Share

She Is Mine! - 03

"Calief, Dia.."

"Anak rekan bisnis papah, pak Ariz?" Lanjut Carlina menganga tak percaya dengan pengakuan putrinya tersebut.

"Iya, mah. Hiks.. maafin Allen." Ucap Allen di sela-sela isak tangisannya.

"Dengar! papah akan buat perhitungan sama dia, Dan papah akan buat dia bertanggung jawab, atas apa yang telah dia lakukan sama kamu!" Tegas Aldric dengan sedikit membentak, yang kemudian bangkit dari sofa, dan berjalan keluar meninggalkan ruang tamu.

Namun langkahnya harus terhenti, ketika sebelah kaki kanannya di peluk erat oleh seseorang. Yang ternyata itu adalah, Allen. Putri kesayangannya.

Melihat apa yang di lakukan oleh putrinya, membuat Aldric tak tega dan segera melepaskan pelukan erat Allen pada kakinya lalu membantunya berdiri dan kini bergantian, dialah yang memeluknya dengan erat.

"Hiks.. pah.. maaf.. tolong maafin Allen pah. Ini semua salah Allen pah... tolong maafin Allen.." histeris Allen di dalam dekapan Aldric yang dia panggil papah itu.

Aldric melepaskan pelukannya, kemudian menangkup wajah putrinya tersebut. Menatap mata hazelnya.

"Nggak sayang, ini semua bukan salah kamu.. ini semua salah papah yang nggak bisa jagain kamu... papah yang nggak becus ngedidik kamu dengan baik." Ujar Aldric dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk matanya. Jika satu kedipan saja terjadi, maka air mata itu akan jatuh membasahi pipinya.

Allen terharu akan ucapan sang ayah tersebut. sungguh, ia tidak tau harus berkata seperti apa lagi?! Dia merasa seperti anak yang tak berguna bagi ke dua orang tuanya.

Seorang anak yang hanya bisa mempermalukan ke dua orang tuanya, dan juga seorang anak yang hanya bisa menyusahkan kedua orang tuanya.

"Maaf pah, tolong maafin Allen. hiks.. Allen ikhlas kalau papah mau Allen pergi dari sini. Allen akan pergi pah." Ujar Allen sesenggukan di sela-sela isak tangisannya.

"Ssttt..." Aldric meletakkan jari telunjuknya di bibir Allen, mengisyaratkannya untuk diam.

"Kamu ngomong apa sih, sayang? Kamu itu anak papah sama mamah. mana mungkin kami tega ngusir kamu dari sini? Sedangkan kamu itu anak kami." Ucap Aldric menarik kembali tubuh Allen ke dalam pelukannya, dengan sebelah tangannya yang terus mengusap lembut surai hitam panjang milik allen.

"Tapi pah.."

"Ssttt.. cukup! papah emang kecewa sama kamu llen, sangat kecewa! Tapi mau bagaimana lagi? Semuanya udah terjadi!! Nasi sudah menjadi bubur. Lagi pula, seburuk apa pun kamu, kamu masih tetap anak kami! Iya kan, mah?" Tanyanya yang langsung di jawab anggukkan kepala dari sang istri.

"Maaf."

Lagi, dan lagi. Hanya itu yang bisa Allen ucapkan. Dia terus mengucapkan beribu kata 'maaf' tanpa henti.

Mengingat betapa besarnya perjuangan kedua orang tuanya dalam membesarkan dan merawatnya.

Terutama, pada sang ibu. Yang telah mengandung dan melahirkannya dengan penuh perjuangan.

Bahkan, nyawanya lah yang jadi taruhannya!

"Sekali lagi, tolong maafin Allen mah, pah. Allen mohon sama papah dan mamah, tolong jangan kasih tau hal ini ke dia." Mohonnya.

"Kamu ngomong apa sih, sayang? Kamu mau anak kamu lahir tanpa seorang ayah? Apa Kamu mau hidup dengan membesarkannya sendiri tanpa seorang suami?"

Jleb!

Rasanya benar benar sakit, teramat sangat sakit! Andai ibunya tau, bahwa tanpa di beritahu pun laki laki itu sudah tau.

Bagaimana jika ibunya tau bahwa ayah dari anak yang ada di dalam kandungannya pun sama sekali tak menginginkan dan mengharapkan nya, sedikit pun.

Bahkan laki laki itu pun dengan teganya menyuruhnya untuk membunuh darah dagingnya sendiri.

Sakit? Tentu! Bahkan rasanya jika dapat di gambarkan saja pun tidak cukup.

Bagaimanakah perasaan kalian jika kalian berada di posisinya?

Marah? Iya!

Kecewa? Sangat!

Sakit hati? Tentu.

Atau kah kalian akan melakukan hal semacam, seperti...

Bunuh diri?

Dan, ya...

Menggugurkannya?

Oh no! jika hal tersebut terjadi dalam kehidupan kalian, please! jangan pernah lakukan itu.

Jangan kalian bunuh seorang bayi yang tak berdosa, seorang bayi yang bahkan tak tau apa-apa, seorang bayi yang tentu saja tak mengerti bagaimana dan kenapa dia bisa hadir kedunia!

Allen pun hanya mampu menundukkan kepala dalam dekapan Aldric, sang ayah.

Saat mendengar pertanyaan dari ibunya yang mampu membuat hatinya sedikit mencelos karena pertanyaannya.

"Bukan gitu mah.." Allen bingung bagaimana harus mengatakannya.

"Terus maksud dari ucapan kamu tadi itu apa?" Tanya Carlina dengan sedikit mendesak Allen agar dia mau mengatakan yang sebenarnya.

Allen pun segera melepaskan pelukannya dengan sang ayah dan menundukkan kepalanya karena tak berani menatap mata ke dua orang tuanya.

Dengan gugup dan terbata-bata Allen pun mengatakannya.

"Ka-kalo dia sampai tau kandungan ini gak di gugurkan, di-dia akan.. "

"Dia, akan?" Tanya Carlina dengan sebelah alisnya yang terangkat dan rasa penasarannya yang membuncah.

"Di- dia, akan.. tau. Dan.." jeda Allen dengan menarik nafasnya dalam dalam untuk menguatkan hatinya. Lalu menghembuskan nya secara perlahan-lahan.

'Ayo llen, bilang. kamu pasti bisa! kamu harus bisa. Ayo, kamu pasti bisa!' Batinnya menyemangati diri sendiri.

"Dan.. dia sendirilah yang akan membunuhnya." Tuturnya dalam satu tarikan nafas, masih dengan kepala yang menunduk ke bawah.

"A-pa..?"

To Be Continue.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status