Marc benar-benar menjalankan perintah Papanya. Ia mengirim seseorang untuk menyelidiki apa saja yang dilakukan Tinna dan Marsha di Korea.Setelah akhirnya mendapat klien dari perusahaan Prancis dan ikut dalam projek besar tersebut, Sarah jadi rajin belajar bahasa Prancis. Ia memilih belajar bersama Frank dibanding Marc.“Kamu memang cerdas. Hanya cengkok Prancisnya saja yang masih kurang.” Pujian meluncur dari bibir Frank.“Iya, Pa. Sedikit-sedikit Sarah sudah bisa mengerti, tetapi saat membalas dengan bahasa Prancis, terkadang mereka tertawa.” Sarah jadi ikut terkekeh mengingat kesalahannya dalam mengucapkan beberapa kata dalam bahasa Prancis.“Kamu butuh banyak latihan berbicara. Mulai sekarang, cobalah berkomunikasi dengan Marc menggunakan bahasa Prancis."Bibir Sarah langsung mengerucut. “Dengan Marc? Bicara bahasa kita saja irit, bagaimana dengan bahasa lain. Marc cuma lancar bahasa kalbu, Pa.”Tanpa sengaja, Sarah mengadukan prilaku suaminya pada Frank. Lelaki tua itu tersenyum
“Aku mau mengucapkan terima kasih padamu.” Irwan membantu Ibu Irma menggeser cangkir teh ke depan Sarah.Setelah bisa menguasai diri, Sarah, Ibu Irma dan Irwan duduk bersama di ruang keluarga. Untungnya hari ini hari libur dan toko kue mereka tutup hingga tidak ada tamu dan asisten dapur yang mengganggu kebersamaan mereka.“Terima kasih untuk apa?”“Karena kamu akhirnya Ibu mau keluar dari kota kecil itu. Berkali-kali aku mengajak Ibu pergi dan tinggal bersamaku, tetapi beliau selalu menolak.”Ibu Irma hanya tersenyum lalu mengelus rahang putranya dengan penuh sayang.“Kenapa begitu?”“Kota itu adalah kota kelahiranku. Hingga Ayah meninggal dan aku mendapat kerja di luar kota, Ibu tetap bertahan di sana.”“Aku bahkan tidak tau Ibu Irma memiliki anak.”Irwan bercerita Ibunya sangat terkesan dengan kota kecil tersebut. Selain itu, menurut Irwan, Ibu Irma tidak bisa move on dari kenangan bersama suaminya hingga memilih tetap tinggal di sana.Ibu Irma bahkan menolak diberikan rumah baru k
“Emm ... di mana aku?” Sarah mengamati sekeliling.Ruangan sederhana itu sepi. Tidak ada yang menemaninya. Sarah mengamati dirinya,Wanita itu menggunakan pakaian rumah sakit. Pergelangan tangannya di infus. Kaki dan lengannya luka baret.“Oh, Nyonya sudah bangun?” Seorang suster masuk dan langsung berteriak meminta temannya memanggil dokter jaga.“Aku di mana, suster? Aku kenapa?”“Anda di rumah sakit Merlin, Nyonya.”Belum sempat menjelaskan, dokter telah masuk. Sarah diam sejenak untuk membiarkan dirinya diperiksa.“Apa yang dirasa, Nyonya?”“Kakiku perih.”“Anda ingat apa yang terjadi?”Sarah mengerjap sesaat. Ya, ia ingat. Saat akan menyebrang, ada sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi.Teringat juga bahwa ia sempat menghindar dan seseorang menarik lengannya. Ia terjatuh di pinggir jalan sambil memegangi perut lalu semuanya gelap.“Bagus. Ingatan Anda tidak terganggu. Menurut data, Anda sedang hamil. Kami akan memeriksa kandungan Anda.”Karena masih merasa shock, Sarah meng
“Kamu pakai kursi roda saja, ya.”Itu bukan suatu pertanyaan melainkan pernyataan. Marc tidak mau dibantah saat ia meminta petugas rumah sakit menyiapkan kursi roda untuk sang istri.Lagipula, Sarah masih lemas dan kakinya juga sakit. Jadi, wanita itu mengangguk pelan.Marc sendiri yang mendorong kursi Sarah ke depan ruang perawatan Tinna dan Marsha. Frank yang melihat langsung menghampiri.“Bagaimana ceritanya bisa sampai begini?” Frank menuntut penjelasan saat Sarah datang dengan kursi roda.Saat itu Lucy juga sudah datang. Ia hanya berdiri mematung tanpa menyambut Sarah.Namun begitu, Lucy dapat mendengar kejadian yang menimpa Sarah hingga menyebabkan dirinya pingsan di rumah sakit dan terbangun dengan luka ringan di kaki dan lengan.“Apa yang kamu lakukan di sana, Sarah?”“Hanya sedang jalan-jalan, Pa.”Frank menggeleng lalu menoleh pada Adrian. “Selidiki tenpat itu. Aku mau orang yang menabrak menantuku ini ditangkap dan diadili.”“Siap, Tuan.” Adrian menunduk santun dan mulai si
