Julia menoleh mencari orang yang menyapa. Tampak seorang wanita berjalan menuju arahnya.
"Meliana, apa kabar? Aku tiba tadi pagi," jawab Julia.Kedua wanita itu pun berpelukan, melepas rindu.Julia mengajak Melia Darwin, sahabatnya untuk duduk di sudut cafe."Gimana perkembangan studi kamu?" tanya Meliana.Julia pun menarik napas dan menghembuskan dengan kasar."Gak ada obat untuk itu Mel. Paling mentok therapi dan hormon aja," sahut Julia.Meliana pun mengelus punggung tangan sahabatnya."Kalau therapist, kamu bawa aja ke klinik. Aku punya .... " Meliana belum usai dengan kalimat, terdengar suara cempreng melengking memanggil dirinya."Kakak!" seru suara gadis dengan suara khas yang dikenal Meliana.Nampak gadis itu memakai kaos oblong yang tampak lusuh, celana jeans dan ransel hitam yang tak kalah kusam dengan kaosnya. Hanya sepatu kets yang nampak mahal menyelamatkan penampilan yang terkesan urakan.Kecantikan gadis itu tidak terpengaruh dengan cara pakaiannya.Diandra Darwin. Itu lah nama gadis yang berpenampilan sedikit ajaib itu. Diandra adalah adik Meliana berusia 22 tahun, penggemar sepeda motor dan juga berpenampilan seperti lelaki dikenal dengan istilah tomboy. Dia adalah putri bungsu Darwin dan Sisy Atmaja, salah satu pengusaha sangat terkenal di Negeri Awan."Kamu itu ya. Bisa ga sih berpenampilan normal layaknya gadis muda lain," gerutu Meliana kepada adiknya.Diandra hanya tertawa lepas bak seorang lelaki. Tidak ada kesan anggun sama sekali. Kemudian dia menghempaskan tas ransel dari bahunya dan duduk di depan Julia.Meliana memukul bahu adiknya. Wajahnya tampak kesal, bibirnya mengerucut dan menatap Diandra dengan tatapan seakan ingin menelannya bulat-bulat."Diandra Darwin! Kamu bisa santai ga sih? Geradak geruduk kaya maling jemuran tau ga!" seru Meliana sambil membelalakkan kedua matanya.
"Jangan sering melotot gitu, kak. Nanti matanya bisa pindah ke kuping loh." Diandra tampak duduk santai, sambil mencomot sepotong kue Red Velvet milik Meliana.Julia pun hanya menonton kakak beradik itu ribut beradu mulut. Terlintas sebuah ide di dalam pikirannya."Kak, minta duit. Mau beli mie ayam di depan," pinta Diandra, sambil menyodorkan tangannya yang kosong.Meliana pun memutar bola matanya kesal kemudian membuka tasnya, mengambil dompet lalu menyerahkan selembar uang pecahan seratus ribu kepada Diandra."Selesai makan kamu balik lagi kesini. Kita pulang sama-sama, paham kamu," pesan Meliana.Diandra mengambil uang lalu mengangguk, kemudian berlalu begitu saja tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Meliana membuang napasnya kesal melihat ulah adiknya. Dia merasa malu kepada Julia."Mel. Aku ada ide cemerlang," celetuk Julia dengan mata berbinar.Meliana mengerutkan kening. Menunggu ide dari Julia."Gimana ... kalau kita jodohin aja Handoko sama adikmu. Sifat mereka berbanding terbalik. Siapa tau aja malah saling mengisi trus sikap bisa ketuker karena sering ketemu," ungkap Julia."Kamu yakin?" tanya Meliana ragu.Julia pun mengatakan dia yakin dan berharap perjodohan ini membawa berpengaruh besar bagi keduanya."Ayolah. Aku kan dokter, kamu dokter spesialis kejiwaan terkenal di negara ini. Kita berdua sama-sama punya adik yang ajaib, kenapa gak kita gabungin aja," urai Julia."Adikku gak laku-laku sampe sekarang. Lihat tuh penampilannya dekil trus suka seenaknya aja. Mana ada cowok yang mau, apalagi kalian kan dari keluarga kelas atas," resah Meliana.Satu jam kemudian, tampak Diandra menuju ke arah mereka. Tak lama muncul Adrian, kekasih Julia.Setelah berbasa-basi sejenak, Meliana pun menyampaikan ide untuk menjodohkan Diandra dengan adiknya Julia.
