Share

Pria Antagonis
Pria Antagonis
Penulis: mgethrin_

Pria Antagonis - 01 Biar Aku Yang Merawat.

“Pa, Ma… Allen hamil.”

Alena terkejut melihat sang adik kembar tiba-tiba bersujud dan menangis keras di depan orangtuanya. Setelah hampir dua tahun Allen, adik kembarnya, memutuskan untuk hidup mandiri, ia tiba-tiba saja kembali siang ini dalam keadaan kacau.

Alena tidak menyangka kalau Allen mengucapkan pengakuan yang begitu menggegerkan isi rumah.

Ponselnya terjatuh lepas dari genggaman tangannya ke lantai. "Apa ..? Hamil ..." gumam Alena tidak percaya. “Kamu… gak bercanda kan?”

Allen tidak menjawab, tapi suara tangisannya menjadi lebih keras. Bahkan sampai meraung-raung.

Elina, mamanya, jatuh pingsan setelah mendengar pengakuan Allen. Dan ayahnya, Bryan, langsung menarik Allen berdiri.

Mata besarnya menatap tajam Allen, lalu dengan geram berseru, "Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?!" Tekannya menuntut penjelasan.

Allen tampak ketakutan karena baru kali ini ia melihat sisi ayahnya yang seperti ini, sama seperti Alena. Ia bahkan tidak bisa membela adiknya itu, dan hanya ikut gemetar sambil menangis.

Namun, kebungkaman Allen justru menjadikan Bryan semakin marah. "Jawab, Allenda!"

Allen tambah terisak, tetapi akhirnya pun mengatakan, "Orang itu ... dia, itu … Dia adalah Calief. Putra dari keluarga Frankly, Pa."

Alena melotot, begitu juga dengan Bryan. Nama itu tentu tidak asing bagi keluarganya. Calief, putra dari keluarga Franklyn adalah pria yang sudah dijodohkan pada Alena. Keputusan ini telah dibuat oleh kakek mereka sejak dulu.

Alena dijodohkan dengan Calief, tetapi ia tidak pernah bertemu atau sekedar melihat pria tersebut lewat foto. Ia hanya mendengarnya lewat wasiat yang ditinggalkan sang kakek. Dan kejadian hari ini telah membuatnya sadar, jika Calief bukanlah pria yang baik untuk dirinya. Ia tidak pantas untuk menjadi menantu keluarga Achilles.

Detak mengepalkan tangan. Aura yang terpancar dalam pria paruh baya tersebut seolah ingin membunuh.

"Akan Papa bunuh bajingan itu!"

Allen mencegah Bryan yang sudah siap beranjak dari sana. Ia memeluk kaki papanya, sambil bersimpuh.

Allen memohon lirih, "Tidak, Papa. Jangan! Allen mohon. Jangan ... tolong jangan lakukan itu."

"Kamu masih membelanya, Allenda?! Papa tidak percaya ini! Atau kamu takut dengan dia?! Jawab, Papa!" Bryan sedikit hilang kendali, ia berteriak membentak Allen.

Ini pertama kalinya Alena melihat keluarganya begitu kacau. Mamanya sudah tidak bisa berkata-kata, hanya duduk lemas dengan wajah pucat. Papanya sudah tidak bisa menahan emosi, dan Allen yang tampak sangat kacau.

Ia pun sama saja. Alena tidak tahu harus berkata apa, baik itu soal Calief atau Allen. Terlebih ketika Allen bilang kalau Calief tidak bisa ditemukan lagi keberadaannya.

‘Benar-benar pria berengsek!’ umpat Alena dalam hati. Tangannya terkepal kuat.

“Allenda sudah berjanji ... akan melenyapkan janin ini." Allen mengatakan dengan nada suara pelan saat akhir kalimat.

Ucapan Allen menjadi bom waktu untuk Alena. Wanita 18 tahun itu berdiri, lalu langsung menampar keras wajah Allen.

PLAK!

"Gila! Kamu benar-benar berpikir untuk jadi pembunuh dari darah daging kamu sendiri?! Sadar Allenda! Anak itu tidak bersalah!" Seru ia murka seraya menunjuk-nunjuk ke arah Allen.

Masih memegangi pipinya, Allen mengangkat kepala, dan berteriak dengan wajah penuh air mata. "Lalu aku harus apa, Alena?!”

Suaranya terdengar penuh rasa frustasi dan putus asa. Alena pun harus menggenggam tangannya kuat agar tidak kembali menampar Allen.

Semua ini gara-gara pria tak bertanggung jawab itu. Ia harus membayar karena telah membuat Allen seperti ini dan keluarganya kacau.

Alena menghapus air matanya, dia membawa Allen untuk berdiri lagi. Sebelum berucap, dia menarik nafas serta memejamkan mata terlebih dahulu.

"Biarkan aku yang merawatnya," ucap Alena tegas.

▪▪▪

Enam tahun kemudian ...

Alena menatap seorang gadis kecil berusia lima tahun yang terus melihat lurus ke arah jalanan. Alena menyadari jika gadis kecil itu terlihat murung sejak tadi.

Alena yang sedang menyetir pun akhirnya bertanya, "Ada apa, Alesie?"

Margaret Ecclesie Achilles, atau lebih akrab dipanggil Alesie, sudah memasuki usia lima tahun. Mereka juga baru saja kembali dari menyelesaikan pendaftaran sekolah Alesie di taman kanak-kanak.

Namun, gadis bermata hijau tua itu tampak tidak bersemangat seperti biasanya. Sepertinya, ada yang sedang ia pikirkan.

Alesie menoleh, menatap Alena. Dengan menggigit bibir bawahnya, dan menjawab, "Hum? Tidak apa-apa, Bunda."

Alena tahu kalau putrinya berbohong. Anak itu sama persis dengan sang ibu yang tidak pandai menyembunyikan sesuatu.

Alena tersenyum, dirinya membalas, “Coba cerita sama Bunda. Bukankah Alesie sudah janji tidak akan berbohong? Bunda juga tidak akan marah kalau kamu jujur."

Kedua mata Alesie berkaca-kaca. Ujung bibirnya menurun ke bawah.

"Bunda ... apa Alesie punya ayah?" Air mata keluar dari kedua kelopak matanya. "Tadi ada yang bertanya pada Alesie, apakah Alesie anak haram? Karena Alesie datang tidak bersama ayah."

Deg!

Hati Alena merasakan sakit, siapa yang berani mengatakan kalimat seperti itu pada putrinya? Anak kecil polos tanpa tahu apa pun.

Pertanyaan itu paling Alena hindari sejak dulu. Ia tidak pernah memberitahu jawaban atas pertanyaan ini pada putrinya.

Tepat setelah saudari kembarnya melahirkan Alesie, Allen mengalami koma. Hal terakhir yang ia pinta adalah agar Alena merawat sang anak dan menyembunyikan keberadaannya dari sang ayah kandungnya—Calief.

"Alesie punya ayah." Akhirnya, Alena menjawab. Ia menarik nafas lebih dulu sebelum melanjutkan. "Tetapi, Alesie milik Bunda selamanya."

Alena khawatir, sorot matanya pun ketakutan ketika Alesie memandang tidak percaya.

"Siapa ayah Alesie, Bunda?"

▪︎ To Be Continue ▪︎

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status