"Bangun ... Diandra!" teriak Sisy.
Wanita menggedor pintu kamar anak bungsunya itu. Seperti biasa, ritual membangunkan Diandra memang memakan waktu. Meski kamar tidak di kunci namun mereka tidak ada yang menerobos masuk ke kamar, jika tidak dalam keadaan darurat.
Kemudian terdengar suara pintu di buka dari dalam. Tampak lah wajah bangun tidur Diandra."Kamu ini, anak perawan bangun jam sepuluh. Cepat mandi sana kita mau ke salon," perintah Sisy.Diandra hanya mengangguk, lalu kembali ke dalam kamar dengan pintu yang masih terbuka. Lalu menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhnya.Setelah selesai, gadis itu menutup pintu kamarnya. Lalu memilih pakaian yang akan di kenakan. Kaos oblong berwarna abu-abu dan celana pendek se lutut, berbahan jeans, menjadi pilihan. Kemudian keluar kamar menuju ruang tamu."Astagaaaa ... Begini pakaian kamu ke salon? Apa ga bisa pakai rok atau apalah yang mencerminkan kalau kamu itu perempuan," keluh Sisy kesal.Dia resah melihat penampilan anaknya. Sementara Diandra hanya tersenyum.
"Gini juga keren kok, Ma. Masa ke salon kayak mau ke kondangan sih," tangkis gadis cantik itu.Sisy malas menjawab kalimat anaknya itu. Kemudian mengajak Diandra untuk menuju mobil yang sudah menunggu mereka di depan. Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, mereka menuju salon langganan Sisy.Perjalanan lima belas menit, mereka sampai di sebuah salon. Tempat itu nampak besar dan mewah. Ruang tunggu di buat sangat nyaman dan wangi juga tentunya.Seorang pegawai menyambut mereka pun ramah. Diandra diberi minuman dan makanan ringan berupa keripik pisang karena itu sudah termasuk ke dalam tagihan biaya salon mereka nantinya.Bukan Diandra, jika memakan makanannya dengan anggun. Suara kriuk renyah dari keripik itu mulai menggema di ruang tunggu itu. Bahkan saat minum pun terdengar suara tegukan. Sisy hanya bisa mendelikkan mata. Sayangnya Diandra tidak peduli."Nyonya Sisy, silahkan masuk," ucap salah seorang petugas yang berparas cantik dan anggun.Sisy menarik lengan Diandra untuk masuk ke dalam. Melihat mulut gadis itu asik mengunyah, dengan geram Sisy mencubit tangan Diandra."Awwww ... Sakit loh ini, Bu Sisy," protes Diandra.Gadis itu meringis kesakitan. Namun Sisy malah membelalakkan matanya semakin lebar. Diandra pun menunduk."Halo, Nyonya Sisy. Siapa yang akan melakukan perawatan?" tanya petugas itu."Ini anak saya Diandra. Tolong di lulur, di pijet juga. Perawatan mukanya yang paling bagus ya. Biar segar dan glowing gak dekil begini," jawab Sisy.Diandra terbelalak, kemudian berusaha kabur. Sisy menarik tangannya dan memaksa untuk berganti pakaian yang sudah di sediakan oleh pihak salon. Sisy tetap di dalam ruangan itu mengawasi kalau-kalau berbuat ulah lagi.Gadis itu di minta untuk tidur telungkup. Lilin aromaterapi pun dinyalakan, suara alunan musik pun mendayu-dayu.Seorang petugas mulai memijat bahu Diandra dengan lembut. Memakai minyak zaitun dan campuran lainnya. Pijatan awal adalah bagian kepala Diandra, kemudian berpindah ke bagian tubuh yang lain."Nah enak, Mbak. Itu dikit lagi agak ke bawah, pegel banget itu. Nah bener," celetuk Diandra.Sisy mendehem Diandra pun diam. Petugas itu hanya tersenyum. Dia yakin bahwa ini pasti pertama kali pelanggannya ini datang ke salon.Pijatan lembut dan menenangkan itu membuat Diandra tertidur. Satu jam kemudian, petugas itu kembali membawa lulur. Lalu mengoleskan ke tubuh putri Sisy lalu memulai perawatan lulur. Diandra tidur dengan lelap karena menikmati pijatannya. Sisy membiarkan saja dengan terus membaca majalah mode.Sisy membangunkan putrinya lalu meminta untuk membersihkan diri di sebuah bath up yang berisi air yang sangat wangi. Diandra pun menceburkan diri, sehingga air melimpah keluar membasahi lantai.Tak lama petugas itu keluar, lalu membawa seseorang bersamanya. Kemudian