"Gak, gak mau. Diandra ga suka!" tolak Diandra."Memangnya, Diandra sudah kenal adikku?" tanya Julia."Ya ... belum sih," jawab gadis itu santai.Meliana yang geram dengan jawaban Diandra, mengacak-acak rambut hitam adiknya itu."Bahlul, ente. Belom juga kenal, udah bilang ga suka," tukas Meliana.Mereka pun tergelak karena ulah Diandra. Langit mulai gelap pertanda malam akan segera meraja. Meliana dan Diandra pun pamit untuk pulang ke rumah mereka.Pukul sebelas malam, tampak bayangan mengendap-endap dari bawah jendela kamar. Kemudian menuju pintu gerbang. Seorang penjaga membantu membuka pintu besi yang menjulang, agar gadis itu segera berlalu."Jangan sampai pagi, Non. Bisa kena pecat saya," pesan penjaga itu.Sementara yang diajak bicara, hanya mengacungkan ibu jari saja, sambil berlari menuju sebuah mobil yang sudah menunggunya."Jalan, Bro!" Perintah Diandra saat masuk kedalam mobil berwarna gelap.Dua puluh menit kemudian, mereka sampai di sebuah area diskotik. Tiga orang keluar dari dalam mobil kemudian menghilang masuk ke dalam.Terdengar dentuman suara musik yang memekakkan telinga. Namun indah bagi para penikmat musik berjenis house itu.Ketiganya memilih duduk di sofa. Tepat berada di tengah. Sehingga bisa menikmati tarian para wanita dan bebas menggoyangkan tubuh mereka jika sudah mulai mabuk."Ra, seperti biasa. Kamu jagain tas, ya. Nih upahnya sejuta," kata Rendi.Diandra pun segera mengambil uang yang di sodorkan kepadanya, kemudian mengambil tas dan menghilangkan di dada.
Tepat pukul dua belas malam, para penari berpakaian minim mulai menaiki panggung. Penampilan di awali dengan tarian pole dance. Namun di tempat ini hanya memadukan tari dan akrobat saja.
Diandra merasa kantung kemihnya penuh. Gadis itu pun berjalan menuju toilet. Setelah berdesakan dengan para kaum hawa yang menikmati tarian, akhir sampai di toilet.Toilet itu nampak bersih rapi dan sedikit sepi. Diandra pun bergegas menunaikan panggilan alam. Setelah selesai, Diandra mencuci dan mengeringkan tangannya dengan tisu yang telah di sediakan.Bruuuuk.Diandra menabrak seseorang. Tubuh mungil yang membawa tiga buah tas itu hampir saja terjengkang . Beruntung ada tubuh yang menahannya dari belakang."Terima kasih, atas ... " Diandra menghentikan ucapan saat menatap seseorang di depannya."Looooh, kamu ... Domo kan? Widiiih, cosplay jadi apa nih? Cakep bener." Diandra sok akrab sambil menepuk bahu seseorang yang jauh lebih tinggi darinya itu."Domo itu siapa, ya? Maaf, sepertinya Anda salah orang, permisi," elak wanita itu, kemudian beranjak pergi meninggalkan Diandra.
Gadis itu tak percaya jika dirinya salah mengenali lelaki ah bukan wanita yang dipanggil sebagai Domo. Hingga mengejar keluar dari wilayah toilet, suara bising musik kembali terdengar."Hei, tunggu!" seru Diandra.Diandra berusaha mengejar orang yang dikenalnya itu. Namun sayang, lantai menjadi licin karena sepatu ketsnya yang menginjak air di toilet tadi. Tubuh Diandra mendarat dengan sukses di lantai.
