"Allahuakbar ..." ucap Sisy dan Meliana melihat tingkah Diandra.
Sisy dan Meliana saling pandang, kemudian membuang nafas kasar."Dek. Perhatikan Kakak, ya," perintah Meliana.Gadis itu berbicara dengan nada pelan namun, suara gemeratak gigi terdengar jelas.
Meliana mencontohkan cara berjalan yang benar dan bagaimana membawa tas. Sepuluh menit kemudian, dia meminta Diandra mempraktekkan yang sudah diperagakannya tadi.Diandra mulai berjalan anggun. Sisy dan Meliana senang, namun ada hal yang membuat mereka kembali mengelus dada.Gadis tomboy itu berjalan sangat lambat, mirip pengantin tetapi sambil sedikit mengayunkan tubuhnya."Sudah bagus, Diandra. Ayo kita pulang," ajak Sisy karena merasa sudah putus asa.Sisy keluar ruangan. Diandra mengganti pakaiannya, melepas sepatu yang di pakai. Lalu di masukkan ke dalam kantong belanja. Kemudian menyusul ibu dan kakaknya. Meliana kemudian berpesan kepada karyawan, agar menutup butik.Waktu sudah menunjukkan pukul enam. Sisy meminta mereka untuk bersiap-siap. Diandra tampak bersemangat. Di dalam pikirannya, lelaki yang akan di jodohkan adalah sosok yang sangat tampan, bersikap dingin, namun romantis.Gadis itu selesai membersihkan tubuhnya, menyemprotkan wewangian dan mengenakan pakaian yang di bawa dari butik tadi. Mematut diri di cermin namun, merasa ada yang kurang."Ah riasan. Aku belum make up," gumamnya.Diandra menuju ke kamar Meliana namun, orang yang di carinya tidak tampak. Dia mengambil beberapa peralatan make up, perona pipi dan mata serta dua pasang bulu mata palsu. Lalu ke luar dari kamar kakaknya."Diandra kemana sih? Kok belum turun? Papa cek dulu deh, ke kamarnya," pinta Sisy kepada Darwin.Lelaki itu pun melangkah menuju lantai dua ke kamar putri bungsunya. Setelah sampai Darwin mengetuk pintu kamar sambil memanggil nama Diandra. Tak lama pintu terbuka. Darwin terkejut bukan main melihat penampilan putrinya."Allahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qoyyuum, laa ta’khudzuhuu sinatuw walaa naum. Lahuu maa fissamaawaati wa maa fil ardli man dzal ladzii yasyfa’u ‘indahuu illaa biidznih, ya’lamu maa baina aidiihim wamaa kholfahum wa laa yuhiithuuna bisyai’im min ‘ilmihii illaa bimaa syaa’ wasi’a kursiyyuhus samaawaati wal ardlo walaa ya’uuduhuu hifdhuhumaa wahuwal ‘aliyyul ‘adhiim," teriak Darwin.Sisy, Aris dan Meliana terkejut. Mereka berlari menuju sumber suara."Astaghfirullah ... " ucap Sisy dan kedua anaknya."Papa! Apaan sih sampe baca ayat kursi begitu? Mama juga," sungut Diandra.Aris dan Darwin saling pandang lalu mereka turun. Sementara Sisy dan Meliana menutup mata mereka, menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan perlahan."Gimana Papa ga baca ayat kursi kalau penampilan kamu begini," keluh Meliana."Loh keren kan. Pasti kalian terpukau karena aku makin cantik," sahut Diandra.Gadis itu tersenyum. Nampak lipstik di antara gigi depan bagian atas.