membersihkan dan mengeringkan lantai. Petugas lain menambah air kemudian menuangkan kembali cairan wangi ke dalam bath tub.Satu jam kemudian Diandra keluar. Gadis itu merasa tubuhnya terasa segar sekali. Kemudian Sisy mengajak ke ruangan lain. Disana perawatan wajah di mulai.Total waktu perawatan itu adalah empat setengah jam. Memakan biaya sebesar tiga puluh lima juta rupiah. Mahal sekali bagi sebagian orang, namun tidak bagi Sisy. Setelah usai perawatan, wajah Diandra menjadi lebih cerah dan bercahaya. Kulitnya juga semakin halus serta tampak bersinar.Sisy membayar biaya salon dengan sebuah kartu berwarna hitam lalu mengajak Diandra menuju butik. Sampai di sana ternyata Meliana sudah menunggu mereka."Ah, cantik sekali adikku ini. Sepertinya harus sering di bawa ke salon, Ma," puji Meliana."Ga mau, Kak. Masa setengah hari di salon doang mana mahal banget lagi. Buat beli mie ayam udah se gerobak selama dua minggu," tolak Diandra.Meliana dan Sisy hanya tersenyum saja mendengar celotehan Diandra. Meliana mengajak mereka berdua masuk ke dalam ruang kerja butik itu.Di dalam ruang kerja itu, sudah terpajang pada manekin tiga buah dress berbeda warna dan model. Yang pertama berwarna hijau muda, modelnya sederhana namun elegan, seperti pakaian khas bangsawan luar negeri dengan lengan baju sebatas siku.Model kedua, berwarna merah muda. Panjangnya di bawah lutut, modelnya seperti baju peri. Model terakhir berwarna hitam, sebatas lutut berlengan panjang dengan model balon pada bagian atas.Ada tiga pasang sepatu hak tinggi atau di kenal dengan sebutan high heels. Juga tiga warna yaitu Hitam, putih dan merah muda.Meliana meminta Diandra untuk memakai baju itu satu persatu. Untuk menilai yang sesuai dengan gadis muda itu. Setelah semua dicoba, ternyata baju berwarna hijau muda itu lebih cocok untuk Diandra.
Baju yang cocok sudah di dapatkan. Kini menyesuaikan sepatu. Yang cocok adalah berwarna hitam. Sisy meminta Diandra untuk berjalan."Waduh mana bisa, Ma. Ini sepatu apaan? Ga bisa gitu ganti sepatu kets atau apa kek," protes Diandra."Ga bisa. Ga cocok," tolak Sisy.Diandra mulai berjalan, kaku dan oleng. Tangannya mengangkat baju yang dipakai, lalu melangkah lebar. Hingga kemudian Diandra hampir terjatuh. Sisy menepuk dahinya."Bukan lebar begitu jalannya, Diandra. Perhatikan Mama," titah Sisy.Wanita yang masih nampak cantik itu pun mulai mencontohkan cara berjalan dengan anggun.Diandra mengikuti cara berjalan Sisy namun, malah lebih mirip seperti raksasa berjalan. Meliana mengusap wajah dengan kedua tangannya.Sisy keluar dari ruangan, lalu mencari sepatu berwarna putih dengan tapak datar dan sebuah tas kecil berwarna senada yang tampilannya manis sekali."Nih, kamu coba dulu pakai sepatu ini." Sisy berjalan menuju Diandra sambil menyodorkan sepatu yang baru."Nah ... Ini baru masuk alam, eh masuk akal," sahut Diandra sambil menerima sepatu itu.Diandra memakai sepatu dengan mengangkat tinggi kakinya sehingga pakaian tersingkap, menampakkan bagian tubuh dan pakaian dalam."Aduuuh, Dek. Kamu bisa ga sih pake sepatu itu yang normal? Kaya perempuan biasanya. Anggun gitu. Bukan kaya laki-laki gitu, liat tuh paha sama pakean dalem kamu keliatan kemana-mana," gerutu Meliana kesal.Kepala Sisy selalu saja berdenyut jika berurusan dengan anak bungsunya yang satu ini."Mungkin ini salah Mama waktu ngidam kali yah? Waktu itu ngidam telor ikan Lele yang hasil kawin dengan ikan Arwana," sesal Sisy."Widiiih, serem amat, Ma. Emang ngaruh gitu?" celetuk Diandra yang mendengar gumam ibunya."Enggak!" seru Sisy dan Meliana bersamaan.Diandra terkejut karena ibu dan kakak nya itu setengah berteriak."Kalem ladies ga usah nge gas. Galak amat," gerundel Diandra."Ya sudah. Sekarang coba kamu jalan, sekalian bawa tas ini," pinta Sisy.Wanita itu kemudian menyodorkan tas kecil kepada Diandra.