Seseorang membantunya bangun."Lain kali hati-hati ya," lontarnya.
Diandra nampak sibuk memungut tas yang terlepas dari dadanya. Lelaki tadi membantu mengambil tas yang terlempar."Namaku Leofrand, panggil saja Leo," cakap lelaki itu setengah berteriak."Oh, makasih deodoran. Aku Diandra," balas gadis itu acuh.'Hah? Deodoran? Budeg ni anak,' batin Leo.Lelaki berkulit putih, tampan dengan perpaduan wajah oriental dan lokal itu pun menarik Diandra menuju mejanya."Kamu sama siapa? Kok berani amat sendirian?" tanya Leofrand.Kali ini lelaki itu mendekatkan bibirnya ke arah telinga Diandra, supaya tidak salah mendengar.
"Aku sama si Rendi dan Brandon, tuh mereka," tunjuk Diandra.Lelaki muda pun mengangguk. Entah mengapa ada perasaan menghangat di hatinya. Namun Leo menepis itu, dia merasa itu adalah pengaruh alkohol yang sudah diminum tadi.
Diandra pamit untuk kembali menuju sofa, di mana teman-temannya berada. Leo mengatakan akan mengantar."Aduuuh ... Hati-hati dong, kaki aku keinjek nih!" pekik seorang wanita, yang dikenal Diandra sebagai Domo."Wooooh, cengeng amat kamu Domo. Biasanya juga jatuh dari sepeda kamu biasa aja," sahut Diandra.Gadis itu menepuk dada orang yang kakinya tidak sengaja terinjak.
"Hei, singkirkan tangan kotor mu dari bidadariku ini!" bentak seorang pria kekar kepada Diandra."Heh sembarangan! Tanganku udah dicuci tadi di toilet, nih cium aja sendiri kalau ga percaya," sanggah Diandra sambil menyodorkan tangannya ke arah hidung lelaki itu.Leofrand pun menarik tangan Diandra dan membawa ke sofa di mana teman-temannya sudah menunggu."Maaf, apakah teman saya ini mengganggu Anda?" tanya Rendi.Leofrand pun menjawab jika dia hanya mengantarkan Diandra menuju meja saja. Khawatir akan di goda oleh lelaki hidung belang."Baik. Terima kasih, Tuan. Sebentar, saya akan menuliskan sebuah nomor ponsel," ujar Rendi.Kemudian dia menuliskan nomor ponsel Diandra di kertas, lalu menyerahkannya kepada Leofrand.
Lelaki itu pun menerimanya kemudian meninggalkan mereka bertiga."Kamu ngasih nomer ponsel siapa, Ren?" tanya Diandra.Rendi tersenyum misterius. Tanpa menjawab pertanyaan kemudian mengajak Diandra dan Brandon pulang. Gadis itu menyerahkan tas kepada Rendi dan Brandon. Ketiganya nampak berjalan keluar meninggalkan diskotik itu. Dua puluh menit berselang, mereka sudah sampai di rumah gadis itu. Tampak seorang lelaki membuka pintu pagar dan gadis itu pun masuk. Lalu mengendap-endap menuju jendela, kemudian menghilang. "Ah ... Nyampe rumah juga. Lumayan, dapet tambahan uang satu juta. Buat uang jajan si Bejo," ujarnya. Diandra merebahkan dirinya dan tertidur, tanpa mengganti pakaian atau membersihkan tubuh terlebih dahulu. Pukul sepuluh pagi, gadis itu mulai menggeliatkan tubuhnya. Setelah mendengar riuh di depan kamar yang di mulai dari satu jam yang lalu. Gadis itu pun membuka pintu kamar. Tampak seorang wanita muda, seorang wanita paruh baya dan lelaki muda sudah berdiri di depan pintu kamarnya. Masing-masing mereka membawa panci, kuali, tutup panci lengkap dengan sendok berbahan stainless. Merek