"Cantik dari alam gaib. Coba kamu liat penampilan kamu dengan Mama dan Kakak, beda, kan." cibir Sisy sambil mendudukkan putri bungsunya di kursi meja rias.Sisy meminta Meliana untuk menghapus riasan wajah adiknya yang tampak menakutkan.Bagaimana tidak, alisnya diukir mirip seperti kumis ikan Lele. Lalu perona pipi atau blush on antara yang kiri dengan kanan berbeda warna yang di bentuk miring, mulai dari dekat cuping hidung, hingga ke batas ekor mata. Lalu membubuhkan perona mata atau eye shadow dari kelopak mata hingga menyentuh alis, dengan model setengah lingkaran dan dengan dua warna.Kemudian bulu mata yang dipasang terbalik, yang di bawah di letak di atas dan sebaliknya. Sementara bibir di beri lipstik yang melebihi ukuran sehingga tampak bibirnya membesar dan tebal, lipstik juga menempel di beberapa gigi depan, lalu membuat tahi lalat di dekat ujung bibir.Meliana sudah selesai membersihkan wajah adiknya itu. Kini, giliran Sisy yang merias Diandra.Sisy memoles riasan tipis pada wajah putrinya. Membuat bingkai alis dengan baik, lalu memberi arsiran pada bagian yang sudah di gambarnya.Selesai alis, Sisy memberikan lipstik berwarna merah muda."Masya Allah ... Cantik sekali putri bungsu Mama," puji Sisy setelah selesai.Sisy mematut hasil riasan ibunya. Gadis itu merasa asing dengan wajahnya yang tampak cantik.Sisy mengajak kedua anaknya itu untuk turun, agar tidak terlambat ke acara pertemuan keluarga.Diandra turun dengan langkah yang anggun. Sisy dan Meliana merasa sangat bahagia senyum terkembang menghiasi bibir keduanya. Darwin dan Aris terpaku menatap penampilan Diandra yang nampak sangat cantik malam ini.Suasana tenang itu buyar seketika. Diandra melompat di anak tangga terakhir lalu bergelayut di leher Darwin. Hilang sudah senyum di wajah Sisy dan Meliana."Aduh ... Dek. Papa sama Kakakmu udah seneng liat penampilan sama riasan kamu, kok malah balik lagi ke setelan pabrik," tukas Darwin,Darwin mengelus rambut putri kesayangannya. Diandra hanya tertawa lalu mengatakan bahwa cara berjalan seperti perempuan itu sangat menyiksa.
Sisy yang kesal segera mengajak mereka untuk berangkat menuju rumah keluarga Hutomo.Dua puluh menit kemudian mereka akhirnya sampai di kediaman Hutomo. Tampak Julia sudah menunggu mereka di teras depan."Om, Tante, Mel, dan yang lainnya. Mari masuk," sapa Julia.Darwin dan Aris berjalan di depan Julia. Sementara Sisy, Meliana mengapit Diandra di belakang. Sisy berulang kali meminta putri bungsunya itu agar bersikap anggun.Mereka tiba di ruang keluarga, tampak Hari Hutomo dan Willa Sartika sudah menunggu mereka."Selamat datang, Pak Darwin beserta keluarga. Perkenalkan, saya Hari Hutomo dan ini istri tercinta saya Willa Sartika. Silahkan duduk, sebentar lagi Handoko turun," sambut Hari ramah.Darwin sekeluarga pun duduk di seberang Hari Hutomo dan keluarganya. Tak lama tampak seorang lelaki turun dari lantai dua. Lalu duduk berjejer dengan keluarga."Ini putra kami, Handoko Hutomo. Han, kenalkan mereka adalah keluarga Darwin," ucap Willa lembut.Handoko pun sedikit menundukkan kepalanya, sebagai bentuk penghormatan. Lelaki itu memandangi satu persatu keluarga Darwin.Diandra terkejut bahkan hampir berdiri namun, Meliana segera menahannya dan mengulas senyum serta menepuk punggung tangan adiknya itu tetapi, tatapan galak menyertai senyum itu."Baiklah biarkan anak-anak berkenalan. Pak Darwin, Bu Sisy, Nak Aris, mari kita ke kebun belakang supaya lebih santai. Ladies, tinggalkan mereka berdua," ujar Hari."Iya, Pa. Kami nyusul sebentar lagi," sahut Julia.Tentu saja itu adalah alasan.
