari Dyta dan Tiara saat menjawab telepon, dia tidak ingin mereka berdua mendengar obrolannya dengan Dave yang mungkin saja memang akan membahas perihal Peter.
Untuk awal pembicaraan tentu Aldo mengawali dengan mencaci asistennya itu yang tidak mengaktifkan handphone.
“Maafkan saya, Tuan. Setibanya di rumah saya sudah langsung meng-changer handphone saya, tapi tetap tidak keburu saat Tuan menghubungi masih belum menyala.”
“Halah! Alasan! Cocok banget kau sama pengawal culun itu! Kayaknya aku perlu mengatur hari baik buat kalian agar menikah.”
“Hah? M-maksud Anda?”
Aldo nampak menaikkan alis yang tentu tidak dapat dilihat oleh Dave. “Enak aja minta aku jelasin, tanya aja sendiri sama calon istrimu!”
Out of topic, Aldo menutup topik tersebut setelahnya, dan mengalihkannya pada bahasan lain segera.
“Oh iya … apa
“Tuan …,” panggil Dave. Suaranya terdengar kencang menyerbu kuping Aldo yang barusan melangkah keluar dari kamarnya.Aldo tak langsung menjawab melainkan mengernyitkan wajah seperti sangat terganggu dengan suara asistennya ini yang bahkan tidak disadari Dave. Beberapa detik kemudian dia malah telah membuka lagi mulutnya hendak bersuara kembali, tapi Aldo langsung berdesis.“Ssstt! Pelankan suaramu! Kau ingin membangunkan seisi mansion?” Maki majikannya itu. Saat ini Aldo sendiri sudah berada cukup dekat dengan Dave.“Aku nggak mau Dyta bangun!”Dave tampak terbengong, dan seketika melempar pandangan ke arah lantai atas. Sungguh baginya ucapan Aldo terlalu berlebihan. Suaranya mana mungkin mampu membangunkan Dyta di atas sana? Bahkan berbicara menggunakan toa pun belum tentu berhasil membangunkan perempuan itu.Sebab kamar tidur Dyta kedap suara, semua ruangan di mansion ini kedap suara jadi tidak akan ada
Ketika tiba di Vila, keadaan masih cukup gelap. Baru sekitar pukul 05.00 pagi, apalagi cuaca juga mendung. Namun tentu di vila tidak akan kekurangan cahaya karena terdapat penerangan.Melihat Aldo dan Dave turun dari mobil, beberapa pengawal yang berjaga di depan pintu vila langsung menghampiri mereka. Sebelumnya tentu tempat ini telah disterilkan, tidak boleh ada orang lain yang memasuki kawasan vila ini radius belasan meter karena aksi penyekapan yang terjadi. Aldo memberi perintah agar para pengawal berjaga-jaga di sana.“Selamat pagi, Tuan!” sapa salah satu pengawal yang merupakan pimpinan kawanan mereka.“Pagi, gimana keadaaan tahanan?”“Aman, Tuan. Mari saya antar ke ruang penyekapan.”Aldo menggangguk elegan. Dia dan Dave lalu mengikuti pengawal itu memasuki vila. Setelah tiba di dalam sana, langkah mereka berlanjut menuju sebuah kamar.“Ada di dalam sini, Tuan.” Pengawal tersebut menera
“Kau mau apa dengan benda itu? Jangan!” ucapnya ketakutan.Aldo tak menjawab, melainkan melangkah 2 langkah lagi lebih dekat dengannya. Pisau di tangan Aldo gerakan menelusuri wajah brewok Peter dari atas ke bawah. Ekspresi Peter tentu semakin ketakutan. Sesaat ia mulai bersuara.“Apa maksudmu tentang kejadian di masa lalu? Aku benar-benar menyesal sudah merebut proyek kalian!” Akhirnya dia mengaku dengan sendirinya.Aldo tersenyum sinis mendengar pengakuan tersebut, awal yang sangat apik.“Enak saja sekarang bilang menyesal dengan begitu mudah,” sinis Dave tak tahan untuk tidak ikut nimbrung. Tidak seperti di depan Dimas kemarin, kali ini dia lebih banyak bacot.“Tolong, jangan sakiti aku. Aku benar-benar kalap waktu itu.” Sedangkan Peter masih berusaha marayu Aldo yang belum menjauhkan senjata tajam itu dari area wajahnya.“Kalap atau memang ada niat lain!” bentak Aldo detik ini m