Leofrand pun kembali melajukan mobilnya, meninggalkan rumah Diandra. Lelaki itu kembali ke rumahnya. Hilang sudah keinginannya untuk kembali ke diskotik itu. Sesampainya di rumah, dirinya melihat ayahnya belum tidur. Masih nampak sibuk dengan pekerjaan dengan laptop di depannya. "Dari mana kamu? Gimana dengan anak bungsu Darwin? Apa kamu sudah berhasil mendekatinya?" tanya Mahendra, ayah Leofrand. "Sejauh ini baru aja kenalan Pa. Anak itu persis seperti informasi yang Papa berikan. Gadis aneh dan unik," jawab Leofrand. Mahendra pun merapikan kertas-kertas yang berada di mejanya. Lalu mengajak Leofrand untuk beristirahat, karena besok ada presentasi penting, merebut tender besar untuk perusahaan mereka. Di dalam kamar, Leofrand tidak bisa tidur. Lelaki itu selalu terbayang wajah Diandra dan tingkah konyolnya itu. Lalu tersenyum sendiri. Dua jam setelahnya akhirnya tertidur. Matahari mulai menyembul malu-malu dari peraduannya. Beberapa burung gereja berkejaran, hinggap di balkon ka
"Diandra ini kemana, sih. Udah sore begini belum pulang juga," resah Sisy. Wanita itu terus menatap ke arah pintu masuk. "Non Diandra biasanya sebentar lagi pulang, Nyonya," ucap Bi Munih. Kemudian Sisy menuju ruang keluarga dan duduk di sana. Lima menit kemudian, kembali gelisah. Anak bungsu kesayangan tetap juga belum tampak batang hidungnya. "Assalamualaikum, selamat petang pemirsa," sapa Diandra. Gadis itu melepas sepatunya, lalu melemparkan begitu saja ke sembarang arah. "Wa'alaikumussalam. Diandra, kamu ambil gak sepatu kamu itu! Simpan di rak, atau Mama buang!" perintah Sisy. Dia kesal dengan tingkah laku putri bungsunya itu. Diandra pun segera menuruti perintah ibunya itu, dengan memungut kembali sepatu yang sudah di lemparkan sembarangan itu, kemudian meletakkan di rak sepatu. "Mama, mau minta tolong sama kamu. Anterin ke butik ada perlu," titah Sisy. "Boleh, Ma. Syaratnya pakai motor ya. Sama si Bejo," sahut Diandra. Sisy menimbang sejenak. Dirinya sangat jarang, ba
"Bangun ... Diandra!" teriak Sisy. Wanita menggedor pintu kamar anak bungsunya itu. Seperti biasa, ritual membangunkan Diandra memang memakan waktu. Meski kamar tidak di kunci namun mereka tidak ada yang menerobos masuk ke kamar, jika tidak dalam keadaan darurat.Kemudian terdengar suara pintu di buka dari dalam. Tampak lah wajah bangun tidur Diandra."Kamu ini, anak perawan bangun jam sepuluh. Cepat mandi sana kita mau ke salon," perintah Sisy.Diandra hanya mengangguk, lalu kembali ke dalam kamar dengan pintu yang masih terbuka. Lalu menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.Setelah selesai, gadis itu menutup pintu kamarnya. Lalu memilih pakaian yang akan di kenakan. Kaos oblong berwarna abu-abu dan celana pendek se lutut, berbahan jeans, menjadi pilihan. Kemudian keluar kamar menuju ruang tamu."Astagaaaa ... Begini pakaian kamu ke salon? Apa ga bisa pakai rok atau apalah yang mencerminkan kalau kamu itu perempuan," keluh Sisy kesal. Dia resah melihat penampilan anaknya. Semen