Mereka berlima pun menuju taman belakang. Di sana tampak sebuah meja bulat yang penuh dengan makanan dan minuman.Tinggallah kini Julia, Meliana, Handoko dan Diandra. Handoko duduk dengan menyandarkan bahu di sofa, menyilangkan kakinya lalu menatap sinis kepada Diandra. Di pandangi seperti itu, kesabaran Diandra pun habis."Heh, bulu ketek biawak. Kamu ngapain ngeliatin aku begitu? Kalah cantik kamu? Hah!" sergah Diandra marah.Bagaimana reaksi Handoko?"Cih, bukannya harusnya aku yang tanya? Kamu ini siapa? Marah-marah ga jelas di rumahku. kamu jangan geer kalau aku menyukaimu, yang tadi aku lakukan adalah menghormati orang tua dan berbakti kepada kedua orang tua," ejek Handoko.Julia meminta Handoko untuk tenang. Sementara Meliana melakukan hal yang sama kepada adiknya. Diandra kesal lalu berjalan keluar. Gadis itu kini duduk di teras menenangkan diri."Perjodohan apa-apaan ini? Aku ngebayangin cowok cool, keren. Kok malah si Domo sih? Ga sudi aku," gerutu Diandra.Julia dan Meliana menyusul Diandra ke teras. Sementara Handoko kembali ke kamarnya."Dek, kamu ga papa?" tanya Meliana."Aku kesal, Kak. Berusaha biar mempesona, eh malah ketemunya sama si Domo," jawab Diandra."Sebentar. Kamu sudah kenal Adikku? Dimana? Kapan?" tanya Julia penasaran.Diandra pun menceritakan bahwa setahun belakangan ini, mereka sering bertemu di taman. Biasanya saat bermain sepeda dua kali seminggu. Gadis itu menuturkan, bahwa dia tidak tahu sama sekali
"Kak, kenapa sedih?" tanya Handoko. Dia melihat kakaknya masuk kamar dengan wajah sedih."Tidak ada apa-apa, Dek. Kakak hanya lelah," jawab Julia. Gadis itu menghempaskan tubuh di kasur empuk milik adiknya.Handoko merasa ada yang salah dengan sikap kakaknya terasa ganjil. Hal ini karena Julia jarang sekali berwajah muram karena sedih.Lelaki itu kini berusaha berusaha berpikir, apakah yang menjadi penyebab kakaknya bersedih. Lalu mengingat kejadian hari ini."Kakak sedih karena si gadis tomboy itu ya? Sudahlah, tidak perlu di pikirkan. Aku selalu saja sial jika bertemu dengannya," urai Handoko.Hati lelaki itu kesal mengingat beberapa hari yang lalu dan berakhir di tendang teman si gadis tomboy."Dek, katanya kamu sama gadis itu sering ketemu di taman ya? Apa itu benar?" tanya Julia.Handoko pun mengangguk. Lalu menceritakan awal mula mereka bertemu senada dengan Diandra, Handoko tidak menceritakan pertemuan di diskotik."Jadi gitu Kak. Setiap ketemu ga pernah aman, sial terus padah
Awal pertemuan gadis yang bernama Maya dengan Handoko adalah ketika di undang Sinta sahabatnya untuk menghadiri sebuah acara amal untuk pembangunan sekolah dan menyediakan air minum di daerah terpencil . Maya memiliki mata cokelat dengan bulu mata yang lentik, senyum manis yang mampu mencairkan hati siapa pun di balik kecantikan dan keceriaannya, tersimpan obsesi yang mendalam terhadap seorang pria bernama Handoko, seorang pria kaya yang dingin menjadi idola semua anak gadis keluarga kaya. Handoko, dengan pesona yang memikat dan harta kekayaan yang melimpah, telah menyita perhatian Maya dan teman-temannya sejak pertama kali mereka bertemu di sebuah acara amal. Sejak saat itu, Maya merasa seperti terhipnotis oleh aura kekayaan dan ketampanan Handoko. Namun, teman-temannya, Lia dan Rani, menyadari bahwa Maya telah terperangkap dalam impiannya yang menurut mereka mustahil dan berulang kali menasehatinya. "Lia, Rani, aku yakin aku bisa membuat Handoko jatuh cinta padaku," cetus Maya b
