“Aku benar-benar nggak nyangka, kelakuanmu ternyata begini … pantas kafe ini semakin hari semakin sepi!” Steve benar-benar murka sekali.
Sejenak ia juga memperlihatkan ekspresi penyesalannya karena baru mengetahui sifat buruk karyawannya itu sekarang, sambil ia menoleh miris sekeliling kafe. Begitu banyak meja di sana, tak seorangpun tamu yang hadir, hanya ada Dave dan Aldo yang mengisi meja nomor 2.
Rasanya dia sangat tidak terima, akan tetapi apa mau dikata? Nasi sudah menjadi bubur, biarlah semua itu menjadi pelajaran baginya kedepan. Tak menunggu lama lagi, Steve lalu segera mengumumkan hal penting berikut.
“Sebenarnya yang kau maksudkan dengan gembel itu adalah bos baru kalian!”
Erni seketika mengangkat wajahnya, dan matanya sedikit membesar, lalu ia menoleh ke arah Aldo kilas.
“A-apa yang Anda katakan, Bos? Jelas-jelas dia gembel, atau maksud Anda Tuan di sampingnya ini sebagai bos baru kami?” tangga
Pastinya di tayangan itu terdapat Dave yang pertama muncul, Erni terpesona melihatnya. Sementara di bawahnya ada keterangan nama dan jabatan Dave.“Loh, namanya Dave? Dia beneran bukan Tuan Aldo?”Sekarang Erni malah dengan tidak tau malunya menanti kemunculan Aldo, pemilik perusahaan yang kini semakin melambung tinggi itu. Sejatinya Erni jarang menonton siaran bisnis, makanya tidak begitu mengenali Aldo. Tentang Royal Morgan dia hanya pernah dengar dari orang-orang saja.Beberapa detik kemudian wajah Aldo sungguh muncul memberikan satu dua patah kata, awalnya Erni masih belum menyadari bahwa Aldo yang ada di TV sama dengan Aldo yang ada di kafe, ia masih tampak bertambah terpesona terhadap kehadiran pemilik Royal Morgan yang sangat bling-bling itu karena di sana tentu Aldo mengenakan setelan jas merk ternama.Hingga sesaat kemudian, kamera menyorot dekat wajah Aldo, dia pun mulai membandingkan Aldo di dalam sana dengan Aldo yang ada di kafe,
Parahnya Erni memang rendahan, dia masih saja mempertahankan diri di sana, sepertinya dia benar-benar ingin menguji kesabaran Aldo. Apa dia tidak tahu pria di hadapannya itu tidak dapat ditantang? Yah, begitulah … Erni sangat percaya diri, dia yakin Aldo tak akan melakukan hal itu.Namun, apa yang terjadi berikut cukup membuatnya tegang ….“Dave, panggil pengemis itu kemari!” titah Aldo.“Baik, Tuan.”Erni memperhatikan punggung Dave yang menjauh dengan tatapan getir. “Apa dia serius akan meminta pengemis itu menyeretku?”Ia mulai membayangkan pria kumal di depan sana menyentuh kulitnya yang mulus, membuatnya meringding.“Ihhh! Amit-amit! Aku nggak sudi tangan kotornya menyentuhku!”Akan tetapi semua tentu sudah terlamabat untuk menyesalinya, sebab Aldo tak pernah menarik ucapannya. Apalagi Erni juga masih belum rela buat menyerah, dia masih ingin mempertahankan posisinya d
Saat tiba di mansion, hari mulai gelap. Ternyata mereka menghabiskan waktu cukup lama di kafe itu. Sesampainya di rumah, Aldo sudah disambut oleh jam makan malam.“Dave, kamu nggak makan di sini saja? Udah cukup larut pulang ke rumahmu.”Kendaraan mereka baru saja berhenti di depan mansion sekarang ini, Aldo berkata seperti ini karena perut Dave yang tidak tahu malu berbunyi cukup kencang. Asistennya itu sampai mengutuk cacing-cacing di dalam sana.“Tidak perlu, Tuan. Nanti biar saya makan di jalan saja.”“Makan dijalan nanti ketabrak.”“Hah?”“Ya iyalah, makan di jalanan, kalau ada mobil lewat pasti ketabrak kan? Ada-ada saja kamu, Dave.”Dave terkekeh. Ternyata Aldo sedang bercanda dengannya. “Tuan bisa saja.”“Makan di sini saja, ayo turun!”Kali ini Aldo berkata sambil tangannya membuka pintu mobil.“Terima kasih atas taw
“Dave, kau juga ikut sama Tiara!”“Hah?”Dave sontak melirik Tiara yang juga sedang menoleh padanya dengan tatapan agak kaget persis seperti ekspresinya.“S-saya … tapi ….”“Jangan banyak alasan, pokoknya harus ikut!”“B-bukannya apa-apa, takutnya malah mengganggu kebersamaan Tuan sama Nona.”Tiara turut mengangguk-angguk di depan sana. Dave duduk saling berhadapan dengan Tiara, entah apa tujuan Aldo, dia juga yang menyarankan tadi. Sesungguhnya Dave menolak makan malam juga karena ini, dia sudah bisa menebak Aldo pasti akan mengerjainya dengan Tiara.Sebab selama di kantor apapun segala hal sering dia kaitkan dengan perempuan itu. Misalnya saat Dave melakukan kesalahan, Aldo akan mengatakan bahwa ia terlalu banyak memikirkan Tiara. Dan terbukti sudah, Aldo memang sungguh mengerjainya saat ini.Ketika Dave membela diri, mulut Aldo sedang penuh, Dyta yang