"Allahuakbar ..." ucap Sisy dan Meliana melihat tingkah Diandra.Sisy dan Meliana saling pandang, kemudian membuang nafas kasar."Dek. Perhatikan Kakak, ya," perintah Meliana. Gadis itu berbicara dengan nada pelan namun, suara gemeratak gigi terdengar jelas.Meliana mencontohkan cara berjalan yang benar dan bagaimana membawa tas. Sepuluh menit kemudian, dia meminta Diandra mempraktekkan yang sudah diperagakannya tadi.Diandra mulai berjalan anggun. Sisy dan Meliana senang, namun ada hal yang membuat mereka kembali mengelus dada.Gadis tomboy itu berjalan sangat lambat, mirip pengantin tetapi sambil sedikit mengayunkan tubuhnya."Sudah bagus, Diandra. Ayo kita pulang," ajak Sisy karena merasa sudah putus asa.Sisy keluar ruangan. Diandra mengganti pakaiannya, melepas sepatu yang di pakai. Lalu di masukkan ke dalam kantong belanja. Kemudian menyusul ibu dan kakaknya. Meliana kemudian berpesan kepada karyawan, agar menutup butik.Waktu sudah menunjukkan pukul enam. Sisy meminta mereka un
"Cih, bukannya harusnya aku yang tanya? Kamu ini siapa? Marah-marah ga jelas di rumahku. kamu jangan geer kalau aku menyukaimu, yang tadi aku lakukan adalah menghormati orang tua dan berbakti kepada kedua orang tua," ejek Handoko.Julia meminta Handoko untuk tenang. Sementara Meliana melakukan hal yang sama kepada adiknya. Diandra kesal lalu berjalan keluar. Gadis itu kini duduk di teras menenangkan diri."Perjodohan apa-apaan ini? Aku ngebayangin cowok cool, keren. Kok malah si Domo sih? Ga sudi aku," gerutu Diandra.Julia dan Meliana menyusul Diandra ke teras. Sementara Handoko kembali ke kamarnya."Dek, kamu ga papa?" tanya Meliana."Aku kesal, Kak. Berusaha biar mempesona, eh malah ketemunya sama si Domo," jawab Diandra."Sebentar. Kamu sudah kenal Adikku? Dimana? Kapan?" tanya Julia penasaran.Diandra pun menceritakan bahwa setahun belakangan ini, mereka sering bertemu di taman. Biasanya saat bermain sepeda dua kali seminggu. Gadis itu menuturkan, bahwa dia tidak tahu sama sekali
"Kak, kenapa sedih?" tanya Handoko. Dia melihat kakaknya masuk kamar dengan wajah sedih."Tidak ada apa-apa, Dek. Kakak hanya lelah," jawab Julia. Gadis itu menghempaskan tubuh di kasur empuk milik adiknya.Handoko merasa ada yang salah dengan sikap kakaknya terasa ganjil. Hal ini karena Julia jarang sekali berwajah muram karena sedih.Lelaki itu kini berusaha berusaha berpikir, apakah yang menjadi penyebab kakaknya bersedih. Lalu mengingat kejadian hari ini."Kakak sedih karena si gadis tomboy itu ya? Sudahlah, tidak perlu di pikirkan. Aku selalu saja sial jika bertemu dengannya," urai Handoko.Hati lelaki itu kesal mengingat beberapa hari yang lalu dan berakhir di tendang teman si gadis tomboy."Dek, katanya kamu sama gadis itu sering ketemu di taman ya? Apa itu benar?" tanya Julia.Handoko pun mengangguk. Lalu menceritakan awal mula mereka bertemu senada dengan Diandra, Handoko tidak menceritakan pertemuan di diskotik."Jadi gitu Kak. Setiap ketemu ga pernah aman, sial terus padah