Tidak, bukan lagi pahanya, melainkan bagian lain yang merupakan titik lemah Peter yang tertusuk, yakni di tengah-tengah kening, cairan merah mengalir deras saat benda tajam itu tercabut. Peter seketika meregang nyawa dengan mata serta mulut terbuka.Tring ting ting!Pisau yang dipegang Aldo sampai terjatuh ke lantai saking terkesiapnya dia melihat keadaan Peter saat itu.Sejenak ia seakan baru tersadar dengan keributan yang barusan terjadi, sebelum kejadian Peter tertikam, ada seorang wanita yang sepertinya mengalami gangguan jiwa menerobos masuk ke dalam ruang penyekapan, Aldo lalu melirik sekeliling mencari keberadaan sosok asing tersebut, tapi orang itu sudah tidak ada.Kini justru keributan terjadi di luar, para pengawal sedang menghadapi wanita itu, tepatnya mereka lagi mengikat perempuan tak waras tersebut, satu orang pengawal lainnya memberinya pelajaran sekaligus gertakan agar diam dengan menamparnya kuat sebanyak 2 kali, dan tentunya teriakan his
Selang beberapa detik Aldo selesai berucap, Dave tiba-tiba menghentikan kendaraan, tapi tidak mematikan mesin. Aldo mengerutkan kening.“Mau apa berhenti di sini?” selidiknya segera.“Tuan mau beli kafe itu kan? Kita kesana sekarang saja.”Dan ternyata Dave bukan ingin berhenti, melainkan berputar arah. Setelah jalanan agak sepi ia bergegas memutar setir kemudi kembali ke arah kafe tersebut.“Memang kau tau ownernya ada di sana?”“Seharusnya jam segini ada.”“Macam peramal aja kau ini,” kekeh Aldo kemudian.Beberapa detik saja, mobil mereka telah berhenti di depan kafe tersebut. Aldo dan Dave bergegas turun dari dalam sana menuju ke dalam kafe. Dave yang masuk duluan, Aldo menyusul karena harus menerima telepon sebentar. Ketika melihat wajahnya muncul, perempuan sombong waktu itu yang saat ini sedang melayani Dave dengan ramah sontak melirik sinis ke arahnya.“Ge
Kini Aldo dan Dave sudah berada di dalam ruangan owner kafe. Pastinya Dave segera menyampaikan keinginan mereka membeli kafe tersebut. Sang pemilik kafe agak tercengang mendengarnya.“Serius kalian mau membeli kafeku yang kecil ini? Ah, jangan bercanda … Royal Morgan begitu gedenya.”Pemilik kafe terkekeh.“Tentu, saya sangat tertarik dengan bisnis kuliner seperti ini, mungkin akan saya berikan pada calon istri saya karena dia juga seorang owner kafe,” terang Aldo menggebu.“Begitu, ya?”“Jadi gimana, Steve? Kau mau menjual kafe ini pada bosku?” cecar Dave kemudian.“Aku sih dengan iklhas melepasnya, Dave. Tapi sebelumnya aku harus mastiin dulu nih, kafe ini beneran tidak begitu ramai, karena kau sahabatku, aku nggak mau mengecewakan kalian saja. Serius, kalian tetap mau membelinya?”“Seratus persen yakin!” Lagi-lagi Aldo yang menanggapi. “Berapa kira