Diandra pun mencoba berjalan dengan sengaja menggoyangkan pinggulnya ke kanan dan ke kiri. Tampak lebih mirip orang terkena sakit encok daripada terlihat anggun. Sementara tas kecil itu, bukan ditenteng tetapi diusung seperti membawa sebuah karung berisi beras.
"Allahuakbar ..." ujar Sisy dan Meliana resah melihat tingkah Diandra.Bagaimana pakaian Diandra si gadis tomboy itu besok malam? Berhasilkah usaha Sisy dan Meliana merubah penampilan Diandra?"Allahuakbar ..." ucap Sisy dan Meliana melihat tingkah Diandra.Sisy dan Meliana saling pandang, kemudian membuang nafas kasar."Dek. Perhatikan Kakak, ya," perintah Meliana. Gadis itu berbicara dengan nada pelan namun, suara gemeratak gigi terdengar jelas.Meliana mencontohkan cara berjalan yang benar dan bagaimana membawa tas. Sepuluh menit kemudian, dia meminta Diandra mempraktekkan yang sudah diperagakannya tadi.Diandra mulai berjalan anggun. Sisy dan Meliana senang, namun ada hal yang membuat mereka kembali mengelus dada.Gadis tomboy itu berjalan sangat lambat, mirip pengantin tetapi sambil sedikit mengayunkan tubuhnya."Sudah bagus, Diandra. Ayo kita pulang," ajak Sisy karena merasa sudah putus asa.Sisy keluar ruangan. Diandra mengganti pakaiannya, melepas sepatu yang di pakai. Lalu di masukkan ke dalam kantong belanja. Kemudian menyusul ibu dan kakaknya. Meliana kemudian berpesan kepada karyawan, agar menutup butik.Waktu sudah menunjukkan pukul enam. Sisy meminta mereka un
"Cih, bukannya harusnya aku yang tanya? Kamu ini siapa? Marah-marah ga jelas di rumahku. kamu jangan geer kalau aku menyukaimu, yang tadi aku lakukan adalah menghormati orang tua dan berbakti kepada kedua orang tua," ejek Handoko.Julia meminta Handoko untuk tenang. Sementara Meliana melakukan hal yang sama kepada adiknya. Diandra kesal lalu berjalan keluar. Gadis itu kini duduk di teras menenangkan diri."Perjodohan apa-apaan ini? Aku ngebayangin cowok cool, keren. Kok malah si Domo sih? Ga sudi aku," gerutu Diandra.Julia dan Meliana menyusul Diandra ke teras. Sementara Handoko kembali ke kamarnya."Dek, kamu ga papa?" tanya Meliana."Aku kesal, Kak. Berusaha biar mempesona, eh malah ketemunya sama si Domo," jawab Diandra."Sebentar. Kamu sudah kenal Adikku? Dimana? Kapan?" tanya Julia penasaran.Diandra pun menceritakan bahwa setahun belakangan ini, mereka sering bertemu di taman. Biasanya saat bermain sepeda dua kali seminggu. Gadis itu menuturkan, bahwa dia tidak tahu sama sekali
"Kak, kenapa sedih?" tanya Handoko. Dia melihat kakaknya masuk kamar dengan wajah sedih."Tidak ada apa-apa, Dek. Kakak hanya lelah," jawab Julia. Gadis itu menghempaskan tubuh di kasur empuk milik adiknya.Handoko merasa ada yang salah dengan sikap kakaknya terasa ganjil. Hal ini karena Julia jarang sekali berwajah muram karena sedih.Lelaki itu kini berusaha berusaha berpikir, apakah yang menjadi penyebab kakaknya bersedih. Lalu mengingat kejadian hari ini."Kakak sedih karena si gadis tomboy itu ya? Sudahlah, tidak perlu di pikirkan. Aku selalu saja sial jika bertemu dengannya," urai Handoko.Hati lelaki itu kesal mengingat beberapa hari yang lalu dan berakhir di tendang teman si gadis tomboy."Dek, katanya kamu sama gadis itu sering ketemu di taman ya? Apa itu benar?" tanya Julia.Handoko pun mengangguk. Lalu menceritakan awal mula mereka bertemu senada dengan Diandra, Handoko tidak menceritakan pertemuan di diskotik."Jadi gitu Kak. Setiap ketemu ga pernah aman, sial terus padah