Awal pertemuan gadis yang bernama Maya dengan Handoko adalah ketika di undang Sinta sahabatnya untuk menghadiri sebuah acara amal untuk pembangunan sekolah dan menyediakan air minum di daerah terpencil . Maya memiliki mata cokelat dengan bulu mata yang lentik, senyum manis yang mampu mencairkan hati siapa pun di balik kecantikan dan keceriaannya, tersimpan obsesi yang mendalam terhadap seorang pria bernama Handoko, seorang pria kaya yang dingin menjadi idola semua anak gadis keluarga kaya. Handoko, dengan pesona yang memikat dan harta kekayaan yang melimpah, telah menyita perhatian Maya dan teman-temannya sejak pertama kali mereka bertemu di sebuah acara amal. Sejak saat itu, Maya merasa seperti terhipnotis oleh aura kekayaan dan ketampanan Handoko. Namun, teman-temannya, Lia dan Rani, menyadari bahwa Maya telah terperangkap dalam impiannya yang menurut mereka mustahil dan berulang kali menasehatinya. "Lia, Rani, aku yakin aku bisa membuat Handoko jatuh cinta padaku," cetus Maya b
[Syarat? Apakah sulit? Apa itu?] tanya Diandra.[Tidak sulit, aku akan memberitahumu nanti jika sudah ku pikirkan,] jawab Jhon.Diandra tidak mengungkapkan isi pembicaraannya dengan Jhon beberapa waktu lalu. Dia khawatir jika nanti Dara dan kakaknya menolak untuk berbulan madu.Bosan berbincang, mereka kemudian membubarkan diri menuju kamar masing-masing. Diandra termenung seorang sendiri, dia memikirkan apa syarat yang akan diajukan oleh Jhon kepadanya.‘Kira-kira apa ya syaratnya? Kok aku jadi was-was, ya? Duh mana boleh aku berburuk sangka begini,’ pikir Diandra.Waktu berlalu, kini Diandra serta keluarga yang lainnya sudah berada di bandar udara. Mereka mengantar tiga pasang pengantin baru untuk berbulan madu.“Hati-hati selama di kampung orang. Jaga tata krama, patuh sama peraturan setempat,” pesan Darwin.Berbagai macam pesan pun mereka lontarkan untuk para pasangan yang akan berbulan madu. Pengumuman akan keberangkatan negara tujuan pun terdengar. Mereka berpelukan dan melepas
“Apaan sih teriak-teriak!’ sembur Sisy.Tampak Diandra berjalan kian kemari mencari sesuatu. Sesekali dia menggaruk kepalanyan lalu menarik rambutnya karena kesal sambil menggerutu.Keluarganya dan yang lain memperhatikan perangai Diandra yang terbilang ... ajaib. Bagaimana tidak, usai berteriak, dia hilir mudik sambil menggerutu. Berbagai pertanyaan juga diabaikan begitu saja tanpa menjawab.“Hei ... wajan ikan paus. Kamu ini kenapa sih? Duduk dulu coba, kepala kami pusing liat kamu mondar mandir gak karuan. Liat tuh Mama sama Papa lengkap sama keluarga inti melototin kamu dari tadi.” Dara mendudukkan Diandra di atas tempat tidur.“Anu ... cincin tunangan aku ilang. Kan mahal itu,” ungkap Diandra.Semua yang mendengar terkejut, bagaimana bisa Diandra seceroboh itu. Sisy menghampiri Diandra dan segera menjewer telinganya karena gemas.“Itu yang gantung di kalung kamu apa? Setan? Pagi-pagi bikin emosi jiwa aja deh. Bisa rusak perawatan mukaku gara-gara kelakuan edan kamu itu,” geram Si
“Entahlah, aku aja bingung sama perasaanku,” keluh Diandra.“Apa ... aku boleh memberi saran? Menurutku dia yang terbaik untukmu. Ini dari sudut pandangku sebagai lelaki, seandainya kau gagal dengannya aku bersedia menikahimu, hahaha,” ujar Jhon berseloroh.Diandra tergelak, di dalam hati dia menggerutu bagaimana bisa pernikahan dibuat gurauan. Baginya pernikahan sekali seumur hidup dan jangan sampai melakukan kesalahan.Usai makan siang, mereka kembali ke kantor Diandra. Tiba di kantor, dia mendapat kabar dari bagian produksi kalau pesanan pria asing itu sudah selesai. Mereka menuju ruang produksi, tampak empat buah busana sudah terpajang di sana. Jhon mengamati dengan rinci setiap jahitan dan juga polanya. Dia tersenyum puas dan mengagumi busana yang sudah dipesan tersebut. Lelaki itu merogoh saku dan mengambil benda pipih dari dalam, lalu menghubungi timnya agar mempersiapkan penerbang an kembali ke negara asalnya.“Aku sangat puas, rasanya tidak sabar untuk memamerkan karya ini d
