Share

SHE IS MINE! - 07

"Calief?!"

Elva mematung di tempat kala melihat siapa yang berdiri dihadapannya, ia tahu betul kalau seseorang yang tengah berdiri dihadapannya saat ini adalah sosok yang paling sangat dibenci oleh dirinya dan juga kakaknya.

Calief merasa geram dan bahkan ingin memarahi orang yang tadi menabraknya. Tapi begitu ia melihat siapa orang yang menabraknya tadi, seketika itu juga ia mengurungkan niatnya. Ia terkejut kala melihat seorang anak kecil yang terlihat cukup mirip dengannya, dan.. 

Tunggu!

"Kenapa anak ini terlihat mirip.. denganku?" 

Calief menyadari suatu hal, tapi sebelum itu ia harus memastikannya lebih dulu dengan benar.

"Ekhem!" Ia berdeham untuk menetralkan suasana yang cukup terasa sedikit tegang. 

"Elva." Panggilnya dengan suara berat yang menyapa pendengaran Elva. Membuat Elva terlihat bingung sekaligus merasa canggung.

"I-iya?" jawab Elva gugup. Gadis cantik itu menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

Sial! kenapa aku harus gugup? Ya tuhan Elva, Batinnya gelisah.

"Aku ingin bertanya padamu." Belum sempat Elva menjawab, Calief sudah lebih dulu menanyakan sebuah pertanyaan. "Anak siapa ini?"

Ya tuhan..

"Em.. itu.. siapa!? Anak.. siapa?" 

Oke, aku benar-benar bodoh kali ini!Makinya dalam hati pada dirinya sendiri.

Elva membawa Vani sedikit menjauh ke belakang punggungnya dari iblis yang berada dihadapannya tersebut.

"Ck, itu! Anak kecil yang berdiri dibelakangmu dan yang tadi menabrakku." Decaknya sinis seraya menunjuk ke arah Vani yang menatapnya sedikit takut karena tatapan tajamnya.

"Ah, ini." Ada jeda sebelum melanjutkannya, "Em, kenalin.. ini Vani. Anak dari temanku. Haha!" Ucapnya yang diakhiri dengan tawa renyah.

"Ha-halo.. om." Sapa Vani, anak kecil itu tersenyum kaku sambil mengulurkan tangannya seperti yang biasa ia lakukan ketika bertemu dengan seseorang yang lebih tua untuk menyalami tangannya.

Calief tak menanggapi keduanya dan langsung meninggalkan mereka berdua, ntah pergi kemana...

Elva dan Vani lega karena orang 'itu' sudah pergi. Orang itu tak seperti yang dipikirkan Elva. Berbeda dengan Vani yang terus memandangi orang 'itu' dengan tatapan kecewanya.

Calief menyunggingkan senyumnya membelakangi mereka sambil terus berjalan. Seraya berkata, "kau dalam pengawasanku ... Vani."

•••

Allen sengaja menyelesaikan tugasnya hari ini dengan cepat, supaya ia bisa pulang lebih awal.

Rasanya hari ini cukup melelahkan untuknya. Selain harus bertemu dengan orang yang sangat di bencinya, ia juga harus meninggalkan putri kecilnya yang sangat ia cintai.

Kira-kira sedang apa ya, putri kecilnya itu? Ah, iya. Dia melupakan jika putrinya itu sedang bersama sepupunya elva.

Lebih baik aku telepon sekarang.

•••

"Vani suka es krim nya?" Tanya Elva yang di balas dengan anggukan kepala dari Vani.

"Kak, Vani boleh pesen satu es krim lagi, nggak?" Ucap Vani sambil menghabiskan es krim yang berada di tangannya itu.

"Oh, Vani mau pesen satu es krim lagi? Boleh dong. Apa sih yang nggak buat vani?! Adik sepupunya kak Elva yang paling cantik dan manis sedunia! Hehe.." ucap Elva mencubit gemas kedua pipi keponakannya itu.

"Ya udah deh kak, Vani pesen dulu ya." Ucapnya kemudian melenggang pergi meninggalkan Elva.

Seperginya Vani, handphone Elva pun bergetar. Yang menandakan bahwa ada telepon masuk, dari seseorang yang ternyata itu adalah kakak sepupunya, Allen.

"Halo." Ucap seseorang di sebrang sana.

"Iya kak, kenapa?"

"Kamu lagi di mana sekarang?"

"Di mall nih sama Vani. Emangnya kenapa kak? Udah selesai meetingnya?"

"Udah. Vani udah makan siang?"

"Udah nih kak, barusan aja. sekarang malah aku sama Vani lagi makan es krim nih di sini."

"Oh, iya udah. Kalo gitu kakak ke sana sekarang.."

"Iya, kak."

Tut.

Sambungan telepon pun terputus, bersamaan dengan itu Vani datang memegang dua cup es krim di tangannya.

"Kak, tadi itu.. telepon dari bunda?" Tanya Vani setelah mendudukan dirinya kembali dikursi, sembari memakan es krim ditangannya.

"Iya, kok kamu bisa tau sih? Oh iya, tadi katanya kamu cuman mau pesen satu aja, kok sekarang jadi nya dua?"