Awal pertemuan gadis yang bernama Maya dengan Handoko adalah ketika di undang Sinta sahabatnya untuk menghadiri sebuah acara amal untuk pembangunan sekolah dan menyediakan air minum di daerah terpencil . Maya memiliki mata cokelat dengan bulu mata yang lentik, senyum manis yang mampu mencairkan hati siapa pun di balik kecantikan dan keceriaannya, tersimpan obsesi yang mendalam terhadap seorang pria bernama Handoko, seorang pria kaya yang dingin menjadi idola semua anak gadis keluarga kaya. Handoko, dengan pesona yang memikat dan harta kekayaan yang melimpah, telah menyita perhatian Maya dan teman-temannya sejak pertama kali mereka bertemu di sebuah acara amal. Sejak saat itu, Maya merasa seperti terhipnotis oleh aura kekayaan dan ketampanan Handoko. Namun, teman-temannya, Lia dan Rani, menyadari bahwa Maya telah terperangkap dalam impiannya yang menurut mereka mustahil dan berulang kali menasehatinya. "Lia, Rani, aku yakin aku bisa membuat Handoko jatuh cinta padaku," cetus Maya b
"Kenapa harus Darwin yang jadi pemenang tender? Sial!" berang Mahendra. Lelaki itu nampak kesal sekali. Setelah beberapa hari yang lalu, mendapat kabar bahwa Darwin lah pemenang tender.Amarahnya mulai dari hari itu, sampai kini tidak juga kunjung reda. Lelaki itu merasa sudah sempurna dalam menyusun perencanaan namun malah Darwin yang menang. Padahal konsep dari pesaingnya itu sederhana."Sudahlah Pa. Masih banyak celah untuk membalas. Lagipula, jika kita menang, kita pasti sedikit repot karena sediaan bahan produksi kita tidak cukup untuk itu," papar Leofrand.Mahendra diam saja. Ada benarnya juga ucapan anaknya itu."Pa, kalau boleh tahu. Apa alasan papa membencinya? Bukankah dulu kalian bersahabat?'" tanya Leofrand.Mahendra menutup matanya, lalu mengatur nafasnya sebelum menjawab pertanyaan anaknya itu.Darwin pun menceritakan awal mula kisahnya dulu. Sebenarnya Dirinya, Darwin dan Sisy adalah sahabat. Mereka sepakat untuk tidak saling jatuh cinta mengingat hanya Sisy satu-satuny
Di dalam mobil Dara menanyakan apa maksud dari kalimat sahabatnya itu. Diandra pun menceritakan tujuan perjodohan antara dirinya dengan lelaki itu dan juga kejadian di kolam renang tempo hari. "Jadi begitu ceritanya. Kejadian di kolam renang itu yang bikin emosi. Waktu dia gendong aku ke kursi, aku ngerasa loh kalo ada sesuatu yang mengeras di bagian tengah badannya. Mesum banget kan?" ujar gadis itu kesal. Dara terdiam, memikirkan cerita sahabatnya itu. Ada hal yang ganjil dengan perilaku Domo itu. Lelaki yang mereka berdua kenal. Dara hanya dua kali melihat Domo berpakaian wanita, saat di mall lalu di butik terkenal dan mahal. "Tapi Di. Dari cerita kamu barusan, berarti si Domo normal dong tapi, kenapa perilakunya begitu ya?" ujar Dara. "Nah bener juga. Apa karena itu mereka bersikeras untuk menjodohkan kami? Alasannya karena sifat dan sikap kami yang bertolak belakang?" jawab Diandra. Dara pun mengusulkan agar sahabat nya itu mem
Handoko masuk ke dalam kamarnya. Hatinya kesal sekali karena tidak bertemu dengan gadis tomboy itu. Lelaki itu memilih tidur setelah membersihkan tubuhnya dan melewatkan makan malamnya. Suasana hatinya sedang buruk sekarang. Pagi-pagi sekali usai salat subuh, di bawah terdengar sibuk sekali. Handoko merasa tidurnya terganggu lalu berjalan menuruni tangga dan melihat apa yang sedang terjadi. "Loh, kok ada koper besar? Mama sama Papa mau kemana? Keluar negeri lagi?" tanya Handoko heran. Willa dan Hari saling pandang lalu menatap putranya itu dengan bingung. "Kami mau ke kota sebelah, Diandra besok ada event di sana. Sudah dari beberapa hari yang lalu dia ada di sana, masa kamu ga tau sih?" ujar Willa. Handoko diam mematung. Pantas saja gadis itu tidak bisa di temukan di manapun ternyata di luar kota. "Kami berangkat dulu ya. Takut ketinggalan pesawat. Biar calon mantu senang kalau kami datang," ujar Willa