"Kenapa harus Darwin yang jadi pemenang tender? Sial!" berang Mahendra. Lelaki itu nampak kesal sekali. Setelah beberapa hari yang lalu, mendapat kabar bahwa Darwin lah pemenang tender.Amarahnya mulai dari hari itu, sampai kini tidak juga kunjung reda. Lelaki itu merasa sudah sempurna dalam menyusun perencanaan namun malah Darwin yang menang. Padahal konsep dari pesaingnya itu sederhana."Sudahlah Pa. Masih banyak celah untuk membalas. Lagipula, jika kita menang, kita pasti sedikit repot karena sediaan bahan produksi kita tidak cukup untuk itu," papar Leofrand.Mahendra diam saja. Ada benarnya juga ucapan anaknya itu."Pa, kalau boleh tahu. Apa alasan papa membencinya? Bukankah dulu kalian bersahabat?'" tanya Leofrand.Mahendra menutup matanya, lalu mengatur nafasnya sebelum menjawab pertanyaan anaknya itu.Darwin pun menceritakan awal mula kisahnya dulu. Sebenarnya Dirinya, Darwin dan Sisy adalah sahabat. Mereka sepakat untuk tidak saling jatuh cinta mengingat hanya Sisy satu-satuny
Di dalam mobil Dara menanyakan apa maksud dari kalimat sahabatnya itu. Diandra pun menceritakan tujuan perjodohan antara dirinya dengan lelaki itu dan juga kejadian di kolam renang tempo hari. "Jadi begitu ceritanya. Kejadian di kolam renang itu yang bikin emosi. Waktu dia gendong aku ke kursi, aku ngerasa loh kalo ada sesuatu yang mengeras di bagian tengah badannya. Mesum banget kan?" ujar gadis itu kesal. Dara terdiam, memikirkan cerita sahabatnya itu. Ada hal yang ganjil dengan perilaku Domo itu. Lelaki yang mereka berdua kenal. Dara hanya dua kali melihat Domo berpakaian wanita, saat di mall lalu di butik terkenal dan mahal. "Tapi Di. Dari cerita kamu barusan, berarti si Domo normal dong tapi, kenapa perilakunya begitu ya?" ujar Dara. "Nah bener juga. Apa karena itu mereka bersikeras untuk menjodohkan kami? Alasannya karena sifat dan sikap kami yang bertolak belakang?" jawab Diandra. Dara pun mengusulkan agar sahabat nya itu mem
Handoko masuk ke dalam kamarnya. Hatinya kesal sekali karena tidak bertemu dengan gadis tomboy itu. Lelaki itu memilih tidur setelah membersihkan tubuhnya dan melewatkan makan malamnya. Suasana hatinya sedang buruk sekarang. Pagi-pagi sekali usai salat subuh, di bawah terdengar sibuk sekali. Handoko merasa tidurnya terganggu lalu berjalan menuruni tangga dan melihat apa yang sedang terjadi. "Loh, kok ada koper besar? Mama sama Papa mau kemana? Keluar negeri lagi?" tanya Handoko heran. Willa dan Hari saling pandang lalu menatap putranya itu dengan bingung. "Kami mau ke kota sebelah, Diandra besok ada event di sana. Sudah dari beberapa hari yang lalu dia ada di sana, masa kamu ga tau sih?" ujar Willa. Handoko diam mematung. Pantas saja gadis itu tidak bisa di temukan di manapun ternyata di luar kota. "Kami berangkat dulu ya. Takut ketinggalan pesawat. Biar calon mantu senang kalau kami datang," ujar Willa
"Halo ... Apa kabar Diandra?" sapa Willa sambil memeluk gadis itu. Sementara Hari menyalami Darwin. Lalu Willa dan Sisy pun saling bertukar kabar. Sementara Diandra sendiri sibuk mengurus model, pakaian juga memberi pengarahan kepada perias modelnya. Handoko memandangi gadis itu dari kejauhan. Debar jantungnya seperti ombak saja rasanya. Ah ternyata merindu itu sakit dan menyiksa. 'Ngapain laki-laki itu ada di sini juga? Ada keperluan apa?' batin Handoko. Handoko melihat Leofrand berada di sana juga dan memperhatikan gadis itu dari kejauhan seperti dirinya. Lelaki yang di lihatnya itu tidak menyadari jika sedang di perhatikan oleh seseorang. Lelaki itu pun kembali ke kamarnya. Sesampainya di kamar Handoko mulai berpikir keras tentang kehadiran lelaki yang di kenal namun tak tahu namanya itu. "Hmmm ... Gadis itu cantik juga meski tomboy," ujar Leofrand Tak terasa malam pun tiba