Aldo dan Dave sudah berada di luar ruangan Steve saat ini, mereka sedang menuju Steve yang barusan balik lagi ke ruangannya, katanya hendak mengambil handphonenya yang ketinggalan di dalam sana. Perbincangan singkat pun terjadi di antara Aldo dan Dave sebelum Steve kembali.“Sial kau Dave! Kenapa tidak bilang kalau kau dan pemilik kafe ini saling kenal? Pantas kau tau dia ada di tempat.”“Anda juga tidak menanyakannya, Tuan.”“Jadi aku harus bertanya dengan detail baru kau kasih tau?” sinis Aldo mulai geram.Dave malah terkekeh. Beruntung Steve segera kembali, jika tidak lebih cepat mungkin Aldo akan memberikan Dave sedikit pelajaran atas sikap tak sopannya itu.“Mari!” Steve menjulurkan tangannya ke depan mempersilakan.Namun beberapa langkah kemudian, Steve kembali pamit. Tepatnya saat melewati toilet.“Aku ke dalam sebentar tidak masalah kan? Mau pipis,” katanya sambil men
“Aku benar-benar nggak nyangka, kelakuanmu ternyata begini … pantas kafe ini semakin hari semakin sepi!” Steve benar-benar murka sekali.Sejenak ia juga memperlihatkan ekspresi penyesalannya karena baru mengetahui sifat buruk karyawannya itu sekarang, sambil ia menoleh miris sekeliling kafe. Begitu banyak meja di sana, tak seorangpun tamu yang hadir, hanya ada Dave dan Aldo yang mengisi meja nomor 2.Rasanya dia sangat tidak terima, akan tetapi apa mau dikata? Nasi sudah menjadi bubur, biarlah semua itu menjadi pelajaran baginya kedepan. Tak menunggu lama lagi, Steve lalu segera mengumumkan hal penting berikut.“Sebenarnya yang kau maksudkan dengan gembel itu adalah bos baru kalian!”Erni seketika mengangkat wajahnya, dan matanya sedikit membesar, lalu ia menoleh ke arah Aldo kilas.“A-apa yang Anda katakan, Bos? Jelas-jelas dia gembel, atau maksud Anda Tuan di sampingnya ini sebagai bos baru kami?” tangga
“Anda tidak terlihat seperti badut, Nona … tapi sangat cantik, gaun ini benar-benar cocok untuk Anda,” puji si perias. “Ayo Nona kita turun sekarang!”“Tapi aku nggak mungkin berpenampilan begini, apa yang akan dikatakan orang-orang? Di rumah sakit tapi mengenakan pakaian begini.”“Tidak perlu menghiraukan ucapan orang lain, karena mau seperti apapun kita tetap saja akan ada yang nyiyirin hidup kita, kayak saya,” lirih sang perias yang merupakan janda itu. Dia telah menceritakan semuanya pada Dyta selama prosesi berdandan berlangsung, Dyta jadi ikut prihatin.“Mbak benar, jangan dengarkan nyinyiran orang lain, toh mereka juga tidak menghidupimu. Semangat ya, Mbak!”Si perias tersenyum mendengarnya, lain yang dipikirkan Dyta lain pula yang dipikirkan sang perias, “Kalau begitu ayo kita turun sekarang!”Ia bergegas menarik tangan Dyta agar beranjak dari posisi duduk.
Sekuat apapun Aldo berusaha menahan diri untuk tidak terlihat lemah di hadapan Dyta, tetap saja dia tidak dapat melakukannya. Terlalu sulit melewatinya, Aldo tak sanggup. Keadaan Dyta sangat mengkhawatirkan, bagaimana bisa dia menyembunyikan perasaannya itu.Akhirnya tetap meledak, Aldo justru menangis histeris di hadapan Dyta yang terbaring lemah, menangisi kekasihnya itu sambil sesekali melontarkan kalimat berikut secara berulang-ulang."Dyta … kamu nggak boleh ninggalin aku, aku nggak akan bisa hidup tanpamu. Kamu harus bangun, Dyt! Bangun!""Bangunlah, aku mohon, Dyt!"Siapapun jika mengalami kondisi demikian kemungkinan besar akan seperti Aldo pastinya, ini merupakan cobaan paling berat seumur hidupnya, terancam kehilangan separuh napas adalah yang paling menyakitkan. Jika ditinggal selingkuh saja mampu membuat Aldo hampir gila, apalagi ditinggal pergi selamanya, rasanya jauh lebih menyakitkan. Aldo tak siap, dia benar-benar tidak siap.
