“Kamu pakai kursi roda saja, ya.”Itu bukan suatu pertanyaan melainkan pernyataan. Marc tidak mau dibantah saat ia meminta petugas rumah sakit menyiapkan kursi roda untuk sang istri.Lagipula, Sarah masih lemas dan kakinya juga sakit. Jadi, wanita itu mengangguk pelan.Marc sendiri yang mendorong kursi Sarah ke depan ruang perawatan Tinna dan Marsha. Frank yang melihat langsung menghampiri.“Bagaimana ceritanya bisa sampai begini?” Frank menuntut penjelasan saat Sarah datang dengan kursi roda.Saat itu Lucy juga sudah datang. Ia hanya berdiri mematung tanpa menyambut Sarah.Namun begitu, Lucy dapat mendengar kejadian yang menimpa Sarah hingga menyebabkan dirinya pingsan di rumah sakit dan terbangun dengan luka ringan di kaki dan lengan.“Apa yang kamu lakukan di sana, Sarah?”“Hanya sedang jalan-jalan, Pa.”Frank menggeleng lalu menoleh pada Adrian. “Selidiki tenpat itu. Aku mau orang yang menabrak menantuku ini ditangkap dan diadili.”“Siap, Tuan.” Adrian menunduk santun dan mulai si
“Aku akan melapor ke polisi. Perbuatan mereka sangat di luar batas.” Marc menggeleng lalu merogoh ponselnya.Lelaki tampan itu berpamitan sebentar. Sarah tampak memperhatikan Marc yang menjauh.“Kita periksa keadaanmu sekarang, ya.” Frank menggenggam tangan Sarah.“Sarah sudah diperiksa dokter di rumah sakit, Pa.”“Apa yang kamu rasakan?”“Hanya kaki dan lengan saja yang perih.”Frank kemudian baru mengamati luka memar dan baret di lengan dan kaki Sarah. Setelah Adrian datang, Frank berkata mereka harus pulang dan beristirahat. Terlalu banyak kejadian mengejutkan dalam satu hari ini.Kepala lelaki tua itu bersandar di dinding. Rasanya ia ingin minum obat tidur dan langsung terlelap hingga dapat sesaat melupakan hari ini.“Pantas saja Ayah bilang ia menyesal menikah dengan Ibu Tinna.” Sarah menggumam pelan namun masih dapat terdengar Frank.Embusan napas panjang terdengar dari hidung Frank. “Sebenarnya itu juga salah Papa. Papa membiarkan Lucy menjodohkan ayahmu dengan Tinna.”“Tidak a
“Nyonya Lucy?” Adrian menyahut dengan kening berkerut dalam.“Adrian? Ada apa?”“Aku akan bicara dengan Anda segera.”Adrian memutuskan sambungan telepon secara sepihak. Ia segera keluar dari kantor polisi sesaat setelah menandatangani berkas-berkas yang dibutuhkan.Setengah perjalanan, Adrian merasa lelah. Perjalanan masih cukup jauh. Hingga akhirnya ia menepi saat melihat sebuah penginapan.Istirahat dua jam mungkin cukup, Adrian berucap dalam hati. Setelah membilas tubuh, lelaki itu segera berbaring di ranjang. Tak lupa ia memasang alarm sebelum memejamkan mata.Frank cukup khawatir saat ia mencoba menelepon, namun nomer asistennya itu selalu dialihkan. Lelaki tua itu hanya penasaran bagaimana hasil pembicaraan Adrian dengan tersangka yang menabrak Sarah.“Papa, ayo makan dulu.” Sarah membuyarkan lamunan Papa mertuanya yang berdiri sambil memegangi ponsel.“Oh, iya.”Frank berbalik badan. Malam ini ia akan menginap di rumah Marc. Anak lelakinya itu memaksa dan Frank akhirnya setuju
“Marc! Jaga ucapanmu!” Lucy membentak putranya.“Kenapa? Benar kan? Pelacur lelaki yang tadi ... sudah berapa lama ia tinggal di sini?” Marc mendelik sewot.“Jangan kurang ajar kamu!”“Aku hanya mengungkapkan fakta. Kenapa Mama tersinggung?”Lucy terdiam dengan wajah merah. Pernyataan Marc memang benar, tetapi ia masih belum terima dibentak putranya.Dengan nada tinggi ia juga mengungkapkan kekesalannya pada Frank dan Marc. Mengucapkan bahwa ia lebih bahagia saat diperhatikan lelaki muda yang menemaninya.“Bull shit!” Marc mengumpat keras. “Mereka perhatian karena uang Mama!”“Tidak. Mereka benar-benar peka pada kebutuhan Mama.”Marc mendengus kasar. “Kebutuhan apa? Fantasi liar?”“Marc!”“Apa?!”“Keluar dari sini.”Marc berjalan ke pintu. “Aku memang akan keluar. Tidak akan menoleh lagi ke belakang. Tutup dan kunci saja pintu rumah ini.”Tangisan Lucy terdengar saat Marc berjalan ke pintu utama. Matanya mendelik pada lelaki muda yang kini sedang santai menonton televisi.BRAK.Marc m