"Selamat atas keberhasilan kamu cantik," ujar Leofrand kepada gadis itu dengan membawa sebuah buket bunga yang sangat besar dan indah. "Terimakasih Leo. Kamu kok bisa tau kalau aku ikut event ini?" tanya Diandra sambil menerima buket bunga besar itu.Handoko membawa buket yang sangat besar yang berisi uang pecahan seratus ribu. Lelaki itu nampak kepayahan membawanya. Sesaat akan tiba di depan Diandra, hatinya kesal sekali melihat ada lelaki lain sudah mendahuluinya. Belum sempat Handoko menjawab, Handoko memarahi lelaki itu. "Hei, apa yang kau lakukan di sini? Pergi sana," usir Handoko. Diandra dan Leofrand menatap Handoko heran. "Kamu ngapain di sini juga?" tanya Diandra. "Memangnya apa yang salah jika aku menghadiri event tunanganku sendiri? Tidak ada larangan untuk itu kan Sayang? Ini buket untukmu, selamat ya! wanita ku memang luar biasa," ujar Handoko. "Apa maksud perkataanmu itu? Siapa yang tunanganmu?" tanya Leofrand kesal. Handoko merasa pertanyaan lelaki itu adalah
[Syarat? Apakah sulit? Apa itu?] tanya Diandra.[Tidak sulit, aku akan memberitahumu nanti jika sudah ku pikirkan,] jawab Jhon.Diandra tidak mengungkapkan isi pembicaraannya dengan Jhon beberapa waktu lalu. Dia khawatir jika nanti Dara dan kakaknya menolak untuk berbulan madu.Bosan berbincang, mereka kemudian membubarkan diri menuju kamar masing-masing. Diandra termenung seorang sendiri, dia memikirkan apa syarat yang akan diajukan oleh Jhon kepadanya.‘Kira-kira apa ya syaratnya? Kok aku jadi was-was, ya? Duh mana boleh aku berburuk sangka begini,’ pikir Diandra.Waktu berlalu, kini Diandra serta keluarga yang lainnya sudah berada di bandar udara. Mereka mengantar tiga pasang pengantin baru untuk berbulan madu.“Hati-hati selama di kampung orang. Jaga tata krama, patuh sama peraturan setempat,” pesan Darwin.Berbagai macam pesan pun mereka lontarkan untuk para pasangan yang akan berbulan madu. Pengumuman akan keberangkatan negara tujuan pun terdengar. Mereka berpelukan dan melepas
“Apaan sih teriak-teriak!’ sembur Sisy.Tampak Diandra berjalan kian kemari mencari sesuatu. Sesekali dia menggaruk kepalanyan lalu menarik rambutnya karena kesal sambil menggerutu.Keluarganya dan yang lain memperhatikan perangai Diandra yang terbilang ... ajaib. Bagaimana tidak, usai berteriak, dia hilir mudik sambil menggerutu. Berbagai pertanyaan juga diabaikan begitu saja tanpa menjawab.“Hei ... wajan ikan paus. Kamu ini kenapa sih? Duduk dulu coba, kepala kami pusing liat kamu mondar mandir gak karuan. Liat tuh Mama sama Papa lengkap sama keluarga inti melototin kamu dari tadi.” Dara mendudukkan Diandra di atas tempat tidur.“Anu ... cincin tunangan aku ilang. Kan mahal itu,” ungkap Diandra.Semua yang mendengar terkejut, bagaimana bisa Diandra seceroboh itu. Sisy menghampiri Diandra dan segera menjewer telinganya karena gemas.“Itu yang gantung di kalung kamu apa? Setan? Pagi-pagi bikin emosi jiwa aja deh. Bisa rusak perawatan mukaku gara-gara kelakuan edan kamu itu,” geram Si