Para tim medis saja dibuat terkejut bukan main, barusan keadaan Dyta masih stabil, tapi dalam sekejap sudah seperti ini jelas sangat membingungkan.“Gimana, Dok? Apa yang terjadi dengan Dyta?”“Entahlah … tapi kondisinya benar-benar menurun sekarang.”“Sus, tolong pasangkan lagi semua peralatan tadi!” alih sang sang dokter pada timnya.Perasaan Aldo jangan ditanya lagi, ketakutan dan kepanikannya bertambah berkali-kali lipat sekarang ini.“Tolong, Dok … tolong selamatkan Dyta! Lakukan apa saja, yang penting Dyta harus selamat!” cecarnya.“Kami pasti akan melakukan yang terbaik, itu sudah bagian dari tugas kami.”Sang dokter juga memerintahkan agar Aldo keluar dari ruangan tersebut, para tim medis tentu tidak akan dapat bekerja maksimal jika dia terus-terusan bersikap panik seperti tadi. Pasien pun akan merasa terganggu.“Nggak, Dok! Aku harus menema
Tanpa disangka sedikitpun, ternyata Cecep bukanlah lawan yang bisa diremehkan. Kemampuannya melebihi Recky dan Robert, apalagi Aldo sudah sangat kelelahan saat ini jelas membutuhkan perjuangan luar biasa dalam menumbangkan lawannya ini. Aldo sendiri telah babak belur, barulah berhasil menjatuhkan Cecep.“Sekarang terima kematianmu, Bangsat!”Aldo yang awalnya cukup lega berhasil menumbangkan Cecep harus kembali dibuat terkejut, pria itu memang belum mati, Aldo masih harus membereskannya, hanya saja ia membutuhkan jeda untuk mengambil napas. Hal tak terduga lainnya justru terjadi.Pria itu tiba-tiba mendapatkan senjata, dan sedang mengarahkannya ke arah Aldo. Matanya hampir meloncat keluar saking terkejutnya dia. Bagaimana tidak, nyawanya sungguh sedang terancam.Aldo benar-benar kelelahan sampai tidak dapat mengelak saat ini, beranjak dari posisi tersungkur bahkan agak sulit dia lakukan. Dia benar-benar kehabisan tenaga buat menumbangkan Cecep
Suasana di sana saat ini lumayan mengerikan, mayat tergeletak dimana-mana, baik itu anak buah Aldo maupun para musuh, jumlah mereka hampir sama banyaknya. Ada yang tewas karena luka tembak, maupun baku hantam.Aldo pun baru menyadari ternyata yang satu-satunya yang tersisa hanya dia seorang, tentunya cukup mengejutkan dia. Akan tetapi dia tidak akan mundur, satu lawan satu mana mungkin dia akan menyerah.Aldo baru akan melanjutkan langkahnya, suara tembakan membuatnya seketika mundur. Kurang seinci lagi dia hampir tertembak.“Aku seperti mengenal tembakan ini!” batin Aldo agak panik. Ia juga mengingat sesuatu, “Sniper handal itu!”Yah, dia orang yang terlibat pada kejadian di penjara beberapa waktu lalu. Drama penembakan Recky dan Robert saat itu.“Sial! Jadi dia ada disini!Jelas merupakan sebuah kegawatan. Aldo bergegas mencari tempat persembunyian dan bersikap waspada. Namun hal ini tetap tidak akan mengurung
Ketika mereka berdua tiba di hadapannya, Aldo justru berhasil menangkap tangan Robert yang hendak menyerang bagian perut, mematahkan tangannya itu tanpa ampun. Suara erangan mengaum keras.Sementara saat tendangan Recky yang mengincar kepalanya hampir menyentuhnya, Aldo juga dengan gesit menangkap kaki bajingan satu ini, lalu turut melayangkan sebuah tendangan mematikan tepat ke arah junior Recky.Sesaat Robert bangkit lagi, awalnya dia hendak menembak Aldo, tapi segera digagalkan Aldo dengan menendang senjata di tangannya hingga terhempas. Selanjutnya pertarungan sengit sempat menghiasi pertempuran seakan mereka seperti tandingan yang seimbang, hingga Aldo kembali berhasil menjatuhkan lawannya itu. Bagaimanapun dia tidak mungkin menang, dia bukanlah lawan Aldo, apalagi tangannya sedang terluka.Aldo bahkan menghajarnya cukup fatal kali ini, melampiaskan seluruh emosi yang menguasai jiwanya, sampai pria itu tak mampu bangkit lagi.Sambut-menyambut silih b