“Huuuh!”Mau tidak mau akhirnya Dave pun tetap mengalah. Tidak, tepatnya kalah telak! Kemudian segera mundur beberapa langkah lagi menuju pintu di belakang kursi kemudi. Sebelum membukanya, ia menyempatkan diri untuk melirik Tiara yang juga masih terbengong di pintu seberang sebentar saja dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.Hal itu justru membuat Tiara semakin enggan menyentuh handle di depannya, sampai Dyta memberi perintah dia tetap diam. Dave sendiri ikut menegurnya.“Jangan berharap aku akan menggendongmu naik, Nona!”Kekehan sontak terdengar dari barisan depan, Aldo dan Dyta yang agak kaget mendengar kalimat Dave terkekeh, bahkan Aldo sampai terbahak. Pastinya pasangan itu tak menyangka Dave akan mengatakan deretan kata seperti ini.Sementara Tiara jangan ditanyakan lagi, ia lebih terkejut lagi. Ia memasang wajah garang, tapi diam saja, dan hanya merutuk kesal dalam hati. “Menyebalkan! Siapa juga yang minta
Aldo dan Dyta berlarian kecil menuju ke arah pria tersebut dengan perasaan membuncah di dada, keraguan dan keyakinan berbaur di benak mereka, tak ada yang lebih besar ataupun kecil, jumlahnya sama, salah satunya baru akan menguasai jiwa kedua manusia bijak itu jika telah memastikan kebenarannya. Apalagi ini malam hari, penerangan tidak begitu baik. Bisa saja mereka memang salah lihat.Tidak membutuhkan waktu lama, mereka sudah tiba di hadapan pria yang mereka lihat dari jarak sekitar 30an meter itu. Semakin dekat, keadaan pak tua itu semakin memprihatinkan, dan pastinya semakin jelas pula wajahnya terlihat.“Gimana menurutmu, Do?” Dyta meminta petunjuk Aldo dengan berbisik.“Entahlah, tapi mereka memang mirip,” jawab Aldo mengedikkan bahu.Dyta mengangguk-angguk setuju, "Bukan mirip lagi, tapi kayak kembar. cuman ...."Sejenak Dyta semakin penasaran melihat tubuh renta itu sama sekali tak bergerak. Ia lalu tertarik untuk mel
Bahkan detik ini pun Dyta masih berusaha curi pandang ke arah pak tua sambil melangkah, pria yang sedang duduk itu tak kalah dengannya, pandangan pak tua mengikuti langkah pasangan tersebut. Sekitar 4 langkah saja, pak tua bersuara menahan kepergian mereka.“Saya seperti pernah melihat kalian,” lontarnya lebih lanjut. “Kalian yang ….”Dyta tetap yang paling menggebu dalam hal ini, ia segera menyambung. “Bapak ingat kami? Jadi Bapak beneran Pak Kumis yang waktu itu kan?”Kumis tipis itu memang masih sama, hanya rambut serta pakaian pria itu saja yang tampak berantakan, serta wajah dan tubuhnya agak kumal layaknya orang-orang yang hidupnya di jalanan.Mendengar kalimat Dyta pak tua menggerakkan seluruh tubuhnya, seperti ingin berdiri, dia memang sedang berusaha bangkit dari posisi duduk. Aldo yang merasa tidak tega baru hendak membantu, tapi dia sudah lebih dulu berhasil menegakkan posisi dengan cukup susah payah.
Sesaat Aldo mengajak pak tua menuju kursi halte yang berada tidak begitu jauh dari tempat mereka berdiri, mendudukkan pria renta itu dengan perlahan, obrolan kecil pun berlangsung setelahnya.Pak tua menceritakan bagaimana dia melewati hari-hari. Aldo dan Dyta menantikan hal ini, karena memang sudah sangat penasaran dengan apa yang terjadi sebenarnya.“Seandainya waktu dapat diulang … saya akan memilih menjadi manusia yang lebih bermanfaat di masa lalu. Tidak akan seangkuh dulu, dengan begitu mudah memperlakukan semua orang bagaikan binatang.”Glek!Pak tua sampai menelan saliva, membayangkan betapa garangnya dia ketika itu. Mentang-mentang dia berkuasa, bisa berbuat seenaknya saja terhadap semua orang!“Tapi coba lihat sekarang ….” Ia melirik dirinya sendiri, yang kini begitu kasihan. “Kalian pasti berpikir ini pantas untukku,” senyumnya lirih.Aldo dan Dyta enggan menanggapi bagian in