“Entahlah, aku aja bingung sama perasaanku,” keluh Diandra.“Apa ... aku boleh memberi saran? Menurutku dia yang terbaik untukmu. Ini dari sudut pandangku sebagai lelaki, seandainya kau gagal dengannya aku bersedia menikahimu, hahaha,” ujar Jhon berseloroh.Diandra tergelak, di dalam hati dia menggerutu bagaimana bisa pernikahan dibuat gurauan. Baginya pernikahan sekali seumur hidup dan jangan sampai melakukan kesalahan.Usai makan siang, mereka kembali ke kantor Diandra. Tiba di kantor, dia mendapat kabar dari bagian produksi kalau pesanan pria asing itu sudah selesai. Mereka menuju ruang produksi, tampak empat buah busana sudah terpajang di sana. Jhon mengamati dengan rinci setiap jahitan dan juga polanya. Dia tersenyum puas dan mengagumi busana yang sudah dipesan tersebut. Lelaki itu merogoh saku dan mengambil benda pipih dari dalam, lalu menghubungi timnya agar mempersiapkan penerbang an kembali ke negara asalnya.“Aku sangat puas, rasanya tidak sabar untuk memamerkan karya ini d
Lelaki itu adalah Handoko. Dia menatap rumah Dara dengan tangan terkepal, wajah memerah menahan amarah. Dia segera masuk ke dalam mobilnya dan melajukan ke rumah Diandra.Sesampainya di sana, Mahendra dan keluarganya di sambut dengan hangat. Berbagai makan dan minuman sudah di sediakan dengan cepat, bahkan beberapa makanan ringan akan menyusul kemudian.Acara lamaran pun di mulai dengan sangat sederhana. Namun, terasa khidmat. Dara terharu dengan keluarga Diandra dan juga ketulusan dari Orangtua Leofrand. Tukar cincin pun usai, pernikahan akan di laksanakan tiga minggu kemudian.“Cieee, selamat ya. Udah laku aja nih,” seloroh Diandra.“Selamat untuk kalian berdua. Sebagai sahabat dari Diandra, aku akan memberikan hadiah berbulan madu di pulau pribadi milikku selama satu bulan,” ujar Jhon.Suasana terasa hangat. Beberapa kali Dara menyeka air mata yang selalu menetes, dan Leofrand perhatikan itu.Suguhan makanan ringan dan teh dengan kualitas terbaik pun di suguhkan, mereka sangat meni
Diandra menoleh ke arah sumber suara. Tampak olehnya lelaki asing tersebut berjalan ke arahnya.“Tuan Jhon? Saya kira Anda kembali ke hotel untuk beristirahat,” cakap Diandra dengan menggunakan bahasa asing.“Tidak, saya ingin tahu bagaimana pakaian yang luar biasa itu tercipta,” sahut Jhon.Diandra kemudian mengajak pria asing itu duduk di sebuah bangku panjang yang berada di sudut. Keduanya duduk di sana sambil mengamati pekerja yang sedang melaksakana tugasnya dengan serius.“Maaf jika aku lancang karena ini adalah ranah pribadi, apakah lelaki yang di rumah sakit tadi adalah tunanganmu?” tanya Jhon.Diandra menoleh sebentar, kemudian menatap lurus dan menceritakan kisah cintanya. Satu jam sudah Jhon menjadi pendengar setia tanpa menyela sepatah katapun.“Anda luar biasa. Di tengah drama hidup percintaan masih bersikap profesional, salut.” Jhon bertepuk tangan pelan.Senyum patah nan pahit terukir dari bibir Diandra.‘Orang bule ini aneh banget sih. Orang lagi galau begini malah di
“Apa aku boleh masuk? Enak bener makan sendirian ga ngajak-ngajak,” sapa Fikri.Diandra mengangguk sambil meneguk air karena batuk tersedak.“Aku duduk ya.” Fikri menutup pintu kemudian duduk di depan Diandra.Diandra segera membersihkan tangan dengan tisu, jantungnya berdebar dan suasana sedikit kaku karena kehadiran lelaki yang kini duduk di hadapannya.Fikri menatap lembut gadis yang diam-diam sangat di rindui selama beberapa bulan ini. Ingin rasanya dia memeluk tubuh Diandra, jika saja tidak melanggar peraturan agama yang di anut.Fikri segera menyadari kesalahannya. Duduk berdua dalam ruangan tertutup saja akan menimbulkan fitnah dan dosa. Dia kemudian mengajak Diandra duduk di sofa yang di peruntukkan bagi pelanggan.“Maaf aku tadi lancang. Kangen banget sama kamu, Di,” ungkap Fikri.Diandra diam saja. Hatinya memang berdebar saat lelaki yang pernah menjadi penghuni hati datang tiba-tiba. Dia juga tidak menampik jika bahagia datang begitu saja saat mendengar suara serta senyum t