Perasaan Aldo benar-benar hancur melihat keadaan kekasihnya itu, sedikitpun dia tidak pernah menyangka hal setragis ini akan terjadi terhadap Dyta. Padahal sebentar lagi mereka akan menjadi pasangan paling berbahagia, tapi keadaan justru berbalik seperti ini.Sakit sekali pastinya, Aldo yang tak kuasa menahan diri. Untuk pertama kalinya ia tak memedulikan keadaan sekeliling, tangisannya meledak sudah sambil menggenggam tangan Dyta.“Maafin aku, Dyt … seharusnya aku tidak membiarkan kamu pergi sendirian, aku yang patut disalahkan!”“Dyta, bangunlah! Bangun, Sayang!”Ternyata Aldo sungguh tidak dapat mengontrol dirinya untuk bersikap tenang sehingga dokter harus memperingatkan dia, mengatakan bahwa orang yang sedang koma seharusnya disupport, bukan ditangisi seperti ini. Sebab walau Dyta sedang tak sadar tapi dia bisa mendengar semua yang dikatakan Aldo saat ini.Akhirnya Aldo harus berusaha tegar, menahan emosinya yang
Betapa terkejutnya Aldo mendapatkan kabar yang disampaikan oleh Dave barusan. Tanpa berpikir panjang dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan pergi dari ruangan rapat begitu saja. Dia tentu harus menuju rumah sakit saat itu juga.Aldo pergi seorang diri, lagipula Dave harus mengambil alih meneruskan rapat yang sedang berlangsung. Keadaan Aldo tentu sangat tidak stabil, ia mengemudi dengan sangat brutal. Namun keberuntungan selalu memihak padanya di jalanan. Aldo berhasil tiba di rumah sakit dalam keadaan selamat.Usai memarkirkan kendaraannya secara sembarangan tak memedulikan apapun lagi, Aldo bergegas berlarian menuju ke dalam rumah sakit secepat mungkin.Baru saja dia menginjakkan kaki di pintu lift menuju ruangan VVIP, panggilan untuknya telah terdengar karena mobilnya yang parkir seenak jidat itu, tapi Aldo tetap tak menghiraukannya, bukannya kembali ke depan, Aldo justru melangkah memasuki lift.Mau mobilnya itu diderek atau diapapun, dia tak
Lain halnya dengan Dave yang segera mengiyakan kalimat Aldo, Dyta justru dibuat terkejut bukan main.“S-sekarang? Kenapa kalian para pria suka sekali seenaknya begini sih?!” rutuk perempuan itu kesal.Bagaimana tidak, barusan menghadapi Cecep yang bertingkah seenak jidat memaksa menikahinya, sekarang giliran Aldo yang melakukan hal serupa.“Kamu kok kayak nggak senang gitu, memangnya kamu keberatan nikah sama aku?”Aldo agak salah mengerti.“Bukan begitu, tapi menikah kan bukan main-main, Do … kita perlu menyiapkannya dengan mateng! Gimana bisa seenaknya aja begini, mau nikah ya nikah aja gitu!”“Kau pikir nggak akan bikin kaget kedua orang tuaku apa? Terus papi sama mami kamu, bisa-bisa mereka jantungan mikirin ide gilamu itu!”Dyta ngambek lagi, ia membuang muka keluar jendela sambil memeluk tangan. Ternyata mereka telah memasuki kawasan mansion Aldo berada.“Oh, ak