Lelaki itu adalah Handoko. Dia menatap rumah Dara dengan tangan terkepal, wajah memerah menahan amarah. Dia segera masuk ke dalam mobilnya dan melajukan ke rumah Diandra.Sesampainya di sana, Mahendra dan keluarganya di sambut dengan hangat. Berbagai makan dan minuman sudah di sediakan dengan cepat, bahkan beberapa makanan ringan akan menyusul kemudian.Acara lamaran pun di mulai dengan sangat sederhana. Namun, terasa khidmat. Dara terharu dengan keluarga Diandra dan juga ketulusan dari Orangtua Leofrand. Tukar cincin pun usai, pernikahan akan di laksanakan tiga minggu kemudian.“Cieee, selamat ya. Udah laku aja nih,” seloroh Diandra.“Selamat untuk kalian berdua. Sebagai sahabat dari Diandra, aku akan memberikan hadiah berbulan madu di pulau pribadi milikku selama satu bulan,” ujar Jhon.Suasana terasa hangat. Beberapa kali Dara menyeka air mata yang selalu menetes, dan Leofrand perhatikan itu.Suguhan makanan ringan dan teh dengan kualitas terbaik pun di suguhkan, mereka sangat meni
Diandra menoleh ke arah sumber suara. Tampak olehnya lelaki asing tersebut berjalan ke arahnya.“Tuan Jhon? Saya kira Anda kembali ke hotel untuk beristirahat,” cakap Diandra dengan menggunakan bahasa asing.“Tidak, saya ingin tahu bagaimana pakaian yang luar biasa itu tercipta,” sahut Jhon.Diandra kemudian mengajak pria asing itu duduk di sebuah bangku panjang yang berada di sudut. Keduanya duduk di sana sambil mengamati pekerja yang sedang melaksakana tugasnya dengan serius.“Maaf jika aku lancang karena ini adalah ranah pribadi, apakah lelaki yang di rumah sakit tadi adalah tunanganmu?” tanya Jhon.Diandra menoleh sebentar, kemudian menatap lurus dan menceritakan kisah cintanya. Satu jam sudah Jhon menjadi pendengar setia tanpa menyela sepatah katapun.“Anda luar biasa. Di tengah drama hidup percintaan masih bersikap profesional, salut.” Jhon bertepuk tangan pelan.Senyum patah nan pahit terukir dari bibir Diandra.‘Orang bule ini aneh banget sih. Orang lagi galau begini malah di
“Apa aku boleh masuk? Enak bener makan sendirian ga ngajak-ngajak,” sapa Fikri.Diandra mengangguk sambil meneguk air karena batuk tersedak.“Aku duduk ya.” Fikri menutup pintu kemudian duduk di depan Diandra.Diandra segera membersihkan tangan dengan tisu, jantungnya berdebar dan suasana sedikit kaku karena kehadiran lelaki yang kini duduk di hadapannya.Fikri menatap lembut gadis yang diam-diam sangat di rindui selama beberapa bulan ini. Ingin rasanya dia memeluk tubuh Diandra, jika saja tidak melanggar peraturan agama yang di anut.Fikri segera menyadari kesalahannya. Duduk berdua dalam ruangan tertutup saja akan menimbulkan fitnah dan dosa. Dia kemudian mengajak Diandra duduk di sofa yang di peruntukkan bagi pelanggan.“Maaf aku tadi lancang. Kangen banget sama kamu, Di,” ungkap Fikri.Diandra diam saja. Hatinya memang berdebar saat lelaki yang pernah menjadi penghuni hati datang tiba-tiba. Dia juga tidak menampik jika bahagia datang begitu saja saat mendengar suara serta senyum t