"Halo ... Apa kabar Diandra?" sapa Willa sambil memeluk gadis itu. Sementara Hari menyalami Darwin. Lalu Willa dan Sisy pun saling bertukar kabar. Sementara Diandra sendiri sibuk mengurus model, pakaian juga memberi pengarahan kepada perias modelnya. Handoko memandangi gadis itu dari kejauhan. Debar jantungnya seperti ombak saja rasanya. Ah ternyata merindu itu sakit dan menyiksa. 'Ngapain laki-laki itu ada di sini juga? Ada keperluan apa?' batin Handoko. Handoko melihat Leofrand berada di sana juga dan memperhatikan gadis itu dari kejauhan seperti dirinya. Lelaki yang di lihatnya itu tidak menyadari jika sedang di perhatikan oleh seseorang. Lelaki itu pun kembali ke kamarnya. Sesampainya di kamar Handoko mulai berpikir keras tentang kehadiran lelaki yang di kenal namun tak tahu namanya itu. "Hmmm ... Gadis itu cantik juga meski tomboy," ujar Leofrand Tak terasa malam pun tiba
[Syarat? Apakah sulit? Apa itu?] tanya Diandra.[Tidak sulit, aku akan memberitahumu nanti jika sudah ku pikirkan,] jawab Jhon.Diandra tidak mengungkapkan isi pembicaraannya dengan Jhon beberapa waktu lalu. Dia khawatir jika nanti Dara dan kakaknya menolak untuk berbulan madu.Bosan berbincang, mereka kemudian membubarkan diri menuju kamar masing-masing. Diandra termenung seorang sendiri, dia memikirkan apa syarat yang akan diajukan oleh Jhon kepadanya.‘Kira-kira apa ya syaratnya? Kok aku jadi was-was, ya? Duh mana boleh aku berburuk sangka begini,’ pikir Diandra.Waktu berlalu, kini Diandra serta keluarga yang lainnya sudah berada di bandar udara. Mereka mengantar tiga pasang pengantin baru untuk berbulan madu.“Hati-hati selama di kampung orang. Jaga tata krama, patuh sama peraturan setempat,” pesan Darwin.Berbagai macam pesan pun mereka lontarkan untuk para pasangan yang akan berbulan madu. Pengumuman akan keberangkatan negara tujuan pun terdengar. Mereka berpelukan dan melepas
“Apaan sih teriak-teriak!’ sembur Sisy.Tampak Diandra berjalan kian kemari mencari sesuatu. Sesekali dia menggaruk kepalanyan lalu menarik rambutnya karena kesal sambil menggerutu.Keluarganya dan yang lain memperhatikan perangai Diandra yang terbilang ... ajaib. Bagaimana tidak, usai berteriak, dia hilir mudik sambil menggerutu. Berbagai pertanyaan juga diabaikan begitu saja tanpa menjawab.“Hei ... wajan ikan paus. Kamu ini kenapa sih? Duduk dulu coba, kepala kami pusing liat kamu mondar mandir gak karuan. Liat tuh Mama sama Papa lengkap sama keluarga inti melototin kamu dari tadi.” Dara mendudukkan Diandra di atas tempat tidur.“Anu ... cincin tunangan aku ilang. Kan mahal itu,” ungkap Diandra.Semua yang mendengar terkejut, bagaimana bisa Diandra seceroboh itu. Sisy menghampiri Diandra dan segera menjewer telinganya karena gemas.“Itu yang gantung di kalung kamu apa? Setan? Pagi-pagi bikin emosi jiwa aja deh. Bisa rusak perawatan mukaku gara-gara kelakuan edan kamu itu,” geram Si