“Aku akan melapor ke polisi. Perbuatan mereka sangat di luar batas.” Marc menggeleng lalu merogoh ponselnya.Lelaki tampan itu berpamitan sebentar. Sarah tampak memperhatikan Marc yang menjauh.“Kita periksa keadaanmu sekarang, ya.” Frank menggenggam tangan Sarah.“Sarah sudah diperiksa dokter di rumah sakit, Pa.”“Apa yang kamu rasakan?”“Hanya kaki dan lengan saja yang perih.”Frank kemudian baru mengamati luka memar dan baret di lengan dan kaki Sarah. Setelah Adrian datang, Frank berkata mereka harus pulang dan beristirahat. Terlalu banyak kejadian mengejutkan dalam satu hari ini.Kepala lelaki tua itu bersandar di dinding. Rasanya ia ingin minum obat tidur dan langsung terlelap hingga dapat sesaat melupakan hari ini.“Pantas saja Ayah bilang ia menyesal menikah dengan Ibu Tinna.” Sarah menggumam pelan namun masih dapat terdengar Frank.Embusan napas panjang terdengar dari hidung Frank. “Sebenarnya itu juga salah Papa. Papa membiarkan Lucy menjodohkan ayahmu dengan Tinna.”“Tidak a
“Nyonya Lucy?” Adrian menyahut dengan kening berkerut dalam.“Adrian? Ada apa?”“Aku akan bicara dengan Anda segera.”Adrian memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Ia segera keluar dari kantor polisi sesaat setelah menandatangani berkas-berkas yang dibutuhkan.Setengah perjalanan, Adrian merasa lelah. Perjalanan masih cukup jauh. Hingga akhirnya ia menepi saat melihat sebuah penginapan.Istirahat dua jam mungkin cukup, Adrian berucap dalam hati. Setelah membilas tubuh, lelaki itu segera berbaring di ranjang. Tak lupa ia memasang alarm sebelum memejamkan mata.Frank cukup khawatir saat ia mencoba menelepon, namun nomer asistennya itu selalu dialihkan. Lelaki tua itu hanya penasaran bagaimana hasil pembicaraan Adrian dengan tersangka yang menabrak Sarah.“Papa, ayo makan dulu.” Sarah membuyarkan lamunan Papa mertuanya yang berdiri sambil memegangi ponsel.“Oh, iya.”Frank berbalik badan. Malam ini ia akan menginap di rumah Marc. Anak lelakinya itu memaksa dan Frank akhirnya setuju
“Marc! Jaga ucapanmu!” Lucy membentak putranya.“Kenapa? Benar kan? Pelacur lelaki yang tadi ... sudah berapa lama ia tinggal di sini?” Marc mendelik sewot.“Jangan kurang ajar kamu!”“Aku hanya mengungkapkan fakta. Kenapa Mama tersinggung?”Lucy terdiam dengan wajah merah. Pernyataan Marc memang benar, tetapi ia masih belum terima dibentak putranya.Dengan nada tinggi ia juga mengungkapkan kekesalannya pada Frank dan Marc. Mengucapkan bahwa ia lebih bahagia saat diperhatikan lelaki muda yang menemaninya.“Bull shit!” Marc mengumpat keras. “Mereka perhatian karena uang Mama!”“Tidak. Mereka benar-benar peka pada kebutuhan Mama.”Marc mendengus kasar. “Kebutuhan apa? Fantasi liar?”“Marc!”“Apa?!”“Keluar dari sini.”Marc berjalan ke pintu. “Aku memang akan keluar. Tidak akan menoleh lagi ke belakang. Tutup dan kunci saja pintu rumah ini.”Tangisan Lucy terdengar saat Marc berjalan ke pintu utama. Matanya mendelik pada lelaki muda yang kini sedang santai menonton televisi.BRAK.Marc m
Lucy menyewa pengacara mahal untuk mendampinginya. Polisi bahkan menyelidiki hubungan Lucy dengan Sarah. Mereka menemukan sejumlah bukti bahwa Lucy memang membenci menantunya.Berkali-kali, Lucy menyangkal. Ia berkata bahwa ponselnya sering dipinjam Marsha dengan alasan ingin menghubungi teman. Namun karena Marsha atau Tinna masih dalam keadaan koma dan tidak bisa dimintai keterangan, Lucy tetap ditahan.Berbagai upaya dilakukan Lucy. Mulai dari meminta menjadi tahanan rumah sampai menyogok petugas. Namun, kepolisian tidak mudah dikelabui.Apalagi setelah tau kasus ini menyangkut keluarga Carrington yang terhormat dan disegani, polisi sudah pasti lebih berpihak pada lawan Lucy.“Marc.”“Hem.”“Irwan bilang kamu mencarinya. Kenapa?”“Karena teleponmu tidak dapat dihubungi, toko kue juga.”“Oh. Waktu kejadian itu, ya?”Sarah bercerita bahwa Irwan menghubunginya dengan panik malam hari. Hingga akhirnya, Sarah menceritakan musibah yang menimpa dirinya.“Kenapa cerita-cerita pada Irwan?” P