Vani cengengesan, lalu berkata, "Hehe.. habis es krimnya enak kak, lagi pula Vani juga jarang makan es krim. Apalagi sekalinya makan es krim sama bunda nggak boleh banyak-banyak.." adu gadis kecil itu pada kakak sepupunya dengan wajah yang dibuatbcemberut. Elva yang melihat itu justru malah dibuat gemas sendiri oleh tingkahnya

"Ututu~ kaciannya adik kakak satu ini. Ya udah, karena sekarang Vani lagi sama kak Elva, jadi Vani bisa makan es krim se-puasnya!!" Pernyataan dari Elva itu membuat Vani antusias mendengarnya.

"Beneran, kak?" Ucap Vani senang.

"Iya, tapi jangan banyak-banyak banget juga ya. Soalnya gak baik buat kesehatan kamu juga. Apalagi kalo kamu sampai sakit, Duh! Bisa habis kakak yang ada nanti sama bunda kamu!" Curhat Elva bergidik ngeri mengingat ekspresi marah kakak sepupunya itu yang terlihat menyeramkan baginya.

"Masa sih, kak? Bunda tuh gak galak tau. Buktinya, Vani aja gak pernah dimarahin sama bunda." Pancing Vani agar kakak sepupunya itu mau menceritakan tentang bundanya yang kebetulan saat ini tengah berdiri dibelakangnya sambil bersedekap dada.

"Ck, ya itu karena kamu anaknya. Coba kalo kayak kak Elva atau orang lain gitu?! Lagian bunda kamu tuh kalo udah marah, serem banget!! Apalagi kalo udah kecewa.." cerita Elva tanpa sadar, berdecak pelan dam menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Emangnya kalo bunda kecewa kenapa, kak?"

"Gini nih ya, Vani. bunda kamu tuh kalo udah kecewa, beuh!! Sadis banget! Bisa-bisa nanti kamu direbus, dicincang, atau mungkin nanti—" ucapnya terpotong ketika sebuah suara berhasil menyelanya.

"Atau mungkin nanti?"

Suara itu..

Mampus!

Membalikkan badan, betapa terkejutnya Elva mendapati bahwa Allen kini sedang berdiri sambil bersedekap dada dengan tatapan tajamnya.

"Eh, ada kak Allen. Hehe.. kakak sampainya kapan? Kok a-aku nggak tau? Hehe.."  cengir Elva gelagapan, ia menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Sementara itu, Vani yang melihatnya hanya cekikikan karena merasa puas telah berhasil mengerjai kakak sepupunya itu.

"Kenapa? Emangnya kakak harus laporan dulu gitu sama kamu? Kalo kakak gak ngomong juga kamu gak bakalan berhenti ngejelekin kakak di depan anak kakak sendiri!" Sinis Allen menyindir yang membuat Elva  tidak berani membalasnya.

Allen kemudian menghampiri putri kesayangannya itu dengan senyuman manisnya yang merekah.

"Vani sayang, kamu ke mall kok gak nungguin bunda sih? Bunda nyariin kamu tau.." rajuk Allen dengan wajah yang dibuat secemberut mungkin.

Ia mengelus lembut rambut putrinya itu.

"Maaf bunda, tadi Vani sama kak Elva pergi duluan gak nungguin bunda. Tapi tadi katanya kak Elva udah kasih tau bunda.." jelas Vani merasa bersalah.

Allen tersenyum menanggapinya, sebenarnya ia tidak marah sama sekali, hanya saja ingin tau seperti apa reaksi putrinya tersebut.

"Iya sayang, udah gak apa-apa. Oh iya, tadi kata kak Elva, Vani lagi makan es krim ya? Vani senang?" Tanyanya yang dibalas anggukan antusias dari sang putri.

"Senang banget bunda! Apalagi Vani juga udah makan tiga es krim." ceritanya polos seraya menunjukkan tiga jari.

"Tiga es krim?" Tanyanya mengulangi.

Kini tatapan tajam mengarah ke Elva. Mendapati tatapan maut seperti itu tentu saja membuat Elva salah tingkah. Dalam hatinya Elva merutuki keponakannya itu yang senang melihatnya dimarahi oleh Allen.

Mampus gua! Dasar keponakan laknat! Batin Elva merutuki.

"Hehe.. tapi tadi itu Vani yang mau kok. Iya kan, Van?" Cengir Elva, bermaksud untuk mengalihkan suasana dari amarah Allen yang siap meledak kapan saja.

"Iya bunda.. soalnya kak Elva sendiri yang bilang 'karena sekarang Vani lagi sama kak Elva, jadinya Vani bisa makan es krim sepuasnya!!' Bener kan, kak Elva?" Sahut Vani sambil mengulangi perkataan Elva tadi yang membuat perempuan itu semakin mengutuknya berulang kali.

"Hehe.. iya Van." Sial! Dasar bocah kematian! Lanjutnya dalam hati.

Saat sedang asik berbicara, seseorang tiba-tiba saja datang menghampiri mereka.

Dengan setelan formalnya dan pandangan yang sulit diartikan.

"Allen."

To Be Continue.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status