“Entahlah, aku aja bingung sama perasaanku,” keluh Diandra.“Apa ... aku boleh memberi saran? Menurutku dia yang terbaik untukmu. Ini dari sudut pandangku sebagai lelaki, seandainya kau gagal dengannya aku bersedia menikahimu, hahaha,” ujar Jhon berseloroh.Diandra tergelak, di dalam hati dia menggerutu bagaimana bisa pernikahan dibuat gurauan. Baginya pernikahan sekali seumur hidup dan jangan sampai melakukan kesalahan.Usai makan siang, mereka kembali ke kantor Diandra. Tiba di kantor, dia mendapat kabar dari bagian produksi kalau pesanan pria asing itu sudah selesai. Mereka menuju ruang produksi, tampak empat buah busana sudah terpajang di sana. Jhon mengamati dengan rinci setiap jahitan dan juga polanya. Dia tersenyum puas dan mengagumi busana yang sudah dipesan tersebut. Lelaki itu merogoh saku dan mengambil benda pipih dari dalam, lalu menghubungi timnya agar mempersiapkan penerbang an kembali ke negara asalnya.“Aku sangat puas, rasanya tidak sabar untuk memamerkan karya ini d
Lelaki itu adalah Handoko. Dia menatap rumah Dara dengan tangan terkepal, wajah memerah menahan amarah. Dia segera masuk ke dalam mobilnya dan melajukan ke rumah Diandra.Sesampainya di sana, Mahendra dan keluarganya di sambut dengan hangat. Berbagai makan dan minuman sudah di sediakan dengan cepat, bahkan beberapa makanan ringan akan menyusul kemudian.Acara lamaran pun di mulai dengan sangat sederhana. Namun, terasa khidmat. Dara terharu dengan keluarga Diandra dan juga ketulusan dari Orangtua Leofrand. Tukar cincin pun usai, pernikahan akan di laksanakan tiga minggu kemudian.“Cieee, selamat ya. Udah laku aja nih,” seloroh Diandra.“Selamat untuk kalian berdua. Sebagai sahabat dari Diandra, aku akan memberikan hadiah berbulan madu di pulau pribadi milikku selama satu bulan,” ujar Jhon.Suasana terasa hangat. Beberapa kali Dara menyeka air mata yang selalu menetes, dan Leofrand perhatikan itu.Suguhan makanan ringan dan teh dengan kualitas terbaik pun di suguhkan, mereka sangat meni
Diandra menoleh ke arah sumber suara. Tampak olehnya lelaki asing tersebut berjalan ke arahnya.“Tuan Jhon? Saya kira Anda kembali ke hotel untuk beristirahat,” cakap Diandra dengan menggunakan bahasa asing.“Tidak, saya ingin tahu bagaimana pakaian yang luar biasa itu tercipta,” sahut Jhon.Diandra kemudian mengajak pria asing itu duduk di sebuah bangku panjang yang berada di sudut. Keduanya duduk di sana sambil mengamati pekerja yang sedang melaksakana tugasnya dengan serius.“Maaf jika aku lancang karena ini adalah ranah pribadi, apakah lelaki yang di rumah sakit tadi adalah tunanganmu?” tanya Jhon.Diandra menoleh sebentar, kemudian menatap lurus dan menceritakan kisah cintanya. Satu jam sudah Jhon menjadi pendengar setia tanpa menyela sepatah katapun.“Anda luar biasa. Di tengah drama hidup percintaan masih bersikap profesional, salut.” Jhon bertepuk tangan pelan.Senyum patah nan pahit terukir dari bibir Diandra.‘Orang bule ini aneh banget sih. Orang lagi galau begini malah di
“Apa aku boleh masuk? Enak bener makan sendirian ga ngajak-ngajak,” sapa Fikri.Diandra mengangguk sambil meneguk air karena batuk tersedak.“Aku duduk ya.” Fikri menutup pintu kemudian duduk di depan Diandra.Diandra segera membersihkan tangan dengan tisu, jantungnya berdebar dan suasana sedikit kaku karena kehadiran lelaki yang kini duduk di hadapannya.Fikri menatap lembut gadis yang diam-diam sangat di rindui selama beberapa bulan ini. Ingin rasanya dia memeluk tubuh Diandra, jika saja tidak melanggar peraturan agama yang di anut.Fikri segera menyadari kesalahannya. Duduk berdua dalam ruangan tertutup saja akan menimbulkan fitnah dan dosa. Dia kemudian mengajak Diandra duduk di sofa yang di peruntukkan bagi pelanggan.“Maaf aku tadi lancang. Kangen banget sama kamu, Di,” ungkap Fikri.Diandra diam saja. Hatinya memang berdebar saat lelaki yang pernah menjadi penghuni hati datang tiba-tiba. Dia juga tidak menampik jika bahagia datang begitu saja saat mendengar suara serta senyum t