“Diandra kenapa bisa pingsan begini?” tanya Meliana.“Doi pingsan begitu denger transferan 1M, Cin,” terang karyawan Diandra yang ... bertubuh pria berperangai wanita.Meliana tidak kuasa menahan tawa dan terbahak-bahak. Suara tawa itu membuat Diandra siuman.“Satu miliar, mana satu miliar,” ucap Diandra panik.“Hei ... tenang, Sayang. Ini kakak,” kata Meliana.Mata Diandra terbelalak dan memindai sekitar kemudian melompat dari tempat tidur dan berlari, dengan sigap Meliana menagkap tubuh adiknya tersebut.“Tamunya, kak. Aduh bisa gagal ini satu miliar,” cemas Diandra.“Di, di sana ada Mama. Sebentar lagi mereka sampai,” jelas Meliana.Mendengar itu, Diandra kembali ketempat tidur dan berbaring seolah-olang pingsan. Meliana melipat dahi karena bingung dengan apa yang di lakukan adiknya itu.Tak lama terdengar suara menggunakan bahasa asing, tampak pria asing tampan bermata biru bersama sang ibu.Sisy memperkenalkan Meliana kepada tamunya yang bernama Jhon tersebut.“Anda Ibu yang lua
Diandra kehilangan keseimbangan dan hampir saja menabrak pejalan kaki. Dia menepi sejenak guna menenangkan diri.“Sial emang si Domo. Pake acara hampir jatoh segala,” gerutu Diandra.Usai merasa tenang, Diandra kembali melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah, dia terkejut melihat mobil milik Handoko terparkir di sana.Diandra menarik napas kemudian masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam terlebih dahulu.“Di, kok kamu pulang telat, sibuk banget ya sekarang?” sapa Handoko.“Iya.” Diandra duduk di sisi Darwin dan menyandarkan kepala di bahu sang Ayah.Handoko tersenyum, melihat dan mendengar suara Diandra saja sudah cukup untuk melepas rasa rindunya selama ini. Dia memandang lekat gadis pujaan hati dan berusaha merekam semuanya untuk di kenang saat rindu menyapa jiwa.Puas memandang selama sepuluh menit, lelaki itu kemudian pamit untuk kembali.“Udah malem, Om, Tante. Saya pulang dulu, assalamualaikum,” pamit Handoko.“Kok buru-buru banget, sih? Waalaikumussalam,” kata Sisy.
Diandra sangat sibuk sekarang. Tidak ada yang berubah dari penampilannya, sikap yang semakin matang serta waspada dalam mengelola usaha yang menjadi pembeda. Selebihnya sama saja seperti yang sudah-sudah.Perlahan Fikiri dan Handoko sudah terkikis dari dalam pikiran dan hatinya, dia tak lagi mau di pusingkan dengan masalah asmara. Baginya masa lalu biarlah tetap berada di tempatnya dan tidak menganggu di kehidupan masa kini. Di kenang jika dia ingin.Sisy kini merasa kehilangan sikap konyol putri bungsunya, karena kini Diandra pulang dari butik langsung menuju kamar setelah berbasa basi sejenak.“Kangen sama anakku yang dulu, sering bikin sakit kepala sih tapi, aku suka,” keluh Sisy.“Berarti dia sekarang lagi belajar dewasa, Ma. Biarkan aja,” kata Darwin.“Papa ga khawatir? Siapa tau aja dia tiba-tiba minta nikah,” cetus Sisy.Darwin melipat kening, perkataan sang istri baru saja masuk akal. Bagaimana jika putri bungsunya tiba-tiba meminta untuk menikah? Hatinya belum siap melepas pu