“Diandra kenapa bisa pingsan begini?” tanya Meliana.“Doi pingsan begitu denger transferan 1M, Cin,” terang karyawan Diandra yang ... bertubuh pria berperangai wanita.Meliana tidak kuasa menahan tawa dan terbahak-bahak. Suara tawa itu membuat Diandra siuman.“Satu miliar, mana satu miliar,” ucap Diandra panik.“Hei ... tenang, Sayang. Ini kakak,” kata Meliana.Mata Diandra terbelalak dan memindai sekitar kemudian melompat dari tempat tidur dan berlari, dengan sigap Meliana menagkap tubuh adiknya tersebut.“Tamunya, kak. Aduh bisa gagal ini satu miliar,” cemas Diandra.“Di, di sana ada Mama. Sebentar lagi mereka sampai,” jelas Meliana.Mendengar itu, Diandra kembali ketempat tidur dan berbaring seolah-olang pingsan. Meliana melipat dahi karena bingung dengan apa yang di lakukan adiknya itu.Tak lama terdengar suara menggunakan bahasa asing, tampak pria asing tampan bermata biru bersama sang ibu.Sisy memperkenalkan Meliana kepada tamunya yang bernama Jhon tersebut.“Anda Ibu yang lua
Diandra kehilangan keseimbangan dan hampir saja menabrak pejalan kaki. Dia menepi sejenak guna menenangkan diri.“Sial emang si Domo. Pake acara hampir jatoh segala,” gerutu Diandra.Usai merasa tenang, Diandra kembali melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah, dia terkejut melihat mobil milik Handoko terparkir di sana.Diandra menarik napas kemudian masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam terlebih dahulu.“Di, kok kamu pulang telat, sibuk banget ya sekarang?” sapa Handoko.“Iya.” Diandra duduk di sisi Darwin dan menyandarkan kepala di bahu sang Ayah.Handoko tersenyum, melihat dan mendengar suara Diandra saja sudah cukup untuk melepas rasa rindunya selama ini. Dia memandang lekat gadis pujaan hati dan berusaha merekam semuanya untuk di kenang saat rindu menyapa jiwa.Puas memandang selama sepuluh menit, lelaki itu kemudian pamit untuk kembali.“Udah malem, Om, Tante. Saya pulang dulu, assalamualaikum,” pamit Handoko.“Kok buru-buru banget, sih? Waalaikumussalam,” kata Sisy.
Diandra sangat sibuk sekarang. Tidak ada yang berubah dari penampilannya, sikap yang semakin matang serta waspada dalam mengelola usaha yang menjadi pembeda. Selebihnya sama saja seperti yang sudah-sudah.Perlahan Fikiri dan Handoko sudah terkikis dari dalam pikiran dan hatinya, dia tak lagi mau di pusingkan dengan masalah asmara. Baginya masa lalu biarlah tetap berada di tempatnya dan tidak menganggu di kehidupan masa kini. Di kenang jika dia ingin.Sisy kini merasa kehilangan sikap konyol putri bungsunya, karena kini Diandra pulang dari butik langsung menuju kamar setelah berbasa basi sejenak.“Kangen sama anakku yang dulu, sering bikin sakit kepala sih tapi, aku suka,” keluh Sisy.“Berarti dia sekarang lagi belajar dewasa, Ma. Biarkan aja,” kata Darwin.“Papa ga khawatir? Siapa tau aja dia tiba-tiba minta nikah,” cetus Sisy.Darwin melipat kening, perkataan sang istri baru saja masuk akal. Bagaimana jika putri bungsunya tiba-tiba meminta untuk menikah? Hatinya belum siap melepas pu