“Diandra kenapa bisa pingsan begini?” tanya Meliana.“Doi pingsan begitu denger transferan 1M, Cin,” terang karyawan Diandra yang ... bertubuh pria berperangai wanita.Meliana tidak kuasa menahan tawa dan terbahak-bahak. Suara tawa itu membuat Diandra siuman.“Satu miliar, mana satu miliar,” ucap Diandra panik.“Hei ... tenang, Sayang. Ini kakak,” kata Meliana.Mata Diandra terbelalak dan memindai sekitar kemudian melompat dari tempat tidur dan berlari, dengan sigap Meliana menagkap tubuh adiknya tersebut.“Tamunya, kak. Aduh bisa gagal ini satu miliar,” cemas Diandra.“Di, di sana ada Mama. Sebentar lagi mereka sampai,” jelas Meliana.Mendengar itu, Diandra kembali ketempat tidur dan berbaring seolah-olang pingsan. Meliana melipat dahi karena bingung dengan apa yang di lakukan adiknya itu.Tak lama terdengar suara menggunakan bahasa asing, tampak pria asing tampan bermata biru bersama sang ibu.Sisy memperkenalkan Meliana kepada tamunya yang bernama Jhon tersebut.“Anda Ibu yang lua
Diandra kehilangan keseimbangan dan hampir saja menabrak pejalan kaki. Dia menepi sejenak guna menenangkan diri.“Sial emang si Domo. Pake acara hampir jatoh segala,” gerutu Diandra.Usai merasa tenang, Diandra kembali melanjutkan perjalanan. Sesampainya di rumah, dia terkejut melihat mobil milik Handoko terparkir di sana.Diandra menarik napas kemudian masuk ke dalam rumah setelah mengucapkan salam terlebih dahulu.“Di, kok kamu pulang telat, sibuk banget ya sekarang?” sapa Handoko.“Iya.” Diandra duduk di sisi Darwin dan menyandarkan kepala di bahu sang Ayah.Handoko tersenyum, melihat dan mendengar suara Diandra saja sudah cukup untuk melepas rasa rindunya selama ini. Dia memandang lekat gadis pujaan hati dan berusaha merekam semuanya untuk di kenang saat rindu menyapa jiwa.Puas memandang selama sepuluh menit, lelaki itu kemudian pamit untuk kembali.“Udah malem, Om, Tante. Saya pulang dulu, assalamualaikum,” pamit Handoko.“Kok buru-buru banget, sih? Waalaikumussalam,” kata Sisy.
Diandra sangat sibuk sekarang. Tidak ada yang berubah dari penampilannya, sikap yang semakin matang serta waspada dalam mengelola usaha yang menjadi pembeda. Selebihnya sama saja seperti yang sudah-sudah.Perlahan Fikiri dan Handoko sudah terkikis dari dalam pikiran dan hatinya, dia tak lagi mau di pusingkan dengan masalah asmara. Baginya masa lalu biarlah tetap berada di tempatnya dan tidak menganggu di kehidupan masa kini. Di kenang jika dia ingin.Sisy kini merasa kehilangan sikap konyol putri bungsunya, karena kini Diandra pulang dari butik langsung menuju kamar setelah berbasa basi sejenak.“Kangen sama anakku yang dulu, sering bikin sakit kepala sih tapi, aku suka,” keluh Sisy.“Berarti dia sekarang lagi belajar dewasa, Ma. Biarkan aja,” kata Darwin.“Papa ga khawatir? Siapa tau aja dia tiba-tiba minta nikah,” cetus Sisy.Darwin melipat kening, perkataan sang istri baru saja masuk akal. Bagaimana jika putri bungsunya tiba-tiba meminta untuk menikah? Hatinya belum siap melepas pu