Lucy menyewa pengacara mahal untuk mendampinginya. Polisi bahkan menyelidiki hubungan Lucy dengan Sarah. Mereka menemukan sejumlah bukti bahwa Lucy memang membenci menantunya.Berkali-kali, Lucy menyangkal. Ia berkata bahwa ponselnya sering dipinjam Marsha dengan alasan ingin menghubungi teman. Namun karena Marsha atau Tinna masih dalam keadaan koma dan tidak bisa dimintai keterangan, Lucy tetap ditahan.Berbagai upaya dilakukan Lucy. Mulai dari meminta menjadi tahanan rumah sampai menyogok petugas. Namun, kepolisian tidak mudah dikelabui.Apalagi setelah tau kasus ini menyangkut keluarga Carrington yang terhormat dan disegani, polisi sudah pasti lebih berpihak pada lawan Lucy.“Marc.”“Hem.”“Irwan bilang kamu mencarinya. Kenapa?”“Karena teleponmu tidak dapat dihubungi, toko kue juga.”“Oh. Waktu kejadian itu, ya?”Sarah bercerita bahwa Irwan menghubunginya dengan panik malam hari. Hingga akhirnya, Sarah menceritakan musibah yang menimpa dirinya.“Kenapa cerita-cerita pada Irwan?” P
Marc menepi di pinggir jalan. Ia menelepon Sarah dan berkata ia akan kembali menjemput untuk bersama-sama ke rumah sakit.“Kamu langsung ke rumah sakit saja. Irwan mau mengantarku sekalian ia pergi ke bandara.”Tentu saja Marc menolak. Apa-apaan istrinya itu? Kenapa malah meminta lelaki lain mengantarnya?“Aku jemput!” Marc berkata tegas lalu melempar ponselnya ke kursi di sampingnya.Meetingnya batal. Biar lah. Ia harus memprioritaskan kasus Sarah lebih dulu.Sarah sudah menunggu di lobi. Marc mendengus pelan saat melihat Irwan bediri di samping istrinya. Mereka bahkan berpamitan sebelum Sarah masuk ke dalam mobil.Selama di perjalanan, tidak ada perbincangan yang berarti. Sarah lebih banyak mengamati jalan dan mengelus perutnya.Sarah tersentak kaget saat tangan Marc ikut mengelus perutnya.“Apa perutmu sakit?”“Em ... tidak. Hanya kencang saja rasanya.”“Nanti sekalian kita tanya dokter.”Hanya anggukan kepala yang diberikan Sarah sebagai respon pernyataan Marc. Ia tidak bisa berka
Pengacara Lucy berusaha keras. Namun tetap saja tidak ada bukti bahwa Marsha meminjam ponsel Lucy. Apalagi selama ini ia memang membenci Sarah.Sampai mereka menemukan bukti baru, Lucy tetap di penjara.Setelah dirawat sekaligus didakwa atas percobaan pembunuhan, Tinna akhirnya dijebloskan ke penjara.Sarah benar-benar dilarang Marc keluar dari rumah. Lama kelamaan ia bosan juga.“Kamu ke kantor?” tanya Sarah yang melihat Marc bersiap-siap.“Iya, hanya sebentar.”Selesai bersiap, tangan Sarah digandeng menuju sofa. Ia tau Marc pasti akan mengganti perbannya.“Kalau kamu buru-buru, aku bisa menggantinya sendiri kok.”Lagi-lagi, Marc hanya menggeleng. Perlahan ia membuka perban dan mengamati luka Sarah. Ia bahkan memfoto lalu terlihat mengetik entah pada siapa.“Dokter bilang luka ini sudah kering. Tidak perlu ditutup lagi.”Setelah berkata dua kalimat, Marc membersihkan luka dan mengoleskan salep. Kalau saja bicaranya tidak irit, Sarah pasti akan lebih menyukai Marc.“Sudah. Aku berang
Sepanjang perjalanan, Frank dan Sarah bernostalgia tentang Thomas, Ayah Sarah. Namun kali ini, mereka membicarakan hal yang lucu dan menyenangkan. Thomas tidak ingin menantunya mengenang hal-hal sedih tentang Ayahnya.“Kalau keadaan sudah membaik, Papa mau mengajakmu berziarah ke makam Thomas, ya.”Sarah mengangguk. “Iya, Pa. Sarah mau.”“Kapan terakhir kali kamu ke makam?”“Saat tau Sarah hamil.”Frank mengangguk. “Thomas dan Adara pasti bahagia sekali melihatmu sekarang.”“Memang benar ya, Pa. Orang tua yang sudah meninggal bisa melihat kita?”Kekehan kecil keluar dari tenggorokan Frank. “Papa tidak tau, sih. Tapi, mari kita anggap saja begitu, sehingga dalam setiap langkah, kita bisa tidak terlalu sedih mengenang mereka.”Benar juga. Sarah mengangguk setuju. Mulai sekarang, ia akan menganggap orang tuanya selalu melihatnya dan ingin ia berbahagia.Mobil mereka memasuki gedung apartemen mewah. Di dalam lift, Sarah menceritakan apa saja yang ia lakukan jika sedang berada di apartemen